Anda di halaman 1dari 15

DASAR-DASAR

PEMINDAHAN MEKANIS
A. SIFAT-SIFAT DAN JENIS TANAH
Sifat-sifat dan jenis tanah material yang ada di alam pada umumnya tidak homogen,
tetapi merupakan material campuran. Material juga bervariasi dari jenis material yang berpori
sampai yang padat. Dengan keadaan yang bervariasi seperti ini maka pada saat melakukan
pemilihan alat berat yang akan dipakai di dalam proyek konstruksi otomatis jenis material di
lapangan dan material yang akan dipakai merupakan hal yang perlu diperhatikan.
Material di suatu tempat atau dapat dikatakan di tempat asalnya disebut dengan material
asli atau bank material. Bila suatu bagian dari material akan dipindahkan maka volume material
yang dipindahkan tersebut akan berubah menjadi lebih besar daripada volume material di tempat
asalnya. Material yang dipindahkan tersebut disebut dengan material lepas atau loose material.
Demikian pula jika material yang telah dipindahkan kemudian di padat kan maka volume
material akan menyusut. Material yang telah dipadatkan disebut sebagai material padat atau
compacted material. Hampir seluruh material yang telah dipadatkan mempunyai volume yang
lebih kecil dari pada volume tanah asli atau material di tempat asalnya. Hal ini disebabkan
karena pemadatan dapat menghilangkan atau memperkecil ruang atau pori di antara Butiran
material. Akan tetapi batuan pecah mempunyai volume tanah asli hampir sama dengan volume
tanah yang dipadatkan. Pasir dan lempung padat tertentu bahkan mempunyai compacted volume
lebih besar dari pada bank volume.
Volume tanah asli atau material yang masih di tempat aslinya biasanya diberi satuan
bank cubic meters (bcm) atau bank cubic yards (bcy). Material yang dipindahkan atau
mengalami perubahan bentuk, seperti batuan yang diledakkan, umumnya dinamakan loose
material (tanah lepas). Volume dari material lepas diberi satuan loose cubic meters (lcm) atau
loose cubic yards (lcy). Sedangkan material yang telah dipadatkan atau disebut dengan
compacted material, volumenya diberi satuan compacted cubic material (ccm) atau compacted
cubic yards (ccy).
Gambar 3.1 : Perubahan Kondisi Tanah

Hubungan antara kondisi tanah asli dengan tanah lepas ditentukan oleh faktor pemuatan
atau load factor (LF) dan persentase pengembangan atau swell percentage (s w). LF sangat
bermanfaat dalam perhitungan volume material yang akan diangkut dari suatu tempat misalnya
quarry. Rumus yang dipakai adalah :
1
LF = (3.1)
1+ S W
Vb
LF = (3.2)
V‫׀‬
Pada rumus (3.1) dan (3.2), V ‫ ׀‬adalah volume lepas (satuan: lcm, lcy), V b adalah volume
asli (satuan: bcm, bcy), sw adalah persentase mengembang, dan LF adalah faktor muatan. Nilai
persentase mengembang didapat dari :
wb
sw = ( w‫׀‬ )
−1 ×100 (3.3)

wb adalah berat jenis tanah dalam kondisi asli dan w ‫ ׀‬adalah berat jenis tanah dalam
kondisi lapas.
Sementara itu hubungan antara kondisi tanah asli dengan tanah dipadatkan ditentukan
oleh faktor penyusutan atau shrinkage factor (SF) dan persentase penyusutan atau shrinkage
percentage (sh) . Rumus yang menghubungkan kedua kondisi tersebut adalah :
SF = 1 - sh (3.4)
Vc
SF= (3.5)
Vb
V c merupakan volume padat (satuan: ccm, ccy). Nilai sh didapat dari :
wb
(
Sh = 1−
wc )
×100 (3.6)

wc adalah berat jenis tanah dalam kondisi padat.


