Anda di halaman 1dari 34

93

BAB IV
DAYA DUKUNG PONDASI TIANG

4.1 Daya Dukung Pondasi Dalam

Daya dukung pondasi tiang adalah pondasi yang mampu


menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap
lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit
dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi,
dengan tumpuan pondasi (Ir. Suyono Sosrodarsono, Kazuto Nakazawa,
2000). Pondasi tiang dipergunakan bilamana lapisan-lapisan bagian atas
tanah begitu lembek, dan kadang-kadang diketemukan keadaan tanah
dimana lapisan keras sangat dalam sehingga pembuatan dan
pemancangan tiang sampai lapisan tersebut sukar dilaksanakan. Dalam
hal ini mungkin dapat dipergunakan friction pile yaitu tiang yang
tertahan oleh perlekatan antara tiang dengan tanah, tiang semacam ini
disebut juga dengan tiang terapung (floating piles). Apabila tiang ini
dimasukkan dalam lapisan lempung maka perlawanan ujung akan jauh
lebih kecil daripada perlawanan akibat perlekatan antara tiang dan
tanah maka perlawanan ujung akan jauh lebih kecil daripada
perlawanan akibat perlekatan antara tiang dan tanah.

Pada pondasi dalam ada 3 kategori pile yang sesuai dengan


kedalamannya yaitu pondasi yang ujung tiangnya tepat di atas tanah
keras yang hanya mengandalkan daya dukung ujung tiang:

a. Pondasi yang ujung tiangnya masuk ke dalam tanah keras dengan


kedalaman tertentu yang biasa disebut dengan Lb yang
mengandalkan daya dukung ujung tiang dan friksi tiang dengan
tanah.
b. Pondasi tidak mencapai sampai tanah keras atau seperti melayang
pada tanah lunak yang hanya mengandalkan kuat friksinya antara
tiang dan tanah.
c. Kategori letak pile dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
94

Gambar 4.1 Ilustrasi Kategori Pile

Perhitungan daya dukung dikaitkan dengan proses perencanaan


yang harus memperhatikan kondisi tiang pada lapisan tanah, apakah
tiang tersebut tertahan pada ujungnya (point bearing capacity) atau
tertahan oleh pelekatan antara tiang dengan tanah (friction bearing
capacity).

Qu = Qp + Qs

Dimana :

Qu = daya dukung batas tiang

Qp = daya dukung ujung tiang

Qs = daya dukung gesek sepanjang badan tiang


95

Gambar 4.2 Simulasi Daya Dukung Pondasi Tiang

Untuk nilai dari daya dukung dapat didapatkan secara mudah


dengan menggunakan data tanah yang sudah ada. Ada 2 cara untuk
mendapatkannya yaitu yang pertama menggunakan parameter-
parameter kuat geser tanah yang didapatkan dari hasil uji laboratorium
seperti kohesi dan sudut geser dalam tanah. Cara kedua adalah dengan
data hasil uji di lapangan yaitu CPT (Cone Penetration Test) atau
Sondir dan SPT (Standard Penetration Test).

4.2 Tahanan Ujung Tiang (Point Bearing Capacity)

Point bearing capacity dimana daya dukungnya dihasilkan dari


ujung tiang yang biasanya letak ujung tiang itu mencapai lapisan tanah
keras. Lapisan tanah keras ini boleh terdiri dari jenis tanah apa saja,
meliputi lempung keras sampai batuan tetap. Penentuan daya dukung
dilakukan dengan melihat jenis tanah apa yang terdapat dalam lapisan
tanah keras tersebut. Untuk menghitung daya dukung ujung tiang
diturunkan berdasarkan perhitungan daya dukung pada pondasi
dangkal, yaitu dengan persamaan umum dari Terzaghi untuk
perhitungan daya dukung pada pondasi dangkal, yaitu :

qu = c Nc Fcs Fcd + q Nq Fqs Fqd + 0,5  B N Fs Fd


96

Kemudian dari rumus tersebut disederhanakan oleh Hence menjadi :

qu = c Nc* + q Nq* + 0,5  B N*

Dikarenakan letak pondasi tiang yang begitu dalam maka daya dukung
per satuan luas lebih bertambah besar pada ujung tiang, qp, dan menurut
Hence untuk lebar pondasi dalam pondasi tiang akan dinotasikan dalam
D, sehingga rumusnya akan menjadi :

qu = qp = c Nc* + q Nq* + 0,5  D N*

Dikarenakan lebar atau diameter penampang sangat kecil apabila


dibandingkan dengan kedalaman tiang, maka untuk rumus  D N*
dapat diabaikan, sehingga rumus tersebut akan menjadi :

qp = c Nc* + q Nq*

Qp = Ap . qp = Ap (c Nc* + q Nq*)

dimana :
qp = daya dukung ujung tiang per satuan luas (kN/m2)
Qp = daya dukung ujung tiang (kN)
c = kohesi tanah pada ujung tiang (kN/m2)
q =  . Df ;
Df = kedalaman pondasi dalam tanah,
 = berat jenis tanah (drained)

