Anda di halaman 1dari 26

‘Caffeine’

Kelompok C3
1. Aqmarina Borisman 102015137
2. Chandra Priawan 102019011
3. Virgina Maurila Palakkang 102019017
4. Felicia Noviani 102019048
5. Shelly Lesmana 102019084
6. Freddy 102019099
7. Cahya Virgin Septyany 102019106
8. Poeja Maqfirah Artauli Putri Madani 102019145
ABSTRAK

Untuk menahan kantuk, banyak orang memilih mengkonsumsi kopi karena kandungan
kafein yang tinggi. Pada dasarnya, kafein terkandung dalam berbagai jenis makanan, minuman,
hingga obat-obatan. Senyawa kafein yang masuk ke dalam tubuh dapat memblok reseptor
adenosin sehingga sinyal kantuk tidak dapat ditangkap dan diekspresikan. Sementara itu,
senyawa adenosin dapat mempengaruhi neurotransmitter dan zat-zat kimia lain di otak, salah
satunya efek dopamine. Penggunaan kafein sebagai zat adiktif, apabila telah kecanduan dapat
menimbulkan gejala-gejala ketika dihentikan.

Kata kunci : kafein, reseptor adenosin, dopamine, zat adiktif.

ABSTRACT

To resist sleepiness, many people choose to consume coffee because of its high caffeine
content. Basically, caffeine is contained in various types of food, drinks, to medicines. Caffeine
compounds that enter the body can block adenosine receptors so that drowsiness signals cannot
be captured and expressed. Meanwhile, adenosine compounds can affect other neurotransmitters
in the brain, one of which is the effect of dopamine. The use of caffeine as an addictive substance
can cause symptoms when stopped.

Keywords: caffeine, adenosine receptors, dopamine, addictive substances.

PENDAHULUAN

Kafein sering kali dijumpai dalam berbagai produk. Mulai dari makanan, minuman
hingga obat-obatan mengandung kafein. Kafein banyak dikonsumsi untuk meningkatkan
konsentrasi, menahan kantuk, dll. Pada dasarnya, kafein adalah zat psikoaktif dan stimulan
sistem saraf pusat yang legal. Sebagai zat psikoaktif, kafein mempengaruhi kerja pada otak.
Selain itu, konsumsi kafein yang dilakukan dengan rutin akan berdampak pada meningkatnya
toleransi terhadap kafein. Hal ini dapat menyebabkan seseorang yang mengonsumsi kafein akan
meningkatkan dosis kafeinnya supaya tetap dapat merasakan efek dari kafein tersebut.
Peningkatan toleransi yang berlebihan ini, apabila dihentikan akan membuat pengguna
merasakan gejala-gejala tertentu atau sering dikenal dengan withdrawal effect. Withdrawal effect
yang dialami bervariasi, dapat berupa gejala ringan hingga berat. Salah satu gejala yang paling
umum adalah sakit kepala. Namun, sakit kepala yang terjadi karena withdrawal ini tidak bisa
ditangani dengan sembarang obat, oleh karena banyak obat-obat Pereda sakit kepala
mengandung kafein.

ISI

PART I

1. List common foods/drinks that are sources of caffeine. How much caffeine is found in
each?
Kafein dalam Kehidupan Sehari-hari
Konsumsi kafein di dunia saat ini tergolong cukup tinggi. Kafein
merupakan zat psikoaktif yang banyak digunakan pada masyarakat. Kafein
banyak digunakan karena efeknya untuk meningkatkan kewaspadaan, ketelitian,
menghilangkan rasa mengantuk, dan menaikkan mood. Kafein yang banyak
terdapat dalam minuman, obat, suplemen, dan permen adalah stimulan yang
paling banyak digunakan di dunia. Kopi tumbuk mengandungi paling banyak
kafein (56-100mg/100ml), diikuti oleh kopi dan teh instan (20-73mg/100ml) dan
kola (9-19mg/100ml). Produk-produk koko dan cokelat juga sumber kafein yang
penting (5-20mg/100g dalam permen cokelat).​5 ​Kadar kafein dalam makanan dan
minuman yang diizinkan Food Drug Administration adalah 100-200 mg/hari,
sementara batas maksimum kafein menurut SNI 01-7156-2006 yaitu 150
mg/hari.​1 ​Pada teh hitam kandungan kafein sebesar 8-11% berat kering untuk 40
mg kafein per 235 ml.​2 ​Berikut beberapa contoh produk yang mengandung kafein
beserta kandungan kafeinnya.
2. W​ hat is the chemical structure of caffeine? What class of chemical molecules does
caffeine belong to?

Struktur Kafein (C​8​H​10​N​4​O​2​)

Kafein adalah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine bersama


senyawa teofilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang sistem saraf pusat. Pada
keadaan asal, kafein ialah serbuk putih yang pahit dengan rumus kimianya C6H10 O2,
dan struktur kimianya 1,3,7- trimetilxantina. Kafein agak sukar larut dalam air dan dalam
etanol, mudah larut dalam kloroform dan sukar larut dalam eter.​3 ​Kafein dalam bentuk
murni dapat ditemukan sebagai bedak kristal putih yang pahit dan tidak berbau. ​Kafein
(1, 3, 7, trimethylxanthine) merupakan sejenis alkaloid heterosiklik yang termasuk
dalam golongan methylxanthine. Menurut definisi artinya senyawa organik yang
mengandung nitrogen dengan struktur dua cincin atau dua siklik.​4 ​Kafein merupakan
suatu senyawa berbentuk kristal. Penyusun utama kafein adalah senyawa turunan
protein disebut dengan purin xantin. Senyawa ini pada kondisi tubuh yang normal
memang memiliki beberapa khasiat antara lain sebagai obat analgetik yang mampu
menurunkan rasa sakit dan mengurangi demam. Akan tetapi, pada tubuh yang
mempunyai masalah dengan keberadaan hormon metabolisme asam urat, maka
kandungan kafein dalam tubuh akan memicu terbentuknya asam urat yang tinggi.​1

3. Apa efek fisiologis umum dari konsumsi kafein?

Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid terkandung secara alami pada lebih
dari 60 jenis tanaman terutama teh (1- 4,8 %), kopi (1-1,5 %), dan biji kola(2,7-3,6 %).
Kafein diproduksi secara komersial dengan cara ekstraksi dari tanaman tertentu serta
diproduksi secara sintetis. Kebanyakan produksi kafein bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan industri minuman. Kafein juga digunakan sebagai penguat rasa atau bumbu
pada berbagai industri makanan.

Kafein ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman, Friedrich Ferdinand Runge,


pada tahun 1820. Dia menciptakan istilah “kaffein”, suatu senyawa kimia dalam kopi,
yang dalam bahasa inggris menjadi “caffeine”.

Efek fisiologis kafein yang beraneka ragam mungkin disebabkan oleh tiga
mekanisme kerjanya, (1) mobilisasi kalsium intraseluler, (2) peningkatan akumulasi
nukleotida siklik karena hambatan phosphodiesterase., dan (3) antagonisme reseptor
adenosine.

Mobilisasi kalsium intraseluler dan inhibisi phosphodiesterase khusus hanya


berlaku pada konsentrasi kafein yang sangat tinggi dan tidak fisiologis. Oleh sebab itu,
mekanisme kerja yang paling relevan adalah antagonisme reseptor adenosine. Adenosine
berfungsi untuk mengurangkan kadar ledakan neuron selain menghambat transimisi
sinaptik dan pelepasan neurotransmitter.

