Kata Pengantar
Daftar Isi
Kata pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Landasan Berfikir
B. Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kedudukan Dari Pancasila Sebagai Dasar Negara
1. Sejarah Pancasila
2. Arti Pancasila Sebagai Dasar Negara
3. Pancasila Sebagai Ideologi
4. Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara
5. Kedudukan Pancasila Dalam Negara Indonesia
B. Tinjauan Tentang Radikalisme
1. Pengertian Radikalisme
2. Sejarah Radikalisme
3. Ciri-ciri Radikalisme
4. Faktor Penyebab Radikalisme
5. Radikalisme Di Indonesia
C. Peran Pancasila Dalam Menangkal Radikalisme
1. Deradikalisasi
2. Makna Kebinekaan Dalam Pancasila
3. Peran Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Dalam Mencegah
Radikalisme
D. Radikalisme Di Kampus
1. Paham Radikal Di Kampus
2. Penanggulangan Paham Radikalisme Di Kalangan Mahasiswa
A. Kedudukan Pancasila Sebagai Dasar Negara
1. Sejarah Pancasila
1. Nama Pancasila
Istilah pacasila telah lama dikenal sejak masuknya agama Budha ke Indonesia.
Karena dikalangan agama Budha memiliki pembagian golongan dari pengikut Budha¸
pembagiannya sebagai berikut:
1. Golongan kaum preman, yaitu pemeluk biasa yang disebut Upasaka bagi
pemeluk laki-laki dan Upasika bagi pemeluk perempuan.
2. Golongan kaum pendeta, yaitu mereka yang ahli dibidang agama Budha dan
disebut Bhiksu bagi pendeta laki-laki dan Bhiksuni bagi pendeta Wanita.
Bagi kaum preman, dikenakan aturan tingkah laku yang sering dinamakan
larangan yang jumlahnya ada lima dan dinamakan Pancasila yaitu:
1. Menghindari pembunuhan.
2. Menghindari pencurian.
3. Menghindari perzinahan.
4. Menghindari keohongan.
5. Menghindari makan dan minum yang memabukkan.
Sedangkan bagi para pendeta, disamping terkenal lima larangan yang disbut
pancasila ditambah dengan lima larangan lagi, sehingga jumlahnya menjadi sepuluh
dan dinamakan Dasasila. Adapun lima tambahan larangan bagi para pendeta tersebut
ialah:
Dengan masuknya agama Budha ke Indonesia maka pancasila ini pun dikenal oleh
rakyat Indonesia, bahkan Prabu Hayam Wuruk dari Majapahit masih melaksanakan
Pancasila dengan patuh. Tetapi kemudian pancasila ini lenyap dan tidak terdengar
lagi. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya adlah masuknya agama Islam di
Indonesia. Namun sisa-sisanya masih dapat ditemuai dikalangan masyarakat suku
Jawa yang dikenal dengan adanya lima larangan atau MO LIMO, yaitu
Pada pertengahan tahun 1944, situasi peperangan mulai berubah, karena Jepang
mendapat tekanan dan kekalahan dimana-mana dari tentara Sekutu. Maka untuk
mengambil hati rakyat Indonesia, Jepang pada tanggal 17 Septembar 1944
menjanjikan kemerdekaan kelak dikemudian hari, dan sebagai realisasinya maka pada
tanggal 29 April 1945 yang bertepatan dengan hari ulang tahun kaisar Jepang Tenno
Heika, diumumkan tentang terbentuknya suatu badan bernama Dokuritsu Zyumbi
Tjosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK),
badan ini beranggotakan 63 orng yang terdiri dari 62 orang Indonesia dan 1 orang
Jepang.
1. Ir. Soekarno
2. Mr. Moh. Yamin
3. Dr. R. Koesoemah Atmadja
4. R. Abdoelrahim pratikrama
5. R. Aris
6. K. H. Dewantara
7. Ki Bagoes Hadikoesoemo
8. BPH. Bintoro
9. AK. Moezakir
10. BPH. Poeroebojo
11. RAA. Wiranatakoesoema
12. RR. Asharsoetedjo Moenandar
13. Oei Tjang Tjoi
14. Drs. Moh. Hatta
15. Oei Tjong Hauw
16. H. Agoes Salim
17. M. Soetardjo Karthadikoesoemo
18. RM. Margono Djojohadikoessoemo
19. KH. Abdoel Halim
20. KH. Maskoer
21. R. Soedirman
22. Prof. Dr. Soepomo
23. Prof. Ir. R. Rooseno
24. Prof. Dr. PAH. Djajadiningrat
25. Mr. R. Pandji Singgih
26. Ny. Maria Ulfah Santoso
27. RMTA. Soerjo
28. R. Roeslan Wongsokoesoemo
29. Mr. R. Sosanto Tirtoprodjo
30. Ny. RSS. Soenarjo Mangioenpoespito
31. Dr. R. Boentaran
32. Liem Koem Hian
33. Mr. J. Latuharhary
34. Mr. R. Hindromartono
35. R. Soekarjo Wirjopranoto
36. Hadji A. Sanoesi
37. AM. Dassad
38. Mr. Tan Eng Hoa
39. IR. MP. R. Soerachman Tjokropranoto
40. RA. Soemitro Kolopaking Poerbonegoro
41. KRM. TH/ Woerjaningrat
42. Mr. A. Soebardjo
43. Prof. Dr. Djaenal Asikin Widjajakoesoema
44. Abikoesono Tjokrosoejoso
45. Parada Harahap
46. Mr. RM. Sartono
47. KHM. Mansoer
48. Drs. KRMA. Sastrodiningrat
49. Dr. Soewandi
50. KHA. Wachid Hasjim
51. PF. Dahler
52. Dr. Soekiman
53. Mr. KRMT. Wongsonegoro
54. R. Oto Iskandar Dinata
55. A. Baswedan
56. Abdul Kadir
57. Dr. Samsi
58. Mr. AA. Maramis
59. Mr. R. Samsudin
60. Mr. R. Sastromoeljono
61. Dr. KRT Radjiman Wediodiningrat (sebagai ketoea)
62. RP. Soerso (sebagai kedua moeda)
63. Itjibangase (Residen Cirebon)
Selama hidupnya badan ini hanya bersidang dua kali masa sidang, yaitu sidang
pertama pada tanggal 29 Mei 1945 sampai tanggal 1 Juni 1945 membicarakan Dasar
Negara. Sebelum sidang kedua badan ini melalui panitia sembilan telah merumuskan
suatu Naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar pada tanggal 22 Juni 1945 yang
kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter)
Yang perlu mendapat perhatian ialah, bahwa pada tanggal 1 Juni 1945 Ir.Soekarno
mengucapkan pidatonya tentang Philosofische Grondslag atau landasan dasar falsafah
negara, kemudian pidato ini terkenal dengan nama “Pidato Lahirnya Pancasila”.