Nc*, Nq* = faktor daya dukung

Ap = luas penampang tiang

 Meyerhof’s Method
97

Meyerhof menemukan beberapa metode untuk menemukan nilai Q p


berdasarkan jenis tanah pada ujung tiang. Metode tersebut dikenal
dengan nama Meyerhof’s Method.

a. Tanah Pasir

Menurut Mayerhof, apabila ujung tiang tersebut terletak pada tanah


pasir, pada umumnya nilai qp akan meningkat berdasarkan kedalaman.
Apabila pondasi dalam terletak pada tanah pasir dengan c = 0, maka
untuk menghitung daya dukung ujung tiang adalah menggunakan
rumus :

Qp = Ap . qp = Ap . q . Nq* ≤ Ap . ql

Nilai Qp tidak boleh melebihi dari nilai daya ujung batas, Ap . ql :

Qp = Ap . q . Nq* ≤ Ap . ql

Dimana daya ujung batas didaparkan dari :

ql = 50 . Nq* . tan  (kN/m2)

Meyerhof juga melakukan percobaan menggunakan data tanah hasil


lapangan seperti SPT untuk menentukan nilai Qp pada tanah pasir. Jika
berdasarkan nilai N-SPT :

qp = 40N . L/D ≤ 400N

dimana :
N = rata-rata dari nilai N-SPT sekitar ujung tiang (sekiar 10D dari
atas dan 4D dari bawah ujung tiang).

Untuk nilai Nc* dan Nq* didapatkan dari grafik di bawah ini:
98

Gambar 4.3 Nilai Nc* dan Nq* (Sumber : Braja M. Das)

b. Tanah Lempung Jenuh

Jika pondasi dalam terletak pada tanah lempung jenuh dengan  = 0,


maka untuk menghitung daya dukung ujung tiang adalah menggunakan
rumus :

Qp = Ap . cu . Nc*

Karena  = 0, maka nilai Nc* dan Nq* berdasarkan grafik 2.1 adalah :

Nc* = 9

Nq* = 0

Sehingga rumusnya akan menjadi :

Qp = 9 . cu . Ap
99

c. Bored Pile

Untuk perhitungan daya dukung pondasi bored pile adalah sebagai


berikut :

Qp =  . Ap . Nc . cp

dimana :

 = faktor koreksi;

= 0,8 untuk D ≤ 1 m

= 0,75 untuk D > 1 m

cu, cp = kohesi pada ujung tiang (undrained)

Nc = faktor daya dukung (Nc = 9)

4.3 Tahanan Lekat (Friction Resistance)

Kadang-kadang ditemukan keadaan tanah dimana lapisan keras


sangat dalam sehingga pembuatan tiang sampai lapisan tersebut sukar
dilaksanakan. Maka untuk menahan beban yang diterima tiang,
mobilisasi tahanan sebagian besar ditimbulkan oleh gesekan antara
tiang dengan tanah (fraction resistance). Tiang semacam ini disebut
friction pile atau juga sering disebut sebagai tiang terapung (floating
pile). Secara teoritis daya dukung tiang (Qs) ini dapat dihitung dengan
rumus secara umum yaitu :

Qs = ∑ p . L . f

dimana :
p = keliling tiang pondasi
L = pengurangan panjang pada saat p dan f konstan
F = koefisien friksi sesuai dengan kedalaman yang diinginkan
100

Gambar 4.4 Simulasi Tahanan Lekat (Friction Resistance)

 Tanah Pasir

Rumus yang digunakan untuk menghitung daya dukung friksi pada


tanah pasir adalah :

Qs = ∑ p . L . f

f = K . o . tan 

dimana :

K =koefisien efektifitas tanah

Ko = 1 – sin  (bored pile)

Ko – 1,4 Ko (perpindahan rendah pada driven pile)

Ko – 1,8 Ko (perpindahan tinggi pada driven pile)


101

o = tegangan efektif vertikal pada kedalaman yang ditinjau

 =sudut friksi antara tanah dengan tiang

= (0,5 – 0,8) 

 Tanah lempung

Untuk perhitungan daya dukung friksi pada tanah lempung akan


dianalisa dengan 3 metode perhitungan yaitu metode , , dan . Dari
ketiga hasil tersebut diambil hasil yang saling mendekati kemudian
hasil tersebut dirata-ratakan.

 Metode 

Metode  dikembangkan oleh Vijayvergiya dan Focht (1972),


berdasarkan dengan asumsi pada perpindahan tanah yang disebabkan
oleh hasil pemancangan dengan tekanan lateral pasif pada kedalaman
tertentu dan untuk rata-rata tahanan lekat dirumuskan seperti di bawah
ini :

Qs = ∑ p . L . fav

fav =  (σ'´ o + 2cu)

dimana :

 = koefisien lekatan

σ'´ o= rata-rata dari tegangan vertikal efektif sepanjang tiang

cu = rata-rata kuat geser undrained ( = 0)

Untuk nilai  akan berubah sesuai dengan kedalaman tiang, sehingga


untuk memperoleh nilai  dapat dilihat pada gambar grafik di bawah
ini:
102

Gambar 4.5 Nilai  (Sumber : Braja M. Das)