Terdapat empat reseptor adenosine yang dikenal: A1, A2(A dan B) dan A3.
Reseptor A1 dan A2 merupakan subtipe utama yang terlibat dengan efek kafein karena
dapat berikatan dengan kafein pada dosis kecil, A2B pula berikatan pada dosis yang
tinggi dan A3 tidak sensitif terhadap kafein.

Reseptor A1 banyak terdistribusi di seluruh otak dengan densitas yang tinggi di


hipokampus, korteks dan cerebellum manakala A2 banyak terdapat di striatum, nukleus
akumbens, tuberkulum olfaktorius dan amygdala serta mempunyai ekspresi yang lemah
di globus pallidus dan nukleus traktus solitarius. Tidak seperti A1, reseptor A2
berpasangan dengan G protein stimulatorik dan berhubungan dengan receptor D2
dopamin. Administrasi A2 agonis akan mengurangkan afinitas ikatan dopamin di reseptor
D2 yang terletak di membran striatal.

Selain memberi efek terhadap tidur dan kewaspadaan melalui aktivasi neuron
kolinergik mesopontin oleh antagonisme receptor A1 kafein juga berinteraksi dengan
sistem dopamin untuk memberikan efeknya terhadap perilaku. Hal ini dicapai melalui
penghambatan reseptor adenosine A2 sehingga kafein dapat mempotensiasi
neurotansmisi dopamin, dengan demikian dapat memodulasi reward system. Selain itu,
konsumsi kafein, toleransi dan ketergantungan mempunyai komponen genetika
berdasarkan beberapa penelitian yang melaporkan adanya hubungan antara polimorfisme
gen A2A dengan sensisitivitas terhadap efek kafein. Antagonisme reseptor adenosin
mungkin dapat mempengaruhi proses kognisi antara lainnya dengan mengaktivasi
reseptor D1 dan D2. Penelitian yang dilakukan pada monyet telah membuktikan bahwa
aktivasi reseptor D1 dan D2 dapat meningkatkan prestasi tugas yang menggunakan
memori kerja

Efek Fisiologis Kafein

Methylxanthine memiliki efek pada sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler,


ginjal, dan otot-otot rangka serta otot polos.

Efek pada Sistem Saraf Pusat

Dalam dosis rendah dan moderat, methylxanthine terutama kafein menyebabkan


peningkatan kortikal dengan meningkatkan kewaspadaan dan penundaan kelelahan.
Namun, kafein tidak langsung meningkatkan metabolisme energi dalam tubuh , bahkan,
konsumsi jangka panjang akan menekan metabolisme energi , yang dapat menyebabkan
kelelahan adrenal. Selanjutnya, menurut “Human Biochemistry and Disease”, dengan
menangkal adenosin, kafein juga dapat mengurangi aliran darah ke otak, yang
menyebabkan timbul keluhan sakit kepala, pusing dan mengurangi koordinasi motorik
halus. Namun, kafein dapat mengurangi sakit kepala migrain yang disebabkan oleh
pelebaran pembuluh darah di otak.

Kafein yang terkandung dalam minuman -misalnya, 100 mg dalam secangkir


kopi- cukup untuk menyebabkan kegelisahan dan insomnia pada sesetengah individu dan
bronkodilatasi pada pasien dengan asma. Setiap paparan kafein dapat menghasilkan efek
stimulan otak. Hal ini terutama berlaku di daerah-daerah yang mengkontrol aktivitas
lokomotor (misalnya, caudate nucleus) dan struktur yang terlibat dalam siklus
tidur-bangun (misalnya, locus ceruleus, raphe nuclei, dan reticular formation). Pada
manusia, tidur merupakan fungsi fisiologis yang paling sensitif terhadap efek kafein.
Umumnya, lebih dari 200 mg kafein diperlukan untuk mempengaruhi tidur secara
signifikan. Kafein telah terbukti memperpanjang latensi tidur dan memperpendek durasi
tidur.

Bila dosis methylxanthine ditinggikan, akan menyebabkan gugup, gelisah,


insomnia, tremor, hiperestesia, kejang fokal atau kejang umum.

Efek pada Sistem Kardiovaskuler

Methylxanthine memiliki efek kronotropik dan inotropik positif secara langsung


pada jantung. Pada konsentrasi rendah, efek ini timbul akibat daripada peningkatan
pelepasan katekolamin yang disebabkan oleh penghambatan reseptor adenosin
presinaptik. Pada konsentrasi yang lebih tinggi (> 10 mol / L), influx kalsium
ditingkatkan secara langsung melalui peningkatan cAMP yang diakibatkan oleh
penghambatan phosphodiesterase. Pada konsentrasi yang sangat tinggi (> 100 mol / L),
penyerapan kalsium oleh sarkoplasma retikulum terganggu. Pada individu yang luar biasa
sensitif, konsumsi beberapa cangkir kopi dapat menyebabkan aritmia, tetapi pada
kebanyakan orang bahkan pemberian parenteral dengan dosis methylxanthine yang lebih
tinggi hanya menyebabkan timbulnya sinus takikardia dan peningkatan curah jantung.
Kafein juga menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah koroner
dan pulmonal.​6,8

2.1.5.3. Efek pada Ginjal

Semua xantin meningkatkan produksi urin.​6,8

2.1.5.4. Efek pada Otot Polos

Efek terpenting xantin ialah relaksasi otot polos bronkus, terutama bila otot
bronkus dalam keadaan konstriksi secara eksperimental akibat histamine atau secara
klinis pada pasien asma bronkial.​6,8

2.1.5.5. Efek pada Otot Rangka

Dalam kadar terapi, kafein ternyata dapat memperbaiki kontraktilitas dan


mengurangi kelelahan otot diafragma pada orang normal maupun pada pasien yang
menderita penyakit paru obstruktif kronis.​6,8
2.1.6. Toleransi Kafein

Kafein merupakan antagonis reseptor sistem saraf pusat untuk adenosine


neurotransmitter , tubuh individu yang secara teratur mengkonsumsi kafein beradaptasi
dengan kehadiran terus-menerus zat ini dengan meningkatkan jumlah reseptor adenosin
dalam sistem saraf pusat secara substansial. Peningkatan jumlah reseptor adenosin
membuat tubuh lebih sensitif terhadap adenosin, dengan dua konsekuensi utama.
Pertama, efek stimulasi kafein berkurang secara substansial, sebuah fenomena yang
dikenal sebagai adaptasi toleransi . Kedua , disebabkan respon adaptif terhadap kafein ini
membuat tubuh lebih sensitif terhadap adenosin , pengurangan asupan kafein akan
meningkatkan efek fisiologis normal adenosin , yang mengakibatkan timbulnya gejala
withdrawal yang tidak diinginkan pada pengguna yang toleran .