Adapun istilah “Lahirnya Pancasila” ini ditulis oleh Dr.KRT Radjiman
Wediodiningrat Wali Kukun (kecamatan sebelah barat kota Madiun) tanggal 1 Juli
1974 bagi penerbitan buku kecil yang memuat pidato tersebut. Adapun dalam kata
pengantar tersebut Dr.Radjiman antara lain menulis : “…Lahirnya Pantja Sila” ini
adalah sebuah Stenografisch Verslag dari pidato bung karno yang diucapkan dengan
tidak tertulis dahulu (Voor d Vuist) dalam sidang yang pertama pada tanggal 1 Juni
1945 ketika sedang membicarakan Dasar (Beginsel) Negara kita, sebagai penjelmaan
dari pada angan-angannya. Sudah barang tentu kalimat-kalimat suatu pidato yang
tidak tertulis dahulu, kurang sempurna tersusunnya. Tetapi yang penting ialah ISINJA.
Mulai saat itu seiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pansila sampai
dengan 1 Juni 1968. Kemudian sesudah tanggal 1 Juni 1968 tidak ada lagi peringatan
hari lahirnya Pancasila, bahkan kapan Pancasila di lahirkan dan siapa pencipta atau
penggalinya mulai di perdebatkan sampai terjadi polenik yang hangat.
4 Pendapat Prof. A.G. Prianggodigdo, SH. Dalam ceramah beliau yang berjudul
“Sekitar Pancasila” antara lain beliau berkata: memberanikan diri untuk menarik
kesimpulan bahwa 1 Juni 145 bukan hari lahirnya Pancasila, tetapi hari lahirnya istilah
Pancasila Sebab Pancasila sendiri sudah ada beberapa abad yang lalu, sehingga
sekarang tentu tidak mungkin lagi menentukan hari lahirnya Maka saya Pancasila.
5. Pendapat Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, dalam buku beliau berjudul Proses
Perumusan Pancasila Dasar Negara antara lain menyatakan:..Dari kesemuanya itu
saya berkesimpulan, bahwa penggali-penggali utama dasar negara Republik Indonesia
adalah Muhammad Yamin, Supomo dan Bung Karno (menurut urutan kronologisnya).
Dengan demikian saya mencapai kesimpulan yang sama dengan Prof. Mr. Sunario di
dalam rangka Panitia Lima, bahwa Bung Karno adalah salah seorang penggali
Pancasila Dasar Negara.
Dari uraian para ahli di atas sampai sekarang belum ada ketentuan resmi yang
menegaskan tentang kapan hari lahirnya Pancasila, bahkan dengan dikarangnya buku
Prof. Nugroho Notosusanto mengundang polemik yang hebat di kalangan Sejarawan
maupun sarjana dari berbagai disiplin ilmu di surat-surat kabar tahun 1981
Yang jelas tanggal 18 Agustus 1945 adalah hari lahirnya Pancasila secara Yuridis,
karena pada tanggal tersebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mensahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar (yang berisi Pancasila di dalamnya)
dan Batang Tubuh Undang- Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
kemudian terkenal dengan nama Undang-Undang Dasar 1945. Pada tanggal 7 Agustus
1945, Jenderal Besar Terauchi Panglima Tertinggi Bala Tentara dari Nippon di Asia
Selatan, menyetujui akan dibentuknya Panitia Persiapan Kemerdeka- an Indonesia
(Dokuristsu Zyumbi inkat) untuk seluruh Indonesia yang direncanakan dibentuk pada
pertengahan bulan Agustus. Pada tanggal 9 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Drs. Moh.
Hatta dan Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat menghadap kepada Jenderal Terauchi
di saigon (sekarang bernama Ho Chi Minh) untuk menerima sendiri keputusan
tersebut Ir.Soekarno diangkat sebagai Ketua dan Drs. Moh, Hatta diangkat sebagai
Wakil Ketua dengan anggota sebanyak 19 orang, yaitu:
1 Prof.Dr.Soepomo
2 Dr.KRT.Radjiman Wediodiningrat
3 RP.Soeroso
4 M.Sutardjo Kartohadikoesoemo
5 KH.A.Wahid Hasyim
6 Ki Bagus Hadikusumo
8 Abdul Kadir
9 Soejohamidjojo
10 BPH Poeroebojo
12 Latuharhary
13 Dr Amir
14 Abd. Abbas
15 Moh Hassan
16 AH Hamidan
17 Ratulang
18 Andi Pangeran
Kemudian setelah Jepang menyerah kepada sekutu tanggal 15 Agustus 1945. PPKI
anggotanya ditambah atas tanggung jawab pribadi Soekamo dengan enam orang yang
dapat mewakili seluruh Indonesia,yaitu:
