Anda di halaman 1dari 6

Khasiat Puyer

Bintang Toedjoe?
September 29, 2010 medical

Pendahuluan
Obat puyer bintang toedjoe banyak dipakai oleh masyarakat dulu dan sekarang.
Obat ini merupakan obat analgesik (bersifat meredakan nyeri). Komposisi bahan
yang terdapat pada obat ini adalah Acidum Acetylsalicylicum 50 mg,
Acetaminophenum 275 mg, Coffeinum 50 mg di dalam tiap 1 gram obat. Bahanbahan tersebut dicampur menjadi satu dalam bentuk serbuk (puyer).

Penjelasan
a. Asam Asetil Salisilat1
Obat yang dikenal sebagai asetosal atau aspirin ini adalah obat analgesik antipiretik
dan antiinflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Asam
salisilat sangat iritatif.
Farmakodinamik

Efek yang paling sering terjadi adalah induksi ulkus peptikum yang kadang-kadang
disertai anemia akibat perdarahan saluran cerna. Dua mekanisme terjadinya iritasi
lambung adalah iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam
lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan; iritasi atau perdarahan
lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE 2 dan PGI1. Kedua
prostaglandin ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat
sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus yang bersifat sitoprotektif.
Dan pada dosis yang tinggi dapat mengakibatkan kelainan pada lambung dan
peradangan pada lambung.
Efek samping juga dapat ditemukan pada hati dan ginjal. Toksik salisilat ini lebih
berkaitan dengan dosis bukan akibat reaksi imun. Gejala yang sering terlihat hanya
kenaikan SGOT dan SGPT, beberapa dapat mengalami hepatomegali, anoreksia,
mual dan ikterus. Bila terjadi ikterus pemberian aspirin harus dihentikan karena
dapat terjadi nekrosis hati yang fatal. Oleh sebab itu aspirin tidak dianjurkan
diberikan pada pasien penyakit hati kronik. Salisilat juga dapat menurunkan fungsi
ginjal pada orang dengan hipovolemia dan gagal jantung.
Farmakokinetik
Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh
di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas. Kecepatan absorpsi
tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa
dan waktu pengosongan lambung.
Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan cairan
transeluler. Obat ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar uri. Kira-kira 8090% salisilat plasma terikat degan albumin. Aspirin diserap dalam bentuk utuh,
dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati, sehingga hanya kira-kira 30
menit terdapat dalam plasma. Biotransformasi salisilat terjadi di banyak jaringan,
namun terutama di mikrosom dan mitokondria hati.
Efek Samping
Obat jenis ini sering digunakan untuk mengobati keluhan-keluhan ringan dan karena
itu sering terjadi penyalahgunaan obat jenis ini. Keracunan umumnya ringan namun
dapat mencapai kematian jika keracunan berat.

Efek samping lain yang dapat terjadi oleh pemakaian asam asetil salisilat dalam
pemakaian dosis tinggi selain pada saluran cerna adalah nyeri kepala, pusing,
tinitus, gangguan pendengaran, penglihatan kabur, rasa bingung, lemas, rasa
kantuk, banyak keringat, haus, mual, muntah dan kadang-kadang diare. Pada
pemberian dengan dosis toksik obat antiinflamasi ini dapat menyebabkan hepatitis
fulminans.
Obat ini juga dapat menghambat agregasi trombosit dan memperpanjang waktu
perdarahan pada orang sehat. Pada beberapa kasus, pemberian aspirin pada anakanak dapat menyebabkan sindromReye.
b. Acetaminofen2
Asetaminofen adalah obat derivat para amino fenol bersama dengan fenasetin.
Asetaminofen merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama.
Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Saat ini yang lebih sering
digunakan adalah asetaminofen daripada fenasetin. Hal ini dikarenakan sifat
fenasetin yang menyebabkan analgesik nefropati, anemia hemolitik, dan mungkin
kanker kandung kemih. Asetaminofen juga dikenal dengan nama parasetamol dan
tersedia sebagai obat bebas. Perlu diperhatikan bahwa takaran berlebihan dapat
berakibat fatal terhadap kerusakan hati. Dan yang penting diketahui bahwa efek antiinflamasi dari asetaminofen hampir tidak ada.
Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan
mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek
antiinflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai
antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang
lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada asetaminofen,
demikian juga pada gangguan pernapasan dan keseimbangan asama basa.
Farmakokinetik
Asetaminofen diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi
tertinggi dalam plasma di capai dalam waktu setengah jam dan masa paruh plasma
antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25%