Toleransi kafein terjadi dengan sangat cepat, terutama di kalangan individu yang
sering mengkonsumsi kopi dan minuman energi. Toleransi kafein untuk efek gangguan
tidur berkembang setelah mengkonsumsi 400 mg kafein 3 kali sehari selama 7 hari.
Toleransi kafein terhadap efek subjektif berkembang setelah mengkonsumsi 300 mg 3
kali per hari selama 18 hari , dan mungkin lebih awal. Dalam eksperimen lain, toleransi
kafein dapat diamati ketika subjek mengkonsumsi kafein sebanyak 750-1200 mg per
hari.​6,8

4. Di bagian tubuh mana kafein bertindak?

Kafein memiliki berbagai efek pada tubuh manusia; seperti mempengaruhi


hormon, metabolisme, otot, jantung, ginjal, dan fungsi pernapasan. Kafein juga
mempengaruhi sistem saraf pusat, di mana ia bertindak sebagai stimulan dengan
mengganggu pengikatan zat kimia otak, adenosine, pada reseptornya. Adenosine
mempengaruhi aktivitas sel saraf, dan bekerja berlawanan dengan kafein. Sementara
adenosin memiliki efek menenangkan karena memperlambat aktivitas sel-sel saraf, kafein
malah mempercepat aktivitas sel-sel ini. Dengan demikian, kafein mengurangi kelelahan,
meningkatkan kewaspadaan, meningkatkan suasana hati, menimbulkan perasaan
berenergi, meningkatkan konsentrasi, dan membantu mempercepat waktu untuk bereaksi.
Bagaimana kafein berefek terhadap hormon, metabolisme, fisiologis, dan efek sistem
saraf pusat atlet sehingga bekerja sama untuk meningkatkan kinerja atletik, masih
menjadi bahan penelitian. Namun, salah satu manfaat kafein yang menonjol: bagi banyak
atlet, adalah kafein menurunkan persepsi intensitas atau kesulitan latihan. Jadi, Anda
dapat bersaing atau berlatih pada intensitas yang lebih tinggi lebih lama, tanpa
benar-benar merasa Anda telah bekerja lebih keras.​7

5. ​Propose reasons why Alex and Jenna feel the need to consume caffeine while Sally
does not. Why does Jenna feel that she needs more caffeine than Alex?

Setiap individu memiliki batas maksimum dalam menerima asupan kafein. Faktor
endogen dan faktor lingkungan mempengaruhi metabolisme kafein pada setiap individu.
Mekanisme kafein mempengaruhi tubuh dengan memblokir reseptor adenosine, yang
membuat terjadinya sekresi katekolamin : adrenalin, dopamine, dan serotonin. Kafein
memberikan efek pada ketahanan mental dan fisik, lebih berkonsentrasi, penghilang
kelelahan juga ngantuk.Selain itu kafein juga memberikan efek ketergantungan terhadap
setiap individu hal ini karena terjadinya penurunan nutrisi, dan gangguan penyerapan
nutrisi. Selain itu kafein juga memiliki efek samping dimana dapat meningkatkan kadar
asam lambung.​10 ​Adiksi kafein berarti dimana seseorang menjadi ketagihan terhadap
kafein. Apabila konsumsi kafein dihentikan secara tiba-tiba akan membuat efek yang
tidak enak seperti sakit kepala, mual, rasa lelah, cemas, otot-otot kaku, dan sulit
konsentrasi. Selain itu apabila seseorang sudah toleransi kafein maka yang biasanya
hanya secangkir menjadi tidak ada manfaatnya sehingga dosisnya dinaikkan agar dapat
merasakan manfaatnya.​11

PART II

1. ​What is g-protein coupled receptors? Where are these receptors located in the cell? How do
they work? Draw a diagram.

g-protein coupled receptors adalah reseptor yang memegang kunci utama dalam
rangsangan dari luar sel untuk sinyal masuk kedalam sel​12​. Reseptor ini terdapat pada membrane
sel. cara kerja reseptor ini disebut juga GTP-binding Protein, restor ini juga disebut sebagai
reseptor 7-transmembrane karena semua reseptor-reseptor ini memiliki structural yang sama
dalam melewati membrane plasma.​13​ Cara kerja GTP-binding protein adalah sebagai berikut:

2. What is an antagonist for a receptor? What would an antagonist do? Draw a diagram
to explain this.
Antagonis reseptor adalah istilah dalam bidang ilmu farmakologi terutama berhubungan
dengan farmakodinamik yaitu ilmu yang mempelajari efek-efek biokimia dan fisiologi obat serta
mekanisme kerja obat dalam tubuh. Antagonisme reseptor berkaitan dengan suatu keadaan ketika
efek dari suatu ​obat menjadi berkurang atau hilang sama sekali yang disebabkan oleh keberadaan
satu obat lainnya. Prosesnya berikatan dengan ​reseptor namun tidak menyebabkan aktivasi,
menurunkan kemungkinan agonis akan berikatan pada reseptor, sehingga menghalangi kerjanya

dengan secara efektif dengan cara melemahkan atau melepaskan dari sistem reseptor. 17

· Agonis : Obat yang mengaktifkan reseptor dengan berikatan dengan reseptor


tersebut.

· Antagonis : Obat yang berikatan dengan reseptor tanpa mengaktifkan reseptor


tersebut.

Antagonis dibagi menjadi dua kelas bergantung pada apakah secara langsung bersaing
dengan agonis untuk berikatan dengan reseptor atau tidak, yaitu:​17,18

1. Jika konsentrasi agonis tetap maka peningkatan konsentrasi antagonis akan


kompetitif dan secara progresif menghambat respon agonis sehingga


menyebabkan konsentrasi antagonis yang tinggi untuk mencegah respon secara
total, proses ini berlangsung secara ​reversible​ (reaksi yang dapat dibalikkan).

2. Jika konsentrasi agonis yang tinggi dapat menghambat efek konsentrasi tertentu

antagonis, ini terjadi ketika reaksi berlangsung secara i​rreversible dan antagonis
berikatan secara non kompetitif pada reseptor.

Tidak semua mekanisme antagonis melibatkan interaksi obat dengan satu


jenis reseptor, dan sebagian dari antagonis sama sekali tidak melibatkan reseptor.
Antagonis kimiawi terjadi ketika dua obat bergabung membentuk suatu larutan
sehingga efek obat yang aktif menjadi hilang, misalnya karena inaktivasi
logam-logam berat seperti ​stannum dan ​cadmium dengan pemberian ​chelating
agent seperti ​dimercaprol yang akan mengikat erat ion-ion logam tersebut
sehingga membentuk senyawa tidak aktif.​17
3. How would caffeine binding to an adenosine receptor affect the activity inside the
neuron? Refer to your diagram for Question 1

Adenosin merupakan neurotransmitter di otak yang berperan dalam


pengurangan aktivitas sel terutama sel saraf (neuro-depresan). Adenosin juga
berperan dalam pembentukan asam nukleat dan ATP, semakin tinggi konsentrasi
adenosin pada otak menyebabkan otak semakin merasa lelah, mekanisme kerja
dari kafein adalah menghambat kerja reseptor adenosin. karena memiliki
kemiripan struktur, kafein dapat menyamar menjadi adenosin dan mengikat diri
pada reseptornya. Kafein tidak melemahkan aktivitas otak melainkan
menstimulasi sehingga Kafein akan membalikkan semua kerja adenosin, sehingga
tubuh tidak lagi mengantuk, tetapi muncul perasaan segar, sedikit gembira, mata
terbuka lebih lebar, namun jantung juga akan berdetak lebih cepat, tekanan darah
naik, otot-otot berkontraksi dan hati akan melepas gula ke aliran darah yang akan
membentuk energi ekstra.​14