1. Wiranatakusumah
2. Ki Hajar Dewantara
3. Mr Kasman
4. Sajuti Melik
5. Mr Iwa Kusuma Sumantri Mr Subardjo.
Meskipun dengan rumusan yang berbeda. Syukurlah Negara Serikat atau Federal ini
hanya berumur sangat pendek, karena memang sejak Sumpah Pemuda
dikumandangkan tahun 1928 bangsa Indonesia menghendaki Negara Persatuan dan
Kesatuan Maka pada tanggal 17 Agustus 1950, Presiden Soekarmo mengumumkan
bahwa kita kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
menggunakan KRIS dengan dihilangkan sifat federalnya menjadi Undang-Undang
Dasar Sementara tahun 1950 (UUDS-1950), Di dalam UUDS-1950 inipun terdapat
lima kalimat yang dinamakan Pancasila, yang rumusnya sama dengan rumusan yang
terdapat dalam KRIS.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, maka
Undang Undang Dasar 1945 yang sejak tanggal 17 Agustus 1950 tidak jelas statusnya,
kembali berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, sehingga sejak saat
itu sampai sekarang. “Pancasila” yang resmi adalah seperti yang tercantum dalam
alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini diperkuat lagi dengan
adanya Instruksi Presiden Soeharto Nomor 12 tanggal 13 April 1968 yang
menyatakan bahwa Pancasila yang sah dan resmi adalah yang termuat dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Namun perlu diingat bahwa kata
“Pancasila” tidak tercantum tertulis dalam setiap Undang Undang Dasar yang pernah
berlaku, kecuali pada waktu diusulkan oleh Ir Soekarno. Menurut Prof Dr Nugroho
Notosusanto, nama Pancasila itu telah terkokoh dalam sanubari seluruh rakyat
Indonesia sehingga tidak ada masalah
TEMPAT PANCASILA
Pancasila yang dimiliki bangsa Indonesia inı sedemikian dalam mengakar pada setiap
bidang kegiatan kehudupan bangsa, sehingga dapat juga digunakan sebagai dasar
untuk mengatur negara. Hal ini terbukti bahwa sejak proklamasi kemerdekaan tanggal
17 Agustus 1945 sampai sekarans kita telah menggunakan tiga buah Undang-Undang
Dasar yang berlainan namun setiap Undang-Undang Dasar tersebut tetap
mencantumkan Pancasila dalam Pembukaan/Preambule-nya, meskipun dengan rumus
yang berbed Tempat Pancasila secara formal terdapat pada
Sebagai akibat Dekrit Presiden Soekarno tanggal 5 Juli 1959, dan dihubungkan
dengan Instruksi Presiden Soeharto, No. 12 Tahun 1968, maka Pancasila yang resmi
ialah seperti yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Rumus
yang lain dari itu adalah tidak sah dan dapat mengakibatkan kekacauan rumus
Pancasila
RUMUSAN PANCASILA
Meskipun secara Yuridis kita berpegang kepada Rumus Pancasila dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, namun secara Historis dapat dikemukakan rumus yang
berlainan sejak adanya sidang pertama BPUPK, sebagai berikut:
1. Rumus dari Mr. Muh. Yamin yang dikemukakan beliau pada tanggal 29 Mei 1945
di muka sidang BPUPKmengenai “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia”
1) Peri Kebangsaan
2) Peri Kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejahteraan Rakyat
Kelima materi ini tidak diberi nama, dan pidato ini telah dipersiapkan lebih dahulu
secara tertulis,
2. Rumus dari Prof. Dr. Mr. Soepomo yang dikemukakan beliau pada tanggal 31 Mei
1945 dimuka sidang BPUPK mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka.
1) Persatuan
2) Kekeluargaan
4) Musyawarah
5) Keadilan Rakyat
Kelima materi itu tidak diberi nama dan pidato ini juga telah dipersiap- kan secara
tertulis.
3. Rumus dari Ir. Soekarno, yang dikemukakan beliau di muka sidang BPUPK tanggal
1 Juni 1945 dengan judul Dasar Indonesia Merdeka.
1) Kebangsaan Indonesia
4) Kesejahteraan Sosial
Kelima materi ini diberi nama oleh beliau “Pancasila” dan merupakan pidato yang
tidak dipersiapkan secara tertulis, melainkan secara spontan lisan selama satu jam
dengan dengan pidato yang
4. Rumus dari “Piagam Jakarta” tanggal 22 Juni 1945, sebagai hasil karya panitia
Sembilan:
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
3) Persatuan Indonesia
2) Peri Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kerakyatan
5) Keadilan Sosial.
Karena adanya rumus yang berlainan tersebut, maka sesudah terjadinya Peristiwa
Gerakan 30 September yaitu pengkhianatan Partai Komunis Indonesia (G.30 S/PKI)
tahun1965, sering ditemui rumus yang dicampuradukkan, misalnya:
2) Peri Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Demokrasi
5) Keadilan Sosial
Pencasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi masyarakat indonesia. Nilai
pancasila dasarnya adalah nilai-nilai filsafat yang mendasar yang di jadikan peraturan
dan dasar dari norma –norma yang berlaku dalam indonesai. Nilai dasar pancasila
bersifat normatif dan abstrak yang bisa dijadikan landasan dalam kegiatan bernegara.
Pancasila sebagai dasar negara berarti pancasila di jadikan sebagai pedoman dalam
penyelenggarakan negara.
Pada masa sekarang perlu diadakan tentang penegasan dan mengembalikan kembali
kedudukan pancasila sebagai dasar negara, dan ini merupakan hal yang sangat penting
karena sudah terlalu banyak terjadi kesalahan penafsiran tentang pancasila sebagai
dasar negara. Dan penafsiran itu menyatakan bahwa pancasila bukan sebagai daar
negara tetapi pancasila sebagai alat kekuasaan yang dapat mengendalikan semua
apapun yang dilakukan di negara indonesia.
2 staatfundamentalnorm
3 norma pertama
Pancasila sebagai idiologi nasional mempunyai wewenang dan fungsi utama yaitu
sebagai cita-cita atau tujuan yang harus dicapai secara bersama-sama, yaitu kedua
sebagai pemersatu masyarakat sehingga dapat dijadikan solusi dalam konflik, dalam
pernyataan fungsi idiologi tujuan suatu masyarakat adalah untuk mencapai tujuan dari
idiologi itu sendiri.