Tiang pondasi biasanya terletak lebih dari 1 lapis jenis tanah lempung,
sehingga untuk nilai cu dan σ'´ o harus dihitung per-lapisan. Untuk tanah
lempung yang berlapis-lapis maka nilai cu dan σ'´ o didapatkan seperti di
bawah ini :

c u,1 . L1 + c u,2 . L2 +… ' A 1 + A 2 + A 3 +…


cu = σ́o =
L L
103

Gambar 4.6 Ilustrasi untuk Mendapatkan Nilai cu dan σ'´ o

 Metode 

Metode  dikemukakan oleh Tomlison untuk menghitung tahanan lekat


yang rumusnya diturunkan sebagi berikut :

Qs = ∑ p . L . f

f =  . cu

Untuk cu ≤ 50 kN/m2, maka nilai  = 1. Sedangkan untuk cu > 50 kN/m2


maka bisa menggunakan grafik di bawah ini.

Sumber : Braja M. Das

Gambar 4.7 Nilai  (Sumber : Braja M. Das)


104

 Metode 

Ketika pondasi tiang didorong ke dalam tanah lempung jenuh air,


tekanan air pori pada tanah sekeliling tiang akan meningkat. Tekanan
air pori berlebih pada tanah normally consolidated clay bisa mencapai 4
– 6 x cu. Namun, dalam waktu sebulan atau lebih, tekanan ini akan
menghilang secara bertahap. Menurut Hence, tahanan lekat pada tiang
dapat dihitung berdasarkan parameter tegangan efektif pada tanah
lempung remoulded dimana nilai c = 0, kemudian dapat dirumuskan
seperti berikut :

Qs = ∑ p . L . f

f =  . o

dimana :

 = K . tan R
R = sudut friksi drained pada lempung remoulded
K = koefesien tekanan tanah at rest
= 1 – sin R (untuk lempung normally consolidated)
= (1 – sin R) . √ OCR (untuk lempung over consolidated)

 Bored Pile

Untuk daya dukung friksi pada pondasi bored pile, digunakan rumus di
bawah ini.

Qs = ∑ 0,45 . cu . p . L

4.4 Ultimate dan Allowable Bearing Capacity

Dalam hal desian, untuk daya dukung yang sudah didapatkan


harus dihitung pula daya dukung batas (Qu) dan daya dukung ijin (Qall).
Dapat dikatakan desain yang akan dipakai nantinya sudah aman dan
105

bila terjadi sedikit kesalahan dari desain tidak langsung runtuh. Untuk
rumus Qu dan Qall adalah sebagai berikut :

− Driven pile

Qu = Qp + Qs

Qu
Q all = FS = 2,5 – 4
FS

QP QS
Q all = +
3 1,5

− Bored pile

Qu
Q all = D < 2m dan pelebaran pada ujung tiang
2,5

Qu
Q all = Tanpa pelebaran pada ujung tiang
2

4.5 Penurunan Tiang Tunggal

Untuk penurunan pada tiang tunggal yang terjadi pada


dikatakan oleh Vesic (1977) akan diakibatkan oleh 3 jenis penurunan
yaitu penurunan elastik dari tiangnya, penurunan tiang akibat beban
pada ujung tiang, dan penurunan tiang akibat penyebaran beban
sepanjang selimut tiang. Rumus penurunan ini sering dikenal dengan
sebutan Vesic’s Method sebagi berikut :

s = se + spp + sps
dimana :
s = total penurunan tiang
se = penurunan elastik tiang
spp = penurunan tiang akibat beban pada ujung tiang
sps = penurunan tiang akibat penyebaran beban sepanjang
106

selimut tiang

4.5.1 Penurunan Elastik (se)

Untuk mendapatkan se, dapat digunakan rumus sebagai berikut :

( Q wp + Q ws ) L
se =
A p . Ep

dimana :
Qwp = beban yang ditanggung pada ujung tiang pada saat
pembebanan
Qws = beban yang ditanggung oleh tahanan friksi pada saat
pembebanan
Ap = luas penampang tiang
Ep = modulus elastisitas tiang
L = panjang tiang
 = faktor distribusi gaya friksi sepanjang selimut tiang. Nilai
faktor ini tergantung pada bentuk distribusi gaya yang
terjadi seperti gambar di bawah ini.

