Anda di halaman 1dari 9

TUGAS BIOMEDIK II

ISU-ISU FARMAKOLOGI
“PENYALAHGUNAAN PIL PCC”

OLEH:
NAMA :INDRI MELANIE MESAH
NIM :1807010040
SEMESTER :III/E

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019

PENYALAHGUNAAN PIL PCC


Sebanyak 76 orang mengalami masalah mental akibat mengonsumsi
Paracetamol Caffein Carisoprodol (PCC) di Kendari, Sulawesi Tenggara. Bahkan
satu orang di antaranya meninggal dunia. Kebanyakan dari korban ini merupakan
siswa SD dan SMP. Pada dasarnya Pil PCC merupakan obat yang digunakan
sebagai penghilang rasa sakit dan untuk obat sakit jantung. Pil PCC ini tidak bisa
dikonsumsi sembarangan, harus dengan izin atau resep dokter. Ketika obat ini di
konsumsi tanpa resep dokter dan melebihi dosis yang telah ditetapkan maka akan
menimbulkan efek samping berupa halusinasi dan euphoria serta akan
menyebabkan masalah mental hingga kematian.
Peristiwa ini menggegerkan publik terutama pemerintah karena peristiwa
penyalahgunaan pil PCC yang memakan banyak korban ini terjadi beberapa
tahun setelah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menarik izin edar
obat-obatan yang mengandung zat aktif Carisoprodol termasuk PCC pada tahun
2013 lalu. Apa sebenarnya kandungan zat aktif yang terdapat dalam pil PCC dan
bahaya yang di timbulkan dari kombinasi Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol?

A. Pengertian
Dengan makin canggihnya alat-alat dalam dunia medis dan farmasi, makin
banyak pula obat-obatan yang diproduksi sesuai dengan kebutuhan dalam dunia
farmasi kemudian dikemas untuk digunakan seperlunya dan sesuai dengan
kebutuhan namun akhir-akhir ini banyak sekali obat-obatan yang disalah gunakan
oleh konsumennya, salah satunya pil PCC yang sedang marak saat ini.
Pill PCC merupakan singkatan dari Paracetamol, Caffeine dan Carisoprodol. .
Dari ketiga kandungan tersebut Carisoprodol lah yang menyimpan efek samping
paling berbahaya ketika disalahgunakan.
Kandungan bahan aktif yang terdapat pada Pill PCC :
1. Paracetamol
Paracetamol adalah obat analgesik non narkotik yang memiliki cara kerja
menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX). Enzim COX berperan pada
pembentukan prostaglandin yaitu senyawa penyebab nyeri. Dengan dihambatnya
kerja enzim ini, maka jumlah prostaglandin pada sistem saraf pusat menjadi
berkurang sehingga respon tubuh terhadap nyeri berkurang. Paracetamol
digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal
sebagai analgesik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain melalui resep
dokter atau yang dijual bebas.
Paracetamol, atau sering juga dikenal dengan nama acetaminophen, juga
telah banyak digunakan sebagai salah satu komponen produk untuk nyeri kepala,
demam, dan flu, dan juga sudah dijual secara bebas di banyak negara, termasuk
Indonesia. Obat ini dipakai untuk meredakan rasa sakit ringan hingga menengah,
serta menurunkan demam. Paracetamol menurunkan suhu tubuh dengan cara
menurunkan hipotalamus set-point di pusat pengendali suhu tubuh di otak. Untuk
orang dewasa, dianjurkan untuk mengonsumsi Paracetamol 1-2 tablet sebanyak
500 miligram hingga 1 gram tiap 4-6 jam sekali dalam 24 jam. Efek samping dari
obat ini yaitu kehilangan nafsu makan, mual, menguningnya kulit atau mata, air
seni berwarna gelap, muncul ruam atau pembengkakan.