Pancassila sebagai idiologi mempunyai tujuan yang sama idiologi mempunyai tujuan
yang sama dan harus bekerja sama dengan pancasila sebagai dasar negara karena
kedua-duanya sama mempunyai tujuan dan maksud dalam mempersatukan negara dan
menegakkan suatu negara. Dan keduanya ini dijadikan sesuatu dasar dalam suatu
negara yang harus di tegakkan oleh masyarakat indonesia.
Pancasila sebagai idiologi nasional yang berarti pancasila sebaagai cita-cita negara
dan saran ayang mempersatukan masyarakat yang perlu perwujudan yang kongkrit
dan operasional aplikatif demi mengembangkan masyarakat indonesia.
Indonesia memiliki dasar negara yang sangat kuat sebagai filosofi bangsa, dimana
Indonesia memiliki pancasila sebagai dasar negara. Pengertian pancasila sebagai dasar
negara diperoleh dari alinea keempat pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana
tertuang dalam Momerandum DPR-GR 9 juni 1966 yang menandaskan pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa yang telah di murnikan dan di padatkan oleh PPKI
atas nama rakyat indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum
DPR-GR disahkan pula oleh MPRS dengan ketetapan No.XX/MPRS/1966. Ketetapan
MPR No.V/MPR/1973 dan ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan
kedudukan pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari
tertip hukum di Indonesia.
Pancasila memiliki sifat dasar yang pertama dan utama yakni sebagai dasar
negara (philosophische grondslaag)Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara
pada tanggal 18 agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan
kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Penetapan pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah negara pancasila. Hal tu mengandung arti bahwa harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakan dalam seluruh perundang-undangan.
Mengenai hal itu, pandangan tersebut melukiskan pancasila secara integral (utuh dan
menyeluruh) sehingga
Pancasila seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan
keseragaman sistematkanya melalui Intruksi Presiden No. 12 Tahun 1968 itu tersusun
secara hirarkis-piramidal. “Setiap sila (dasar/azaz) memiliki hubungan yang salng
mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-
pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenaran pada sila lainnya adalah
tindakan yang sia-sia” .
oleh karena itu, pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan
utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisah-misahkan sila-sila dalam
kesatuan yang utuh dari pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan
eksistensinya sebaga dasar negara.
https://www.gurupendidikan.co.id/pancasila-sebagai-dasar-negara/
3. Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa, berarti Pancasila memberi corak yang
khas bagi bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan
bangsa lain. Nilai-nilai Pancasila mungkin saja dimiliki oleh bangsa-bangsa di
dunia ini, tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
4. Sebagai tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yaitu suatu
masyarakat adil dan makmur, merata materil, dan spiritual.
Kedudukan Pancasila dalam Negara Indonesia
5. Sebagai perjanjian luhur rakyat Indonesia, berarti Pancasila disetujui akil
rakyat menjelang dan sesudah proklamasi. Disetujui karena digali dari nilai
luhur budaya bangsa yang sesuai kepribadian bangsa dan lebih teruji
kebenarannya.
6. Sebagai sumber dari segala sumber hukum, artinya Pancasila menjadi sumber
segala peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia atau segala peraturan
perundangan yang berlaku di negara kita, tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila. Pancasila sumber segala sumber diatur dalam Tap MPRS No.
XX/MPRS/1966 jo ketetapan MPR No. V/MPR/1973 jo ketetapan MPR No.
IX/MPR/1978 maka seiring adanya reformasi Tap MPR tersebut di atas dicabut
dengan ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata
Urutan Peraturan Perundang-Undangan dalam Tap MPR No. III/MPR/2000
dinyatakan:
a). Pancasila sebagai filsafat bangsa adalah Pancasila diterima oleh
semua golongan masyarakat Indonesia sehingga dapat mempersatukan
berbagai paham dan golongan dari keanekaragaman bangsa Indonesia. Oleh
karena itu, Pancasila mengikat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
b). Pancasila sebagai ideologi nasional adalah keseluruhan pandangan
sila-sila keyakinan dan nilai bangsa Indonesia yang perlu diwujudkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
https://zuwaily.blogspot.com/2013/03/kedudukan-pancasila-dalam-negara.html
B. RADIKALISME
1. Pengertian radikalisme
Inti dari tindakan radikalisme adalah sikap dan tindakan seseorang atau kelompok
tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang
diinginkan. Kelompok radikal umumnya menginginkan perubahan tersebut dalam
tempo singkat dan secara drastis serta bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku.
2. Sejarah Radikalisme
Pada dasarnya radikalisme sudah ada sejak jaman dahulu karena sudah ada di dalam
diri manusia. Namun, istilah “Radikal” dikenal pertamakali setelah Charles James Fox
memaparkan tentang paham tersebut pada tahun 1797.
Tindakan ISIS dan dukungan dari sebagian kecil umat Islam terhadap ISIS pada
akhirnya membuat sebagian masyarakat dunia menganggap ISIS merupakan
gambaran dari ajaran Islam. Namun, tentu saja hal tersebut tidak benar adanya karena
sebagian besar umat Islam justru mengutuk tindakan keji yang dilakukan oleh ISIS.
3. Ciri-ciri radikalisme
Radikalisme sangat mudah kita kenali. Hal tersebut karena memang pada umumnya
penganut ideologi ini ingin dikenal/ terkenal dan ingin mendapat dukungan lebih
banyak orang. Itulah sebabnya radikalisme selalu menggunakan cara-cara yang
ekstrim.
Mengacu pada pengertian radikalisme di atas, paham ini dapat terjadi karena adanya
beberapa faktor penyebab, diantaranya:
1. Faktor Pemikiran
2. Faktor Ekonomi/
3. Faktor Politik
Kelompok-kelompok tersebut bisa dari kelompok sosial, agama, maupun politik. Alih-
alih menegakkan keadilan, kelompok-kelompok ini seringkali justru memperparah
keadaan.