Gambar 4.8 Nilai 


107

4.5.2 Penurunan Ujung Tiang (spp)

Untuk mendapatkan spp, dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Q wp D
s pp = ( )
A p Es
( 1−μ2s ) I wp

dimana :
D = lebar atau diameter tiang
Es = modulus elastisitas tanah pada atau di bawah ujung tiang
s = poisson ratio tanah
Iwp = faktor pengaruh pada ujung tiang yang didapatkan dari
grafik di bawah ini (r)

Sumber : Braja M. Das

Gambar 4.9 Nilai Iwp (r)

4.5.3 Penurunan Friksi (sps)

Sedangkan untuk mendapatkan sps, dapat digunakan rumus sebagai


berikut :
108

Sps = (Qp . L ) DE ( 1−μ ) I


ws

s
2
s ws (2.1)

dimana :

p = keliling lingkaran

Iws = faktor pengaruh pada selimut tiang

L
I ws = 2 + 0.35
√ D

4.6 Daya Dukung pada Kelompok Tiang

Gambar 4.10 Simulasi Kelompok Tiang

Lg = (n1 – 1) d + 2(D/2)

Bg = (n2 – 1) d + 2(D/2)
dimana :
Lg = panjang kelompok tiang
Bg = lebar kelompok tiang
D = diameter tiang
d = jarak antar tiang (dari as ke as)
109

n1 = jumlah tiang dari panjang kelompok tiang


n2 = jumlah tiang dari lebar kelompok tiang

4.6.1 Efisiensi Group Piles

Q g(u)
=
∑Q u

dimana :

 = efisiensi kelompok tiang


Qg(u) = daya dukung batas dari kelompok tiang
Qu = daya dukung batas dari tiap tiang tanpa pengaruh
kelompok tiang

Ada 2 jenis efisiensi group piles yang sering digunakan yaitu metode
Block Failure dan Metode Converse – Labarre.

4.6.2 Block Failure

Metode Block Failure adalah menggambarkan bagaimana suatu


kelompok tiang yang diibaratkan dalam bentuk blok kemudian runtuh
secara bersama-sama. Block Failure pada biasanya digunakan pada
desain kelompok tiang yang terletak pada tanah kohesif atau tanah yang
tidak mempunyai kohesi tetapi dibawahnya terdapat lapis tanah kohesif
yang lemah. Rumus yang digunakan untuk menghitung Block Failure
adalah sebagai berikut :

Qg(u) = 2 . Lp (Bg + Lg) . cu1 + Bg . Lg cu2 . Nc


110

dimana :
Qg(u) = daya dukung batas dari kelompok tiang
Lp = panjang tiang
Lg, Bg = panjang dan lebar kelompok tiang
cu1 = rata-rata nilai kohesif undrained sepanjang tiang
cu2 = rata-rata nilai kohesif undrained dari tanah di dasar tiang
sampai kedalaman 2B
Nc = faktor daya dukung
111

4.6.3 Converse – Labarre

Sedangkan untuk Converse - Labarre yang dihasilkan adalah


efisiensi dari beban maksimum yang dapat dipikul oleh pondasi
kemudian diterapkan pada desain pada proyek. Rumus efisiensi dari
Converse – Labarre adalah sebagai berikut :

( n1 + 1 ) n2 + ( n2 + 1 ) n1
=1-
[ 90 . n 1 . n2 ] θ

dimana :

 = efisiensi kelompok tiang


n1, n2 = jumlah baris dan kolom dari kelompok tiang
D
 = tan -1
s
D = diameter tiang
s = jarak antar tiang

4.7 Daya Dukung Kelompok Tiang pada Tanah Pasir

Jika pada tanah pasir, maka :

2 ( n 1 + n2 ) d + 4D
= .
p . n 1 . n2

2 ( n 1 + n 2 ) d + 4D
Q g(u) =
[ p . n1 . n 2 ]
∑ Qu

Jika  < 1  Qg(u) =  . ΣQu ,


112

jika  ≥ ΣQu  Qg(u) = ΣQu

Untuk driven pile pada tanah pasir adalah sebagai berikut :

d ≥ 3D, Qg(u) = ΣQu

Sedangkan untuk bored pile pada tanah pasir adalah sebagai berikut :

d ≈ 3D, Qg(u) = 2/3 – 3/4 ΣQu

4.8 Daya Dukung Kelompok Tiang pada Tanah Lempung


Jenuh

Cara menghitung daya dukung kelompok tiang pada tanah lempung


jenuh adalah sebagai berikut :

− Menghitung daya dukung batas kelompok tiang berdasarkan daya


dukung tiang tunggal.

ΣQu = n1 . n2 (Qp +Qs)

Daya dukung ujung tiang tunggal

Qp = 9 . cu . Ap

Daya dukung friksi tiang tunggal

Qs = Σ( . p . cu . L)

− Hitung batas daya dukung kelompok tiang dengan asumsi


kelompok tiang berbentuk blok dengan dimensi Lg x Bg x L
Daya dukung ujung kelompok tiang

Qp = Ap . qp = Ap . cu . Nc*

dengan Ap = Lg . Bg
113

Daya dukung friksi kelompok tiang

Qs = Σ(pg . cu . L) = Σ 2(Lg + Bg). cu L

Daya dukung batas kelompok tiang

ΣQu = Qp +Qs

− Dari kedua perhitungan daya dukung, bandingkan antara 2 hasil


analisa tersebut. Dari dua nilai tersebut yang mempunyai nilai
terkecil adalah yang akan menjadi nilai Qg(u).