2. Caffeine
Caffeine adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji
kopi, daun teh, dan biji coklat. Caffeine memiliki efek farmakologis yang
bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot
polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung. Ada beberapa
mekanisme aksi yang diketahui untuk menjelaskan efek caffeine. Yang paling
menonjol adalah bahwa hal itu menghambat aksi adenosin pada reseptornya dan
mencegah timbulnya rasa kantuk yang disebabkan oleh adenosin. Caffeine juga
merangsang bagian tertentu dari sistem saraf otonom.
Efek berlebihan (over dosis) mengkonsumsi Caffeine dapat menyebabkan
gugup, gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang. Berdasarkan FDA
(Food Drug Administration), dosis Caffeine yang diizinkan 100- 200mg/hari.
Caffeine hanya dapat menimbulkan kecanduan jika dikonsumsi dalam jumlah
yang banyak dan rutin. Namun kecanduan Caffeine berbeda dengan kecanduan
obat psikotropika, karena gejalanya akan hilang hanya dalam satu dua hari setelah
konsumsi.
Kecanduan terhadap Caffeine diperkirakan dapat terjadi jika mengonsumsi
lebih dari 600 miligram Caffeine (setara lima sampai enam cangkir kopi 150 ml)
per hari selama 8-15 hari berturut-turut. Seseorang yang mengalami kecanduan
Caffeine akan menunjukkan beberapa gejala seperti sakit kepala, mengantuk,
cepat marah, mual, muntah, dan gejala lainnya. Mengurangi asupan Caffeine
secara bertahap diyakini efektif untuk menghilangkan gejala kecanduan.
3. Carisoprodol
Carisoprodol adalah obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri dan
ketegangan otot. Obat ini tergolong mucle relaxants atau bisa dikatakan sebagai
pelemas otot. Di dalam tubuh Carisoprodol akan segera dimetabolisme menjadi
zat aktif lain, yaitu Meprobamat, yang menimbulkan efek menenangkan (sedatif).
Carisoprodol adalah obat yang bekerja pada jaringan saraf dan otak dengan
memotong rasa sakit yang mengalir dari saraf ke otak sehingga mampu
merilekskan otot. Obat ini biasanya digunakan saat istirahat, saat melakukan
terapi fisik, dan pengobatan lain.
Carisoprodol adalah obat yang dapat menyebabkan reaksi kecanduan,
terutama jika telah digunakan dalam waktu yang lama atau dalam dosis tinggi.
Kadang-kadang obat ini dapat menyebabkan efek samping seperti pusing, tidur
bermasalah, dan mual jika berhenti dikonsumsi.
Efek samping yang dapat dialami akibat mengonsumsi Carisoprodol di antara
nya: Mati rasa, hilangnya keseimbangan tubuh, hilang kesadaran (pingsan), detak
jantung tidak stabil, kejang, penglihatan kabur, Agitasi atau bingung, dan lain-
lain.
B. Farmakokinetik Obat PCC
1. Paracetamol
Farmakokinetik paracetamol cukup baik dengan bioavailabilitas yang tinggi.
a) Absorpsi
Paracetamol diabsorbsi dengan baik di usus halus melalui transport pasif
pada pemberian oral. Pemberian dengan makanan akan sedikit memperlambat
absorpsi paracetamol.
Pada pemberian melalui rektum, terdapat variasi konsentrasi puncak di
plasma dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi puncak di
plasma lebih lama.
b) Distribusi
Setelah pemberian oral, konsentrasi puncak pada plasma akan dicapai
dalam waktu 10 – 60 menit pada tablet biasa dan 60 – 120 menit untuk tablet
lepas-lambat. Konsentrasi rata-rata di plasma adalah 2,1 μg/mL dalam 6 jam
dan kadarnya hanya dideteksi dalam jumlah kecil setelah 8 jam. Paracetamol