4. Faktor Sosial
Masih erat hubungannya dengan faktor ekonomi. Sebagian masyarakat kelas ekonomi
lemah umumnya berpikiran sempit sehingga mudah percaya kepada tokoh-tokoh yang
radikal karena dianggap dapat membawa perubahan drastis pada hidup mereka.
5. Faktor Psikologis
Peristiwa pahit dalam hidup seseorang juga dapat menjadi faktor penyebab
radikalisme. Masalah ekonomi, masalah keluarga, masalah percintaan, rasa benci dan
dendam, semua ini berpotensi membuat seseorang menjadi radikalis.
6. Faktor Pendidikan
Jangan salah paham, sejak awal artikel ini menyebutkan bahwa radikalisme
merupakan paham yang salah dan banyak menganggapnya sesat. Namun, di dalam
radikalisme juga terdapat kelebihan.
1. Kelebihan
Penganut radikalisme punya tujuan yang jelas dan sangat yakin dengan
tujuan tersebut.
Penganut radikalisme memiliki kesetiaan dan semangat juang yang sangat
besar dalam mewujudkan tujuannya.
2. Kekurangan
Radikalisme agama bertolak dari gerakan politik yang mendasar diri pada suatu
doktrin keagamaan yang paling fundamental secara penuh dan literal bebsa dari
kompromi, penjinakan, dan reinterprestasi (penafsiran).
Radikalisme pada dasarnya mempunyai makna netral bahkan dalam studi filsafat jika
seseorang mencari kebenaran harus sampai pada akarnya. Namun ketika radikalisme
dibawa kewilayah terorisme, maka radikalisme memiliki konotasi negatif.
Radikalisme memiliki makna militansi yang dikaitkan dengan kekerasan yang
kemudian dianggap amti sosial.
1. Deradikalisasi
Deradikalisasi berasal dari kata “radikal” dengan yang berarti mengurangi atau
mereduksi dan kata “isasi”, di belakang kata radikal berarti proses, cara atau
perbuatan. Jadilah deradikalisasi adalah suatu upaya mereduksi kegiatan-kegiatan
radikal dan menetralisasi paham radikal bagi mereka yang terlibat teroris dan:
imbuhan “de” simpatisannya serta anggota masyarakat yang telah terekspose paham-
paham radikal teroris. Tujuan umum deradikalisası adalah untuk membuat para
teroris atau kelompok yang melakukan kekerasan bersedia meninggalkan atau
melepaskan diri mereka dari aksi dan kegiatan terorisme. Secara khusus, tujuan
deradıkalisası adalah: pertama, membuat para teroris mau meninggalkan aksı
terorisme dan kekerasan. Kedua, kelompok radikal mendukung pemikiran yang
moderat dan toleran. Ketiga, kaum radikalis dan teroris dapat mendukung program-
program nasional dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Darcy M.E. Noricks menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan deradikalisasi,
faktor-faktor apa yang menyebabkan deradikalisasi, dan bagaimana proses
deradikalisasi itu dilakukan. Deradikalisasi dapat dipahami baik secara ideologis atau
deradikalisasi sebagai proses yang mengarahkan individu atau kelompok untuk
mengubah perilakunya terkai kekerasan-khususnya mengenai kekerasan terhadap
warga sipil. Hasil dari deradikalisasi ideologis dapat dilihat dari perubahan cara
pandang individu, sedangkan deradikalisasi perilaku menekankan perubahan dalam
aspek tindakan perilaku. Konsep Ada deradikalisasi organisasional yang menjadi
fenomena tingkat kelompok, dan jika proses deradikalisasi berhasil, maka akan
berdampak menjauhkan seluruh anggota kelompok dari tindakan terorisme. Idealnya,
strategi in akan berhasil jika kelompok utama tidak menghasilkan kelompok sempalan
yang lebih radikal.. Sebagai contoh dari deradikalisasi organisasional adalah
kelompok yang pernah dikategorikan sebagai kelompok teroris (Palestine Liberation
Organization dan Africa National Congres Afrika Selatan) dan kelompok milisi
(Kelompok Amal di Lebanon). Renee Garfinkel berpendapat bahwa deradikalisasi
memiliki kesamaan dengan pengalaman spiritual, serupa dengan konversi agama,
seperti yang terjadi dalam proses radikalisasi. Sebaliknya dalam pengalaman
radikalisasi, individu yang mengalami deradikalisasi tidak mengadopsi ideologi baru
sebagai fungsi dari partisipasi mereka dalam kelompok yang mendukung. Keputusan
untuk melakukan deradikalisasi biasanva merupakan keputusan individual, yang
kemudian individu rsebut terisolasi dari kelompok sosialnya. Hubungan dengan tokoh
panutan (role model) dilihat sebagai hal yane penting dalam menjauhkan individu dari
cara pandang yang radikal. Satu kesamaan proses deradikalisasi dengan proses
radikalisasi adalah pengalaman traumatik: individu sebelum mengambil keputusan
untuk melakukan pemisahan. Trauma bertindak sebagai peristiwa yang memicu
transformasi keyakinan individu. Tore Bjorgo membedakan antara faktor penarik dan
faktor pendorong yang mempengaruhi keputusan individu untuk meninggalkan
kelompok radikal. Faktor pendorong merupakan elemen yang negatifatau kekuatan
sosial yang membuatnya tidak menarik untuk melanjutkan keanggotaan di organisasi
tertentu. Faktor-faktor ini juga pidana, penolakan dari keluarga atau atau tindakan
kekerasan dari kelompok- termasuk tuntutan masyarakat kelompok oposisi.
