Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian bayi (AKB) atau infant mortality rate (IMR) adalah jumlah
kematian bayi di bawah usia satu tahun pada setiap 1000 kelahiran hidup. Angka
kematian bayi di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 32 per 1000 kelahiran hidup.
Artinya terdapat 32 bayi yang meninggal dalam setiap 1000 kelahiran hidup.
Pencapaian AKB pada tahun 2012 tidak sesuai dengan target renstra Kemenkes yaitu
24 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2014 (SDKI, 2012).
Data menunjukkan tren menurun pada indikator AKI (per 100.000 kelahiran
hidup) dari 390 pada tahun 1991 menjadi 230 pada tahun 2020 atau turun -1,80 persen
per tahun. Meski mengalami penurunan, AKI masih belum mencapai target MDGS
tahun 2015, yaitu 102 dan SDGs tahun 2030, yaitu kurang dari 70 per 100.000
kelahiran hidup . Pada indikator AKB, data menunjukkan tren menurun dari 68 pada
tahun 1991 menjadi 24 pada tahun 2017 atau turun -3,93 persen per tahun. Sama
halnya dengan AKI, angka penurunan AKB belum mencapai target MDGs tahun 2015
yaitu 23 dan target SDGs Tahun 2030 yaitu 12. Di tengah situasi pandemi COVID-19,
angka kematian ibu dan bayi melonjak. Angka kematian ibu meningkat sebanyak 300
kasus dari 2019 menjadi sekitar 4.400 kematian pada 2020 sedangkan kematian bayi
pada 2019 sekitar 26.000 kasus meningkat hampir 40 persen menjadi 44.000 kasus
pada 2020 (Kompas, 2021).
Data asfiksia menurut WHO setiap tahunnya ada 120 juta bayi yang lahir di
dunia. Secara global terdapat 4 juta bayi (33%) yang lahir mati dalam usia 0 sampai
dengan 7 hari (perinatal), dan terdapat 4 juta bayi (33%) yang lahir mati dalam usia 0
sampai dengan 28 hari (neonatal). Dari 120 juta bayi yang dilahirkan, terdapat 3,6 juta
bayi (3%) yang mengalami asfiksia, dan hampir 1 juta bayi asfiksia (27,78%) yang
meninggal (Marwiyah, 2016) Sebanyak 47% dari seluruh kematian bayi di Indonesia
terjadi pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 5 menit terdapat satu
neonatal yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah BBLR
(29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan
kongenital (Marwiyah, 2016).
Angka Kematian Bayi di Kabupaten Pringsewu Tahun 2014-2020
menunjukkan kecenderungan kenaikan angka kematian bayi dalam 5 (lima) tahun
terakhir, tetapi jika dibandingkan dengan indikator SDGs 2030 yaitu 12/1000 KH,
pencapaian AKB Kabupaten Pringsewu masih di bawah indikator tersebut. Pada
Tahun 2020 sebesar 9/1000 kelahiran hidup, AKB ini mengalami penurunan kasus
dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 10/1000 kelahiran hidup.
Kematian neonatal paling banyak disebabkan oleh berat badan bayi lahir
rendah (BBLR) sebesar 46,8%, asfiksia sebesar 27,4%, tetanus neonatorum sebesar
14,5 %, kelainan bawaan sebesar 8,1%, sepsis sebesar 3,2%, dan lain-lain sebesar
3,2%. Bayi yang meninggal diketahui sebagian besar lahir secara premature dan
memiliki berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Bayi yang dilahirkan secara
premature biasanya organ-organ tubuhnya belum terbentuk secara sempurna sehingga
rentan terkena infeksi atau gangguan kesehatan lainnya.Penyebab kematian yang
disebabkan oleh kondisi bayi, ternyata ada keterkaitannya dengan kondisi ibu saat
hamil. Adapun kondisi yang dialami oleh ibu yaitu umur ibu yang berisiko, aktivitas
yang berat selama hamil, lingkungan yang tidak sehat, ibu yang mengkonsumsi obat,
memiliki riwayat kandungan lemah, adanya riwayat keguguran, adanya komplikasi
selama kehamilan, serta nutrisi yang kurang mencukupi. Sehingga bila dilihat dari hal
tersebut maka cakupan gizi untuk ibu hamil perlu diperbaiki agar mengurangi angka
kematian neonatal. (Profil kesehatan Kabupaten Pringsewu Tahun 2020).
Penanganan yang dilakukan pada bayi baru lahir yaitu membersihkan jalan
napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril, potong tali pusat dengan teknik
aseptik dan antiseptik, apabila bayi tidak menangis lakukan rangsangan taktil,
pertahankan suhu tubuh, dan nilai APGAR score pada menit 5 sudah baik (7-10)
maka lakukan perawatan bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, pemberian ASI,
pengukuran antrometri, mengenakan pakaian bayi dan memasang tanda pengenal bayi
(Surasmi, 2013).
Berdasarkan data rekam medis didapatkan di Rumah Sakit Umum Daerah
Pringsewu pada bulan januari-desember 2021 bayi yang mengalami BBLR yaitu
sebanyak 74% kasus, dan bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 40% kasus..
Upaya dalam menurunkan angka kematian bayi baru lahir yang diakibatkan
asfiksia adalah dengan cara melakukan salah satu pelatihan ketrampilan resusitasi
kepada para tenaga kesehatan agar lebih trampil dalam melakukan resusitasi dan
menganjurkan kepada masyarakat atau pun ibu khususnya, agar setiap persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan ketrampilan (Depkes
RI, 2013).
Oleh sebab itu penulis bermaksud untuk melakukan studi kasus dengan judul
“Asuahan Kebidanan Bayi Ny V dengan Asfiksia Neonatorum di Ruangan
Perinatologi RSUD Pringsewu”.

B. Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas maka permasalahan dalam laporan kasus ini adalah
bagaimanakah asuhan kebidanan bayi Ny V dengan asfiksia neonatorum di Ruangan
Perinatologi RSUD Pringsewu?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umun
Untuk melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengumpulan data subjektif pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
b. Melakukan pengumpulan data objektif pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
c. Melakukan analisis data yang sudah didapat pada bayi baru lahir dengan
asfiksia.
d. Melakukan penatalaksanaan asuhan kebidanan sesuai dengan hasil analisis
data pada bayi baru lahir dengan asfiksia.

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan teori yang didapat di bangku kuliah dalam praktek dilahan,
serta memperoleh dengan secara langsung dalam memberikan asuhan kebidanan
pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
2. Bagi Bidan
Diharapkan dapat majadi pertimbangan bagi profesi bidan dalam upaya
meningkatkan mutu dalam memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan asfiksia.
3. Bagi Institusi
a. Bagi RSUD Pringsewu
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan
dalam upaya meningkatakan kualitas pelayanan kebidanan khususnya pada
bayi baru lahir dengan asfiksia.
b. Bagi institusi pendidikan
Digunakan sebagai tambahan wancana atau referensi sehingga dapat
menambah pengetahuan tentang asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan asfiksia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Pengertian Asfiksia
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya
disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan
asidosis (Marwyah, 2016).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara
spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi
mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat
bernapas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia
sekunder) (Fauziah dan Sudarti, 2014).
Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis.(Fauziah dan Sudarti , 2014).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin
timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu
dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
2. Etiologi
Pengembangan paru-paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan
dalam pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin maka akan
terjadi asfiksia janin atau neonatus. Jadi asfiksia disebabkan oleh hipoksia janin
yang terjadi karena adanya gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu
kejanin. Asfiksia dapat terjadi dalam kehamilan dan persalinan, tetapi dapat
dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang sempurna,
sehingga perbaikan sedini mungkin dapat diusahakan. Adapun faktor penyebab
asfiksia yaitu:
a. Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh:
1) Penyakit akut atau kronis
2) Keracunan obat bius
3) Anemia berat
4) Trauma (Wiknjosastro.H, 2007, Hal 709-710)
b. Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh:
1) Gangguan sirkulasi pada plasenta, misalnya pada:
a) Partus lama
Merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primipara dan lebih dari 18 jam pada multipara, dimana terjadi
kontraksi rahim yang berlangsung lama sehingga dapat menambah
resiko pada janin dimana terjadi gangguan pertukaran O2 dan CO2
yang dapat menyebabkan asfiksia.
b) Kehamilan lewat waktu
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang berlangsung
lebih dari 42 minggu dihitung berdasarkan rumus naegle dengan siklus
haid rata-rata 28 hari. Permasalahan yang timbul pada janin adalah
asfiksia dimana terjadi insufisiensi plasenta yang menyebabkan
plasenta tidak sanggup memberi nutrisi dan terjadi gangguan
pertukaran CO2 dan O2 dari ibu kejanin.
c) Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang
panjang memungkinkan terjadinya lilitan tali pusat pada leher sangat
berbahaya, apalagi bila lilitan terjadi beberapa kali dimana dapat
diperkirakan dengan makin masuknya kepala janin ke dasar panggul
maka makin erat pula lilitan pada leher janin yang mengakibatkan
makin terganggunya aliran darah ibu ke janin.
d) Solusio plasenta
Merupakan suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya
normal terletak dari perlekatannya sebelum janin lahir, prognosisnya
terhadap janin tergantung pada derajat perlepasan plasenta, dimana
mengakibatkan terjadinya gangguan sirkulasi utero plasenter yang
dapat menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.
e) Persalinan sungsang
Persalinan sunsang dapat menyebabkan asfiksia dimana sering
terjadi kemacetan persalinan kepala yang menyebabkan aspirasi air
ketuban dan lendir, perdarahan atau edema jaringan otak sampai
kerusakan persediaan tulang leher.
2) Faktor penyebab kegagalan pernafasan pada bayi (Marwyah 2016) :
a) Faktor ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus,
hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia,
penyakit jantung dan lain-lain.
b) Faktor plasenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa,
plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
c) Faktor janin dan neonatus Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,
gamelli, IUGR, kelainan kongenital daan lain-lain.
d) Faktor persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.
3. Patofisiologi Asfiksia
Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali (menangis),
pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi. Alveoli akan
mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan
meninggalkan alveli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat secara memadai.
Bila janin kekurangan O₂ dan kadar CO₂ bertambah , maka timbullah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi
lambat. Jika kekurangan O₂ terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat di
pengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervu simpatikus sehingga DJJ
menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan
mengadakan pernapasan intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat
lemas. Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O₂
dalam darah (PaO₂) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernapasan secara spontan
(Sudarti dan Fauziah 2012).
4. Klasifikasi Klinis
Klasifikasi asfiksia menurut Sukarni & Sudarti (2013) adalah :
a. Virgorous baby (Asfiksia ringan)
Apgar skor 7-9, dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak memerlukan tindakan
istimewa.
b. Mild- moderate asphyksia (asfiksia sedang)
APGAR score 4-6
c. Severe asphyksia (asfiksia berat)
APGAR score 0-3
Tabel 2.1 APGAR Score

(Sumber : Sukarni dan Sudarti, 2013).