4.9 Penurunan Kelompok Tiang


Perencanaan suatu pondasi bangunan harus memperhatikan dua hal
yang utama, antara lain ( Dr. Ir. I. D Wesley, 1977) :
a. Daya dukung tanah yaitu apakah tanah itu cukup kuat untuk
menahan beban pondasi tanpa terjadi keruntuhan akibat menggeser.
Tentu saja hal ini tergantung pada kekuatan geser tanah.
b. Penurunan yang terjadi, hal ini tergantung pada macam tanah.
Semua tanah yang mengalami tegangan dengan adanya beban di
atasnya akan mengalami regangan di dalam kerangka tanah
tersebut.

4.9.1 Penurunan Konsolidasi pada Kelompok Tiang

Penurunan kelompok tiang selalu akan lebih besar daripada


penurunan satu tiang tersendiri dan ada kalanya akan berpuluh kali
lebih besar. Untuk tiang dalam pasir, hal ini umumnya tidak menjadi
soal meskipun tiangnya merupakan kelompok atau satu tiang tersendiri
penurunannya masih akan begitu kecil sehingga tidak mempengaruhi
bangunan tersebut dan perhitungan penurunan dapat dianggap tidak
perlu. Lain halnya dengan lapisan lempung yang berada dibawah pasir
tersebut sangat diperlukan perhitungan penurunan.
114

Untuk tiang dalam lempung penurunan kelompok tiang masih


dapat menjadi besar dan perlu diperhitungkan dalam perencanaan
kelompok tersebut. Dalam hal ini penurunan dapat ditentukan dengan
cara yang sama seperti untuk pondasi langsung yaitu kita mengambil
contoh asli untuk percobaan konsolidasi dan kita taksir tegangan
vertikal dalam tanah sebelum dan sesudah tiang dipasang.

Bilamana tiang dimasukkan sampai lapisan pasir atau lapisan


keras lain yang agak tipis dengan lapisan lempung dibawahnya maka
beban tiang kita anggap bekerja pada ujung tiang. Kemudian untuk
menentukan tambahan tegangan kita pakai cara sama seperti yang
diterangkan tadi.

Metode yang digunakan untuk mengitung penurunan


konsolidasi pada kelompok tiang adalah menggunakan metode
Terzaghi dan hanya untuk semua lapis tanah lempung.

Cc(i) H i p + p(i)
∆s g = Σs i =
1 + eo(i) [
log o(i)
p o(i) ]
2

dimana :

sg = total penurunan konsolidasi


si = penurunan konsolidasi lapis i
Cc(i) = compression index pada lapis i
Hi = tebal tanah lapis i
po(i) = tegangan sebelum konstruksi lapis i
p(i) = tegangaan yang meningkat pada tengah lapis i

Menurut rumus yang diberikan oleh Terzaghi, penurunan konsolidasi


memiliki 2 kriteria adalah :

1. Group piles akan mengalami konsolidasi dimulai dari kedalaman


2/3 L dari bagian atas tiang seperti yang ada pada gambar.
115

2. Beban (Qg) akan mengalami distribusi tegangan dengan


perbandingan 2:1 (2 vertikal : 1 horizontal) dan peningkatan
tegangan (pi) akan terjadi pada tengah-tengah tiap lapisan tanah.

Qg
∆p i = ( L + zi ¿ ¿
( Bg + z i ¿ g

dimana :

Lg, Bg = lebar dan panjang kelompok tiang

zi = jarak dari z = 0 sampai tengah-tengah lapis i

Gambar 4.11 Simulasi Penurunan Konsolidasi Kelompok Tiang

4.9.2 Penurunan Elastik pada Kelompok Tiang

Untuk perhitungan pada penurunan elastik pada tanah pasir atau


granular, digunakan metode dari Vesic (1969) yaitu :
116

Bg
s g(e) =
√ D
s

dimana :
sg(e) = penurunan elastik group piles
D = lebar atau diameter 1 tiang
s = penurunan elastik 1 tiang (subbab 2.3.1)

Selain dari metode Vesic, Meyerhof (1976) juga mengeluarkan metode


dalam menghitung penurunan elastik pada kelompok tiang untuk tanah
berpasir :

2q √ Bg I
s g(e) (in) =
N 60

dimana :
q = Qg / (Lg.Bg) (ton/ft2)
Lg, Bg = panjang dan lebar kelompok tiang (ft)
N60 = rata-rata N-SPT pada area penurunan ( sedalam Bg
setelah ujung tiang)
I = faktor pengaruh = 1 – L/8Bg  0,5
L = panjang tiang

Meyerhof (1961) juga melakukan percobaan penurunan elastik yang


dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
117

Sumber : Braja M. Das

Gambar4.12 Grafik nilai Sg(e) dari Meyerhof (1961)

4.9.3 Penurunan Konsolidasi Akibat Koefisien Kompresibilitas


Volume, mv

Untuk menghitung penurunan dapat juga dilakukan dengan


menggunakan koefisien kompresibilitas volume, mv, yaitu sebagai
berikut :

Sg = mv .  . Ho

1 Q gu
sg = . . Ho
E' ( Lg + z i ) . ( Bg + z i )

dimana :
mv = koefisien kompresibilitas volume
 = tekanan pada kelompok tiang
Ho = tebal lapisan dihitung dari dari 2/3 L
E = modulus elastisitas (undrained)
Qgu = daya dukung batas kelompok tiang
Lg, Bg = panjang dan lebar kelompok tiang
118