Tabel 3.1 : sw dan LF untuk beberapa jenis tanah

(sumber : Construction Planning, Equipment and Methods, 1996)


Contoh 3.1 :
Jika banyak 2000 bcm tanah kering dipindahkan maka berapa volume tanah tersebut
dalam kondisi lepas? Berapa volume tanah tersebut dalam kondisi padat jika sh = 10%
Dari tabel 3.1 didapat sw = 25% = 0,25
1 2000
=
1+ 0,25 V‫׀‬
V ‫ = ׀‬2500 lcm
Vc
1−0,1 =
2000
VC = 1800 ccm

B. WAKTU SIKLUS
Siklus kerja dalam pemindahan material merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
berulang. Pekerjaan utama di dalam kegiatan tersebut adalah menggali, membuat, memindahkan,
membongkar muatan, dan kembali ke kegiatan awal. Semua kegiatan tersebut dapat dilakukan
oleh satu alat atau oleh beberapa.
Waktu yang diperlukan di dalam siklus kegiatan di atas disebut waktu siklus atau cycle
time (CT). Waktu siklus terdiri dari beberapa unsur. Pertama adalah waktu muat atau loading
time (LT). Waktu muat merupakan waktu yang dibutuhkan oleh suatu alat untuk memuat
material ke dalam alat angkut sesuai dengan kapasitas alat angkut tersebut. Nilai LT dapat
ditentukan walaupun tergantung dari jenis tanah, ukuran unit pengangkut (blade, bowl, bucket,
dst), metode dalam pembuatan, dan efisiensi alat.
Unsur kedua adalah waktu angkut atau hauling time (HT). Waktu angkut merupakan
waktu yang diperlukan oleh suatu alat untuk bergerak dari tempat pemuatan ke tempat
pembongkaran. Waktu angkut tergantung dari jarak angkut, kondisi jalan, tenaga alat, dan lain-
lain. Pada saat alat kembali ke tempat pemuatan maka waktu yang diperlukan untuk kembali
disebut waktu kembali atau return time (RT). Waktu kembali lebih singkat daripada waktu
berangkat karena kendaraan dalam keadaan kosong.
Waktu pembongkaran atau dumping time (DT) juga merupakan unsur penting dari waktu
siklus. Waktu ini tergantung dari jenis tanah, jenis alat, metode yang dipakai. Waktu
pembongkaran merupakan bagian yang terkecil dari waktu siklus.
Unsur terakhir adalah waktu tunggu atau spotting time (ST). Pada saat alat kembali ke
tempat pembuatan adakalanya alat tersebut perlu antri dan menunggu sampai alat diisi kembali.
Saat mengantri dan menunggu ini yang disebut waktu tunggu. Dengan demikian:
CT = LT + HT + DT + RT + ST (3.7)

C. EFISIENSI ALAT
Dalam pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan alat berat terdapat faktor yang
mempengaruhi produktivitas nya alat yaitu efisiensi alat. Bagaimana efektivitas alat tersebut
bekerja tergantung beberapa hal yaitu :
1) Kemampuan operator pemakai alat,
2) Pemilihan dan pemeliharaan alat,
3) Perencanaan dan pengaturan letak alat,
4) Topografi dan volume pekerjaan,
5) Kondisi cuaca,
6) metode pelaksanaan alat.
Cara yang umum dipakai untuk menentukan efisiensi alat adalah dengan menghitung
beberapa menit alat tersebut bekerja secara efektif dalam satu jam. Contohnya jika dalam satu
jam waktu efektif bekerja adalah 45 menit maka dapat dikatakan efisiensi alat adalah 45/60 atau
0,75 .