Faktor penarik adalah kekuatan peluang atau daya tarik sosial yang membuat individu
mencari alternatif kehidupan lain yang lebih menjanjikan. Hal ini “keinginan individu
untuk hidup secara bebas dalam kehidupan yang normal”, pekerjaan baru atau
pendidikan yang bisa terganggu jika keanggotaan individu dalam kelompok terorisme
diketahui publik,: untuk membentuk keluarga dan mengambil peranan dan tanggung
jawab sebagai orangtua dan pasangan hidup sebagai salah satu motif terkuat untuk
meninggalk kelompok militan. Salah satu alasan paling umum untuk tetap bertahan di
dalam kelompok adalah ketika individu tidak memili tempat lainnya untuk pergi,
dikarenakan hubungan atau relasi yang dimiliki sebelumnya telah dilepaskan ketika
bergabung dengan kelompok dan menjadikan relasi dalam kelompok sebagai sesuatu
yang paling penting. Sang pengkhianat akan “berisiko untuk berakhir di ruang hampa
sosial”, terisolasi, sendirian, dan kesepian. Di sisi lain, alasan paling umum untuk
meninggallkan kelompok adalah pengalaman pribadi terkena tindakan kekerasan oleh
anggota kelompok lainnya. Waktu sesaat setelah terjadi konfrontasi kekerasan antara
kelompok adalah saat yang paling tepat untuk melakukan intervensi.
Namun, intervensi ini harus dilakukan sebelum kelompok dapat membingkai ulang
konfrontasi kekerasan sebagai sesuatu yang meningkatkan solidaritas. Pengalaman ini
mungkin serupa dengan dengan konsep “trauma” y didapatkan melalui proses
wawancara yang dilakukan Sura oleh Garfinkel. Deradikalisasi sebagai proses less
radical ini meliputi tingkah laku dan pandangan orang tersebut. Berkaitan dengan
tingkah laku ditandai dengan terhentinya aktivitas- krivitas radikal dan tidak ada lagi
komentar yang bersifat radikal. Sementara berkaitan dengan pandangan, hal ini
meliputi meningkatnya kepercayaan pada sistem, keinginan untuk menjadi bagian dari
masyarakat lagi, dan penolakan pada cara-cara yang tidak demokratis. Dengan
demikian, program deradikalisasi mengarah pada perubahan kognitif seseorang. Hal
ini sering dilakukan dengan membuat pengalaman traumatis seseorang, yang
dilakukan dengan menantang pandangan seseorang yang dianggap memiliki
pandangan radikal, sehingga kemudian dapat menimbulkan munculnya keadaan jiwa
pasca trauma (post-traumatic growth). Pada saat inilah, pemikiran kognitifnya terbuka,
sehingga orang tersebut dapat menyerap pandangan baru. Secara aplikatif, hal ini
dapat dilakukan oleh masyarakat danpenegak hukum untuk berhubungan dengan
individu tersebut dan meyakinkan bahwa jalan mereka yang dulu dipilih adalah salah.
Pentingnya solidaritas dan komposisi organisasional yang khusus dari kelompok yang
disarankan oleh Klein diangka oleh Abuza dalam diskusi mengenai Jamaah Islamiyah
(JD) Abuza mencatat bahwa kelompok ini adalah kelompok dengan tingkat
keterkaitan dan kesolidan yang sangat tinggi dengan persahabatan dan ikatan
kekerabatan yane diperkuat melalui jalinan pernikahan yang strategis. La menyatakan
bahwa tingkat keterkaitan yang tinggi antar anggota kemungkinan dapat
mempengaruhi tingkat dan proses rehabilitasi. La mencatat bahwa ikatan soliditas
antar anggota JI tetap erat bahkan setelah kehilangan pemimpin mereka dan
perubahan struktur organisasi menyusul serangkaian penangkapan besar-besaran
terhadap anggotanya. Dalam tatapan ICG, isu deradikalisasi di Indonesia memiliki
kaitan yang erat dengan isu reformasi penjara. In bukan hanya dikarenakan kasus
korupsi dalam sistem penjara yang memperkuat pandangan tentang pemerintahan
yang tidak islami, tetapi juga karena solidaritas jihad diperkuat oleh kebutuhan untuk
bersatu dalam rangka perlindunga melawan geng penjara yang berbahaya.
Program deradikalisasi ada di Arab Saudi dan Singapura, menekankan yang ada cukup
serupa dengan keterlibatan mantan militan Jemaah Islamiyah, yang telah
meninggalkan tindakan radikalisme. Selain komponen ideologis, program
deradikalisasi di Indonesia juga menekankan pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga
para tahanan. ICG mencatat terdapat sekitar 20 orang mantan anggota JI dan beberapa
organisasi jihad lainnya ah bersepakat untuk bekerja sama dengan kepolisian
Indonesia dalam proses deradikalisasi. Dari beberapa pemikiran tentang makna
deradikalisasi tersebut, terlihat bahwa deradikalisasi bertitik tolak dari konsep
radikalisme yang menyimpang, sehingga dengan deradikalisasi mereka yang
berpandangan dan melakukan tindakan radikal dapat diubah atau diluruskan untuk
menjadi tidak radikal. Dalam konteks deradikalisasi terhadap mereka yang terlibat
aksi terorisme, di dalamnya tercakup kegiatan penegakan hukum, reedukasi,
rehabilitasi, dan resosialisasi yang senantiasa mengacu pada prinsip-prinsip supremasi
nukum, hak asasi manusia (HAM), kesetaraan serta pembinaan dan pemberdayaan.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan agama, psikologis, politik, sosial-
budaya, ekonomi, hukum, dan tehnologi.