Struktur kafein mirip dengan struktur senyawa turunan xanthine lain yaitu
adenine. Adenin sendiri merupakan penyusun senyawa ATP yaitu senyawa
penghasil energy bagi tubuh manusia di otak terdapat reseptor adenosine. Molekul
kafein yang secara struktur mirip dengan adenine akan mengikat reseptor
adenosine tersebut dan menghalangi sel otak untuk mengikat adenine kafein
bekerja di dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor adenosine dalam sel saraf
yang akan memacu produksi hormon adrenalin dan menyebabkan peningkatan
tekanan darah, Sekresi asam lambung dan aktivitas otot serta perangsangan hati
untuk melepaskan senyawa gula pada aliran darah untuk menghasilkan energy
ekstra, akibatnya tubuh akan terasa segar dan rasa ngantuk hilang.​15,16

Sel sel yang berada dalam tubuh seperti neuron akan memecah molekul
yang disebut adenosine trifosfat, salah satu produk penguraiannya adalah
adenosine. Ketika adenosine yang keluar dari dari reseptor adenosine akan
menimbulkan rasa ngantuk karena kadar adenosine yang tinggi di otak
mengindikasikan bahwa otak telah sangat aktif dan perlu istirahat,sehingga
adenosine akan menghasilkan ngantuk. Karena struktur adenosine dan kafein
sama sehingga kafein bisa berikatan dengan dengan reseptor adenosine. Setelah
tubuh memecah kafein, adenosine dengan mudah mengikat reseptornya
menyebabkan ngantuk dikarenakan dilakukan dengan bersaing dengan adenosine
untuk reseptor.​16

4. Adenosin menempati reseptor neuron pada otak. Secara spesifik, adenosin menempati

pada reseptor dan merupakan neurotransmitter eksitatorik dan mengurangi efek


dari dopamin. Maka pada siang hari, level dari adenosin meningkat dan menurunkan
kerja dari neuron lain. Secara spesifik, apa efek dari kafein?

Adenosin merupakan neurotransmitter eksitatorik yang menempati reseptor


adenosin A1 dan A2A. Adenosin berikatan dengan reseptor tersebut yang berada pada
sistem saraf pusat. Jika neuron tersebut aktif maka akan timbul respon seluler yang
menimbulkan efek mengantuk. Kafein merupakan antagonis non selektif reseptor A1 dan
A2A. Karena itu dengan kadar tertentu, Kafein akan menempati pada reseptor adenosin
A1 dan A2A dan akan mencegah adenosin untuk berikatan dengan reseptornya. Hal
tersebut akan mencegah rasa kantuk dan juga meningkatkan kebugaran pada individu
yang mengkonsumsi kafein.​19,20,21

5. Bagaimana kafein dapat masuk ke dalam otak?

Kafein dapat masuk ke dalam otak karena memiliki struktur yang serupa dengan
adenosin. Kafein memiliki struktur yaitu C​8​H​10​N​4​O​2 , Sedangkan adenosin memiliki
struktur yaitu C​10​H​13​N​5​O​4 . Karena itu kafein dapat berfungsi sebagai antagonis reseptor
adenosin dan memiliki efek psychotropic dan anti-inflammatory. Pada saat dikonsumsi
kafein akan berikatan dengan reseptor adenosin pada sistem saraf pusat, dan mencegah
adenosin berikatan dengan reseptornya. Dengan terhalangnya adenosin untuk berikatan
dengan reseptornya maka akan menstimulasi aktivitas dari sistem saraf pusat dengan
menstimulasi aktivitas dari medullary, vagal, vasomotor, dan sistem respirasi pada otak
tengah. Dengan menstimulasi kerja otak, maka kafein dapat menghambat sinyal untuk
tertidur. Selain itu kafein juga dapat meningkatkan kadar dopamine yang disebabkan
karena terjadi perlambatan reabsorpsi dopamine.​22,23

PART III

Bagian III — Kafein dan Penyakit Parkinson

1. Describe the biological basis for Parkinson’s Disease (pd). Include specific molecules
and cells involved in the pathogenesis of pd. What groups of people are most affected
by pd? What treatments or cures are available for pd?

Penyakit Parkinson (PD) adalah gangguan gerakan paling umum kedua.


Kerusakan motorik yang khas (bradikinesia, kekakuan, dan tremor istirahat) hasil dari
hilangnya degeneratif neuron dopamin otak tengah (DA) di substansia nigra, dan
responsif terhadap pengobatan simtomatik dengan obat dopaminergik dan bedah saraf
fungsional. PD juga merupakan gangguan neurodegeneratif kedua yang paling umum.
Dilihat dari perspektif ini, PD adalah gangguan sistem fungsional ganda, bukan hanya
sistem motorik, dan beberapa sistem neurotransmitter, bukan hanya sistem DA. Patologi
karakteristik - inklusi tubuh Lewy interneuronal dan berkurangnya jumlah neuron yang
bertahan hidup - serupa di setiap kelompok neuron yang ditargetkan, menunjukkan proses
neurodegeneratif yang umum. Studi patologis dan eksperimental menunjukkan bahwa
stres oksidatif, stres proteolitik, dan angka inflamasi menonjol dalam patogenesis PD.
Namun, apakah salah satu dari mekanisme ini memainkan peran kausal dalam PD
manusia tidak diketahui, karena sampai saat ini kami tidak memiliki terapi neuroprotektif
yang terbukti memperlambat atau membalikkan perkembangan penyakit pada pasien
dengan PD. Kita mulai memahami patofisiologi disfungsi motorik pada PD, tetapi
etiopatogenesisnya sebagai gangguan neurodegeneratif masih kurang dipahami.​24 ​juga
harus mempertimbangkan usia, karena prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia.

Kemajuan besar telah dibuat dalam pengobatan penyakit Parkinson (PD) selama
setengah abad terakhir, tetapi levodopa tetap menjadi obat paling manjur untuk
mengendalikan gejala PD . Sebelum memulai terapi medis, diagnosis PD yang benar
harus ditetapkan dan tingkat gangguan (motorik, sensorik, otonom dan mental)
ditentukan. Setiap terapi pasien harus disesuaikan secara individual, dan beragam obat
selain levodopa saat ini tersedia. Di antaranya adalah agonis dopamin (DA), inhibitor
katekol-o-methyltransferase (COMT) dan agen non dopaminergic (Gambar 1).
Perbandingan obat head-to-head dalam kelas jarang terjadi, dan perbedaan yang muncul
terkait dengan efek pada fluktuasi motorik, diskinesia, on / off times dan efek samping
dari agen spesifik dalam setiap kelas.