D. PRODUKTIVITAS DAN DURASI PEKERJAAN


Dalam menentukan durasi suatu pekerjaan maka hal-hal yang perlu diketahui adalah
volume pekerjaan dan produktivitas alat tersebut. Produktivitas alat tergantung pada kapasitas
dan waktu siklus alat. Rumus dasar untuk mencari produktivitas alat adalah:
Kapasitas
Produktivitas= (3.8)
CT
Umumnya waktu siklus alat ditetapkan dalam menit sedangkan produktivitas alat
dihitung dalam produksi/jam. Jika faktor efisiensi alat dimasukkan maka rumus diatas menjadi:
60
Produktivitas=kapasitas × × efesiensi (3.9)
CT
Pada umumnya dalam suatu pekerjaan terdapat lebih dari satu jenis alat yang dipakai.
Sebagai contoh pekerjaan penggalian dan pemindahan panas. Umumnya alat dipakai adalah
excavator untuk menggali, loader untuk memindahkan hasil galian ke dalam bak truck, dan
truck digunakan untuk memindahkan tanah. Karena ketiga jenis contoh alat tersebut mempunyai
produktivitas yang berbeda-beda, maka perlu diperhitungkan jumlah masing-masing alat. Jumlah
alat perlu diperhitungkan untuk mempersingkat durasi pekerjaan. Salah satu cara menghitung
jumlah alat adalah sebagai berikut.
1. Tentukan alat mana yang mempunyai produktivitas terbesar.
2. Asumsikan alat dengan produktivitas terbesar berjumlah satu.
3. Hitung jumlah alat jenis lainnya dengan selalu berpatokan pada alat dengan
produktivitas terbesar.
4. Untuk menghitung jumlah alat-alat lainnya maka gunakan rumus:
Produktivitas terbesar
Jumlah alat 1 = (3.10)
Produktivitas alat 1
Setelah jumlah masing-masing alat diketahui maka selanjutnya perlu dihitung durasi
pekerjaan alat-alat tersebut. Salah satu caranya dengan menemukan beberapa produktivitas total
alat setelah dikalikan jumlahnya kemudian dengan menggunakan produktivitas total terkecil
maka lama pekerjaan dapat dicari dengan menggunakan rumus:
Volume pekerjaan
Durasi = = (3,11)
Produktivitas terkecil

E. GAYA YANG MEMPENGARUHI GERAKAN ALAT BERAT


Ada beberapa gaya yang mempengaruhi gerakan alat berat. Gaya gaya tersebut antara
lain tahanan gelinding atau rolling resistance (RR), tahanan kelandaian atau grader resistance
(GR), dan gabungan kedua tahanan tersebut yaitu total resistance.
1. Tahanan Gelinding (Rolling Resistance, RR)
Tahanan gelinding merupakan suatu gaya yang terjadi akibat gesekan roda alat yang
sedang bergerak dengan permukaan tanah titik besar tahanan ini akan berbeda pada setiap jenis
dan kondisi permukaan tanah atau jalan dan juga sangat tergantung dari tipe roda alat berat.
diperkirakan diperlukan tahanan gelinding alat besar 1,5 sampai 2,0% berat alat agar alat tersebut
dapat bergerak. tabel berikut berisi besarnya tahanan keliling berdasarkan jenis permukaan tanah
dan tipe roda.
Tabel 3.2 ; Tanahan Gelinding %
(Sumber : Caterpillar Perfomance Handbook, 1993)

