Anda di halaman 1dari 5

Nama: Raihan Rohadatul ‘Aisy

NIM: 205154055

Kelas: 1B-AC

"Menyelamatkan Demokrasi"

Indonesia dipuja sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara. Percontohan bagi
negara lain. Memiliki ideologi Pancasila yang melembaga.Menjadi karakter, nafas dan falsafah
hidup bangsa.

Kemajemukan mempesona. Beragam suku, etnis, bahasa, agama dan kepercayaan.


Dikelola dan tumbuh atas ide-ide brilyan pendiri bangsa. Sebutlah Soekarno, Hatta, Yamin dan
Soepomo. Tokoh besar yang menggoreskan makna pada ke-Indonesiaan.

Demokrasi yang dielu-elukan kini terancam. Lautan aksi penolakan oleh mahasiswa
dan pelajar atas RUU revisi UU KPK, RUU KUH Pid dan RUU Pertanahan misalnya,
menggugat cara hidup berdemokrasi kita.

Bagaimana terdapat proses diam-diam berselimut representasi rakyat, bekerja hendak


mengesahkan berbagai undang-undang yang sangat penting menakar kehidupan publik.
Partisipasi publik mengalami defisit. Nyaris bangkrut apabila tidak ada perubahan.

Defisit Demokrasi

Reformasi 1998 ditebus dengan darah mahasiswa. Melahirkan pemilu demokratis di


pasca orde baru. Harapan bagusnya sistem pemilu kita di awal reformasi, banyak ditiru negara
lain. menjadi proyek percontohan demokrasi.

Sangat disayangkan hal di atas tidak bertahan lama, kini setelah melewati beberapa
dekade penerapan demokrasi di Indonesia mengalami penurunan signifikan seiring dengan
munculnya berbagai permasalahan yang mendera negeri ini.

Mulai dari kasus korupsi yang seolah tiada habisnya dimana diantaranya banyak sekali
oknum anggota DPR dan oknum pengurus partai politik terlibat kasus suap dan korupsi
tertangkap tangan oleh KPK. Sehingga membuat publik menangis. Sampai demokrasi
dicederai korupsi. belum lagi kasus-kasus penggusuran masih terjadi mengusik naluri Hak
Asasi Manusia (HAM), demikian pula dugaan kasus pembakaran hutan yang asapnya
menyebrang hingga ke negara tetangga.
Belum lagi kesitegangan di publik warisan pemilu 2019. Istilah cebong dan kampret
yang mestinya harus dikubur (hidup-hidup kalau bisa), ternyata masih berlanjut meski
sinyalnya makin lemah.

Demikian pula berbagai hoax masih bekerja. Sebagai dampak merajalelanya dinasti era
post-truth. Sebuah era di mana kebenaran hanya yang ingin didengar. Bukan kenyataan apa
adanya. Fakta di atas menunjukan defisit demokrasi yang berbahaya.

Pertama, terdapat gejala partisipasi publik kurang mendapat wahana yang leluasa. Ini
dikonfirmasi gelombang aksi tolak RUU revisi UU KPK, RUU KUHPid dan RUU Pertanahan
misalnya.

Partisipasi publik seolah tidak penting. Karena ada pemilu yang sudah mewakafkan suara
publik pada parlemen. Padahal, demokrasi tidak demikian. Partisipasi publik tidak dapat
ditebang hanya karena sudah ada pemilu. Partisipasi harus selalu ada di dalam ruang publik.
Baik pra maupun pasca pemilu.

Kedua, hukum yang kehilangan karakternya yaitu menciptakan rasa adil. Praktik tebang pilih
penegakan hukum masih ditemukan. Belum lagi soal hukum yang dibentuk diam-diam seperti
pada kasus di atas. Maka, bila hukum tidak bekerja. Ancaman anarki di depan mata. Ini yang
tentu harus kita perbaiki dan tidak kita harapkan. Semua pihak harus membangun kembali
hukum yang tegak secara optimal.

Ketiga, partai politik. Partai politik tidak memiliki visi yang bernafas panjang. Partai politik
terjebak mahalnya biaya politik. Akibatnya, transaksi hak publik menjadi seperti kewajaran.
Perlu perbaikan sistem kepartaian, pola rekrutmen dan menekan biaya dalam pemilu.

Tidak dapat disangkal terkait pemilu memang berbiaya tinggi. Pemilu berbiaya tinggi karena
praktik politik uang masih pula bercokol.

Aspinall dan Ward Berenchot (2019) mencatat bahwa dari masa ke masa, pemilu di era
reformasi semakin mahal dari mulai level lokal sampai nasional dengan pemilu 2019 sebagai
pemilu termahal.

Biaya pemilu yang tinggi ini berdampak pada maraknya praktik korupsi di berbagai level
lembaga negara karena para calon terpilih baik di legislatif berkepentingan mengembalikan
modal yang telah mereka keluarkan.
Bahkan, penelitian Edi Rohaedi dan R. Muhammad Mihradi (the Practices of Licence and
Politics of Local Leader Election In Indonesia, American Journal of Humanities and Social
Sciences Research, Vol.03-Issue 09,pp122-127) menunjukan pemilu yang mahal khususnya di
daerah melahirkan praktik penyimpangan perizinan akibat praktik cukong saat pra dan pasca
pilkada.

Ulasan Teori-Teori Demokrasi

Menurut Torres (1998) suatu bentuk pemerintahan yang demokratis mempunyai pemikiran
politik sebagai berikut, yaitu:

1. Classical Aristotelian theory, demokrasi merupakan salah satu bentuk pemerintahan,


yakni pemerintahan oleh seluruh warganegara yg memenuhi syarat kewarganegaraan.
2. Medieval theory, landasan pelaksanaan tertinggi di tangan rakyat.
3. Contemporary doctrine of democracy, konsep republik dipandang sebagai bentuk
pemerintahan rakyat yang murni.