Levodopa adalah obat yang paling manjur untuk mengendalikan gejala PD,
terutama yang berhubungan dengan bradikinesia. Namun, karena terapi levodopa sering
dikaitkan dengan komplikasi motorik, seperti fluktuasi dan diskinesia, ada perdebatan
yang sedang berlangsung mengenai kapan dalam perjalanan PD adalah yang paling tepat
untuk memulai terapi levodopa. Strategi lain untuk memperpanjang respons DA
menggunakan penghambatan COMT oleh obat-obatan seperti entacapone. Entacapone,
karena waktu paruh yang pendek, memerlukan pemberian yang sering, kebanyakan
pasien menggunakan entacapone dengan setiap dosis levodopa.​25

Selain obat dopaminergik, obat non dopaminergik, seperti antikolinergik dan


amantadine, dapat memberikan peredaan gejala yang memuaskan pada fase awal terapi
anti-PD. Obat antikolinergik, seperti trihexyphenidyl atau benztropine, sangat berguna
pada pasien yang lebih muda yang terutama terganggu oleh tremor. Sementara strategi
neuroprotektif memperlambat atau menghentikan perkembangan penyakit, strategi ini
harus diimplementasikan lebih awal. Efek klinis yang relevan dari agen neuroprotektif
diduga sulit untuk diukur dan semakin banyak penelitian yang memanfaatkan tidak hanya
peringkat klinis, tetapi juga teknik tambahan.​26

Interaksi antara dopamin dan glutamat pada neuron berduri medium striatal telah
ditemukan memainkan peran penting dalam PD, dan ada banyak dukungan teoritis dan
eksperimental untuk penggunaan antagonis glutamat sebagai obat neuroprotektif
potensial. Salah satu pendekatan terapeutik dan berpotensi neuroprotektif yang sangat
menjanjikan melibatkan penggunaan faktor neurotropik, seperti neurturin (NTN) dan
faktor neurotropik turunan garis sel glial (GDNF)​27

2. What questions could Sally ask her grandfather about pd that might be useful for the
students’ biology project?
Beberapa pertanyaan yang dapat ia tanyakan pada kakeknya antara lain;
- ​Apakah anda mengonsumsi kafein dalam bentuk apapun pada kegiatan sehari-hari

sebelum gejala PD mulai terlihat? Seberapa seringkah konsumsi kafeinnya


dilakukan?

- Apakah anda selanjutnya tetap melanjutkan pengonsumsian kafeinnya? Bagaimana


konsumsi tersebut mempengaruhi gejalanya? (Memperburuk, membaik, dll)

-​ Apakah ada sejarah mengonsumsi kafein di keluarga anda?


3. Based on the graph below, what do you conclude about Parkinson’s Disease? What
other information would you need to properly assess the data? Propose additional ways
of performing this experiment in a more controlled environment. What variables would
you need to consider in your experimental design?

Dari tabel tersebut, terlihat bahwa ada relasi antara konsumsi kafein per hari dan
angka kejadian Parkinsons. Terlihat bahwa angka kejadian PD menurun saat konsumsi
kafein meningkat. Untuk menelaah datanya, harus dilihat pada kelompok yang diuji, di
mana beberapa orang dapat secara genetik memiliki riwayat penyakit parkinson
dibanding yang lain (silsilah keluarga diperhitungkan juga). Percobaan juga harus dilihat
dari pola makan kelompoknya untuk melihat kemungkinan konsumsi makanan. Dapat
juga dilihat melalui rata-rata jumlah olahraga pada kelompok yang diuji tersebut. Anda
juga akan memerlukan informasi lebih lanjut tentang mekanisme yang dimainkan kafein
sehubungan dengan PD, untuk melihat apakah itu merupakan mekanisme langsung atau
tidak langsung. Ini akan membantu untuk melihat mengapa 209-287 tidak mengikuti tren
dari sisa data.

Ini dapat dilakukan di lingkungan yang lebih terkontrol dengan memantau


olahraga dan pola makan. Penting untuk melacak asupan pola makan yang tepat.​28
Latihan telah diidentifikasi sebagai kemungkinan pengobatan tambahan dan dapat
dipertimbangkan untuk membantu meningkatkan keterbatasan seseorang dan
meningkatkan kegiatan sehari-hari.​29 Latihan fisik berkontribusi pada pengobatan
penyakit Parkinson, dan dapat memainkan peran pencegahan dan menjaga kebugaran

fisik dan kesehatan. 30
Dalam desain eksperimental, harus dipertimbangkan genetika kelompok.
Beberapa orang mungkin lebih rentan terhadap PD, sementara yang lain mungkin tidak.
Juga harus mempertimbangkan usia, karena prevalensi meningkat dengan bertambahnya

usia. 31

4. Generate hypotheses to explain your conclusion(s) above. Suggest experiments to test


your proposed hypotheses. Be sure to include appropriate controls in your experiments.

Hipotesisnya adalah ada hubungan antara asupan kafein dan risiko PD. Hipotesis
nolnya adalah bahwa kafein tidak berpengaruh pada asupan kafein dan risiko PD. Untuk
percobaan ini, akan menjalankan studi buta ganda. Kelompok eksperimennya adalah
kelompok orang yang memiliki jumlah kafein yang berbeda (mg / hari) dibandingkan
dengan kelompok kontrol dengan berbagai dosis plasebo. Kelompok eksperimental juga
akan dibagi menjadi orang-orang dengan atau tanpa kecenderungan genetik untuk PD,
yang dapat memberikan lebih banyak wawasan tentang kemampuan pencegahan. Saya
akan memastikan untuk memiliki diet ketat dan resimen olahraga untuk setiap kelompok.

Insidensi akan diukur pada titik waktu yang berbeda.Ini adalah studi yang sangat
sulit, karena ada begitu banyak faktor yang dapat mempengaruhi pola makan dan
timbulnya penyakit. harus memantau semua yang diambil oleh subjek. Eksperimen lain
bisa sama dengan yang pertama (eksperimen dan kelompok kontrol yang sama), tetapi
pemberian kafein kepada orang-orang yang sudah memiliki PD, untuk melihat apakah itu
mungkin pengobatan.

Harus menggunakan ukuran sampel sebesar yang bisa, karena sulit untuk
memperkirakan ukuran sampel kecil. Juga akan membuat perawatan berlangsung selama
mungkin, karena PD biasanya merupakan penyakit yang terlambat datang.Sekali lagi,
menggunakan kontrol yang sama, juga akan menggunakan model tikus untuk menyelidiki
apakah kafein dapat mengubah efek faktor-faktor pengaruh penyakit, seperti trauma atau
penggunaan narkoba.​32

5. Would caffeine be considered an effective treatment option for Parkinson’s Disease?


Why or why not?
Kafein hanya memberikan peningkatan batas samar-samar dalam
mengantuk berlebihan di PD, tetapi meningkatkan langkah-langkah motorik
obyektif. Manfaat motorik potensial ini menunjukkan bahwa uji coba kafein
jangka panjang yang lebih besar diperlukan.​34

Kafein adalah antagonis non selektif dari reseptor adenosin dengan


beberapa tautan menarik ke PD. Pertama, penggunaan kafein seumur hidup secara
konsisten dikaitkan dengan risiko PD yang lebih rendah dalam studi prospektif.​8
Kedua, mungkin ada efek kafein pada somnolence siang hari yang berlebihan
(EDS). EDS sering merupakan manifestasi yang sangat melumpuhkan,
menyebabkan penarikan dari kegiatan sosial, mengurangi konsentrasi dengan
hasil penurunan kognitif, dan serangan tidur. Karena kafein biasanya digunakan
dalam populasi umum untuk meningkatkan kewaspadaan siang hari, dan karena
pasien dengan PD sering tidak menggunakan kafein, itu merupakan pengobatan
potensial yang menarik. Ketiga, ada bukti awal bahwa kafein dapat meningkatkan
manifestasi motorik. ​Manfaat motorik kafein konsisten dengan berbagai penelitian
pada model hewan PD, dengan penelitian pada manusia yang
mendokumentasikan manfaat dari antagonis 2A adenosin lainnya,dan dengan
penelitian terbaru. label studi pendahuluan peningkatan dosis yang menemukan
kafein mengurangi manifestasi motorik penyakit.​35