2. Tahanan Kelandaian (Grade Resistance, GR)


Pada saat alat berat bergerak di permukaan yang menanjak maka selain tahanan gelinding
ada gaya yang menahan alat tersebut. Gaya tersebut dinamakan tahanan kelandaian. Yang
dimaksud dengan kenaikan permukaan sebanyak 1% adalah kenaikan yang sebanyak 1 m untuk
setiap 100 m jarak horizontal. Untuk kenaikan 1% diperlukan tahanan sebesar 10 kg untuk setiap
1 ton berat alat agar alat tersebut dapat bergerak naik. Mencari gambar 3.2 yang dimaksud
dengan tahanan kelandaian adalah F. F/W sama dengan V/I, Maka tahanan kelandaian dapat
dirumuskan menjadi:
GR = F = V/I × W (3.12)
Gambar 3.2 : Perhitungan Tahanan Kelandaian.
Untuk kelandaian lebih kecil dari 10%, dari V/I = sin α ≈ tan α, maka
F = W tan α (3.13)
Jika
√ G%
tan α = = (3.14)
H 100
dan G% adalah gradient maka
G%
F=W× (3.15)
100
Jika W = 1000 kg/ton, maka rumus di atas menjadi
GR = F = 10 kg / ton × G% (3.16)

3. Total Tahanan (Total Resistance, TR)


Total tahanan merupakan jumlah dari tahanan gelinding dan tahanan landaian dengan
rumus :
TR = RR ± GR (3.17)
Nilai GR akan berubah berdasarkan keadaan permukaan jalan. Pada jalan naik ke arah
GR sama dengan arah RR sehingga rumus menjadi TR = RR+ GR. Sedangkan pada jalan
menurun para GR berlawanan dengan arah RR sehingga rumus menjadi TR = RR- GR
Gambar 3.3 : Tahanan Gelinding dan Tahanan Kelandaian Pada Jalan Menanjak dan
Jalan Menurun

Contoh 3.2:
Suatu alat berat beroda crawler bergerak pada permukaan tanah aspal kondisi baik yang
menurun dengan slope 2%. Berapa total grade yang dialami alat tersebut ?
Dari tabel 3.2, RR = 0% maka ;
TR = 3% -2% = 1%

F. PEMOTONGAN DAN PENIMBUNAN TANAH


Permukaan tanah pada umumnya tidak merupakan tanah datar. Pada saat suatu proyek
akan dikerjakan maka permukaan tanah harus diratakan. Tanah yang ketinggiannya melebihi
elevasi yang di inginkan harus dipotong, sedangkan tanah yang ketinggiannya kurang dari
elevasi yang diinginkan harus ditimbun. Ada beberapa cara yang dipakai untuk menentukan
volume tanah yang harus dibuang atau ditimbun. Untuk proyek-proyek bangunan umumnya
menggunakan metode grid, sedangkan untuk proyek jalan umumnya metode yang dipakai adalah
metode ruas.
1. Metode Grid
Pada metode ini luas tanah dibagi menjadi beberapa sektor dengan luas yang sama.
Semakin banyak pembagian sektor dalam suatu luas tanah maka akurasi dari angka yang
dihasilkan akan semakin baik. Pada titik-titik persimpangan diukur ketinggian tanah di titik itu
dan ketinggian yang diinginkan. Untuk menentukan volume tanah, maka perbedaan angka
ketinggian dikalikan dengan luas yang dicakup oleh titik tersebut. Dengan menjumlahkan
volume pada setiap titik maka akan didapat volume total tanah yang harus dipotong dan yang
harus ditimbun.
Jika dilakukan penggambaran, maka pada setiap persimpangan titik dicatat data-data
yang dibutuhkan seperti yang terlihat pada Gambar 3.4. Setelah itu, dibuat tabel untuk
menghitung volume tanah galian dan timbunan. Pada gambar 3.5 dapat dilihat bagaimana
perhitungan luas area yang ditentukan pada sebuah titik. Sebagai contoh, pada. 1-A, luas area
yang ditentukan oleh titik tersebut adalah 0,25 luas sektor atau 0,25A (jika luas sektor
dinotasikan dengan A). Sedangkan 1-B adalah 2 × 0,25 A dan 2-B adalah 4 × 0,25A.