4.10 Raft

Raft merupakan nama lain dari pile cap dimana fungsi dari raft
ini sendiri adalah untuk mengikat semua kepala tiang sehingga beban
yang akan dipikul oleh tiang pondasi akan lebih besar dikarenakan
beban didistribusikan oleh raft pada masing-masing tiang. Banyak yang
menganggap bahwa fungsi raft ini tidak begitu terlihat dikarenakan
konstribusinya yang tidak begitu besar dalam menahan beban. Tetapi
pada kenyataannya, raft juga berkontribusi dalam menahan beban dari
struktur di atas.

Untuk perhitungan daya dukung pada raft di bawah ini lebih mengarah
pada tanah lempung, dimana nilai  = 0 dan ada beban secara vertikal :

qu = cu Nc Fcs Fcd + q
dimana :
Fcs = faktor bentuk
Fcd = faktor kedalaman
Nc = 5.14
Nq = 1

Untuk nilai Fcs dapat didapat dari rumus di bawah ini :

B Nq B 1 0,195 B
F cs = 1 + ( )
L Nc
=1+ ( )
L 5,14
=1+
L

Sedangkan untuk nilai Fcd adalah sebagai berikut :

F cd = 1 + 0,4 (DB )
f

dimana :
B = lebar raft
L = panjang raft
Df = tebal raft
119

4.10.1 Pile Raft foundation

Pada beberapa kasus, beban struktural dari satu atau lebih


kolom sangat besar melebihi kekuatan dari 1 tiang. Dengan demikian
diperlukan beberapa tiang tambahan untuk menahan beban tersebut.
Tiang-tiang tersebut disatukan bagian kepalanya yang disebut dengan
pile cap (hanya bisa menahan 1 beban kolom) atau piled mat atau raft
(yang biasanya dapat menahan beberapa beban kolom). Ada perbedaan
tambahan antara pile cap dengan pile raft yaitu pile raft tergantung
pada daya dukung tanah di dasar raft sedangkan pile cap total daya
dukung tanahnya ada dikarenakan asumsi sama dengan daya dukung
tiang tunggal.

Ketika beban sangat besar, dibutuhkan lebih dari 1 tiang untuk


menahan beban tersebut. Tiang-tiang tersebut akan bekerja bersama-
sama untuk menahan beban 1 kolom atau lebih yang biasa disebut
dengan kelompok tiang (pile group). Kelompok tiang akan
dihubungkan dengan berbagai pengikat seperti blok beton yang biasa
disebut dengan pile cap sehingga kelompok tiang akan bekerja
bersama-sama. Untuk blok beton yang mengikat banyak tiang disebut
dengan pile raft foundation.

Gambar 4.13 Contoh Pemodelan Pile Raft Foundation

Berdasarkan fungsinya, ada 2 jenis pile raft foundation yaitu :


120

4.10.2 Slab Off Grade

Gambar 4.14 Ilustrasi Slab Off Grade

Raft biasa nya juga sering disebut dengan slab. Untuk slab off
grade akan terjadi dimana pada saat penggalian tanah untuk konstruksi
pondasi dan bagian raft, tanah sekitar mengalami pengembangan
(swellling) sehingga pada saat konstruksi bagian atas yang
menyebabkan pembebanan dimulai akan terjadi penurunan tanah di
bawah raft sehingga muncul gap/jarak antara tanah dan bagian bawah
raft. Kondisi seperti ini mengakibatkan raft tidak menyumbangkan
kosntribusi sama sekali dalam menahan beban yang berada di atasnya.
Beban akan langsung ditahan sepenuhnya oleh tiang pondasi.

4.10.3 Slab On Grade

Gambar 4.15 Ilustrasi Slab On Grade


121

Dikatakan slab on grade dimana pada saat kosntruksi pondasi,


tanah sekitar tidak terjadi pengembangan (swelling) sehingga ketika
konstruksi atas dimulai tidak menimbulkan gap/jarak antara tanah dan
dengan bagian bawah raft sehingga raft tersebut dapat dikatakan
berfungsi juga untuk menahan beban yang ada di atasnya. Dengan kata
lain, raft tersebut memiliki kontribusi menyumbangkan daya dukung
yang bekerja sama dengan daya dukung yang dihasilkan oleh tiang
pondasi.

Untuk jarak antar tiang dalam kelompok tiang merupakan


kritikal desain di mana jika jarak antar tiang terlalu jauh maka
pekerjaan akan menjadi semakin mahal. Jika terlalu berdekatan,
pengaruh beban yang didistribusikan tidak akan sampai ke tanah
kerasnya tetapi akan mengenai tiang-tiang disebelahnya sehingga bisa
menyebabkan kerusakan tiang. Untuk desain jarak optimal antar tiang
tergantung dari berbagai faktor, biasanya antara 2,5 – 3,5D (diameter
tiang). Dengan jarak antar tiang yang baik, maka dapat meningkatkan
efisiensi dengan cara meminimalisasi interaksi antar tiang, tetapi biaya
menjadi lebih mahal.