PART IV

1. Although she is unaware, Jenna is suffering from caffeine withdrawal. List common
symptoms of caffeine withdrawal.

● Sakit kepala, ​sakit kepala kafein biasanya dimulai di belakang mata dan
kemudian bergerak ke depan kepala.​36,37
● Kantuk, ​Ini bukan kelelahan biasa Anda, ini duduk tegak tetapi masih tidak bisa
membuat mata Anda terbuka kelelahan.​36,37
● Sifat lekas marah, merasa mudah terganggu atau tersinggung. Yang terbaik
adalah hanya mengunci diri di kamar Anda selama tahap ini.​36,37
● Kelesuan, ​melupakan produktivitas pada tahap ini karena Anda tidak akan
termotivasi untuk melakukan apa pun dari penurunan tiba-tiba tingkat dopamin
Anda.​36,37
● Sembelit​, kafein merangsang usus, jadi tanpanya, usus juga menjadi sedikit
rewel.​36,37
● Depresi, ​penarikan kafein bisa menghilangkan semua harapan untuk hidup. Blues
sementara adalah satu hal, tetapi jika Anda sudah berjuang dengan depresi ini bisa
menjadi masalah besar.​36,37
● Nyeri Otot, Kekakuan, Kram, ​karena kafein memiliki kualitas penghilang rasa
sakit, nyeri otot akan menjadi sangat nyata.​36,37
● Kurang konsentrasi​, melupakan sekolah, belajar, operasi otak, atau perbaikan
mesin jet selama tahap penarikan ini.​36,37
● Gejala mirip flu, ​hidung yang tersumbat, sinus yang tersumbat, dan tekanan
sinus telah dilaporkan oleh orang-orang yang menarik diri dari kafein.​36,37
● Insomnia, ​beberapa orang benar-benar tidak bisa tidur ketika melalui penarikan
kafein meskipun secara fisik mereka merasa sangat lelah.​36,37
● Mual dan muntah, ​beberapa orang bahkan tidak bisa memikirkan makanan
beberapa hari pertama penarikan yang menambah perasaan lesu.​36,37
● Kegelisahan, ​pada beberapa orang, kafein sebenarnya menyebabkan kecemasan,
tetapi pada orang lain, menarik diri dari obat dapat menyebabkan perasaan cemas
dan serangan panik bahkan telah dilaporkan oleh beberapa orang.​36,37
● Kabut Otak, ​penarikan dapat menyebabkan beberapa orang mengalami kabut
otak yang digambarkan sebagai kesulitan memiliki pikiran yang koheren,
kesulitan berpikir, dan kesulitan melakukan tugas-tugas umum.​36,37
● Pusing, ​penarikan kafein dapat menyebabkan beberapa orang kehilangan rasa
keseimbangan dan mengalami vertigo.​36,37
● Kelainan Irama Jantung, ​karena kafein juga merangsang otot jantung, beberapa
orang mengalami perubahan dalam ritme jantung mereka selama penarikan. Baik
tekanan darah rendah dan bahkan palpitasi telah dilaporkan.​36,37
2. What is the timeframe for the onset of these symptoms? How long can they last?

Kafein adalah zat psikoaktif yang paling umum dikonsumsi di dunia. Kafein berfungsi
sebagai stimulan sistem saraf pusat, artinya memengaruhi aktivitas saraf di otak dan
meningkatkan kewaspadaan sekaligus mengurangi kelelahan.​38 Jika tubuh menjadi
tergantung pada kafein, menghilangkannya dari diet dapat menyebabkan gejala penarikan
yang biasanya ​dimulai 12-24 jam setelah menghentikan kafein. Penarikan kafein
adalah diagnosa medis yang diakui dan dapat memengaruhi siapa pun yang secara teratur
mengkonsumsi kafein.​39

3. Sally offers Jenna some medication to try to alleviate her headache, which is caused by
dilation of blood vessels in the brain. Explain why you think many headache
medications contain caffeine ?

Kafein memiliki sifat perangsang dan vasokonstriktor terhadap sistem saraf,


vasokonstriktor dimana ia bisa membuat pembuluh darah menyempit.​40 Substansi ini
dapat mempercepat dan membantu kerja obat sakit kepala cluster dan migrain seperti
aspirin dan ergotamin.​41 ​Oleh karena itu saat seseorang sakit kepala, pembuluh darah akan
melebar sehingga kafein membantunya dengan menyempitkannya.Berperan dalam
neurostimulan, kafein dapat berperan secara antagonis terhadap reseptor adenosin.​42
Adenosin yang akan menstimulasi sel tubuh istirahat akan tergantikan oleh kafein karena
memiliki molekul yang mirip sehingga ia akan membuat sel terasa segar. Dengan
mengkonsumsi kaffein juga akan membuat tubuh seseorang menjadi lebih baik, namun
kaffein tidak dapat dikonsumsi secara berlebihan.​43 ​Kafein dapat diserap tubuh dengan
cepat dan dikonsumsi oleh otak secara langsung, kafein ini tidak akan tertinggal dapat
pembuluh darah dan akan terekspresi melalui urin.​44 ​Untuk mengimbangi kekuatan kafein
dalam pengganti reseptor, adenosin akan memproduksi lebih banyak untuk mengimbangi
nya, hal ini dikhawatirkan akan berdampak negatif untuk kesehatan jantung. 45 ​ ​Kafein
juga dapat mempercepat tekanan aliran darah dan memacu hormon adrenalin tubuh
seseorang.​46

4. Compare and contrast “drug dependence” and “drug addiction”. Based on this
comparison, justify under which category you would place caffeine consumption.

Kafein dapat membuat seseorang kecanduan pada substansi tersebut, dikarenakan


stimulan yang membuat menjadi lebih tenang dan segar hanya akan bertahan pada
beberapa waktu dan seseorang harus mengkonsumsi nya kembali. Hal ini berbahaya bagi
tubuh karena dapat mengubah fungsi otak seseorang yang tidak hanya merusak psikologi
seseorang namun emosi juga turut terpengaruhi seperti pengaruh dari dopamine.​47
Seseorang hanya dianjurkan mengkonsumsi kafein 400 mg sehari untuk menghindari
efek yang fatal.​48 ​Maka dari itu kafein tidak terlalu diperlukan oleh tubuh kita sehingga
tidak bersifat ketergantungan, karena tubuh kita akan tetap bekerja walaupun tidak
mengkonsumsi kafein. Kecanduan kafein juga dapat disebabkan oleh genetika, dalam
beberapa penelitian dengan membandingkan genotip monozigot dan dizigot pada
manusia ada nya heritabilitas dalam penggunaan kafein dan hal itu serupa dengan nikotin
dan alkohol.​49 ​Sebagai pecandu kafein dapat menimbulkan beberapa gejala yang serupa
dengan penggunaan narkotika yang membuat ia seperti memiliki sindrom ketergantungan
terhadap kafein.​50