Ketinggian yang Ketinggian yang


diinginkan sebenarnya

Kedalaman Kedalaman
penggalian penimbunan

Gambar 3.4 : Data yang Tercatat pada Setiap Persimpangan

Gambar 3.5 : Pembagian Sektor untuk Setiap Titik


Contoh 3.3 :
Jika diketahui data permukaan adalah sebagai berikut :
A B C
1 4,2 6,5 4,4 5,0 4,6 3,0
2 2,3 0,6 0,6
4,4 5,1 4,6 3,2 4,8 2,8
3 0,7 1,4 2,0
4,6 3,6 4,8 2,0 5,0 5,3
4 4,8 1,0 2,8 0,3
1,9 5,0 4,0 5,2 8,2
5 5,0 2,9 1,0 3,0
3,0 5,2 3,8 5,4 6,4
2,0 1,4 1,0

Dengan luas setiap sector adalah 4×8 m2, berapakah volume tanah galian dan timbunan?

Titik Elev. Elev. Tinggi Tinggi Luas Vol. Vol.


Baru Lama Gali Timb. Frek Tetap Gali Timb.
(m) (m) (m2) (m3) (m3)
1A 4,2 6,5 2,3 0,0 1 32 73,6 0,0
1B 4,4 5,0 0,6 0,0 2 32 38,4 0,0
1C 4,6 3,0 0,0 1,6 1 32 0,0 51,2
2A 4,4 5,1 0,7 0,0 2 32 0,0 51,2
2B 4,6 3,2 0,0 1,4 4 32 44,8 0,0
2C 4,8 2,8 0,0 2,0 2 32 0,0 179,2
3A 4,6 3,6 0,0 1,0 2 32 0.0 128
3B 4,8 2,0 0,0 2,8 4 32 0,0 358,4
3C 5,0 5,3 0,3 0,0 3 32 19,2 0,0
4A 4,8 1,9 0,0 2,9 2 32 0,0 185,6
4B 5,0 4,0 0,0 1,0 4 32 0,0 128
4C 5,2 8,2 3,0 0,0 2 32 192 0,0
5A 5,0 3,0 0,0 2,0 1 32 0,0 64
5B 5,2 3,8 0,0 1,4 2 32 0,0 89,6
5C 5,4 6,4 1,0 0,0 1 32 32 0,0
Total 400 1248

Elevasi permukaan selain diukur sendiri juga dapat dihitung dari kontur kontur suatu
daerah yang biasanya bisa didapat dari badan pemetaan. Untuk menentukan ketinggian suatu
titik yang ada di antara dua kontur maka perhitungannya dapat dilakukan dengan menggunakan
interpolasi. Rumus interpolasi adalah sebagai berikut :
ji
xi = xr + ×(x t −x r ) (3.18)
jt

Pada rumus 3.18, xi adalah ketinggian yang ingin dicari sedangkan xt dan xr adalah
ketinggian kontur yang lebih tinggi dan lebih rendah dari x i. jt adalah jarak antara kedua kontur
dan ji adalah jarak antara xi dan xr (berdasarkan Gambar 3.6).

Gambar 3.6 : Peta Kontur

2. Metode Ruas
Pada gambar rencana suatu proyek jalan misalnya, terdapat suatu garis yang disebut garis
as jalan. Garis as jalan tersebut merupakan garis tengah suatu rencana jalan. Panjang garis as
jalan menentukan panjang dari jalan yang akan dibuat. Untuk menghitung volume tanah galian
dan timbunan pada arah rencana jalan tersebut maka garis as jalan harus dibagi menjadi beberapa
ruas yang sama panjang atau yang juga dikenal dengan istilah stasiun. Pada setiap titik
pertemuan ruas diadakan survei lapangan mengenai ketinggian elevasi setiap sisi dari aspek yang
lain. Langkah selanjutnya adalah dengan menggambarkan hasil survei yang menunjukkan elevasi
yang sebenarnya dan yang diinginkan pada titik tersebut. Karena bentuk permukaan biasanya
tidak beraturan maka bentuk permukaan tersebut dapat disederhanakan ke suatu bentuk lain
seperti segitiga,trapesium, dan lain-lain. Kemudian hitung luas daerah (secara vertical) yang akan
digali dan akan ditimbun. Dari hasil perhitungan, dengan mengalikan jarak antara titik maka
akan didapat volume tanah galian dan timbunan. Jika diturunkan dalam bentuk rumus maka