asetaminofen terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom
hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan
sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga dapat mengalami
hidroksilasi. Metabolit dari hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal,
sebagian kecil sebagai asetaminofen (3%) dan sebagian besar dalam bentuk
terkonjugasi.
Efek Samping
Manifestasi dari reaksi alergi terhadap obat ini adalah eritema atau urtikaria dan
gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Akibat dosis toksik
yang paling serius adalah nekrosis hati. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada
pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kgB) asetaminofen. Anoreksia,
mual, muntah dan sakit perut terjadi dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung
selam seminggu atau lebih. Gangguan hepar juga dapat terlihat dengan peningkatan
aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta
pemanjangan masa protrombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum
tetap normal. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma dan
kematian.
Masa paruh lebih dari 4 jam dapat menjadi petunjuk terjadinya nekrosis hati dan
masa paruh lebih dari 12 jam dapat memprediksi akan terjadinya koma hepatik.
Kerusakan hati tidak hanya disebabkan oleh asetaminofen saja. Faktor-faktor lain
juga turut memperparah efek toksisitasnya, misalnya radikal bebas yang sangat
reaktif berikatan dengan makromolekul sel hati, pasien yang juga mendapat
barbiturat, antikonvulsi lain atau pada alkoholik yang kronis.
c. Kafein3
Kafein adalah derivat xantin bersama dengan teofilin dan teobromin. Ketiganya
adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan. Kafein terdapat dalam kopi yang
didapat dari biji Coffee, teh dari daun Thea sinensis mengandung kafein dan teofilin,
cocao yang didapat dari biji Theobroma cacao mengandung kafein dan teobromin.
Kafein berefek stimulasi.
Farmakodinamik

Obat golongan ini memiliki efek sebagai relaksan otot polos, terutama otot polos
bronkus, merangsang SSP, otot jantung dan meningkatkan diuresis. Kerja obat ini
terhadap tubuh juga melibatkan banyak sistem. Pada SSP, kafein merangsang
medula oblongata yang merupakan pusat napas. Kafein dan teofilin dapat
menimbulkan mual dan muntah melalui efek sentral maupun perifer. Muntah akibat
teofilin terjadi bila kadarnya dalam plasma melebihi 15 g/ml.
Kadar yang tinggi kafein dan teofilin juga merangsang sistem kardiovaskuler dan
akibatnya denyut jantung menjadi cepat atau bahkan pada beberapa kasus
menyebabkan aritmia pada jantung. Pada sistem pencernaan kafein menstimulasi
sekresi asam lambung dan enzim pencernaan. Pada ginjal metilxantin, khususnya
teofilin tidak memiliki efek diuretik yang kuat. Efeknya dapat berasal dari peningkatan
filtrasi oleh glomerulus dan reabsorpsi natrium yang rendah pada tubulus ginjal.
Pada otot polos, sangat berguna bagi penderita asma, dan dapat sebagai
bronkodilator. Sedangkan pada otot rangka berkaitan dengan kerja otot polos. Kafein
dan teofilin dapat memperbaiki ventilasi dan mengurangi sesak napas sehingga
oksigen dapat ditransfer ke otot.
Farmakokinetik
Metilxantin cepat diabsorpsi setelah pemberian oral, rektal, atau parenteral. Sediaan
cair atau tablet akan diabsorpsi secara lengkap. Dalam keadaan perut kosong,
sediaan teofilin bentuk cair atau tablet tidak bersalut dapat menghasilkan kadar
puncak plasma dalam waktu 2 jam, sedangkan kafein dalam waktu 1 jam. Jika ada
makanan akan memperlambat penyerapan obat ini. Pada ibu yang mengandung
metilxantin didistribusikan ke seluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air
susu ibu. Volume distribusi kafein dan teofilin adalah antara 400-600 ml/kg dan pada
bayi prematur nilai ini lebih tinggi. Eliminasi metilxantin terutama melalui
metabolisme dalam hati. Sebagian besar diekskresi bersam urin dalam bentuk asam
metilurat atau metilxantin. Kurang dari 20% teofilin dan 5% kafein akan ditemukan di
urin dalam bentuk utuh. Waktu paruh plasma kafein antara 3-7 jam, nilai ini akan
menjadi 2 kali lipat pada wanita hamil tua atau wanita yang menggunakan pil
kontrasepsi jangka panjang. Pada bayi prematur kecepatan eliminasi teofilin dan
kafein sangat menurun, waktu paruh kafein rata-rata 50 jam, sedangkan teofilin
antara 20-36 jam.
Efek Samping

Pada manusia, kematian akibat keracunan kafein jarang terjadi. Gejala yang biasa
paling mencolok pada penggunaan dosis tinggi adalah muntah dan kejang. Gejala
permulaan berupa sukar tidur, gelisah dan eksitasi yang dapat berkembangmenjadi
delirium ringan. Gangguan sensoris berupa tinitus dan kilatan cahaya sering
dijumpai. Otot rangka menjadi tegang dan ekstrasistol, sedangkan pernapasan
menjadi lebih cepat. Kadar kafein dalam darah pasca kematian ditemukan antara 80
g/ml sampai lebih dari 1 mg/ml.
Referensi
1.

Wilmana PF, Gan S. Analgesik-antipiretik, analgesik anti-inflamasi nonsteroid,


dan obat gangguan sendi lainnya. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi,
Elysabeth. Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. p. 2309.

2.

Louisa M, Dewoto HR. Perangsang sususan saraf pusat. Gunawan SG,


Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2007. p. 252-8.

Anda mungkin juga menyukai