5. Jelaskan mekanisme kontribusi adenosin terhadap ketergantungan atau kecanduan


kafein !
Trimethylxanthine atau yang biasa disebut dengan istilah kafein adalah suatu zat
kimia yang memiliki peran untuk menstimulasikan kerja otak. Salah satu manfaatnya
adalah kafein dapat menghilangkan rasa kantuk dalam tubuh seseorang. Dalam sistem
kerja kafein tersebut tidak lepas dari peran / kontribusi zat lain dalam tubuh sehingga
kafein dapat menjalankan fungsinya tersebut. di dalam tubuh terdapat adenosin yang
berasal dari sisa – sisa pencernaan molekul ATP pada tubuh yang merupakan sumber
energi bagi tubuh. Adenosin dapat diterima dengan mudah oleh otak karena neuron yang
terdapat pada sel saraf di otak memiliki reseptor atau penerima yang dibuat secara khusus
untuk menyerap adenosin tersebut.​51 ​ketika adenosine sampai di reseptor , terjadilah suatu
reaksi yang membuat neuron bekerja lambat dan membuat orang mengantuk. Kafein dan
adenosin sendiri memiliki struktur molekul yang mirip sehingga kafein dapat
menggantikan posisi adenosin pada reseptor. Dengan bergantinya adenosin pada reseptor
membuat seseorang tidak mengantuk. Karena masuknya kafein tersebut ke dalam
reseptor , maka otak pun semakin banyak menghasilkan adenosin dan adenosine yang
semakin banyak tersebut akan dengan cepat masuk ke reseptor otak kembali saat kafein
telah habis sehingga orang dapat cepat mengantuk dan selalu membutuhkan kafein untuk
membuat tubuhnya lebih semangat lagi.​52
6. Jelaskan bagaimana dopamin dapat berkontribusi terhadap ketergantungan atau
kecanduan kafein!
Selain karena adanya dopamine yang membuat seseorang menjadi ketergantungan
dengan kafein, ada juga hal lain yang dapat membantu kafein dalam membuat orang
menjadi ketagihan. Hal tersebut adalah dopamine yang merupakan senyawa kimia pada
otak yang berperan sebagai neurotransmitter atau menyampaikan rangsangan –
rangsangan ke seluruh tubuh. Dopamine sendiri memiliki fungsi menghasilkan perasaan
– perasaan positif dalam tubuh seperti senang, jatuh cinta, tenang, dan sebagainya.​53
Produksi hormone dopamine ini sendiri dapat dipicu dengan adanya bantuan zat – zat
adiktif, seperti narkoba, rokok, dan kafein. Dengan mengonsumsi kafein, tubuh seseorang
akan menghasilkan dopamine lebih banyak dari keadaan normal sehingga otomatis orang
yang mengonsumsi kafein tersebut akan memiliki perasaan – perasaan yang positif,
sehingga jika seseorang sudah merasakan hal negatif seperti stress dalam tubuhnya maka
orang tersebut akan mengonsumsi kafein dan menyebabkannya mengalami ketagihan /
kecanduan.​54

Penutup

SIMPULAN

Kafein bekerja secara antagonis terhadap reseptor adenosin A1 dan A2A. Kafein dapat berikatan
dengan reseptor tersebut karena kemiripan struktur dengan molekul adenosin. Reseptor adenosin
A1 dan A2A merupakan bagian dari G-protein reseptor yang berperan dalam transduksi sinyal
yang banyak ditemukan di otak. Pengikatan reseptor secara antagonis non selektif berdampak
pada perubahan fisiologis tubuh. Konsumsi kafein secara rutin dapat meningkatkan toleransi
kafein. Sementara, pemberhentian kafein akan menimbulkan berbagai gejala withdrawal karena
sifat adiktif kafein. Sebagai zat adiktif, kafein dapat membuat ketergantungan.

