Anda di halaman 1dari 2

BAB V

KESIMPULAN

Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-
neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian
nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang
mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Etiologi bell’s palsy dibagi menjadi tiga besar yaitu teori iskemik vaskuler, teori
infeksi virus dan teori herediter.

Patofisiologi Bell’s palsy adalah proses edema yang selanjutnya menyebabkan


kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler
menjadi edema dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran
kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran
darah sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel
ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik dan
pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat
terjadi kerusakan jaringan yang permanen.

Manifestasi klinis dari bell’s palsy Biasanya timbul secara mendadak, penderita
menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi,
bercermin atau saat sikat gig/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa
salah satu sudutnya lebih rendah. Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat
berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang
terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut
mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak
dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang. Bila
penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh
akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas. Keadaan ini dikenal
dengan tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Karena kedipan mata
yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga menimbulkan epifora.
Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung.
Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain
kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila
paresisnya benar-benar bersifat “Bell’s palsy”.

Tatalaksana bell’s palsy meliputi terapi medikamentosa seperti golongan


kortikosteroid, serta golongan neurotropik, ditambah terapi operatif berupa tindakan bedah
dekompresi serta rehabilitasi

Anda mungkin juga menyukai