Torres juga melihat bahwa demokrasi itu lebih condong terhadap 2 aspek, yaitu:

1. Formal democracy : demokrasi dalam arti sistem pemerintahan


2. Substantive democracy : merujuk proses demokrasi, diidentifikasi dlm 4 bentuk
demokrasi. Proses demokrasi yang dimaksud adalah:
a. Konsep protective democracy, kekuasaan ekonomi pasar, dimana proses pemilu
dilakukan secara reguler sebagai upaya memajukan kepentingan pasar dan
melindunginya dari tirai negara
b. Developmental democracy, model manusia sbg individu yg posesif, yakni
manusia sbg conflicting, self-interested consummers and appropriators, yang
dikompromikan dengan konsep manusia sebagai a being capable of developing
his power or capacity atau mahluk yg mampu mengembangkan kekuasaan atau
kemampuannya.
c. Equilibrium democracy atau pluralist democracy, perlunya penyeimbangan
nilai partisipasi dan pentingnya apatisme, dengan alasan bahwa apatisme
dikalangan mayoritas warganegara menjadi fungsional bagi demokrasi karena
partisipasi yang intensif sesungguhnya dipandang tidak efisien bagi individu
yang rasional. Atau partisipasi membangkitkan otoritarianisme yang laten
dalam masa & memberikan beban yang berat dengan tuntutan yang tidak bisa
dipenuhi.
d. Participatory democracy, kita tidak dapat mencapai partisipasi yang demokratis
tanpa perubahan lebih dulu dalam ketidakseimbangan sosial dan kesadaran
sosial, tetapi juga kita tidak dapat mencapai perubahan dalam ketakseimbangan
sosial dan kesadaran sosial tanpa peningkatan partisipasi lebih dulu.

Perubahan sosial dan partisipasi demokrasi perlu dikembangkan secara bersamaan


karena satu sama lain saling memiliki ketergantungan.

Selain diatas teori teori demokrasi dibedakan menjadi 4:

1. Teori Demokrasi Klasik


Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad ke-5 SM tepatnya
di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan secaralangsung, dalam artian
rakyat berkumpul pada suatu tempat tertentu dalam rangkamembahas pelbagai
permasalahan kenegaraan.
Bentuk negara demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenalberpandangan
a tree partite classification of state yang membedakan bentuknegara atas tiga bentuk
ideal yang dikenal sebagai bentuk negara kalsik-tradisional. Para penganut aliran ini
adalah Plato, Aristoteles, Polybius dan Thomas Aquino.
Prinsip dasar demokrasi klasik adalah penduduk harus menikmatipersamaan politik
agar mereka bebas mengatur atau memimpin dan dipimpinsecara bergiliran.
2. Teori Civic Virtue
Pericles adalah negarawan Athena yang berjasa mengembangkandemokrasi. Prinsip-
prinsip pokok demokrasi yang dikembangkannya adalah:
 Kesetaraan warga Negara
 Kemerdekaan
 Penghormatan terhadap hukum dan keadilan
 Kebajikan bersama
Prinsip kebajikan bersama menuntut setiap warga negara untukmengabdikan diri
sepenuhnya untuk negara, menempatkan kepentingan republikdan kepentingan
bersama diatas kepentingan diri dan keluarga.
3. Teori Social Contract
Teori kontrak sosial berkembang dan dipengaruhi oleh pemikiran Zaman Pencerahan
(Enlightenment) yang ditandai dengan rasionalisme, realisme, danhumanisme, yang
menempatkan manusia sebagai pusat gerak dunia. Pemikiranbahwa manusia adalah
sumber kewenangan secara jelas menunjukkankepercayaan terhadap manusia untuk
mengelola dan mengatasi kehidupan politikdan bernegara.
4. Teori trias politica
Trias politica atau teori mengenai pemisahan kekuasaan, di latar belakangipemikiran
bahwa kekuasaan-kekuasaan pada sebuah pemerintahan yangberdaulat tidak dapat
diserahkan kepada orang yang sama dan harus dipisahkanmenjadi dua atau lebih
kesatuan kuat yang bebas untuk mencegahpenyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang
berkuasa. Dengan demikiandiharapkan hak-hak asasi warga negara dapat lebih
terjamin.

Menurut artikel diatas demokrasi Indonesia diperlihatkan semakin menurun, yang


dikarenakan munculnya permasalah yang di alami Negara. Salah satu kasusnya yang tidak
asing lagi ditelinga kita yaitu korupsi dimana mana baik itu dilakukan oleh kalangan
masyarakat biasa bahkan sampai dengan pejabat pejabat tinggi. Karena hal inilah demokrasi
harus diperbaiki kembali dan harus yang lebih layak seperti dibutuhkannya peran aktif dari
masyarakat yang luas dalam mengawasi semua kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah
karena kekuasaan berada ditangan rakyat, oleh rakyat, dan untuk takyat. Selain itu hukum
hukum yang ada harus diperbaiki lagi karena yang kita lihat sekarang seperti orang orang
memiliki jabatan yang tiggi tidak dihukum sesuai dengan hukum yang telah ada, seharusnya
yang melanggar hukum ditindak tanpa pandang bulu. Dengan jalan ini demokrasi di Indonesi
dapat diselamatkan

Referensi:

https://www.unpak.ac.id/pdf/opini-demokrasi.pdf

https://www.academia.edu/9763959/Teori_Teori_Demokrasi

Buku pendidikan kewarganegaraan

http://dewiaysiah.blogspot.com/2015/03/demokrasi-dan-pendidikan-demokrasi.html

Anda mungkin juga menyukai