5. Tanda dan Gejala Asfiksia


Tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Sukarni & Sudarti
(2012). antara lain :
a. Tidak bernafas atau napas megap-megap atau pernapasan cepat, pernapasan
cuping hidung.
b. Pernapasan tidak teratur atau adanya retraksi dinding dada
c. Tangisan lemah atau merintih
d. Warna kulit pucat atau biru
e. Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
f. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia) kurang dari 100 kali per
menit. Sedangkan, tanda dan gejala bayi baru lahir dengan asfiksia (Sudarti
dan Fauziah 2012) antara lain :
a. Pernapasan cuping hidung
b. Pernapasan cepat
c. Nadi cepat
d. Sianosis
e. Nilai APGAR kurang dari 6
6. Diagnosis Asfiksia
Diagnosis dini penderita asfiksia mempunyai arti penting dalam merencanakan
resusitasi yang akan dilakukan. Diagnosis tersebut tidak hanya ditegakkan setelah
bayi lahir, tetapi juga dapat diketahui semasa intrauterin. Untuk dapat
menegakkan diagnosis asfiksia maka dapat dilakukan pemeriksaan sebagai
berikut:
a. Pada saat proses persalinan
1) Denyut jantung janin yaitu antara 120-160 x/menit
2) Jumlah menurun dibawah 100 x/menit apalagi disertai dengan irama yang
tidak teratur
3) Terdapat mekonium dalam air ketuban pada letak kepala
b. Melakukan penilaian asfiksia pada bayi baru lahir
Penilaian pada bayi baru lahir dengan menggunakan parameter tiga
penilaian penting, cara ini biasa juga disebut dengan penilaian dengan cara
sigtuna.
Table 1: penilaian dengan cara sigtuna
Tanda 0 1 2
Pernafasan Tidak ada Lemah tidak Baik/menangis
teratur
Frekuensi Tidak ada < 100 x/menit >100 x/menit
Warna kulit Biru Badan merah, Seluruh tubuh
ekstremitas biru kemerahan
Sumber: (Creasoft, 2008)
Penilaian ini dilakukan untuk menghematkan waktu mengingat asfiksia
terjadi karena adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen,
jika hal ini berlangsung lama maka akan terjadi asfiksia yang lebih berat
dimana hal ini akan menyebabkan kematian. (Saifuddin AB, 2002. hal 348-
349).
7. Komplikasi asfiksia
Dampak yang akan terjadi jika bayi baru lahir dengan asfiksia tidak di tangani
dengan cepat maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut antara lain: perdarahan
otak, anuragia, dan onoksia, hyperbilirubinemia, kejang sampai koma. Komplikasi
tersebut akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan bahkan kematian pada bayi
(Surasmi, 2013).
8. Pemeriksaan diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik adanya asfiksia pada bayi (Sudarti dan
Fauziah, 2013 ) yaitu :
a. Pemeriksaan analisa gas darah
b. Pemeriksaan elektrolit darah
c. Berat badan bayi
d. Penilaiaan APGAR Score
e. Pemeriksaan EGC dan CT-Scan
9. Penatalaksanaan asfiksia
Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi, 2013) adalah :
a. Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril
b. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptic
c. Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut :
1) Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada,
perut dan punggung
2) Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi mouth to
mouth
3) Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia dengan cara :
membungkus bayi dengan kain hangat, badan bayi harus dalam keadaan
kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan minyak atau
baby oil untuk membersihkan tubuh bayi, kepala bayi ditutup dengan baik
atau kenakan topi,
d. Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan
perawatan selanjutnya : bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, pemberian
ASI sedini mungkin dan adekuat, melaksanakan antromentri dan pengkajian
kesehatan, memasang pakaian bayi dan mengenakan tanda pengenal bayi.
10. Pelaksanaan resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat
supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini
merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi
yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).
a. Membuka jalan nafas
Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Metode : Meletakkan bayi pada posisi yang benar: letakkan bayi secara
terlentang atau miring dengan leher agak eksetensi/ tengadah. Perhatikan leher
bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi
karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru
terhalangi. Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu
sehingga terangkat 2-3 cm diatas matras. Apabila cairan/lendir terdapat
banyak dalam mulut, sebaiknya kepala bayi dimiringkan supaya lendir
berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings bagian belakang) sehingga
mudah disingkirkan.

b. Membersihkan jalan nafas


Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut dan
hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung. Apabila air
ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea, sebaiknya
menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan
terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan
jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera
setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter
penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut,
farings dan hidung.
c. Mencegah kehilangan suhu tubuh
Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Metode : meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer)
dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C. Tubuh
dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat,
keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh
melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang
dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan. Untuk bayi sangat kecil
(berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan sangat dingin
dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
d. Pemberian tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Metode : Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar. Agar VTP efektif
kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi harus sesuai,
kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit. Tekanan ventilasi yang
dibutuhkan sebagai berikut : Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40
cm H2O, setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O, bayi dengan
kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance
membutuhkan 20-40 cm H2O, tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila
digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.

e. Observasi gerak dada bayi


Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup
terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas
dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas
panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan
diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotorax.
f. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak
perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
g. Penilaian suara nafas bilatera
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di
kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang
benar.
h. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi
meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh
salah satu sebab berikut : perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara
terhambat dan tidak cukup tekanan.
11. Pathway