Daftar Pustaka

1. Zarwinda I, Sartika D. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Kafein


dalam Kopi. Lantanida J. 2018;6(2):180–91.
2. Iqbal Akbar Asfar AM. Efektifitas Penurunan Kadar Kafein pada Teh Hitam
dengan Metode Ekstraksi. INTEK J Penelit. 2017;4(2):100.
3. Noviza D, Zaini E, Juwita DA. Uji Anti Inflamasi Campuran Interaksi Padat
Ibuprofen dan Kafein.
4. Sari AI, Kuntari K. Penentuan Kafein dan Parasetamol dalam Sediaan Obat secara
Simultan Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Indonesian Journal of
Chemical Analysis. 2019;2(01):20-7.
5. Arul SS. ​Efek Konsumsi Minuman yang Mengandung Kafein Terhadap Kualitas
Tidur Mahasiswa Angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
(Doctoral dissertation, Universitas Andalas). 2016.
6. Ruzaidi, RA. Efek Kafein Terhadap Kejadian Tremor Tangan pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan Tahun 2010. 2014.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/40525​)
7. https://www.nestlenutrition-institute.org/docs/default-source/indonesia-document-
libr
ary/publications/secured/7161777b03b71b5d4d6236a16b695871.pdf?sfvrsn=e72b
38e1_0​)
8. Valendra D. ​Pengaruh Pemberian Minuman Berkafein Terhadap Vo2 Maks pada
Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung
(Doctoral dissertation, Fakultas Kedokteran (UNISBA)). 2015.
9. Yonata A SD. Pengaruh konsumsi kafein pada sistem kardiovaskular. 2016.
10. Williams L W. ​Nutrition and Diagnosis-Related Care.​ 6th ed.; 2008.
11. SD W. Gejala, diagnosis, dan tata laksana pada pasien peminum kafein yang
mengalami adiksi. 2015.
12. Damayanti S. Reseptor P2Y G-Protein Couple Receptors (GPCRs): Target
Menarik Pengembangan Obat Baru. ​J Farm Galen.​ 2007;02(10).
13. Paola PIA, Roque M, Bull R. The Campus Coffee Shop : Caffeine. 2016.
14. Verster, J. C., & Koenig, J. (2018). Caffeine intake and its sources: A review of
national representative studies. ​Critical Reviews in Food Science and Nutrition,​
58​(8), 1250–1259.
15. Roehrs T, Roth T. Caffeine: sleep and daytime sleepiness. Sleep Medicine
Reviews. 2008; 12(1):153-62.
16. Stockwell J, Jakova E, Cayabyab FS. Adenosine A1 and A2A receptors in the
brain: Current research and their role in neurodegeneration. Molecules.
2017;22(4):1–19.
17. Dea, PR. Prinsip dasar farmakologi. Med Educ [Internet].2017;1-86. Available
from:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/f7b9df04ff99e9d55d73e1
17e78f7d61.pdf
18. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems.6th ed. Jakarta: EGC;
2007.
19. Costenla AR, Cunha RA, De Mendonça A. Caffeine, adenosine receptors, and
synaptic plasticity. In: Journal of Alzheimer’s Disease. IOS Press; 2010.
20. ​Yoshimura H. The Potential of Caffeine for Functional Modification from
Cortical Synapses to Neuron Networks in the Brain. Vol. 3, Current
Neuropharmacology. 2010.
21. ​Del Coso J, Salinero JJ, Lara B. Effects of caffeine and coffee on human
functioning. Vol. 12, Nutrients. MDPI AG; 2020.
22. ​Goldstein ER, Ziegenfuss T, Kalman D, Kreider R, Campbell B, Wilborn C, et al.
International society of sports nutrition position stand: caffeine and performance
[Internet]. 2010. Available from: ​http://www.jissn.com/content/7/1/5
23. ​Cappelletti S, Daria P, Sani G, Aromatario M. Caffeine: Cognitive and Physical
Performance Enhancer or Psychoactive Drug? Vol. 13, Current
Neuropharmacology. 2015.
24. Alexander GE. Biology of Parkinson's disease: pathogenesis and
pathophysiology of a multisystem neurodegenerative disorder. ​Dialogues Clin
Neurosci​. 2004;6(3):259–280
25. Mischley LK, Lau RC, Bennett RD. Role of Diet and Nutritional Supplements in
Parkinson's Disease Progression. ​Oxid Med Cell Longev.​ 2017;2017:6405278.
doi:10.1155/2017/6405278
26. Fayyaz M, Jaffery SS, Anwer F, Zil-E-Ali A, Anjum I. The Effect of Physical
Activity in Parkinson's Disease: A Mini-Review. ​Cureus.​ 2018;10(7):e2995.
Published 2018 Jul 18. doi:10.7759/cureus.2995
27. Oliveira de Carvalho A, Filho ASS, Murillo-Rodriguez E, Rocha NB, Carta MG,
Machado S. Physical Exercise For Parkinson's Disease: Clinical And
Experimental Evidence. ​Clin Pract Epidemiol Ment Health​. 2018;14:89–98.
Published 2018 Mar 30. doi:10.2174/1745017901814010089
28. Rodriguez M, Rodriguez-Sabate C, Morales I, Sanchez A, Sabate M. Parkinson's
disease as a result of aging. ​Aging Cell​. 2015;14(3):293–308.
doi:10.1111/acel.12312
29. Zhao YF, Qiong-Zhang, Zhang JF, et al. The Synergy of Aging and LPS
Exposure in a Mouse Model of Parkinson's Disease. ​Aging Dis​.
2018;9(5):785–797. Published 2018 Oct 1. doi:10.14336/AD.2017.1028
30. Postuma RB, Lang AE, Munhoz RP, et al. Caffeine for treatment of Parkinson
disease: a randomized controlled trial [published correction appears in Neurology.
2012 Oct 16;79(16):1744]. ​Neurology​. 2012;79(7):651–658.
doi:10.1212/WNL.0b013e318263570d
31. Altman RD, Lang AE, Postuma RB. Caffeine in Parkinson's disease: a pilot
open-label, dose-escalation study. Mov Disord 2011; 26: 2427– 2431 .
32. Kitagawa M, Houzen H, Tashiro K. Effects of caffeine on the freezing of gait in
Parkinson's disease. Mov Disord 2007; 22: 710– 712 .
33. Are adenosine antagonists, such as istradefylline, caffeine, and chocolate, useful
in the treatment of Parkinson's disease?​Jankovic J Ann Neurol. 2008 Mar;
63(3):267-9.
34. Valvular heart disease and the use of dopamine agonists for Parkinson's
disease.Zanettini R, Antonini A, Gatto G, Gentile R, Tesei S, Pezzoli G N Engl J
Med. 2007 Jan 4; 356(1):39-46
35. Delivery of neurturin by AAV2 (CERE-120)-mediated gene transfer provides
structural and functional neuroprotection and neurorestoration in MPTP-treated
monkeys.​Kordower JH, Herzog CD, Dass B, Bakay RA, Stansell J 3rd, Gasmi M,
Bartus RT Ann Neurol. 2006 Dec; 60(6):706-1
36. Kubala J. 8 Symptoms of Caffeine Withdrawal [Internet]. healthline. 2018 [cited
2020Apr26]. Available from:
https://www.healthline.com/nutrition/caffeine-withdrawal-symptoms
37. Caffeine Withdrawal Symptoms: Top Fifteen [Internet]. Caffeine Informer. [cited
2020Apr26]. Available from:
https://www.caffeineinformer.com/caffeine-withdrawal-symptoms-top-ten
38. Chawla J. Neurologic Effects of Caffeine [Internet]. Overview, Consumption of
Caffeine, Physiologic Effects of Caffeine. 2019 [cited 2020Apr26]. Available
from: ​https://emedicine.medscape.com/article/1182710-overview#a6
39. Budney AJ, Brown PC, Griffiths RR, Hughes JR, Juliano LM. Caffeine
Withdrawal and Dependence: A Convenience Survey Among Addiction
Professionals. Journal of Caffeine Research. 2013;3(2):67–71.
40. Lee MJ, Choi HA, Choi H, Chung C-S. Caffeine discontinuation improves acute
migraine treatment: a prospective clinic-based study. The Journal of Headache
and Pain. 2016May;17(1).
41. Brain M, Bryant CW, Cunningham M. How Caffeine Works [Internet].
HowStuffWorks Science. HowStuffWorks; 2020 [cited 2020Apr19]. Available
from: ​https://science.howstuffworks.com/caffeine4.htm
42. Auliansyah D, Carolia N. Peran kafein dalam tatalaksana nyeri kepala dan kafein
withdrawal (tinjauan pustaka). Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung ;2018
43. apakah kafein bisa membantu meredakan sakit kepala ? [Internet].
journal.sociolla.com. [cited 2020Apr19]. Available from:
https://journal.sociolla.com/lifestyle/apakah-kafein-bisa-membatu-meredakan-sak
it-kepala
44. Caffeine for Migraines [Internet]. Migraine.com. 2010 [cited 2020Apr19].
Available from:
https://migraine.com/migraine-treatment/natural-remedies/caffeine/
45. Nawrot P, Jordan S, Eastwood J, Rotstein J, Hugenholtz A, Feeley M. Effects of
caffeine on human health. Food Addit Contam. 2003;20:1–30.
46. Addicott MA, Yang LL, Peiffer AM, Burnett LR, Burdette JH, Chen MY, et al.
The effect of daily caffeine use on cerebral blood flow: How much caffeine can
we tolerate? Human Brain Mapping. 2009;30(10):3102–14.
47. DH A, Koesno DAS. Kopi vs Kecanduan Kafein: Bagaimana Cara
Mengatasinya? [Internet]. Kesehatan. Tirto.id; 2019 [cited 2020Apr19].
Available from:
https://tirto.id/kopi-vs-kecanduan-kafein-bagaimana-cara-mengatasinya-eimn
48. Favre T. Dietary guidelines for Americans. New York: Nova Science; 2013.
49. Kendler KS. Prescott CA. Caffeine intake, tolerance, and withdrawal in women: a
population-based twin study. Am J Psychiatry. 1999;156:223–228.
50. World Health Organization. International Statistical Classification of Diseases
and Related Health Problems. Geneva: World Health Organization; 1992. 10th
revision.
51. Septiningtyas D H. Kandungan Kafein Pada Kopi dan Pengaruh Terhadap Tubuh.
Institut Teknologi Sepuluh November. Mei 2018. 2 – 3.
52. Zarwindah I, Sartika D. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kafein
Dalam Kopi. Lantanida Journal. 2018. 6 (2). 103 – 202.
53. Setiawati A. Suatu Kajian Molekuler Ketergantungan Nikotin. Jurnal Farmasi
Sains dan Komunitas. Nov 2013. 10 (2). 118 – 127.
54. Handiwidjaja. Perubahan Kadar Dopamin, Homovanilic Acid serta Interleukin -
1β dan Tumor Necrosis Factor -α pada Cerebral Palsy. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Jul 2005. 6(3). 153 – 156.

Anda mungkin juga menyukai