memiliki waktu paruh 1 – 3 jam.
Paracetamol memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Sekitar 25%
paracetamol dalam darah diikat oleh protein.
c) Metabolisme
Metabolisme paracetamol terutama berada di hati melalui proses
glukoronidasi dan sulfasi menjadi konjugat non toksik. Sebagian kecil
paracetamol juga dioksidasi melalui enzim sitokrom P450 menjadi metabolit
toksik berupa N-acetyl-p-benzo-quinone imine (NAPQI).Pada kondisi normal,
NAPQI akan dikonjugasi oleh glutation menjadi sistein dan konjugat asam
merkapturat. Ketika diberikan dosis dalam jumlah yang besar atau terdapat
defisiensi glutation, maka NAPQI tidak dapat terdetoksifikasi dan
menyebabkan nekrosis hepar akut.
d). Eliminasi
Sekitar 85% paracetamol diekskresi dalam bentuk terkonjugasi dan bebas
melalui urin dalam waktu 24 jam. Pada paracetamol oral, ekskresi melalui
renal berlangsung dalam laju 0,16 – 0,2 mL/menit/kg. Eliminasi ini akan
berkurang pada individu berusia > 65 tahun atau dengan gangguan ginjal.
Selain ginjal, sekitar 2,6% akan diekskresikan melalui bilier
2. Caffeine
Caffeine dimetabolisme di hati melalui demetilasi tunggal , menghasilkan
tiga metabolit primer, yaitu paraxanthine (84%), theobromine (12%), dan
theophilin (4%), tergantung pada kelompok metil mana yang dihilangkan.
Caffeine dari kopi atau minuman lain diserap oleh usus kecil dalam waktu
45 menit setelah konsumsi dan didistribusikan ke seluruh jaringan
tubuh.Waktu paruh biologis kafein yang diperlukan tubuh untuk
menghilangkan setengah dosis - sangat bervariasi di antara individu sesuai
dengan faktor-faktor seperti kehamilan, obat lain, tingkat fungsi enzim hati
(diperlukan untuk metabolisme kafein) dan usia. Pada orang dewasa yang
sehat, paruh kafein adalah antara 3 dan 7 jam. Merokok mengurangi waktu
paruh hingga 30-50%.
Caffeine dimetabolisme di hati oleh sistem enzim sitokrom P450 oksidase
, khususnya, oleh isozim CYP1A2, menjadi tiga xantin dimetil, yang masing-
masing memiliki efek sendiri pada tubuh:
a) Paraxanthine (84%): Meningkatkan lipolisis, menyebabkan
peningkatan gliserol dan kadar asam lemak bebas dalam plasma
darah.
b) Theobromine (12%): Melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan
volume urin. Theobromine juga merupakan alkaloid utama dalam biji
kakao ( cokelat )
c) Theophylline (4%): Melonggarkan halus otot-otot dari bronkus , dan
digunakan untuk mengobati asma. Namun, dosis terapi teofilin jauh
lebih besar daripada kadar yang diperoleh dari metabolisme kafein.
3. Carisoprodol
Carisoprodol memiliki onset aksi yang cepat, 30 menit, dengan efek
tersebut berlangsung sekitar dua hingga enam jam. Ini dimetabolisme di hati
melalui isozim sitokrom P450 oksidase CYP2C19 , diekskresikan oleh ginjal
dan memiliki waktu paruh sekitar delapan jam. Sebagian besar carisoprodol
dimetabolisme menjadi meprobamate , yang dikenal sebagai obat penenang
dan berpotensi menyebabkan ketergantungan; ini dapat menjelaskan potensi
penyalahgunaan carisoprodol (tingkat meprobamate mencapai tingkat plasma
puncak yang lebih tinggi daripada carisoprodol itu sendiri setelah pemberian).
Meprobamate diyakini memainkan peran penting dalam efek carisoprodol dan
meprobamate menghasilkan waktu paruh yang lama dalam bioakumulasi
setelah periode panjang pemberian carisoprodol.
C. Dampak akibat mengonsumsi Pil PCC