Gambar 2.1. Pathway asfiksia


(Sumber : Sudarti dan Fauziah, 2013)
B. Konsep Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah, temuan-temuan, keterampilan suatu keputusan yang berfokus pada klien
(Sukini, 2016).Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematik mulai dari
pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi (Buku 50 Tahun IBI, 2007).
Varney (2007) menjelaskan bahwa perinsip manajemen kebidanan adalah
pemecahan maasalah. Bidan dalam melaksanakan asuhan kepada klien
diharapakan dengan pendekatan pemecahan masalah yang sistematis dan rasional.
Proses manajemen harus mengikuti urutan yang logis dan memberikan pengertian
yang menyatukan pengetahuan, hasil temuan, penilaian yang terpisah-pisah
menjadi satu-satu kesatuaan yaang berfokus pada manajemen klien.
Proses manajemen terdiri dari 7 langkah yang berurutan dan setiap langkah
disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar
dan berakhir dengan evaluasi. 7 langkah tersebut membentuk suatu kerangka
lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Langkah-langkah tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Langkah I: Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama, dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap
dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Anamnesa Dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat
menstruasi,riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas,
bio-psiko-sosial-spiritual serta pengetahuan klien.
2. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda
vital, meliputi:
a. Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi)
b. Pemeriksaaan penunjang (laboratorium, radiologi/USG dan catatan
terbaru serta catatan sebelumnya.
Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah
berikutnya, sehingga kelengkapan dayta sesuai dengan kasus yang
dihadapai akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak
dalam tahap selanjutnya. Sehingga dalam pendekatan ini harus
komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan
sehingga dapat menggambarkan kondisi pasien yang sebenarnya dan valid.
Langkah II: Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan.
Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosis dan
masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefenisikan
seperti diagnosis tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering
berkaitan dengan hal-hal yang sedang yang sedang dialami wanita yang
diidentifikasikan oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga
sering menyertai diagnosis. Diagnosis kebidanan adalah diagnosa yang
ditegakan bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar
nomenklatur diagnosa kebidanan.
Langkah III: Identifikasi Diagnosa Potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah potensial atau
diagnosis potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan
dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersipa-siap
mencegah diagnosis atau masalah potensial ini menjadi benar-benar terjadi.
Langkah ini penting sekali dalam memberikan asuhan yang aman. Pada
langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah
potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi
juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis potensial
tidak terjadi. Sehingga langkah ini benar merupakan langkah yang bersifat
antisipasi yang rasional atau yang logis.
Langkah IV: Tindakan Segera
Mengidentifiksi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter atau
konsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lainnya
sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan
berkesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen
kebidanan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan
prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus- menerus,
misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan. Dari data yang
dikumpulkan dapat menimbulkan satiu situasi yang memerlukan tindakan
segera sementara yang lainnya harus menunggu intervensi dari dokter.
Langkah V: Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh
Pada langkah ini rencana asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
Pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Setiap rencana haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan
klien agar dapat dilaksanak dengan efektif karena klien juga akan
melaksanakan rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan
bersama sebelum melaksanakannya. Semua keputusan haruslah rasional dan
benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori up to date serta sesuai
dengan asumsi tentang apa yang dilakukan klien.
Langkah VI: Implementasi
Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan seluruh oleh bidan atau sebagian sebagian lagi
oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Dalam situasi dimana bidan
berkolaborasi dengan dokter untuk menanganin klien yang mengalami
komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien
adalah tetap bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan
bersama yang menyeluruh tersebut.
Langkah VII: Evaluasi
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi
dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar efektif melakukannya.
2. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP) Menurut Simatupang
E.J.2006. hal 61
a. Data Subjective
Data atau fakta yang merupakan informasi yang diperoleh dari
pasien atau dari keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Yang mencakup
Nama, Umur, Tempat Tinggal, Pekerjaan, Status Perkawinan, Pendidikan
serta keluhan-keluhan
b. Data Objective
Merupakan data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik mencakup
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi serta pemeriksaan penunjang lainnya
seperti pemeriksaan laboratorium dan diagnostik lainnya
c. Assessment
Merupakan keputusan yang ditegakkan dari hasil perumusan masalah
yang mencakup kondisi, masalah yang diprediksi terhadap kondisi tersebut.
Penegakan diagnosis kebidanan dijadikan sebagai dasar tindakan dalam
upaya menanggulangi ancaman keselamatan pasien/klien.
d. Planning
Merupakan rencana kegiatan yang mencakup langkah-langkah yang
akan dilakukan oleh bidan dalam melakukan intervensi untuk memecahkan
masalah pasien/klien.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PATOLOGIS PADA BY NY V UMUR 6


JAM DENGAN ASFIKSIA DI RSUD PRINGSEWU
Tanggal Pengkajian : 17 Februari 2022 Jam: 23.35 wib No Rekam Medis : 01.16.20
A. Subyektif
1. Identitas
a. Bayi
Nama : By Ny. V
Tgl/jam lahir : 17 Februari 2022
Jenis Kelamin : