Anda di halaman 1dari 50

Makalah

Kata Pengantar
Daftar Isi
Kata pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Landasan Berfikir
B. Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kedudukan Dari Pancasila Sebagai Dasar Negara
1. Sejarah Pancasila
2. Arti Pancasila Sebagai Dasar Negara
3. Pancasila Sebagai Ideologi
4. Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara
5. Kedudukan Pancasila Dalam Negara Indonesia
B. Tinjauan Tentang Radikalisme
1. Pengertian Radikalisme
2. Sejarah Radikalisme
3. Ciri-ciri Radikalisme
4. Faktor Penyebab Radikalisme
5. Radikalisme Di Indonesia
C. Peran Pancasila Dalam Menangkal Radikalisme
1. Deradikalisasi
2. Makna Kebinekaan Dalam Pancasila
3. Peran Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Dalam Mencegah
Radikalisme
D. Radikalisme Di Kampus
1. Paham Radikal Di Kampus
2. Penanggulangan Paham Radikalisme Di Kalangan Mahasiswa
A. Kedudukan Pancasila Sebagai Dasar Negara
1. Sejarah Pancasila
1. Nama Pancasila

Istilah pacasila telah lama dikenal sejak masuknya agama Budha ke Indonesia.
Karena dikalangan agama Budha memiliki pembagian golongan dari pengikut Budha¸
pembagiannya sebagai berikut:

1. Golongan kaum preman, yaitu pemeluk biasa yang disebut Upasaka bagi
pemeluk laki-laki dan Upasika bagi pemeluk perempuan.
2. Golongan kaum pendeta, yaitu mereka yang ahli dibidang agama Budha dan
disebut Bhiksu bagi pendeta laki-laki dan Bhiksuni bagi pendeta Wanita.
Bagi kaum preman, dikenakan aturan tingkah laku yang sering dinamakan
larangan yang jumlahnya ada lima dan dinamakan Pancasila yaitu:

1. Menghindari pembunuhan.
2. Menghindari pencurian.
3. Menghindari perzinahan.
4. Menghindari keohongan.
5. Menghindari makan dan minum yang memabukkan.
Sedangkan bagi para pendeta, disamping terkenal lima larangan yang disbut
pancasila ditambah dengan lima larangan lagi, sehingga jumlahnya menjadi sepuluh
dan dinamakan Dasasila. Adapun lima tambahan larangan bagi para pendeta tersebut
ialah:

1. Menghindari makanan yang berlebihan.


2. Menghindari hidup mewah.
3. Menghindari pakaian yang bagus-bagus, perhiasan, dan memakai wangi-
wangian.
4. Menghindari tidur ditempat yang enk dan mewah.
5. Menhindari menerima uang atau memiliki perhiasan.
Pancasila ciptaan Sang Budha Gautama ini karena dianggap sangat baik, pernah
dipakai sebagai tuntutan akhlak (code of morality) bagi rakyat dari kerajaan Ashoka di
India.

Dengan masuknya agama Budha ke Indonesia maka pancasila ini pun dikenal oleh
rakyat Indonesia, bahkan Prabu Hayam Wuruk dari Majapahit masih melaksanakan
Pancasila dengan patuh. Tetapi kemudian pancasila ini lenyap dan tidak terdengar
lagi. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya adlah masuknya agama Islam di
Indonesia. Namun sisa-sisanya masih dapat ditemuai dikalangan masyarakat suku
Jawa yang dikenal dengan adanya lima larangan atau MO LIMO, yaitu

1. Dilarang membunuh (mateni)


2. Dilarang mencuri (maling)
3. Dilarang berjudi (main)
4. Dilarang minum yang memabukkan atau madat (minum/nyeret)
5. Dilarang main perempuan (madon)
Pancasila yang dibicarakan kali ini bukanlah Pancasila dari agama Budha melainkan
Pancasila yang pertama kali diusulkan oleh Ir. Soekarno sebagai calon dasar negara
pada tanggal 1 Juni 1945. Karena itulah berdasarkan penelitiannya, Prof. A. G.
Pringgodigdo ini dinyatakan pada ceramah beliau yanng berjudul “sekitar Pancasila”
pada tahun 1970, setelah tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya istilah
Pancasila selama 20 tahun. Sedangkan Pancasila itu sendiri menurut Prof. A. G.
Pringgodigdo lahirnya bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia.

A. Sejarah Terjadinya Pancasila


Sejarah berdirinya NKRI yang dimulai pada waktu pendudukan Jepang. Pada tanggal
9 Maret 1942, bala tentara Jepang menaklukkan sekutu termasuk Belanda dan
mendarat di Indonesia. Kedatangan Jepang ini disambut baik oleh rakyat Indonesia
yang teah lama ingin bebas dari penjajahan Belanda, karena Jepang pandai mengambil
hati rakyat dengan menyatakan Jepang sebagai saudara tua bangsa Indonesia datang
untuk membebaskan saudara mudanya dari belenggu penjajahan Belanda. Hal ini
cukup beralasan, karena pada mulanya Jepang membiarkan bangsa Indonesia
mengibarkan bendera Sang Merah Putih, serta boleh menyanyikan lagu Indonesia
Raya. Tetapi dengan semakin kuatnya kedudukan jepang serta diperolehnya
kemenangan jepang dihampir setiap pertempuran, maka mulailah Jepang menindas
rakyat Indonesia. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya undang-undang No 3 Tahun
1942 yang berisi larangan pengibaran Sang Merah Putih dan hanya bendera Jepang
saja yang boleh dikibarkan, juga larangan menyanyikan Indonesia Raya. Disamping
itu rakyat Indonesia benar-benar menderita akibat kekejaman Polisi Militer Jepang
(Kempetai) serta danya buruh paksa yang dikenal dengan nama Romusha sanagat
menghantui masyarakat Indonesia. Maka mulailah rakyat Indonesia sadar, bahwa
Jepang juga adalah penjajah seperti Belanda, bahkan lebih kejam tanpa mengenal peri
kemanusiaan.

Pada pertengahan tahun 1944, situasi peperangan mulai berubah, karena Jepang
mendapat tekanan dan kekalahan dimana-mana dari tentara Sekutu. Maka untuk
mengambil hati rakyat Indonesia, Jepang pada tanggal 17 Septembar 1944
menjanjikan kemerdekaan kelak dikemudian hari, dan sebagai realisasinya maka pada
tanggal 29 April 1945 yang bertepatan dengan hari ulang tahun kaisar Jepang Tenno
Heika, diumumkan tentang terbentuknya suatu badan bernama Dokuritsu Zyumbi
Tjosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK),
badan ini beranggotakan 63 orng yang terdiri dari 62 orang Indonesia dan 1 orang
Jepang.

1. Ir. Soekarno
2. Mr. Moh. Yamin
3. Dr. R. Koesoemah Atmadja
4. R. Abdoelrahim pratikrama
5. R. Aris
6. K. H. Dewantara
7. Ki Bagoes Hadikoesoemo
8. BPH. Bintoro
9. AK. Moezakir
10. BPH. Poeroebojo
11. RAA. Wiranatakoesoema
12. RR. Asharsoetedjo Moenandar
13. Oei Tjang Tjoi
14. Drs. Moh. Hatta
15. Oei Tjong Hauw
16. H. Agoes Salim
17. M. Soetardjo Karthadikoesoemo
18. RM. Margono Djojohadikoessoemo
19. KH. Abdoel Halim
20. KH. Maskoer
21. R. Soedirman
22. Prof. Dr. Soepomo
23. Prof. Ir. R. Rooseno
24. Prof. Dr. PAH. Djajadiningrat
25. Mr. R. Pandji Singgih
26. Ny. Maria Ulfah Santoso
27. RMTA. Soerjo
28. R. Roeslan Wongsokoesoemo
29. Mr. R. Sosanto Tirtoprodjo
30. Ny. RSS. Soenarjo Mangioenpoespito
31. Dr. R. Boentaran
32. Liem Koem Hian
33. Mr. J. Latuharhary
34. Mr. R. Hindromartono
35. R. Soekarjo Wirjopranoto
36. Hadji A. Sanoesi
37. AM. Dassad
38. Mr. Tan Eng Hoa
39. IR. MP. R. Soerachman Tjokropranoto
40. RA. Soemitro Kolopaking Poerbonegoro
41. KRM. TH/ Woerjaningrat
42. Mr. A. Soebardjo
43. Prof. Dr. Djaenal Asikin Widjajakoesoema
44. Abikoesono Tjokrosoejoso
45. Parada Harahap
46. Mr. RM. Sartono
47. KHM. Mansoer
48. Drs. KRMA. Sastrodiningrat
49. Dr. Soewandi
50. KHA. Wachid Hasjim
51. PF. Dahler
52. Dr. Soekiman
53. Mr. KRMT. Wongsonegoro
54. R. Oto Iskandar Dinata
55. A. Baswedan
56. Abdul Kadir
57. Dr. Samsi
58. Mr. AA. Maramis
59. Mr. R. Samsudin
60. Mr. R. Sastromoeljono
61. Dr. KRT Radjiman Wediodiningrat (sebagai ketoea)
62. RP. Soerso (sebagai kedua moeda)
63. Itjibangase (Residen Cirebon)

Selama hidupnya badan ini hanya bersidang dua kali masa sidang, yaitu sidang
pertama pada tanggal 29 Mei 1945 sampai tanggal 1 Juni 1945 membicarakan Dasar
Negara. Sebelum sidang kedua badan ini melalui panitia sembilan telah merumuskan
suatu Naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar pada tanggal 22 Juni 1945 yang
kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter)

Rancangan ini kemudian dengan beberapa perubahan menjadi pembukaan


Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang kita sekarang. Pada masa sidang kedua yaitu
dari tanggal 10 Juli 1945 sampai tanggal 17 Juli 1945, Panitia Perancang Hukum
Dasar juga telah berhasil menyusun rancangan Undang-Undang Dasar, yang
kemudian menjadi Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang dikenal
sekarang.

Yang perlu mendapat perhatian ialah, bahwa pada tanggal 1 Juni 1945 Ir.Soekarno
mengucapkan pidatonya tentang Philosofische Grondslag atau landasan dasar falsafah
negara, kemudian pidato ini terkenal dengan nama “Pidato Lahirnya Pancasila”.
Adapun istilah “Lahirnya Pancasila” ini ditulis oleh Dr.KRT Radjiman
Wediodiningrat Wali Kukun (kecamatan sebelah barat kota Madiun) tanggal 1 Juli
1974 bagi penerbitan buku kecil yang memuat pidato tersebut. Adapun dalam kata
pengantar tersebut Dr.Radjiman antara lain menulis : “…Lahirnya Pantja Sila” ini
adalah sebuah Stenografisch Verslag dari pidato bung karno yang diucapkan dengan
tidak tertulis dahulu (Voor d Vuist) dalam sidang yang pertama pada tanggal 1 Juni
1945 ketika sedang membicarakan Dasar (Beginsel) Negara kita, sebagai penjelmaan
dari pada angan-angannya. Sudah barang tentu kalimat-kalimat suatu pidato yang
tidak tertulis dahulu, kurang sempurna tersusunnya. Tetapi yang penting ialah ISINJA.

Mulai saat itu seiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pansila sampai
dengan 1 Juni 1968. Kemudian sesudah tanggal 1 Juni 1968 tidak ada lagi peringatan
hari lahirnya Pancasila, bahkan kapan Pancasila di lahirkan dan siapa pencipta atau
penggalinya mulai di perdebatkan sampai terjadi polenik yang hangat.

Untuik jasa “menciptakan” Pancasila itu, Universitas Gadjah Mada (UGM)


Yogyakarta pada tanggal 19 September 1951 telah menganugerahkan gelar DOKTOR
HONORIS CAUSA dalam bidang hukum kepada Ir.Soekarno, namun pada waktu itu
juga Soekarno menolak disebut sebagai Pencipta Pancasila karena pancasila telah
tergurat pada jiwa bangsa indonesia sejak zaman dahulu kala. Untuk sekedar
mengetahui gambaran tentang pendapat yang berbeda ini,

1. Pendapat Prof Sudiman Kartohadiprodjo, SH dalam buku beliau pancasila dan/


Undang-Undang Dasar 1945 antara lain berpendapat: …pertama-tama kita
hendak kemukakan bahwa kalau kita (Bangsa Indonesia) hingga kini berbicara
tentang pancasila, maka yang kita maksudkan adalah tidak lain dari pada pidato
Ir.Soekarno yang diucapkan pada tanggal 1 Juni 1945, dan bukan Pancasila
dari almarhum NEHRU atau lima pokok yang disebut almarhum Muh.Yamin
dalam pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945.
2. Pendapat Dr.Moh.Hatta, dalam pidato beliau pada penerimaan Gelar DOKTOR
HONORIS CAUSA dalam Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia tanggal 30
September 1975 antara lain berpendapat:… Seperti diketahui, Pancasila lahir
pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang panitia penyelidik usaha-usaha
persiapan kemerdekaan, sebagai inti sari pidato bungkarno yang di ucapkannya
sebagai jawaban atas persamaan Dr.KRT RADJIMAN
WEDIDIODININGRAT. Pertanyaannya yaitu : negara indonesia merdeka
yang akan kita bentuk apa dasarnya ? kebanyakan anggota panitia tidak mau
menjawab pertanyaan itu. Mereka khawatir perdebatan tentang itu akan
berlarut-larut menjadi diskusi filosofis mereka memusatakan pikirannya pada
soal pembentukan undang-undang dasar. Salah seorang yang menjawab
pertanyaan itu ialah bung karno ( Ir. Soekarno) dalam suatu pidato yang
berapi-api yang lamanya satu jam. Dasar yang dikemukakannya disebut
pancasila.
Pendapat Dr.Mh. Roeslan Abdulgani, dalam pidato dies natalis ke XXI Universitas
HKBP Nomensen pada tanggal 11 oktober 1975 antara lain menyatakan Penggalinya
adalah Bung Karno dengan pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam Sidang
Panitia Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan, Bung Karno tidak hanya
menggali saja Lima Mutiara itu, melainkan merangkainya dalam suata kesatuan
“Weltanschauung” atau “Philosophische Grondslag”, dan yang beliau usulkan sebagai
Dasar Negara Republik Indonesia yang akan lahir

4 Pendapat Prof. A.G. Prianggodigdo, SH. Dalam ceramah beliau yang berjudul
“Sekitar Pancasila” antara lain beliau berkata: memberanikan diri untuk menarik
kesimpulan bahwa 1 Juni 145 bukan hari lahirnya Pancasila, tetapi hari lahirnya istilah
Pancasila Sebab Pancasila sendiri sudah ada beberapa abad yang lalu, sehingga
sekarang tentu tidak mungkin lagi menentukan hari lahirnya Maka saya Pancasila.
5. Pendapat Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, dalam buku beliau berjudul Proses
Perumusan Pancasila Dasar Negara antara lain menyatakan:..Dari kesemuanya itu
saya berkesimpulan, bahwa penggali-penggali utama dasar negara Republik Indonesia
adalah Muhammad Yamin, Supomo dan Bung Karno (menurut urutan kronologisnya).
Dengan demikian saya mencapai kesimpulan yang sama dengan Prof. Mr. Sunario di
dalam rangka Panitia Lima, bahwa Bung Karno adalah salah seorang penggali
Pancasila Dasar Negara.

Dari uraian para ahli di atas sampai sekarang belum ada ketentuan resmi yang
menegaskan tentang kapan hari lahirnya Pancasila, bahkan dengan dikarangnya buku
Prof. Nugroho Notosusanto mengundang polemik yang hebat di kalangan Sejarawan
maupun sarjana dari berbagai disiplin ilmu di surat-surat kabar tahun 1981

Yang jelas tanggal 18 Agustus 1945 adalah hari lahirnya Pancasila secara Yuridis,
karena pada tanggal tersebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mensahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar (yang berisi Pancasila di dalamnya)
dan Batang Tubuh Undang- Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
kemudian terkenal dengan nama Undang-Undang Dasar 1945. Pada tanggal 7 Agustus
1945, Jenderal Besar Terauchi Panglima Tertinggi Bala Tentara dari Nippon di Asia
Selatan, menyetujui akan dibentuknya Panitia Persiapan Kemerdeka- an Indonesia
(Dokuristsu Zyumbi inkat) untuk seluruh Indonesia yang direncanakan dibentuk pada
pertengahan bulan Agustus. Pada tanggal 9 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Drs. Moh.
Hatta dan Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat menghadap kepada Jenderal Terauchi
di saigon (sekarang bernama Ho Chi Minh) untuk menerima sendiri keputusan
tersebut Ir.Soekarno diangkat sebagai Ketua dan Drs. Moh, Hatta diangkat sebagai
Wakil Ketua dengan anggota sebanyak 19 orang, yaitu:

1 Prof.Dr.Soepomo

2 Dr.KRT.Radjiman Wediodiningrat

3 RP.Soeroso

4 M.Sutardjo Kartohadikoesoemo
5 KH.A.Wahid Hasyim

6 Ki Bagus Hadikusumo

7 R.Oto Iskandar Dinata

8 Abdul Kadir

9 Soejohamidjojo

10 BPH Poeroebojo

11 Yap Tjwan Bing

12 Latuharhary

13 Dr Amir

14 Abd. Abbas

15 Moh Hassan

16 AH Hamidan

17 Ratulang

18 Andi Pangeran

19 Gusti Ktut Pudja

Kemudian setelah Jepang menyerah kepada sekutu tanggal 15 Agustus 1945. PPKI
anggotanya ditambah atas tanggung jawab pribadi Soekamo dengan enam orang yang
dapat mewakili seluruh Indonesia,yaitu:

1. Wiranatakusumah

2. Ki Hajar Dewantara

3. Mr Kasman

4. Sajuti Melik
5. Mr Iwa Kusuma Sumantri Mr Subardjo.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan


oleh Ir Soekarno (Bung Karno) dan Drs. Moh. Hatta (Bung Hatta) atas nama bangsa
Indonesia, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mensahkan Pembukaan
Undang-Undang Dasar yang diambil danı Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan,
mensahkan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar yang diambil dari rancangan
Hukum Dasar dan memulih serta mengangkat Ir Soekamo dan Drs. Moh. Hatta
masing- masing sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia.

Dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, Undang- Undang Dasar


proklamasi yang terkenal dengan nama Undang-Undang Dasar Dasar 1945 berlaku
dari tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan tanggal 27 Desember 1949 sebab sejak
tanggal tersebut bentuk negara kita berubah dari Negara Kesatuan menjadi Negara
Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan menggunakan Undang-
Undang Dasar yang 9 dengan dinamakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat
(KRIS) yang SueA di dalam Preambule-nya terdapat lima kalimat yang dinamakan
Pancasila

Meskipun dengan rumusan yang berbeda. Syukurlah Negara Serikat atau Federal ini
hanya berumur sangat pendek, karena memang sejak Sumpah Pemuda
dikumandangkan tahun 1928 bangsa Indonesia menghendaki Negara Persatuan dan
Kesatuan Maka pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarmo mengumumkan
bahwa kita kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
menggunakan KRIS dengan dihilangkan sifat federalnya menjadi Undang-Undang
Dasar Sementara tahun 1950 (UUDS-1950), Di dalam UUDS-1950 inipun terdapat
lima kalimat yang dinamakan Pancasila, yang rumusnya sama dengan rumusan yang
terdapat dalam KRIS.

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, maka
Undang Undang Dasar 1945 yang sejak tanggal 17 Agustus 1950 tidak jelas statusnya,
kembali berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, sehingga sejak saat
itu sampai sekarang. “Pancasila” yang resmi adalah seperti yang tercantum dalam
alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini diperkuat lagi dengan
adanya Instruksi Presiden Soeharto Nomor 12 tanggal 13 April 1968 yang
menyatakan bahwa Pancasila yang sah dan resmi adalah yang termuat dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Namun perlu diingat bahwa kata
“Pancasila” tidak tercantum tertulis dalam setiap Undang Undang Dasar yang pernah
berlaku, kecuali pada waktu diusulkan oleh Ir Soekarno. Menurut Prof Dr Nugroho
Notosusanto, nama Pancasila itu telah terkokoh dalam sanubari seluruh rakyat
Indonesia sehingga tidak ada masalah

TEMPAT PANCASILA

Pancasila yang dimiliki bangsa Indonesia inı sedemikian dalam mengakar pada setiap
bidang kegiatan kehudupan bangsa, sehingga dapat juga digunakan sebagai dasar
untuk mengatur negara. Hal ini terbukti bahwa sejak proklamasi kemerdekaan tanggal
17 Agustus 1945 sampai sekarans kita telah menggunakan tiga buah Undang-Undang
Dasar yang berlainan namun setiap Undang-Undang Dasar tersebut tetap
mencantumkan Pancasila dalam Pembukaan/Preambule-nya, meskipun dengan rumus
yang berbed Tempat Pancasila secara formal terdapat pada

1. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea ke IV: . maka disusunlah


Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia yarng terbentuk dalam suatu susunan negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia..
2. Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949, alinea ke
III: ... maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu
piagam negara yang berbentuk Republik Federasi, berdasarkan pengakuan
Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri Kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan
Keadilan Sosial ...
3. Mukadimah Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950, alinea ke VI: ...
maka demi ini kami menyustun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam
negara yang berbentuk Republik Indonesia, berdasarkan pengakuan Ketuhanan
Yang Maha Esa, Peri Kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan
Sosial..

Sebagai akibat Dekrit Presiden Soekarno tanggal 5 Juli 1959, dan dihubungkan
dengan Instruksi Presiden Soeharto, No. 12 Tahun 1968, maka Pancasila yang resmi
ialah seperti yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Rumus
yang lain dari itu adalah tidak sah dan dapat mengakibatkan kekacauan rumus
Pancasila

RUMUSAN PANCASILA

Meskipun secara Yuridis kita berpegang kepada Rumus Pancasila dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, namun secara Historis dapat dikemukakan rumus yang
berlainan sejak adanya sidang pertama BPUPK, sebagai berikut:

1. Rumus dari Mr. Muh. Yamin yang dikemukakan beliau pada tanggal 29 Mei 1945
di muka sidang BPUPKmengenai “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia”

1) Peri Kebangsaan

2) Peri Kemanusiaan

3) Peri Ketuhanan

4) Peri Kerakyatan

5) Kesejahteraan Rakyat

Kelima materi ini tidak diberi nama, dan pidato ini telah dipersiapkan lebih dahulu
secara tertulis,

2. Rumus dari Prof. Dr. Mr. Soepomo yang dikemukakan beliau pada tanggal 31 Mei
1945 dimuka sidang BPUPK mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka.
1) Persatuan

2) Kekeluargaan

3) Keseimbangan lahir dan batin

4) Musyawarah

5) Keadilan Rakyat

Kelima materi itu tidak diberi nama dan pidato ini juga telah dipersiap- kan secara
tertulis.

3. Rumus dari Ir. Soekarno, yang dikemukakan beliau di muka sidang BPUPK tanggal
1 Juni 1945 dengan judul Dasar Indonesia Merdeka.

1) Kebangsaan Indonesia

2) Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan

3) Mufakat atau Demokrasi

4) Kesejahteraan Sosial

5) Ketuhanan Yang Maha Esa

Kelima materi ini diberi nama oleh beliau “Pancasila” dan merupakan pidato yang
tidak dipersiapkan secara tertulis, melainkan secara spontan lisan selama satu jam
dengan dengan pidato yang

4. Rumus dari “Piagam Jakarta” tanggal 22 Juni 1945, sebagai hasil karya panitia
Sembilan:

1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bag! Pemeluk-


pemeluknya

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab

3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

5. Rumus dari "Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945", yang disahkan PPKI


tanggal 18 Agustus 1945:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab

3) Persatuan Indonesia

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

6. Rumus dari "Mukadimalh Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949" dan


rumusan dari "Mukadimah Undang-Undang Sementara 1950"

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

2) Peri Kemanusiaan

3) Kebangsaan

4) Kerakyatan

5) Keadilan Sosial.

Karena adanya rumus yang berlainan tersebut, maka sesudah terjadinya Peristiwa
Gerakan 30 September yaitu pengkhianatan Partai Komunis Indonesia (G.30 S/PKI)
tahun1965, sering ditemui rumus yang dicampuradukkan, misalnya:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

2) Peri Kemanusiaan
3) Kebangsaan

4) Demokrasi

5) Keadilan Sosial

Kadang-kadang urutan-urutan dari sila-sila Pancasila diputarbalik- kan, sehingga


untuk menertibkan rumus ini keluar Intruksi Presiden Soeharto No. 12 tahun 1968
yang menetapkan bahwa rumus Pancasila yang benar dan sah ialah seperti yang
tercantum dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945. Dengan telah keluarnya
Instruksi Presiden No. 12 tahun 1968 ini, maka tidak ada lagi keraguan-raguan tentang
rumus Pancasila yang benar dan sah.
2. Arti pancasila sebagai dasar negara

Pencasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi masyarakat indonesia. Nilai
pancasila dasarnya adalah nilai-nilai filsafat yang mendasar yang di jadikan peraturan
dan dasar dari norma –norma yang berlaku dalam indonesai. Nilai dasar pancasila
bersifat normatif dan abstrak yang bisa dijadikan landasan dalam kegiatan bernegara.
Pancasila sebagai dasar negara berarti pancasila di jadikan sebagai pedoman dalam
penyelenggarakan negara.

Pada masa sekarang perlu diadakan tentang penegasan dan mengembalikan kembali
kedudukan pancasila sebagai dasar negara, dan ini merupakan hal yang sangat penting
karena sudah terlalu banyak terjadi kesalahan penafsiran tentang pancasila sebagai
dasar negara. Dan penafsiran itu menyatakan bahwa pancasila bukan sebagai daar
negara tetapi pancasila sebagai alat kekuasaan yang dapat mengendalikan semua
apapun yang dilakukan di negara indonesia.

menurut undang-undang dasar negara indonesia yang dikemukakan dalam


pembukaan, bahwasanya pancasila dapat dijadikan sebagai dasar negara yang
melingkup :

1 norma dasar negara

2 staatfundamentalnorm

3 norma pertama

4 pokok kaidah negara yang fundamental

5 cito hokum (rechtside)

Dalam undang-undang sudah menjelaskan bahwasanya pancasila sebagai dasar


negara yang dapat di simpulkan bahwasanya pancasila berkedudukan sebagai dasar
negara yang menjadi sumber, landasan norma, serta member fungsi konstitutif dan
regulative bagi penyusunan hukum-hukum negara.
3. Pancasila sebagai idiologi
Idiologi sendiri dapat di artikan sebagai gagasan atau konsep tujuan suatu negara.
Pada undang-undang dasar dalam pembukaan dinyatakan bahwa pancasila dinyatakan
sebagai dasar negara tapi dari penjelasan itu juga penjelasan yang merupakan bagian
yang tak terpisahkan bahwa dasar negara yang di maksud dalam ketapan yang di
dalamnya mengandung makna idiologi nasional sebagi cita-cita dan tujuan negara
indonesia.

Pancasila sebagai idiologi nasional mempunyai wewenang dan fungsi utama yaitu
sebagai cita-cita atau tujuan yang harus dicapai secara bersama-sama, yaitu kedua
sebagai pemersatu masyarakat sehingga dapat dijadikan solusi dalam konflik, dalam
pernyataan fungsi idiologi tujuan suatu masyarakat adalah untuk mencapai tujuan dari
idiologi itu sendiri.

Pancassila sebagai idiologi mempunyai tujuan yang sama idiologi mempunyai tujuan
yang sama dan harus bekerja sama dengan pancasila sebagai dasar negara karena
kedua-duanya sama mempunyai tujuan dan maksud dalam mempersatukan negara dan
menegakkan suatu negara. Dan keduanya ini dijadikan sesuatu dasar dalam suatu
negara yang harus di tegakkan oleh masyarakat indonesia.

Pancasila sebagai idiologi nasional yang berarti pancasila sebaagai cita-cita negara
dan saran ayang mempersatukan masyarakat yang perlu perwujudan yang kongkrit
dan operasional aplikatif demi mengembangkan masyarakat indonesia.

Dasar negara pancasila dipergunakan untuk dapat mengatur seluruh tatanan


kehidupan bangsa serta negara indonesia, dalam artian, segala sesuatu yang
berhubungan dengan pelaksanaan suatu sistem ketatanegraan negara kesatuan republik
indonesia (NKRI) haruslah berdasarkan Pnacasila. Hal tersebut berarti juga bahwa
semua peraturan yang ada dan berlaku di negara republik indonesia harus
bersumberkan pada Pancasila.
4. Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara

Indonesia memiliki dasar negara yang sangat kuat sebagai filosofi bangsa, dimana
Indonesia memiliki pancasila sebagai dasar negara. Pengertian pancasila sebagai dasar
negara diperoleh dari alinea keempat pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana
tertuang dalam Momerandum DPR-GR 9 juni 1966 yang menandaskan pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa yang telah di murnikan dan di padatkan oleh PPKI
atas nama rakyat indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum
DPR-GR disahkan pula oleh MPRS dengan ketetapan No.XX/MPRS/1966. Ketetapan
MPR No.V/MPR/1973 dan ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan
kedudukan pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari
tertip hukum di Indonesia.

Pancasila memiliki sifat dasar yang pertama dan utama yakni sebagai dasar
negara (philosophische grondslaag)Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara
pada tanggal 18 agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan
kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.

Pancasila merupakan intelligent choice kerena mengetasi keanekaragaman dalam


masyarakat indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan
pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan ( indifferentism ),
tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang
dinyatakan dalam seloka“bhineka tunggal ika”.

Penetapan pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah negara pancasila. Hal tu mengandung arti bahwa harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakan dalam seluruh perundang-undangan.
Mengenai hal itu, pandangan tersebut melukiskan pancasila secara integral (utuh dan
menyeluruh) sehingga

merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya,


dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melndungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia.
Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban
negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai
dengan principium identatis-nya.

Pancasila seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan
keseragaman sistematkanya melalui Intruksi Presiden No. 12 Tahun 1968 itu tersusun
secara hirarkis-piramidal. “Setiap sila (dasar/azaz) memiliki hubungan yang salng
mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-
pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenaran pada sila lainnya adalah
tindakan yang sia-sia” .

oleh karena itu, pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan
utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisah-misahkan sila-sila dalam
kesatuan yang utuh dari pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan
eksistensinya sebaga dasar negara.

https://www.gurupendidikan.co.id/pancasila-sebagai-dasar-negara/

5. Kedudukan Pancasila Dalam Negara Indonesia

1. Sebagai dasar negara, berarti pancasila digunakan untuk mengatur kehidupan


negara. Pancasila sebagai dasar negara dapat kita simpulkan dari pembukaan
UUD 1945 alenia 4 yang mengatakan "maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia". Selain itu, dalam Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998
sebagai pencabutan Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4 mengatakan
bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD 1945 adalah
Dasar Negara NKRI yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam
kehidupan bernegara. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum
yang berlaku di negara kita dan digunakan untuk mengatur penyelenggaraan
negara. Untuk menghindari terulangnya berbagai tindakan penyimpangan dari
Pancasila dan UUD 1945 maka Pancasila digunakan sebagai asas (dasar)
kenegaraan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Tap MPR No.
XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan Tap MPR No. II/MPR/1978. Pancasila
merupakan asas untuk berorganisasi dalam masyarakat Indonesia yang ber-
Bhineka Tunggal Ika.

2. Sebagai pandangan hidup, yang dapat mempersatukan kita, serta memberi


petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam
masyarakat kita yang beraneka ragam.

3. Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa, berarti Pancasila memberi corak yang
khas bagi bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan
bangsa lain. Nilai-nilai Pancasila mungkin saja dimiliki oleh bangsa-bangsa di
dunia ini, tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

4. Sebagai tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yaitu suatu
masyarakat adil dan makmur, merata materil, dan spiritual.
Kedudukan Pancasila dalam Negara Indonesia
5. Sebagai perjanjian luhur rakyat Indonesia, berarti Pancasila disetujui akil
rakyat menjelang dan sesudah proklamasi. Disetujui karena digali dari nilai
luhur budaya bangsa yang sesuai kepribadian bangsa dan lebih teruji
kebenarannya.

6. Sebagai sumber dari segala sumber hukum, artinya Pancasila menjadi sumber
segala peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia atau segala peraturan
perundangan yang berlaku di negara kita, tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila. Pancasila sumber segala sumber diatur dalam Tap MPRS No.
XX/MPRS/1966 jo ketetapan MPR No. V/MPR/1973 jo ketetapan MPR No.
IX/MPR/1978 maka seiring adanya reformasi Tap MPR tersebut di atas dicabut
dengan ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata
Urutan Peraturan Perundang-Undangan dalam Tap MPR No. III/MPR/2000
dinyatakan:
a). Pancasila sebagai filsafat bangsa adalah Pancasila diterima oleh
semua golongan masyarakat Indonesia sehingga dapat mempersatukan
berbagai paham dan golongan dari keanekaragaman bangsa Indonesia. Oleh
karena itu, Pancasila mengikat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
b). Pancasila sebagai ideologi nasional adalah keseluruhan pandangan
sila-sila keyakinan dan nilai bangsa Indonesia yang perlu diwujudkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
https://zuwaily.blogspot.com/2013/03/kedudukan-pancasila-dalam-negara.html
B. RADIKALISME

1. Pengertian radikalisme

Sebenarnya, apa arti radikalisme? Menurut para ahli, Pengertian Radikalisme adalah


suatu ideologi (ide atau gagasan) dan paham yang ingin melakukan perubahan pada
sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan/ ekstrim.

Inti dari tindakan radikalisme adalah sikap dan tindakan seseorang atau kelompok
tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang
diinginkan. Kelompok radikal umumnya menginginkan perubahan tersebut dalam
tempo singkat dan secara drastis serta bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku.

Radikalisme sering dikaitkan dengan terorisme karena kelompok radikal dapat


melakukan cara apapun agar keinginannya tercapai, termasuk meneror pihak yang
tidak sepaham dengan mereka. Walaupun banyak yang mengaitkan radikalisme
dengan Agama tertentu, pada dasarnya radikalisme adalah masalah politik dan bukan
ajaran Agama.

2. Sejarah Radikalisme

Pada dasarnya radikalisme sudah ada sejak jaman dahulu karena sudah ada di dalam
diri manusia. Namun, istilah “Radikal” dikenal pertamakali setelah Charles James Fox
memaparkan tentang paham tersebut pada tahun 1797.

Saat itu, Charles James Fox menyerukan “Reformasi Radikal” dalam sistem


pemerintahan di Britania Raya (Inggris). Reformasi tersebut dipakai untuk
menjelaskan pergerakan yang mendukung revolusi parlemen di negara tersebut. Pada
akhirnya ideologi radikalisme tersebut mulai berkembang dan kemudian berbaur
dengan ideologi liberalisme

Seperti yang disebutkan pada pengertian radikalisme di atas, radikalisme seringkali


dikaitkan dengan agama tertentu, khususnya Islam. Hal ini dapat kita lihat dari adanya
kelompok ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) yang melakukan teror terhadap
beberapa negara di dunia dengan membawa/ menyebutkan simbol-simbol agama
Islam dalam setiap aksi teror mereka.

Tindakan ISIS dan dukungan dari sebagian kecil umat Islam terhadap ISIS pada
akhirnya membuat sebagian masyarakat dunia menganggap ISIS merupakan
gambaran dari ajaran Islam. Namun, tentu saja hal tersebut tidak benar adanya karena
sebagian besar umat Islam justru mengutuk tindakan keji yang dilakukan oleh ISIS.

3. Ciri-ciri radikalisme

Radikalisme sangat mudah kita kenali. Hal tersebut karena memang pada umumnya
penganut ideologi ini ingin dikenal/ terkenal dan ingin mendapat dukungan lebih
banyak orang. Itulah sebabnya radikalisme selalu menggunakan cara-cara yang
ekstrim.

Berikut ini adalah ciri-ciri radikalisme:

 Radikalisme adalah tanggapan pada kondisi yang sedang terjadi, tanggapan


tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan
perlawanan dengan keras.
 Melakukan upaya penolakan secara terus-menerus dan menuntut perubahan
drastis yang diinginkan terjadi.
 Orang-orang yang menganut paham radikalisme biasanya memiliki
keyakinan yang kuat terhadap program yang ingin mereka jalankan.
 Penganut radikalisme tidak segan-segan menggunakan cara kekerasan dalam
mewujudkan keinginan mereka.
 Penganut radikalisme memiliki anggapan bahwa semua pihak yang berbeda
pandangan dengannya adalah bersalah.
3. Faktor Penyebab Radikalisme

Mengacu pada pengertian radikalisme di atas, paham ini dapat terjadi karena adanya
beberapa faktor penyebab, diantaranya:

1. Faktor Pemikiran

Radikalisme dapat berkembang karena adanya pemikiran bahwa segala sesuatunya


harus dikembalikan ke agama walaupun dengan cara yang kaku dan menggunakan
kekerasan.

2. Faktor Ekonomi/

Masalah ekonomi juga berperan membuat paham radikalisme muncul di berbagai


negara. Sudah menjadi kodrat manusia untuk bertahan hidup, dan ketika terdesak
karena masalah ekonomi maka manusia dapat melakukan apa saja, termasuk meneror
manusia lainnya.

3. Faktor Politik

Adanya pemikiran sebagian masyarakat bahwa seorang pemimpin negara hanya


berpihak pada pihak tertentu, mengakibatkan munculnya kelompok-kelompok
masyarakat yang terlihat ingin menegakkan keadilan.

Kelompok-kelompok tersebut bisa dari kelompok sosial, agama, maupun politik. Alih-
alih menegakkan keadilan, kelompok-kelompok ini seringkali justru memperparah
keadaan.

4. Faktor Sosial

Masih erat hubungannya dengan faktor ekonomi. Sebagian masyarakat kelas ekonomi
lemah umumnya berpikiran sempit sehingga mudah percaya kepada tokoh-tokoh yang
radikal karena dianggap dapat membawa perubahan drastis pada hidup mereka.
5. Faktor Psikologis

Peristiwa pahit dalam hidup seseorang juga dapat menjadi faktor penyebab
radikalisme. Masalah ekonomi, masalah keluarga, masalah percintaan, rasa benci dan
dendam, semua ini berpotensi membuat seseorang menjadi radikalis.

6. Faktor Pendidikan

Pendidikan yang salah merupakan faktor penyebab munculnya radikalis di berbagai


tempat, khususnya pendidikan agama. Tenaga pendidik yang memberikan ajaran
dengan cara yang salah dapat menimbulkan radikalisme di dalam diri seseorang.

Kelebihan dan Kekurangan Radikalisme

Jangan salah paham, sejak awal artikel ini menyebutkan bahwa radikalisme
merupakan paham yang salah dan banyak menganggapnya sesat. Namun, di dalam
radikalisme juga terdapat kelebihan.

1. Kelebihan

 Penganut radikalisme punya tujuan yang jelas dan sangat yakin dengan
tujuan tersebut.
 Penganut radikalisme memiliki kesetiaan dan semangat juang yang sangat
besar dalam mewujudkan tujuannya.

2. Kekurangan

 Penganut radikalisme tidak dapat melihat kenyataan yang sebenarnya karena


beranggapan bahwa semua yang berseberangan pendapat adalah salah.
 Umumnya memakai cara kekerasan dan cara negatif lainnya dalam upaya
mewujudknya tujuannya.
 Penganut radikalisme menganggap semua pihak yang berbeda pandangan
dengannya adalah musuh yang harus disingkirkan.
 Penganut radikalisme tidak perduli dengan HAM (Hak Asasi Manusia).
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-radikalisme.html
4. Radikalisme di Indonesia
Dalam kamus bahasa inggris, kata radical diartikan sebegai ekstrem atau
bergaris keras. Radikalisme berarti satu paham aliran yang menghendaki perubahan
secara drastis atau fundamental reform. Inti dari radikalisme adalah paham radikal
yang menghendaki perubahan dengan kecenderungan menggunakan kekerasan.
Paham ini sebenarnya paham politik yang menghendaki kekerasa. Paham ini
sebenarnya paham politik yang menghendaki perubahan yang ekstrem, sesuai dengan
pengejwantahan ideologi yang mereka anut.

Istilah radikalisme tidak jarang dimaknai berbeda di antara kelompook kepentingan.


Dalam lingkup kelompok keagamaan, radikalisme merupakan gerakan-gerakan
keagamaan yang berusaha merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada
dengan menggunakan jalan kekerasan.

Radikalisme agama bertolak dari gerakan politik yang mendasar diri pada suatu
doktrin keagamaan yang paling fundamental secara penuh dan literal bebsa dari
kompromi, penjinakan, dan reinterprestasi (penafsiran).

Berdasarkan telaah arti radikalisme tersebut, radikalisme sesunggguhnya merupakan


konsep yangg netral dan tidak bersifat peyoratif (melecehkan). Karena perubahan
bersifat radikal bisa dicapai melalui cara damai dan persuasif, tetapi bisa juga dengan
kekerasan.

Radikalisme pada dasarnya mempunyai makna netral bahkan dalam studi filsafat jika
seseorang mencari kebenaran harus sampai pada akarnya. Namun ketika radikalisme
dibawa kewilayah terorisme, maka radikalisme memiliki konotasi negatif.
Radikalisme memiliki makna militansi yang dikaitkan dengan kekerasan yang
kemudian dianggap amti sosial.

Tampaklah, makna radikalisme tidak tunggal, tapi bergantung pada konteksnya.


Dalam konteks terorisme, makan radikalisme jelas merupakan kekerasan. Namun
dalam konteks pemikiran atau gagasan, radikalisme bukan merupakan kekerasan,
sehingga tidak menjadi persoalan sejauh tindak diikuti oleh tindakan kekerasan.
Kenyataan adanya radikalisme keagamaan sebenarnya merupakan fenomena yang
biasa terjadi didalam agama apapun. Radikalisme sangat berkaitan dengan
fundamentalisme yang ditandai oleh kembalinya masyarakat kepada dasar-dasar
agama. Fundamentalisme akan diiringi oleh radikalisme dan kekerasan ketika
kebebasan untuk kembali keagama dihalangi oleh situaisi sosial-poitik yang
mengililingi masyarakat. Fenomena ini dapat menumbuhkan konflik terbuka atau
bahkan kekerasan antara dua kelompok yang berhadapan.

Bila dicermati secara mendalam, akar penyebab munculnya radikalisme berpangkal


pada ideologi. Walaupun memang faktor ideologi ini tidak berdiri sendiri, ia
bersahutan dengan faktor pemicu yang multi variabel. Terdapat rumusan bahwa jika
ideologi tidak bertemu dengan faktor pemicu (trigger) yang serba kompleks ini, maka
niscaya aksi terorisme akan sulit untuk terjadi. Artinya, radikalisme muncul dengan
berbagai penyebab. Keterblakangan pendidikan, perubahan politik, kemiskinan atau
rendah peradaban budaya dan sosial seseorang akan memicu radikalisme yang bisa
berujung pada terorisme.
C. Penanggulangan Radikalisme

1. Deradikalisasi

Deradikalisasi berasal dari kata “radikal” dengan yang berarti mengurangi atau
mereduksi dan kata “isasi”, di belakang kata radikal berarti proses, cara atau
perbuatan. Jadilah deradikalisasi adalah suatu upaya mereduksi kegiatan-kegiatan
radikal dan menetralisasi paham radikal bagi mereka yang terlibat teroris dan:
imbuhan “de” simpatisannya serta anggota masyarakat yang telah terekspose paham-
paham radikal teroris. Tujuan umum deradikalisası adalah untuk membuat para
teroris atau kelompok yang melakukan kekerasan bersedia meninggalkan atau
melepaskan diri mereka dari aksi dan kegiatan terorisme. Secara khusus, tujuan
deradıkalisası adalah: pertama, membuat para teroris mau meninggalkan aksı
terorisme dan kekerasan. Kedua, kelompok radikal mendukung pemikiran yang
moderat dan toleran. Ketiga, kaum radikalis dan teroris dapat mendukung program-
program nasional dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Deradikalisasi mempunyai makna yang luas, mencakup hal-hal yang bersifat


keyakinan, penanganan hukum, hingga pemasyarakatan sebagai upaya mengubah
“yang radikal” menjadi “tidak radikal”. Oleh karena itu deradikalisasi dapat dipahami
sebagai upaya menetralisasi paham radikal bagi mereka yang terlibat aksi terorisme
dan para simpatisannya, hingga meninggalkan aksi kekerasan. Dari sisi pemahaman
terhadap ajaran Islam, Muhammad Harfin Zuhdi melihat deradikalisasi sebagai upaya
menghapuskan pemahaman yang radikal terhadap ayat- ayat al-Quran dan Hadits,
khususnya ayat atau hadis yang berbicara tentang konsep jihad, perang melawan kaum
kafir, dan seterusnya. Berdasarkan pemaknaan tersebut, maka deradikalisasi bukan
dimaksudkan sebagai upaya untuk menyampaikan “pemahaman baru” tentang Islam,
dan bukan pula pendangkalan akidah. Tetapi sebagai upaya mengembalikan dan
meluruskan kembali pemahaman tentang apa dan bagaimana Islam. Dalam pandangan
International Crisis Group (ICG), deradikalisasi adalah proses meyakinkan kelompok
radikal untuk meninggalkan penggunaan kekerasan. Program ini ga bisa berkenaan
dengan proses menciptakan lingkungan yang mencegah tumbuhnya gerakan-gerakan
radikal dengan menanggapi “root causes” (akar-akar penyebab) yang mendorong
tumbuhnya gerakan-gerakan ini. Cara

Darcy M.E. Noricks menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan deradikalisasi,
faktor-faktor apa yang menyebabkan deradikalisasi, dan bagaimana proses
deradikalisasi itu dilakukan. Deradikalisasi dapat dipahami baik secara ideologis atau
deradikalisasi sebagai proses yang mengarahkan individu atau kelompok untuk
mengubah perilakunya terkai kekerasan-khususnya mengenai kekerasan terhadap
warga sipil. Hasil dari deradikalisasi ideologis dapat dilihat dari perubahan cara
pandang individu, sedangkan deradikalisasi perilaku menekankan perubahan dalam
aspek tindakan perilaku. Konsep Ada deradikalisasi organisasional yang menjadi
fenomena tingkat kelompok, dan jika proses deradikalisasi berhasil, maka akan
berdampak menjauhkan seluruh anggota kelompok dari tindakan terorisme. Idealnya,
strategi in akan berhasil jika kelompok utama tidak menghasilkan kelompok sempalan
yang lebih radikal.. Sebagai contoh dari deradikalisasi organisasional adalah
kelompok yang pernah dikategorikan sebagai kelompok teroris (Palestine Liberation
Organization dan Africa National Congres Afrika Selatan) dan kelompok milisi
(Kelompok Amal di Lebanon). Renee Garfinkel berpendapat bahwa deradikalisasi
memiliki kesamaan dengan pengalaman spiritual, serupa dengan konversi agama,
seperti yang terjadi dalam proses radikalisasi. Sebaliknya dalam pengalaman
radikalisasi, individu yang mengalami deradikalisasi tidak mengadopsi ideologi baru
sebagai fungsi dari partisipasi mereka dalam kelompok yang mendukung. Keputusan
untuk melakukan deradikalisasi biasanva merupakan keputusan individual, yang
kemudian individu rsebut terisolasi dari kelompok sosialnya. Hubungan dengan tokoh
panutan (role model) dilihat sebagai hal yane penting dalam menjauhkan individu dari
cara pandang yang radikal. Satu kesamaan proses deradikalisasi dengan proses
radikalisasi adalah pengalaman traumatik: individu sebelum mengambil keputusan
untuk melakukan pemisahan. Trauma bertindak sebagai peristiwa yang memicu
transformasi keyakinan individu. Tore Bjorgo membedakan antara faktor penarik dan
faktor pendorong yang mempengaruhi keputusan individu untuk meninggalkan
kelompok radikal. Faktor pendorong merupakan elemen yang negatifatau kekuatan
sosial yang membuatnya tidak menarik untuk melanjutkan keanggotaan di organisasi
tertentu. Faktor-faktor ini juga pidana, penolakan dari keluarga atau atau tindakan
kekerasan dari kelompok- termasuk tuntutan masyarakat kelompok oposisi.

Faktor penarik adalah kekuatan peluang atau daya tarik sosial yang membuat individu
mencari alternatif kehidupan lain yang lebih menjanjikan. Hal ini “keinginan individu
untuk hidup secara bebas dalam kehidupan yang normal”, pekerjaan baru atau
pendidikan yang bisa terganggu jika keanggotaan individu dalam kelompok terorisme
diketahui publik,: untuk membentuk keluarga dan mengambil peranan dan tanggung
jawab sebagai orangtua dan pasangan hidup sebagai salah satu motif terkuat untuk
meninggalk kelompok militan. Salah satu alasan paling umum untuk tetap bertahan di
dalam kelompok adalah ketika individu tidak memili tempat lainnya untuk pergi,
dikarenakan hubungan atau relasi yang dimiliki sebelumnya telah dilepaskan ketika
bergabung dengan kelompok dan menjadikan relasi dalam kelompok sebagai sesuatu
yang paling penting. Sang pengkhianat akan “berisiko untuk berakhir di ruang hampa
sosial”, terisolasi, sendirian, dan kesepian. Di sisi lain, alasan paling umum untuk
meninggallkan kelompok adalah pengalaman pribadi terkena tindakan kekerasan oleh
anggota kelompok lainnya. Waktu sesaat setelah terjadi konfrontasi kekerasan antara
kelompok adalah saat yang paling tepat untuk melakukan intervensi.

Namun, intervensi ini harus dilakukan sebelum kelompok dapat membingkai ulang
konfrontasi kekerasan sebagai sesuatu yang meningkatkan solidaritas. Pengalaman ini
mungkin serupa dengan dengan konsep “trauma” y didapatkan melalui proses
wawancara yang dilakukan Sura oleh Garfinkel. Deradikalisasi sebagai proses less
radical ini meliputi tingkah laku dan pandangan orang tersebut. Berkaitan dengan
tingkah laku ditandai dengan terhentinya aktivitas- krivitas radikal dan tidak ada lagi
komentar yang bersifat radikal. Sementara berkaitan dengan pandangan, hal ini
meliputi meningkatnya kepercayaan pada sistem, keinginan untuk menjadi bagian dari
masyarakat lagi, dan penolakan pada cara-cara yang tidak demokratis. Dengan
demikian, program deradikalisasi mengarah pada perubahan kognitif seseorang. Hal
ini sering dilakukan dengan membuat pengalaman traumatis seseorang, yang
dilakukan dengan menantang pandangan seseorang yang dianggap memiliki
pandangan radikal, sehingga kemudian dapat menimbulkan munculnya keadaan jiwa
pasca trauma (post-traumatic growth). Pada saat inilah, pemikiran kognitifnya terbuka,
sehingga orang tersebut dapat menyerap pandangan baru. Secara aplikatif, hal ini
dapat dilakukan oleh masyarakat danpenegak hukum untuk berhubungan dengan
individu tersebut dan meyakinkan bahwa jalan mereka yang dulu dipilih adalah salah.
Pentingnya solidaritas dan komposisi organisasional yang khusus dari kelompok yang
disarankan oleh Klein diangka oleh Abuza dalam diskusi mengenai Jamaah Islamiyah
(JD) Abuza mencatat bahwa kelompok ini adalah kelompok dengan tingkat
keterkaitan dan kesolidan yang sangat tinggi dengan persahabatan dan ikatan
kekerabatan yane diperkuat melalui jalinan pernikahan yang strategis. La menyatakan
bahwa tingkat keterkaitan yang tinggi antar anggota kemungkinan dapat
mempengaruhi tingkat dan proses rehabilitasi. La mencatat bahwa ikatan soliditas
antar anggota JI tetap erat bahkan setelah kehilangan pemimpin mereka dan
perubahan struktur organisasi menyusul serangkaian penangkapan besar-besaran
terhadap anggotanya. Dalam tatapan ICG, isu deradikalisasi di Indonesia memiliki
kaitan yang erat dengan isu reformasi penjara. In bukan hanya dikarenakan kasus
korupsi dalam sistem penjara yang memperkuat pandangan tentang pemerintahan
yang tidak islami, tetapi juga karena solidaritas jihad diperkuat oleh kebutuhan untuk
bersatu dalam rangka perlindunga melawan geng penjara yang berbahaya.

Program deradikalisasi ada di Arab Saudi dan Singapura, menekankan yang ada cukup
serupa dengan keterlibatan mantan militan Jemaah Islamiyah, yang telah
meninggalkan tindakan radikalisme. Selain komponen ideologis, program
deradikalisasi di Indonesia juga menekankan pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga
para tahanan. ICG mencatat terdapat sekitar 20 orang mantan anggota JI dan beberapa
organisasi jihad lainnya ah bersepakat untuk bekerja sama dengan kepolisian
Indonesia dalam proses deradikalisasi. Dari beberapa pemikiran tentang makna
deradikalisasi tersebut, terlihat bahwa deradikalisasi bertitik tolak dari konsep
radikalisme yang menyimpang, sehingga dengan deradikalisasi mereka yang
berpandangan dan melakukan tindakan radikal dapat diubah atau diluruskan untuk
menjadi tidak radikal. Dalam konteks deradikalisasi terhadap mereka yang terlibat
aksi terorisme, di dalamnya tercakup kegiatan penegakan hukum, reedukasi,
rehabilitasi, dan resosialisasi yang senantiasa mengacu pada prinsip-prinsip supremasi
nukum, hak asasi manusia (HAM), kesetaraan serta pembinaan dan pemberdayaan.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan agama, psikologis, politik, sosial-
budaya, ekonomi, hukum, dan tehnologi.

Artinya, deradikalisasi memerlukan pendekatan yang interdisipliner bagi mereka yang


dipengaruhia paham radikal dan prokekerasan. Program deradikalisasi di sini
melibatkan semua pihak: napi, mantan individu militan radikal yang pernah terlibat,
keluarga, atau terekspose napi, simpatisannya, dan masyarakat umum. Dimensi
radikalisme di Indonesia tidak hanya terkait dengan terorisme, melainkan aktivitas-
aktivitas kekerasan lain seperti vandalisme dan sikap-sikap tidak toleran, misalnva
terlibat dalam konflik agama. Faktor budaya merupakan aspek penting dalam program
deradikalisasi. Artinya, program deradikalisasi yang dilakukan suatu negara tidak bisa
begitu saja diterapkan di negara lain, bahkan meskipun negara tersebut terletak dalam
kawasan yang sama. Oleh sebab itu, deradikalisasi di Indonesia juga mencakup
berbagai program untuk melawan pemikiran dan tindakan yang mendukung
kekerasan, intoleransi, dan penentangan terhadap NKRI.

Model dan Praktik Deradikalisasi

Sejumlah negara yang peduli terhadap isu terorisme telah melancarkan program
deradikalisasi sebagai bentuk perlawanan terhadap terorisme. Ada beberapa model
deradikalisasi yang pernah dijalankan oleh beberapa negara yang menarik untuk
dicermati

Model Deradikalisasi di Indonesia Desain

deradikalisasi di Indonesia memiliki enam pendekatan, yaitu rehabilitasi, reedukasi,


resosialisasi, pembinaan wawasan kebangsaan, pembinaan keagamaan moderat, dan
kewirausahaan. Rehabilitasi memiliki dua makna, yaitu pembinaan kemandirian dan
pembinaan kepribadian. Pembinaan kemandirian adalah melatih dan membina para
mantan napi mempersiapkan keterampilan dan keahlian, gunanya adalah agar setelah
mereka keluar dari lembaga pemasyarakatan, mereka sudah memiliki keahlian dan
bisa membuka lapangan pekerjaan.
Sedangkan pembinaan kepribadian adalah melakukan pendekatan dengan berdialog
kepada para napi teroris agar mindset mereka bisa diluruskan serta memiliki
pemahaman yang komprehensif berbeda dengan mereka. Proses rehabilitasi dilakukan
bekerja sama dengan berbagai pihak seperti polisi, lembaga pemasyarakatan,
Kementerian Agama, Kemenkokesra, ormas, dan lain sebagainya. Diharapkan
program ini akan memberikan bekal bagi mereka dalam menjalani kehidupan setelah
keluar dari lembaga pemasyarakatan. Serta dapat menerima pihak yang Adapun
reedukasi adalah penangkalan dengan mengajarkan pencerahan kepada masyarakat
tentang paham radikal, sehingga tidak terjadi pembiaran berkembangnya paham
tersebut. Sedangkan bagi narapidana terorisme, reedukasi dilakukan dengan
memberikan pencerahan terkait dengan doktrin-doktrin menyimpang yang
mengajarkan kekerasan sehingga mereka sadar bahwa melakukan kekerasan seperti
bom bunuh diri bukanlah jihad melainkan identik dengan aksi terorisme. Untuk
memudahkan mantan narapidana dan narapidana teroris kembali dan berbaur ke
tengah masyarakat, BNPT juga mendesain mereka dalam bersosialisasi dan menyatu
kembali dengan masyarakat.

Deradikalisasi juga dilakukan melalui jalur pendidikan dengan melibatkan perguruan


tinggi, melalui serangkaian kegiatan seperti publik lecture, workshop, dan lainnya
Mahasiswa diajak untuk berfikir kritis dan memperkuat nasionalisme sehingga tidak
mudah menerima doktrin destruktif. Yang Pembinaan wawasan kebangsaan adalah
memoderasi paham kekerasan dengan memberikan pemahaman nasionalisme
kenegaraan, dan kebangsaan Indonesia. Pembinaan keagamaan adalah rangkaian
kegiatan bimbingan keagamaan kepada mereka agar memiliki pemahaman keagamaan
yang inklusif, damai, dan toleran. Pembinaan keagamaan mengacu pada moderasi
ideologi, yaitu dengan melakukan perubahan orientasi ideologi radikal dan kekerasan
kepada orientasi ideologi yang inklusif, damai, dan toleran. Moderasi ideologi
dilakukan melalui dialog dan pendekatan persuasif dengan mengembangkan metode
dan pendekatan sesuai tingkat keradikalannya. Moderasi ideologi dapat dilakukan
dengan berbagai cara di antaranya kontraideologi, yaitu upaya diskusi ataupun dialog
untuk mengubah cara pandang dan keyakinan atas ideolog! Radikal yang dianutnya.
Selain itu, moderasi juga dapat dilakukan melalui kontranarasi, yaitu menyampaikan
ajaran agama secara intensif melalui berbagai sarana dan sumber yang menekankan
pesan keagamaan inklusif. Damai, dan toleran. Pelibatan tokoh agama, tokoh
masyarakat, psikolog, konselor, pelatih bina usaha, dan lainnya dalam proses
pembinaan ini adalah satu hal secara terpadu dan terencana. Pembinaan tersebut dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan sesuai dengan kondisi tersangka teroris,
keluarganya, dan jaringan yang harus dilakukan terindikasi radikal. Pendekatan
kewirausahaan dengan memberikan pelatihan dan modal usaha agar dapat mandiri dan
tidak mengembangkan paham kekerasan. Kewirausahaan memiliki peran yang besar
dalam pelaksanaan deradikalisasi. Dunia usaha mampu menciptakan lapangan kerja,
mengurangi pengangguran, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan meningkatkan
produktivitas. Selain itu, dunia usaha juga memiliki peranan penting untuk
menjadikan masyarakat lebih kreatif dan mandiri. Dalam pelaksanaan deradikalisasi,
dunia usaha dapat menjadi mitra untuk membantu dan melatih masyarakat khususnya
napi teroris, mantan napi, dan keluarganya. Selain itu, dunia usaha dapat membantu
dalam penguatan jaringan (networking) dengan kelompok lain untuk mendistribusikan
menjual produk yang dihasilkan.

Dunia usaha juga dapat memberikan penguatan kapasitas sehingga dalam jangka
panjang dapat melipatgandakan usaha produktifnya sekaligus meningkatkan
pendapatan serta keuntungan yang mereka peroleh. Dunia usaha dapat berperan dalam
pembangunan kepercayaan (trust building) sehingga merasa lebih dihargai dan diberi
kesempatan secara aktif untuk keluar dari permasalahan ekonomi. Dibandingkan
dengan model deradikalisasi terhadap narapidana terorisme yang ada di beberapa
negara, model deradikalisasi di Indonesia telah memiliki pendekatan yane
komprehensif. Demikian pula dari sisi kelembagaan yang menangani deradikalisasi, di
Indonesia telah dibentuk BNPT sebagai lembaga yang secara khusus merancang dan
mengkoordinasikan kegiatan Meski demikian, harus diakui, implementasi
deradikalisasi terhadap narapidana terorisme di lembaga pemasyarakatan (LP) masih
menghadapi berbagai permasalahan. Hal itu karena, secara formal, lembaga
pemasyarakatan baru memiliki program pembinaan reguler yang berlaku umum bagi
seluruh narapidana. LP belum mempunyai progran pembinaan yang dikhususkan bagi
narapidana teroris. Deradikalisasi Demikian juga dengan balai pemasyarakatan,
sebagai institusi yang mempunyai fungsi memantau dan memberdayakan mantan
narapidana teroris agar bisa melakukan proses integrasi sosial dalam masyarakat, juga
belum optimal perannya. Peran negara tidak berhenti ketika napi keluar penjara.
Dalam konteks kejahatan terorisme setiap napi haruslah dipantau, tentu melalui kerja
sama dengan pihak yang memiliki kewenangan sehingga tidak mengurangi rasa
sebagai warga negara. Integrasi kebijakan di lingkup internal pemerintahan adalah
kebutuhan, bagaimana masing- aman masing kementerian memiliki beban untuk
menelurkan program kementerian dalam upaya deradikalisasi. Sejalan dengan hal
tersebut, dari penelitian yang dilakukan oleh Institute For International Peace Building
di 13 LP yang membina narapidana terorisme menunjukkan bahwa telah ada upaya
mengarah pada deradikalisasi (pembinaan) terhadap narapidana terorisme, namun
belum menjadi program yang standar, sistematis, dan menyeluruh di LP di Indonesia.
Oleh karena itu, hal ini dipandang belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Justru
yang terjadi sebagian narapidana melakukan kontraderadikalisasi, sehingga LP
menjadi school of radicalism. Selain itu juga melahirkan residivisme.
2. Makna kebinekaan dalam pancasila

Maka dalam pengertian inilah Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia dan
sekaligus sebagai Asas Persatuan dan Kesatuan bangsa Indonesia. Dengan demikian
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara, secara objektif diangkat dari pandangan hidup
yang sekaligus juga sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia yang telah ada dalam
sejarah bangsa sendiri.  

Namun, banyak sekali yang melupakan atau tidak merevitalisasi nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak muncul pertanyaan di kalangan
masyarakat sekarang adalah bukankah Pancasila digali lansung dari rakyat Indonesia,
bukankah Pancasila adalah cerminan jati diri bangsa Indonesia ?

Lalu jika demikian, mengapa tindakan serta perilaku rakyat maupun para penguasa
negeri saat ini jauh dari nilai-nilai Pancasila ? 

Ada berbagai fenomena yang menjadi penyebab mulai lunturnya nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga perilaku penyimpangan terhadap nilai
pancasila kerap kali terjadi. Beberapa hal yang menjadi penyebab lunturnya nilai
pancasila menurunnya sosialisasi nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat, pendidikan
mengenai pengamalan nilai-nilai pancasila yang kurang dalam masyarakat, sikap
apatisme, serta berkembangnya hedonisme dan materalisme.

Tentu kita harus resapin makna tersirat dalam sila pertama sampai sila kelima dalam
pancasila. Dengan memaknai nilai-nilai luhur pancasila, maka kita sebagai rakyat
Indonesia akan selalu berdiri tegak mempertahankan fondasi kokoh dan pilar-pilar
negara Indonesia.

Dalam sila pertama mengandung makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara
makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ialah
manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan
selainNya adalah terbatas.
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga
negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.

Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, anti agama. Artinya apa tidak ada satupun yang boleh menistakan nilai-
nilai keagamaan dan ketuhanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya
diwujudkan dan dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh
doleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama
masing-masing, agar terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan
beragama.

Sila kedua adalah mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan
kewajiban antara sesama manusia. Saling mencintai sesama manusia,
Mengembangkan sikap tenggang rasa, Tidak semena-mena terhadap orang lain,
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan,
Berani membela kebenaran dan keadilan, Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai
bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan dengan itu harus mengembangkan
sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Sila ketiga mempunyai tujuan menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Rela berkorban demi bangsa dan negara, Cinta akan Tanah Air,
Berbangga sebagai bagian dari Indonesia, Memajukan pergaulan demi persatuan dan
kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

Dalam bingkai kebhinekaan persatuan merupakan harga mati bagi Indonesia tidak ada
satupun yang boleh memecah belah NKRI dengan alasan dan cara apapun.

Sila keempat mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat, tidak memaksakan


kehendak kepada orang lain, mengutamakan budaya rembuk atau musyawarah dalam
mengambil keputusan bersama, bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata
mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan.

Semua rakyat Indonesia harus menjunjung tinggi suara rakyat tanpa ada
pembungkaman dengan menutup ruang-ruang demokrasi. Tentu hal ini harus
mempunyai komitmen yang kuat bagi para penyelenggara NKRI maupun rakyat
Indonesia untuk sedikit dengan sedikit menunju kondisi ideal seperti yang disajikan
dalam prinsip-prinsip yang ada pada sila-sila di Pancasila agar mimpi atau impian para
pejuang kemerdekaan untuk membentuk suatu masyarakat Indonesia yang adil,
makmur, dan sejahtera bisa terwujud.

Terakhir sila kelima mempunyai tujuan bersikap adil terhadap sesama, menghormati
hak-hak orang lain, menolong sesama, menghargai orang lain, melakukan pekerjaan
yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama. 

Semua masyarakat harus menjunjung tinggi supremasi hukum yang bersifat adil dan
tidak pandang bulu untuk mencapai kesejahteraan rakyat dengan adil dan merata.

Sebagai ideologi bangsa, nilai-nilai dan cita-cita bangsa yang terkandung dalam
Pancasila tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan
rohani moral dan budaya masyarakat Indonesia sendiri, dan bukan keyakinan
ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dan konsensus dari
masyarakat. Oleh karena itu Pancasila merupakan ideologi terbuka, karena digali dan
ditemukan dalam masyarakat itu sendiri dan tidak diciptakan oleh Negara. Dan
Pancasila adalah milik seluruh rakyat Indonesia, karena masyarakat Indonesia
menemukan kepribadiannya di dalam Pancasila itu sendiri sebagai ideologinya.

Bangsa ini, mestinya bangga memiliki Pancasila. Pancasila  harus jadi pedoman dalam
mengelola negara. Karena itu, pembentukan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan dan diilhami oleh nilai-nilai Pancasila, bukanlah asal mengadopsi nilai
demokrasi semata. Pancasila adalah alat ukur dan pedoman yang memberi arah
pembangunan demokrasi Indonesia, bukan sebaliknya. Demokrasi yang hendak
dibangun adalah demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, demi
Kemanusian Yang Adil dan Beradab, bertujuan memperkokoh Persatuan Indonesia,
didasarkan pada  Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan, serta untuk sebuah cita-cita, Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.

http://www.unmul.ac.id/post/memaknai-kebhinekaan-dalam-bingkai-pancasila-1496388563.html

3. Peran Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Dalam Mencegah


Radikalisme
Pancasila merupakan pegangan hidup Bangsa Indonesia. Kini nilai-nilai yang terkandung
dalamPancasila mulai terkikis seiring pesatnya perkembangan teknologi dan kuatnya arus Informasi
di EraGlobalisasi saat ini. Padahahal seharusnya jika nilai-nilai Pancasila ini diserap
baik oleh Bangsa Indonesiamaka tidak perlu takut terhadap faham-faham radikalisme,
sebab Pancasila mengandung nilai-nilai luhuryang bersifat fleksibel terhadap
perkembangan zaman namun tetap memiliki cirinya sendiri.Idiologi Pancasila sebenarnya
dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, hanya sajanilai-nilai yang terkandung
didalamnya tidak dijiwai oleh bangsanya sendiri. Sehingga paham
radikalisme bisa dengan mudahnya menembus pemikiran bangsa ini. Padahal Pancasil
a sebagai idiologi bangsa inisangatlah penting dipahami dan dijiwai. Sebab nilai-nilai
yang terkandung didalamnya memiliki tujuan yangmulia dan dapat membawa bangsa ini
kedalam peradaban yang baik.Pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa depan negeri
ini bertumpu pada kualitasmereka. Namun ironisnya, kini tak sedikit kaum muda yang
justru menjadi pelaku terorisme. Serangkaianaksiterorisme mulai dari Bom Bali-1,
Bom Gereja Kepunton, bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton,hingga aksi
penembakan Pos Polisi Singosaren di Solo dan Bom di Beji dan Tambora,
melibatkan pemuda. Sebut saja, Dani Dwi Permana, salah satu pelaku Bom di JW
Marriot dan Hotel Ritz-Carlton, yangsaat itu berusia 18 tahun dan baru lulus SMA.

Rentannya pemuda terhadap aksi kekerasan dan radikalisme patut menjadi keprihatinan
kita bersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam hal ter
sebut, mulai darikemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang damai, gencarnya
infiltrasi kelompok radikal, lemahnyasemangat kebangsaan, kurangnya pendidikan
kewarganegaraan, kurangnya keteladanan, dan tergerusnyanilai kearifan lokal oleh arus
modernitas negatif.Untuk membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme
dan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan
upaya pencegahan melalui kontra-radikalisasi(penangkalan ideologi). Hal ini
dilakukan dengan membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme(FKPT) di
daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi ormas,
Training of Trainer 
 (ToT) bagi sivitasakademika perguruan tinggi, serta sosialiasi kontra radikal
terorisme siswa SMA di empat provinsi. Ada beberapa hal yang patut dikedepankan
dalam pencegahan terorisme di kalangan pemuda :

1. Pertama, memperkuat pendidikan kewarganegaraan (civic education) dengan menanamkan


pemahamanyang mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945,
NKRI, dan BhinekaTunggal Ika. Melalui pendidikan kewarganegaraan, para
pemuda didorong untuk menjunjung tinggi danmenginternalisasikan nilai-nilai
luhur yang sejalan dengan kearifan lokal seperti toleransi antar-umat beragama,
kebebasan yang bertanggung jawab, gotong royong, kejujuran, dan cintatanah
air serta kepedulian antar-warga masyarakat.
2. Kedua, mengarahkan para pemuda pada beragam aktivitas yang berkualitas
baik di bidang akademis,sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga.3.
3. Ketiga, memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga pemuda tidak
mudah terjebak pada arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran guru agama
di lingkungan sekolah dan para pemukaagama di masyarakat sangat penting.4.
4. Keempat, memberikan keteladanan kepada pemuda. Sebab, tanpa adanya keteladanan dari
para penyelenggara negara, tokoh agama, serta tokoh masyarakat, maka
upaya yang dilakukan akan sia-sia.Pancasila diakui negara sebagai falsafah
hidup, cita-cita moral, dan ideologi bagi
kehidupan berbangsa. Pancasila diyakini mampu menyaring berbagai pengaruh 
ideologi yang masuk ke Indonesiasebagai konsekwensi logis dari sebuah masyarakat
dan bangsa yang majemuk (bhinneka). Bangsa Indonesiatidak menafikan kehadiran
budaya luar maupun ideologi luar, tapi melalui Pancasila negara dapat
memilah pengaruh mana yang dapat diterima atau tidak. Negara juga mampu
menyesuaikan pengaruh luar tersebutdengan konteks budaya Indonesia ataupun
menolak karena tidak sesuai dengan falsafah, cita-cita, moral, danideologi nasional.
Selain itu Pancasila turut berfungsi sebagai falsafah hidup bangsa yang konsep dan
visinya dapat dijabarkan ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Terdapat lima sila
yang secara komprehensifmenjabarkan arti kehidupan bernegara yang dapat dijadikan landasan
melawan ancaman ideologi radikal.1.
1. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha EsaSila ini mengandung makna toleransi,
kemajemukan dan moderat yang seimbang. Ideologifundamentalis radikal
bertentangan dengan Pancasila karena ia memaksakan kehendak dengan
menolakmemberikan ruang kepada penafsiran yang berbeda.
2. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan BeradabSila ini mengandung makna
pengakuan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak sipil, politik,ekonomi, dan
hak sosial budaya. Dengan demikian, pemaksaan kehendak oleh kelompok radikal
secarahakiki bertentangan dengan Pancasila karena jelas melanggar HAM yang menjadi
landasan dalamkehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Sila Ketiga, Persatuan IndonesiaSila ini mengandung makna bahwa Indonesia adalah
negara yang dibentuk berdasarkan asaskebangsaan, bukan atas dasar agama, suku,
atau ras tertentu. Kelompok fundamentalis radikal yangingin mengubah dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia dari negara kebangsaan menjadi negaradengan
agama tertentu. Hal ini tentunya jelas bertentangan dengan landasan ideologi
nasionalPancasila.
4. Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
PermusyawaratanPerwakilanSila ini mengandung arti bahwa sistem kemasyarakatan dan
kenegaraan di Indonesia
harus berlandaskan pada prinsip demokrasi dan kedaulatan berada di tangan ra
kyat. Bagi kelompokfundamentalis radikal bahwa demokrasi adalah haram. Pada
umumnya ideologi agama radikal menolakkedaulatan rakyat dan hanya mengakui
kedaulatan Tuhan yang dilaksanakan melalui sistem teokrasi.
5. Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat IndonesiaSila ini mengandung
makna bahwa kesejahteraan menjadi hak warga negara RI. Kelompokfundamentalis
radikal tidak mengakui adanya hak bagi warga negara untuk memperoleh
kesejahteraan sebagai hak dasar mereka.Indonesia telah menerima Pancasila sebagai dasar negara
yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa dengan melalui proses dan musyawarah yang
panjang. Pancasila menjadi kontrak sosial kita untukhidup di negara Indonesia dan karena
itu dipahami sebagai paham kebangsaan.Menurut Abdurrahman Wahid, penerimaan Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa jugamerupakan bentuk kesadaran akan realitas keberagaman di
Indonesia. Islam di Indonesia bukanlah satu-satunya agama yang ada. Dengan demikian, negara
harus memberikan pelayanan yang adil kepada semuaagama yang diakui. Itu juga berarti
negara harus menjamin pola pergaulan yang serasi dan berimbangantarsesama umat.
Dalam sejarah panjang Indonesia, Pancasila merupakan nilai-nilai dasar kebangsaan
yangdisepakati sebagai pengikat dan perekat bagi persatuan dan kesatuan Indonesia
yang multikultur. Bangsaindonesia juga memiliki pandangan hidup, filsafat hidup, dan
pegangan hidup dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yaitu Pancasila yang dibentuk be
rdasarkan suatu asas kulturalyang dimiliki dan melekat pada diri bangsa Indonesia
sendiri.
https://www.academia.edu/37570672/
PERAN_PANCASILA_SEBAGAI_IDEOLOGI_BANGSA_DALAM_RANGKA_MENCEGAH_RADIKALISME_DI
_INDONESIA
B
D. Radikalisme Di Kampus
1. Paham radikal di kampus
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengeluarkan pernyataan bahwa
kampus-kampus sudah terpapar pada paham radikal. Bagi saya ini sebuah pernyataan
yang mengambang. Radikal dalam pengertian apa? Pemerintah sepertinya tidak
membuat definisi teknis yang tegas soal apa itu paham radikal. Maka agak sulit bagi
kita untuk menebak, apa yang dimaksud BNPT ketika menyebut paham radikal sudah
masuk ke perguruan tinggi negeri.
Adanya paham radikal di kampus juga bukan hal baru. Sejak zaman Orde Baru
kampus-kampus sudah terpapar pada paham-paham radikal. Ada banyak cerita tentang
mahasiswa yang akhirnya berhenti kuliah, untuk bergabung dalam sebuah gerakan
untuk membangun negara Islam. Di berbagai pengajian di kampus mereka bertemu
dengan pemikiran radikal itu.
Lalu, apa itu paham radikal? Bagi saya definisinya bisa dibuat sederhana, yaitu orang
yang dalam beragama menganggap pemeluk agama lain sebagai musuh atau ancaman
bagi dirinya, dan ia menginginkan negara ini diatur berdasarkan ajara agama dia
secara utuh. Itu definisi dasarnya. Setiap orang yang punya pemikiran seperti itu sudah
bisa kita anggap berpaham radikal.
Kenapa didefinisikan begitu? Pangkal berbagai tindakan radikal ada di dua poin tadi,
yaitu menganggap penganut agama lain sebagai musuh, dan ingin menjadikan ajaran
agama sebagai dasar negara. Radikalisme di masa lalu kita kenal dalam wujud
berbagai pemberontakan, seperti DI/TII. Apa yang mereka inginkan? Mendirikan
negara Islam. Mereka melakukan pemberontakan untuk tujuan itu. Berbagai aksi
radikal yang lain yang terjadi sepanjang sejarah Indonesia, termasuk berbagai aksi
selama Orde Baru juga begitu.
Tapi, bukankah tidak semua orang yang berpaham seperti itu melakukan tindak
kekerasan? Betul. Tapi, boleh dibilang itu cuma soal timing. Begitu orang sudah
menganggap penganut agama lain sebagai musuh, ia sebenarnya sudah siap untuk
melakukan kekerasan. Paham itu disertai ajaran bahwa mereka wajib untuk terlibat
dalam qitaal (perang) bila sudah diperintahkan.
Tentu saja ada perbedaan intensitas radikal tersebut. Ada orang radikal yang siap mati
hari ini, saat ini, dan memandang bahwa umat agama lain di sekitarnya layak dibunuh.
Itulah para pelaku teror yang selama ini beraksi di Indonesia. Mereka adalah orang
yang paling tinggi intensitas radikalnya. Di bawah tingkat itu ada orang-orang yang
tidak mau menjadi mujahid secara praktis, tapi mendukung aksi itu. Orang-orang jenis
ini dapat dengan mudah kita temukan di media sosial.
Di tingkat yang lebih bawah ada orang-orang yang tidak mendukung aksi teror itu.
Bagi mereka, aksi teror itu tidak tepat, karena berbagai alasan. Ada yang menganggap
belum saatnya. Ada pula yang menganggapnya tidak strategis dalam konteks
mencapai tujuan yang lebih besar. Meski demikian, kelompok ini tetap harus
dikategorikan sebagai penganut paham radikal, karena pada akhirnya mereka akan
bergerak. Ini hanya soal waktu.
Kelompok-kelompok ini, dengan berbagai intensitas radikalisme tadi, ada di kampus.
Bibitnya sudah ada sejak sebelum kemerdekaan. Banyak orang yang berjuang untuk
merdeka, dengan niat untuk mendirikan negara Islam. Tapi, lebih banyak lagi yang
menginginkan negara kesatuan. Itu tercermin dalam proses pembahasan soal dasar
negara di PPKI. Akhirnya diputuskan untuk membentuk NKRI.
Semangat itu tidak pernah padam. Itu tercermin dalam sidang-sidang Konstituante
yang berjalan alot. Soekarno kemudian menghentikannya dengan Dekrit 5 Juli. Di sisi
lain semangat yang sama menimbulkan sejumlah pemberontakan bersenjata.
Di zaman Orde Baru, Soeharto menekan semua kekuatan politik yang bisa
mengancam stabilitas politik dan keamanan. Dia menyebutnya sebagai dua ekstrem,
yaitu ekstrem kiri (komunis) dan ekstrem kanan (Islam). Keduanya ditekan dengan
keras. Orang-orang dari golongan itu ditangkap dan dikurung tanpa proses pengadilan.
Tindakan Soeharto itu dilakukan dalam semangat menjaga Pancasila sebagai dasar
negara. Tapi, tidak bisa dipungkiri bahwa Soeharto melakukan banyak tindakan untuk
mengamankan kepentingan kekuasaan dia sendiri, atas nama Pancasila. Maka waktu
itu paham anti-Pancasila dianggap terpuji oleh banyak orang. Anti-Pancasila berimpit
dengan anti Soeharto.
Dalam suasana itu paham-paham radikal tadi bersemi, khususnya di kampus-kampus.
Aktivitas politik oleh mahasiswa yang dilarang melalui kebijakan NKK/BKK,
bergeser menjadi pengajian-pengajian dalam jaringan besar, yang dipecah-pecah
dalam kelompok-kelompok kecil. Di masa inilah pemikiran-pemikiran Ikhwanul
Muslimin dan Hizbut Tahrir tumbuh subur. Yang kita saksikan sekarang adalah
kelanjutan dari proses itu.
Definisi yang saya buat soal paham radikal itu adalah definisi di level pemikiran.
Artinya, orang-orang itu punya keinginan untuk mengubah bentuk negara ini, dan
mengganti dasar negara. Mereka tidak otomatis adalah pelaku atau calon pelaku
tindak kekerasan. Tapi, mereka sangat potensial untuk setidaknya membenarkan aksi-
aksi kekerasan.
Nah, pernyataan BNPT tadi ada di tingkat mana, dan untuk konteks apa? Kalau
sekadar menyatakan bahwa kampus sudah terpapar, itu fakta basi. Sudah dari dulu
begitu. Kalau yang dimaksud adalah radikalisme dalam bentuk yang lebih tinggi
intensitasnya, yaitu siap melakukan tindak kekerasan sekarang, maka arah pernyataan
itu tidak ditujukan hanya kepada Kemenristek Dikti, tapi kepada kepolisian.
Meski fakta basi, pemerintah dalam hal ini Kemenristek Dikti memang harus
bertindak. Banyak dosen yang berpaham radikal, dan mengajarkannya kepada
mahasiswa. Apa tindakan yang akan diambil? Belum jelas.
Secara politis ini soal yang jauh lebih pelik. Tindakan anti-radikalisme yang dilakukan
pemerintah dimanfaatkan oleh pihak oposisi untuk membangun dukungan. Mereka
mencitrakan tindakan itu sebagai tindakan anti-Islam. Mereka justru menentang
tindakan pemerintah, dan menyatakan bahwa pemerintah ini harus diganti karena
tindakan-tindakan itu. Oposisi, sebagian memang terdiri dari penganut paham tadi.
Sebagian yang lain hanya berpetualang, mencoba memanfaatkan berbagai peluang,
tanpa peduli pada bahayanya.
https://news.detik.com/kolom/d-4051798/paham-radikal-di-kampus
2. Penanggulangan Radikalisme di Kalangan Mahasiswa

Belakangan ini, kita dapat melihat perkembangan paham radikal yang mencoba untuk
menggantikan Pancasila menjadi Khilafah.[1] Salah satu yang menjadi viral adalah
video sejumlah mahasiswa yang bersumpah untuk tegakkan syariah Islam dalam
naungan Negara Khilafah Islamiyah sebagai solusi tuntas problematika masyarakat
Indonesia.[2] Hal tersebut bukan suatu kebetulan, karena menurut Peneliti Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Anas Saidi, radikalisme telah merambah dunia
mahasiswa melalui proses islamisasi secara tertutup.[3] Riset LIPI tahun 2011 juga
menyebutkan bahwa di lima universitas di Indonesia (UGM, UI, IPB, Unair, dan
Undip) terdapat peningkatan pemahaman konservatif atau fundamentalisme
keagamaan.

Mahasiswa adalah target potensial penyebaran paham radikalisme
Hal di atas semakin menegaskan bahwa kampus sudah menjadi ladang subur
tumbuhnya paham radikalisme dan tentunya hal ini suatu ancaman besar bagi
kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Dalam banyak kasus, bidikan dari
pengusung radikalisme adalah mahasiswa yang “polos”, atau tidak memiliki latar
keagamaan yang kuat. Kepolosan ini yang kemudian dimanfaatkan memberikan
doktrin keagamaan yang monolitik, kaku, dan jauh dari konstektualisasi.[4] Di
samping itu, proses kaderisasi paham radikal juga dilakukan secara tertutup.[5]

Penanggulangan radikalisme
Melihat kondisi di atas, peran dan fungsi organisasi keagamaan di kampus amatlah
penting[6] untuk menetralisir dan mencegah bertumbuhnya paham
radikal. Pertama, diperlukan kerjasama antar organisasi keagamaan di kampus untuk
mengadakan diskusi[7] atau seminar untuk membahas isu-isu terkini terkait hal-hal
yang ingin menggantikan eksistensi Pancasila. Kedua, diperlukan suatu forum kajian
antar organasasi keagamaan[8] yang berkelanjutan sebagai wadah dalam
meregenerasikan dan mengedukasi terutama mahasiswa baru mengenai pentingnya
kebhinekaan dalam menjaga kesatuan dan persatuan bangsa; dan ketiga, diperlukan
pembukaan khotbah yang bertemakan nilai-nilai Pancasila. Hal di atas tidak akan
berjalan apabila kita sebagai Warga Negara Indonesia dan terutama umat Kristen yang
berada di kampus berlaku pasif, antipati, dan hanya fokus mengejar nilai akademik
tanpa memedulikan ancaman yang merongrong Pancasila. Sebagai umat Kristen, kita
harus berani menjalin kerjasama dan persaudaraan dengan umat agama lain dalam
mewujudkan perdamaian.

Selain hal di atas, diperlukan pula peran Pemerintah dalam upaya mempertahankan
Pancasila. Pertama, merestorasi kembali Pancasila khususnya kepada kalangan
terpelajar melalui pembuatan cetak biru Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan
Kemendiknas, Kemenrisetdikti, Kementerian Agama dan lainnya dalam pengaktifan
kembali mata pelajaran seperti Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
dari SD sampai Universitas. Kedua, pejabat kampus melakukan pembersihan kampus
beserta tempat ibadah kampus dari organisasi serta paham radikal;
dan ketiga, pemberian sanksi yang tegas terhadap organisasi radikal yang menentang
eksistensi Pancasila.

https://majalahdia.net/sudut-pandang/penanggulangan-radikalisme-di-kalangan-mahasiswa/

Anda mungkin juga menyukai