∑ ( A 2 … A N−1 )
(
Volume = spasi × A1 + A N +
2 ) (3.19)

N pada rumus 3.19 adalah jumlah titik pertemuan ruas atau stasiun (Sta). Untuk mendapatkan
hasil yang akurat jumlah N dapat diperbanyak pada suatu panjang tertentu.A N adalah luas galian
atau timbunan pada stasiun terakhir.

Contoh 3.4 :
Jalan sepanjang 800 meter akan dibangun. Pada setiap stasiun dilakukan survei lapangan untuk
menentukan volume galian dan timbunan pada stasiun tersebut. Hasil dari survei adalah:
Stasiun Luas galian (m2) Luas timbunan (m2)
0.000 55 30
0.100 20 15
0.200 25 80
0.300 10 99
0.400 18 75
0.500 25 50
0.600 22 40
0.700 32 25
0.800 33 20

Tentukan berapa volume tanah galian dan timbunan pada rencana jalan tersebut?
Untuk memudahkan perhitungan volume tanah galian dan timbunan maka dari data di
atas dapat dibuat tabel. hasilnya adalah sebagai berikut:
Sta. Pjg. L.Gal Rata- L.Timb Rata- Vol. Vol.
Ruas (m2) rata Gal. (m2) rata Gal Tmb.
(m) (m2) Tmb. (m2) (m2)
(m2)
0.000 55 30
100 37,5 22,5 3750 2250
0.100 20 15
100 22,5 47,5 2250 4750
0.200 25 80
100 17,5 89,5 1750 8950
0.300 10 99
100 14 87 1400 8700
0.400 18 75
100 21,5 62,5 2150 6250
0.500 25 50
100 23,5 45 2350 4500
0.600 22 40
100 27 32,5 2700 3250
0.700 32 25
100 32,5 22,5 3250 2250
0.800 33 20
Total 19600 40900

G. ALAT PENGGERAK
Alat penggerak pada alat berat dapat berupa crawler Atau ban karet. Untuk beberapa
jenis alat berat seperti struck, scraper atau motor grader, alat geraknya adalah ban karet. Untuk
alat-alat seperti backhoe, alat geraknya bisa salah satu dari kedua jenis diatas. Umumnya
penggunaan ban karet dijadikan pilihan karena alat berat dengan ban karet mempunyai mobilitas
lebih tinggi dari pada alat berat yang menggunakan crawler. Alat penggerak ban karet juga
menjadi pilihan untuk kondisi permukaan yang baik. sedangkan pada permukaan tanah yang
lembek basah atau berpori umumnya digunakan alat berat beroda crawler. Pada tabel berikut
terdapat faktor-faktor yang menjadi dasar pemilihan alat dengan menggunakan roda ban dan roda
crawler.

Tabel 3.3 : Perbandingan antara traktor beroda ban dan beroda crawler
Roda Ban Karet Roda Crawler
Digunakan pada permukaan yang baik Untuk digunakan pada bermacam-macam jenis
(misalnya beton) permukaan
Bekerja baik pada permukaan yang menurun dapat bekerja pada berbagai permukaan
dan datar
Cuaca yang basah adapt menyebabkan slip dapat bekerja pada tanah yang basah atau
berlumpur
Bekerja baik untuk jarak tempuh yang panjang Mempunyai jarak tempuh yang pendek
Dipakai untuk mengatasi tanah lepas dapat dipakai untuk mengatasi tanah keras
Kecepatan alat dalam keadaan kosong tinggi Kecepatan alat dalam keadaan kosong rendah

Anda mungkin juga menyukai