4.11 Plaxis 3D

Plaxis 3D adalah program elemen tak hingga dalam format 3


dimensi, yang dikembangkan untuk menganalisa deformasi, stabilitas
dan aliran air tanah pada ilmu rekayasa geoteknik. Program ini
termasuk salah satu produk keluaran Plaxis, dengan serangkaian
program elemen tak hingga lainnya yang digunakan seluruh dunia
untuk melakukan rekayasa geoteknik dan desain.

Plaxis dikembangkan sejak tahun 1987 di Delft University of


Technology sebagai inisiatif dari The Dutch Ministry of Public Works
and Water Management (Rijkswaterstaat). Tujuan awal dengan
mengembangkan ini adalah untuk mempermudah perhitungan elemen
tak hingga 2D dalam menganalisa timbunan pada sungai di tanah lunak
pada dataran rendah di Holland. Pada beberapa tahun berikutnya, Plaxis
terus dikembangkan untuk mengatasi berbagai masalah pada rekayasa
122

geoteknik. Dikarenakan terus berkembang, terbentuklah perusahaan


Plaxis dengan nama Plaxis bv pada tahun 1993.

Pada tahun 1998, Plaxis 2D pertama kali diluncurkan untuk


Windows. Sementara itu perhitungan untuk elemen tak hingga dalam
bentuk 3D sedang dikembangkan dan program Plaxis 3D Tunnel
diluncurkan pada tahun 2001. 3DFoundation adalah generasi kedua
yang dikembangkan dengan hasil kerja sama dengan TNO. Program
3DFoundation diluncurkan pada tahun 2004. Namun, baik 3DTunnel
maupun 3DFoundation dapat dimodelkan geometri 3D apapun, karena
keterbatasan geometrinya. Plaxis 3D adalah program tiga dimensi
Plaxis yang mengkombinasi dalam pemakaian yang mudah dengan
fasilitas untuk pemodelan 3D. Plaxis 3D diluncurkan pada tahun 2010.

4.12 Rangkuman

 Daya Dukung Pondasi Tiang Pondasi tiang adalah pondasi yang


mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan
menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan
yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di
bawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi. Pondasi tiang
dipergunakan bilamana lapisan-lapisan bagian atas tanah begitu
lembek, dan kadang-kadang diketemukan keadaan tanah dimana
lapisan keras sangat dalam sehingga pembuatan dan pemancangan
tiang sampai lapisan tersebut sukar dilaksanakan. Dalam hal ini
mungkin dapat dipergunakan friction pile yaitu tiang yang tertahan
oleh perlekatan antara tiang dengan tanah, tiang semacam ini
disebut juga dengan tiang terapung (floating piles). Apabila tiang
ini dimasukkan dalam lapisan lempung maka perlawanan ujung
akan jauh lebih kecil daripada perlawanan akibat perlekatan antara
tiang dan tanah maka perlawanan ujung akan jauh lebih kecil
daripada perlawanan akibat perlekatan antara tiang dan tanah.
123

 Point bearing capacity dimana daya dukungnya dihasilkan dari


ujung tiang yang biasanya letak ujung tiang itu mencapai lapisan
tanah keras. Lapisan tanah keras ini boleh terdiri dari jenis tanah
apa saja, meliputi lempung keras sampai batuan tetap. Penentuan
daya dukung dilakukan dengan melihat jenis tanah apa yang
terdapat dalam lapisan tanah keras tersebut.
 Penurunan kelompok tiang selalu akan lebih besar daripada
penurunan satu tiang tersendiri dan ada kalanya akan berpuluh kali
lebih besar. Untuk tiang dalam pasir, hal ini umumnya tidak
menjadi soal meskipun tiangnya merupakan kelompok atau satu
tiang tersendiri penurunannya masih akan begitu kecil sehingga
tidak mempengaruhi bangunan tersebut dan perhitungan penurunan
dapat dianggap tidak perlu. Lain halnya dengan lapisan lempung
yang berada dibawah pasir tersebut sangat diperlukan perhitungan
penurunan.
 Raft merupakan nama lain dari pile cap dimana fungsi dari raft ini
sendiri adalah untuk mengikat semua kepala tiang sehingga beban
yang akan dipikul oleh tiang pondasi akan lebih besar dikarenakan
beban didistribusikan oleh raft pada masing-masing tiang. Banyak
yang menganggap bahwa fungsi raft ini tidak begitu terlihat
dikarenakan konstribusinya yang tidak begitu besar dalam menahan
beban. Tetapi pada kenyataannya, raft juga berkontribusi dalam
menahan beban dari struktur di atas.
 Untuk jarak antar tiang dalam kelompok tiang merupakan kritikal
desain di mana jika jarak antar tiang terlalu jauh maka pekerjaan
akan menjadi semakin mahal. Jika terlalu berdekatan, pengaruh
beban yang didistribusikan tidak akan sampai ke tanah kerasnya
tetapi akan mengenai tiang-tiang disebelahnya sehingga bisa
menyebabkan kerusakan tiang. Untuk desain jarak optimal antar
tiang tergantung dari berbagai faktor, biasanya antara 2,5 – 3,5D
(diameter tiang). Dengan jarak antar tiang yang baik, maka dapat
meningkatkan efisiensi dengan cara meminimalisasi interaksi antar
tiang, tetapi biaya menjadi lebih mahal.
 Plaxis 3D adalah program elemen tak hingga dalam format 3
dimensi, yang dikembangkan untuk menganalisa deformasi,
stabilitas dan aliran air tanah pada ilmu rekayasa geoteknik.
Program ini termasuk salah satu produk keluaran Plaxis, dengan
124