PCC pada dasarnya juga disebutkan bahwa kegunaan utamanya adalah
sebagai pereda atau penghilang rasa sakit dan obat untuk sakit jantung . Jadi
intinya, PCC bukanlah pil yang bisa dikonsumsi secara sembarangan karena
perlu ada resep dan izin dari dokter.
Jika seseorang mencampur dan mengonsumsi ketiga obat ini
(Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol) secara bersamaan, sebagai obat PCC,
efek masing-masing obat akan saling bekerja sama. Obat PCC pada akhirnya
merusak susunan saraf pusat di otak. Perwujudan kerusakan saraf pusat otak
bisa beragam, namun obat PCC secara spesifik memunculkan efek halusinasi
yang tampak pada beberapa korban. Perubahan mood yang signifikan juga
sering terjadi, begitu juga dengan gangguan perilaku dan emosi juga dapat
terjadi pada pengguna obat PCC. Gangguan ini sering terjadi yaitu gejala
cemas, ketakutan, dan panik yang dialami oleh pengguna obat ini.
Apabila obat PCC ini dikonsumsi secara berlebih maka dapat
membahayakan kesehatan seseorang yang mengkonsumsinya karena obat
PCC ini dapat menimbulkan interaksi antar obat sehingga akan menyebabkan
efek samping seperti: depresi pernapasan, hipotensi, kejang, hingga dapat
menyebabkan kematian. Selain itu tablet obat PCC ini merupakan obat ilegal
dan sangat berbahaya.
D. Faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan Pil PCC.
Penyalahgunaan obat PCC saat ini sudah sangat marak dan sudah banyak
yang merasakan bahayanya obat PCC ini hingga sudah memakan korban
akibat efek obat ini, ada yang langsung tak sadarkan diri bahkan meninggal
setelah mengkonsumsi obat PCC ini. Kebanyakan korbannya merupakan
siswa SD dan SMP. Ada beberapa faktor penyebab penyalahgunaan obat PCC
oleh anak-anak dan remaja yaitu dipengaruhi oleh faktor eksternal dan
internal.
1. Rasa Ingin Tahu
Faktor psikologis remaja dan anak-anak yang masih mencari jati diri
menyebabkan para remaja tersebut mengonsumsi pil PCC. Selain itu adanya
keinginan untuk mendapatkan predikat sebagai remaja yang kuat menambah
keinginan mereka untuk mengonsumsi pil PCC.
2. Keterjangkauan Obat PCC
Obat PCC bisa diperoleh dengan harga yang relatif murah. Obat PCC
semakin mudah dijangkau karena obat PCC memiliki harga yang murah yaitu
berkisar Rp. 20.000 – Rp. 30.000/10 butir.
3. Lingkungan Pergaulan
Alasan individu untuk menggunakan narkoba karena adanya tekanan dari
lingkungan pergaulan sehingga individu memiliki dorongan untuk
memberikan impresi bahwa individu tersebut mampu mengikuti pergaulan dan
mengekspresikan kemandiriannya dalam dunia sosial.
E. Pelarangan Pil PCC
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa dari ketiga kandungan
yang terdapat dalam Pil PCC tersebut Carisoprodol lah yang menyimpan efek
samping paling berbahaya ketika disalahgunakan. Karena itu, pada tahun
2013, semua obat yang mengandung Carisoprodol (Carnophen, Somadril,
Rheumastop, New Skelan, Carsipain, Carminofein, Etacarphen, Cazerol,
Bimacarphen, Karnomed) termasuk obat PCC (paracetamol caffein
carisoprodol), sudah dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) sejak 2013. Namun dengan adanya peristiwa penyalahgunaan pil
PCC di Kendari, Sumatera Tenggara maka BPOM mengeluarkan kembali
surat pencabutan izin edar dari obat-obatan yang mengandung Carisoprodol
termasuk PCC pada tahun 2018 lalu.

Anda mungkin juga menyukai