Sejumlah negara yang peduli terhadap isu terorisme telah melancarkan program
deradikalisasi sebagai bentuk perlawanan terhadap terorisme. Ada beberapa model
deradikalisasi yang pernah dijalankan oleh beberapa negara yang menarik untuk
dicermati
Dunia usaha juga dapat memberikan penguatan kapasitas sehingga dalam jangka
panjang dapat melipatgandakan usaha produktifnya sekaligus meningkatkan
pendapatan serta keuntungan yang mereka peroleh. Dunia usaha dapat berperan dalam
pembangunan kepercayaan (trust building) sehingga merasa lebih dihargai dan diberi
kesempatan secara aktif untuk keluar dari permasalahan ekonomi. Dibandingkan
dengan model deradikalisasi terhadap narapidana terorisme yang ada di beberapa
negara, model deradikalisasi di Indonesia telah memiliki pendekatan yane
komprehensif. Demikian pula dari sisi kelembagaan yang menangani deradikalisasi, di
Indonesia telah dibentuk BNPT sebagai lembaga yang secara khusus merancang dan
mengkoordinasikan kegiatan Meski demikian, harus diakui, implementasi
deradikalisasi terhadap narapidana terorisme di lembaga pemasyarakatan (LP) masih
menghadapi berbagai permasalahan. Hal itu karena, secara formal, lembaga
pemasyarakatan baru memiliki program pembinaan reguler yang berlaku umum bagi
seluruh narapidana. LP belum mempunyai progran pembinaan yang dikhususkan bagi
narapidana teroris. Deradikalisasi Demikian juga dengan balai pemasyarakatan,
sebagai institusi yang mempunyai fungsi memantau dan memberdayakan mantan
narapidana teroris agar bisa melakukan proses integrasi sosial dalam masyarakat, juga
belum optimal perannya. Peran negara tidak berhenti ketika napi keluar penjara.
Dalam konteks kejahatan terorisme setiap napi haruslah dipantau, tentu melalui kerja
sama dengan pihak yang memiliki kewenangan sehingga tidak mengurangi rasa
sebagai warga negara. Integrasi kebijakan di lingkup internal pemerintahan adalah
kebutuhan, bagaimana masing- aman masing kementerian memiliki beban untuk
menelurkan program kementerian dalam upaya deradikalisasi. Sejalan dengan hal
tersebut, dari penelitian yang dilakukan oleh Institute For International Peace Building
di 13 LP yang membina narapidana terorisme menunjukkan bahwa telah ada upaya
mengarah pada deradikalisasi (pembinaan) terhadap narapidana terorisme, namun
belum menjadi program yang standar, sistematis, dan menyeluruh di LP di Indonesia.
Oleh karena itu, hal ini dipandang belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Justru
yang terjadi sebagian narapidana melakukan kontraderadikalisasi, sehingga LP
menjadi school of radicalism. Selain itu juga melahirkan residivisme.
2. Makna kebinekaan dalam pancasila
Maka dalam pengertian inilah Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia dan
sekaligus sebagai Asas Persatuan dan Kesatuan bangsa Indonesia. Dengan demikian
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara, secara objektif diangkat dari pandangan hidup
yang sekaligus juga sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia yang telah ada dalam
sejarah bangsa sendiri.
Namun, banyak sekali yang melupakan atau tidak merevitalisasi nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak muncul pertanyaan di kalangan
masyarakat sekarang adalah bukankah Pancasila digali lansung dari rakyat Indonesia,
bukankah Pancasila adalah cerminan jati diri bangsa Indonesia ?
Lalu jika demikian, mengapa tindakan serta perilaku rakyat maupun para penguasa
negeri saat ini jauh dari nilai-nilai Pancasila ?
Ada berbagai fenomena yang menjadi penyebab mulai lunturnya nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga perilaku penyimpangan terhadap nilai
pancasila kerap kali terjadi. Beberapa hal yang menjadi penyebab lunturnya nilai
pancasila menurunnya sosialisasi nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat, pendidikan
mengenai pengamalan nilai-nilai pancasila yang kurang dalam masyarakat, sikap
apatisme, serta berkembangnya hedonisme dan materalisme.
Tentu kita harus resapin makna tersirat dalam sila pertama sampai sila kelima dalam
pancasila. Dengan memaknai nilai-nilai luhur pancasila, maka kita sebagai rakyat
Indonesia akan selalu berdiri tegak mempertahankan fondasi kokoh dan pilar-pilar
negara Indonesia.
Dalam sila pertama mengandung makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara
makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ialah
manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan
selainNya adalah terbatas.
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga
negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya.
Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, anti agama. Artinya apa tidak ada satupun yang boleh menistakan nilai-
nilai keagamaan dan ketuhanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya
diwujudkan dan dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh
doleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama
masing-masing, agar terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan
beragama.
Sila kedua adalah mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan
kewajiban antara sesama manusia. Saling mencintai sesama manusia,
Mengembangkan sikap tenggang rasa, Tidak semena-mena terhadap orang lain,
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan,
Berani membela kebenaran dan keadilan, Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai
bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan dengan itu harus mengembangkan
sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sila ketiga mempunyai tujuan menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Rela berkorban demi bangsa dan negara, Cinta akan Tanah Air,
Berbangga sebagai bagian dari Indonesia, Memajukan pergaulan demi persatuan dan
kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam bingkai kebhinekaan persatuan merupakan harga mati bagi Indonesia tidak ada
satupun yang boleh memecah belah NKRI dengan alasan dan cara apapun.
Semua rakyat Indonesia harus menjunjung tinggi suara rakyat tanpa ada
pembungkaman dengan menutup ruang-ruang demokrasi. Tentu hal ini harus
mempunyai komitmen yang kuat bagi para penyelenggara NKRI maupun rakyat
Indonesia untuk sedikit dengan sedikit menunju kondisi ideal seperti yang disajikan
dalam prinsip-prinsip yang ada pada sila-sila di Pancasila agar mimpi atau impian para
pejuang kemerdekaan untuk membentuk suatu masyarakat Indonesia yang adil,
makmur, dan sejahtera bisa terwujud.
Terakhir sila kelima mempunyai tujuan bersikap adil terhadap sesama, menghormati
hak-hak orang lain, menolong sesama, menghargai orang lain, melakukan pekerjaan
yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.
Semua masyarakat harus menjunjung tinggi supremasi hukum yang bersifat adil dan
tidak pandang bulu untuk mencapai kesejahteraan rakyat dengan adil dan merata.