serangkaian program elemen tak hingga lainnya yang digunakan


seluruh dunia untuk melakukan rekayasa geoteknik dan desain.

4.13 Latihan Soal


1. Jelaskan aya dukung pondasi tiang !
2. Hal-hal apa yang perlu diperhatikan pada pondasi dalam/pile yang
sesuai dengan kedalamannya !
3. Jelaskan tahanan ujung tiang (point bearing capacity) !
4. Jelaskan metode Block Failure !
5. Jelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan
pondasi bangunan menurut Dr. Ir. I. D Wesley !

4.14 Jawaban

1. Daya dukung pondasi tiang adalah pondasi yang mampu menahan


gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan.
Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan
menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi,
dengan tumpuan pondasi (Ir. Suyono Sosrodarsono, Kazuto
Nakazawa, 2000). Pondasi tiang dipergunakan bilamana lapisan-
lapisan bagian atas tanah begitu lembek, dan kadang-kadang
diketemukan keadaan tanah dimana lapisan keras sangat dalam
sehingga pembuatan dan pemancangan tiang sampai lapisan
tersebut sukar dilaksanakan. Dalam hal ini mungkin dapat
dipergunakan friction pile yaitu tiang yang tertahan oleh
perlekatan antara tiang dengan tanah, tiang semacam ini disebut
juga dengan tiang terapung (floating piles). Apabila tiang ini
dimasukkan dalam lapisan lempung maka perlawanan ujung akan
jauh lebih kecil daripada perlawanan akibat perlekatan antara
tiang dan tanah maka perlawanan ujung akan jauh lebih kecil
daripada perlawanan akibat perlekatan antara tiang dan tanah.

2. Pada pondasi dalam ada 2 kategori pile yang sesuai dengan


kedalamannya yaitu pondasi yang ujung tiangnya tepat di atas tanah
keras yang hanya mengandalkan daya dukung ujung tiang:
125

a. Pondasi yang ujung tiangnya masuk ke dalam tanah keras


dengan kedalaman tertentu yang biasa disebut dengan Lb yang
mengandalkan daya dukung ujung tiang dan friksi tiang dengan
tanah.
b. Pondasi tidak mencapai sampai tanah keras atau seperti
melayang pada tanah lunak yang hanya mengandalkan kuat
friksinya antara tiang dan tanah.

3. Point bearing capacity dimana daya dukungnya dihasilkan dari


ujung tiang yang biasanya letak ujung tiang itu mencapai lapisan
tanah keras. Lapisan tanah keras ini boleh terdiri dari jenis tanah
apa saja, meliputi lempung keras sampai batuan tetap. Penentuan
daya dukung dilakukan dengan melihat jenis tanah apa yang
terdapat dalam lapisan tanah keras tersebut. Untuk menghitung
daya dukung ujung tiang diturunkan berdasarkan perhitungan daya
dukung pada pondasi dangkal, yaitu dengan persamaan umum dari
Terzaghi untuk perhitungan daya dukung pada pondasi dangkal,
yaitu :
qu = c Nc Fcs Fcd + q Nq Fqs Fqd + 0,5  B N Fs Fd

4. Metode Block Failure adalah menggambarkan bagaimana suatu


kelompok tiang yang diibaratkan dalam bentuk blok kemudian
runtuh secara bersama-sama. Block Failure pada biasanya
digunakan pada desain kelompok tiang yang terletak pada tanah
kohesif atau tanah yang tidak mempunyai kohesi tetapi dibawahnya
terdapat lapis tanah kohesif yang lemah. Rumus yang digunakan
untuk menghitung Block Failure adalah sebagai berikut :
Qg(u) = 2 . Lp (Bg + Lg) . cu1 + Bg . Lg cu2 . Nc

5. Perencanaan suatu pondasi bangunan harus memperhatikan dua hal


yang utama, antara lain ( Dr. Ir. I. D Wesley, 1977) :
a. Daya dukung tanah yaitu apakah tanah itu cukup kuat untuk
menahan beban pondasi tanpa terjadi keruntuhan akibat
menggeser. Tentu saja hal ini tergantung pada kekuatan geser
tanah.
b. Penurunan yang terjadi, hal ini tergantung pada macam tanah.
Semua tanah yang mengalami tegangan dengan adanya beban di
126

atasnya akan mengalami regangan di dalam kerangka tanah


tersebut.

Anda mungkin juga menyukai