Sebagai ideologi bangsa, nilai-nilai dan cita-cita bangsa yang terkandung dalam
Pancasila tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan
rohani moral dan budaya masyarakat Indonesia sendiri, dan bukan keyakinan
ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dan konsensus dari
masyarakat. Oleh karena itu Pancasila merupakan ideologi terbuka, karena digali dan
ditemukan dalam masyarakat itu sendiri dan tidak diciptakan oleh Negara. Dan
Pancasila adalah milik seluruh rakyat Indonesia, karena masyarakat Indonesia
menemukan kepribadiannya di dalam Pancasila itu sendiri sebagai ideologinya.
Bangsa ini, mestinya bangga memiliki Pancasila. Pancasila harus jadi pedoman dalam
mengelola negara. Karena itu, pembentukan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan dan diilhami oleh nilai-nilai Pancasila, bukanlah asal mengadopsi nilai
demokrasi semata. Pancasila adalah alat ukur dan pedoman yang memberi arah
pembangunan demokrasi Indonesia, bukan sebaliknya. Demokrasi yang hendak
dibangun adalah demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, demi
Kemanusian Yang Adil dan Beradab, bertujuan memperkokoh Persatuan Indonesia,
didasarkan pada Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan, serta untuk sebuah cita-cita, Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
http://www.unmul.ac.id/post/memaknai-kebhinekaan-dalam-bingkai-pancasila-1496388563.html
Rentannya pemuda terhadap aksi kekerasan dan radikalisme patut menjadi keprihatinan
kita bersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam hal ter
sebut, mulai darikemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang damai, gencarnya
infiltrasi kelompok radikal, lemahnyasemangat kebangsaan, kurangnya pendidikan
kewarganegaraan, kurangnya keteladanan, dan tergerusnyanilai kearifan lokal oleh arus
modernitas negatif.Untuk membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme
dan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan
upaya pencegahan melalui kontra-radikalisasi(penangkalan ideologi). Hal ini
dilakukan dengan membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme(FKPT) di
daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi ormas,
Training of Trainer
(ToT) bagi sivitasakademika perguruan tinggi, serta sosialiasi kontra radikal
terorisme siswa SMA di empat provinsi. Ada beberapa hal yang patut dikedepankan
dalam pencegahan terorisme di kalangan pemuda :
Belakangan ini, kita dapat melihat perkembangan paham radikal yang mencoba untuk
menggantikan Pancasila menjadi Khilafah.[1] Salah satu yang menjadi viral adalah
video sejumlah mahasiswa yang bersumpah untuk tegakkan syariah Islam dalam
naungan Negara Khilafah Islamiyah sebagai solusi tuntas problematika masyarakat
Indonesia.[2] Hal tersebut bukan suatu kebetulan, karena menurut Peneliti Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Anas Saidi, radikalisme telah merambah dunia
mahasiswa melalui proses islamisasi secara tertutup.[3] Riset LIPI tahun 2011 juga
menyebutkan bahwa di lima universitas di Indonesia (UGM, UI, IPB, Unair, dan
Undip) terdapat peningkatan pemahaman konservatif atau fundamentalisme
keagamaan.
Mahasiswa adalah target potensial penyebaran paham radikalisme
Hal di atas semakin menegaskan bahwa kampus sudah menjadi ladang subur
tumbuhnya paham radikalisme dan tentunya hal ini suatu ancaman besar bagi
kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Dalam banyak kasus, bidikan dari
pengusung radikalisme adalah mahasiswa yang “polos”, atau tidak memiliki latar
keagamaan yang kuat. Kepolosan ini yang kemudian dimanfaatkan memberikan
doktrin keagamaan yang monolitik, kaku, dan jauh dari konstektualisasi.[4] Di
samping itu, proses kaderisasi paham radikal juga dilakukan secara tertutup.[5]
Penanggulangan radikalisme
Melihat kondisi di atas, peran dan fungsi organisasi keagamaan di kampus amatlah
penting[6] untuk menetralisir dan mencegah bertumbuhnya paham
radikal. Pertama, diperlukan kerjasama antar organisasi keagamaan di kampus untuk
mengadakan diskusi[7] atau seminar untuk membahas isu-isu terkini terkait hal-hal
yang ingin menggantikan eksistensi Pancasila. Kedua, diperlukan suatu forum kajian
antar organasasi keagamaan[8] yang berkelanjutan sebagai wadah dalam
meregenerasikan dan mengedukasi terutama mahasiswa baru mengenai pentingnya
kebhinekaan dalam menjaga kesatuan dan persatuan bangsa; dan ketiga, diperlukan
pembukaan khotbah yang bertemakan nilai-nilai Pancasila. Hal di atas tidak akan
berjalan apabila kita sebagai Warga Negara Indonesia dan terutama umat Kristen yang
berada di kampus berlaku pasif, antipati, dan hanya fokus mengejar nilai akademik
tanpa memedulikan ancaman yang merongrong Pancasila. Sebagai umat Kristen, kita
harus berani menjalin kerjasama dan persaudaraan dengan umat agama lain dalam
mewujudkan perdamaian.
Selain hal di atas, diperlukan pula peran Pemerintah dalam upaya mempertahankan
Pancasila. Pertama, merestorasi kembali Pancasila khususnya kepada kalangan
terpelajar melalui pembuatan cetak biru Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan
Kemendiknas, Kemenrisetdikti, Kementerian Agama dan lainnya dalam pengaktifan
kembali mata pelajaran seperti Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
dari SD sampai Universitas. Kedua, pejabat kampus melakukan pembersihan kampus
beserta tempat ibadah kampus dari organisasi serta paham radikal;
dan ketiga, pemberian sanksi yang tegas terhadap organisasi radikal yang menentang
eksistensi Pancasila.
https://majalahdia.net/sudut-pandang/penanggulangan-radikalisme-di-kalangan-mahasiswa/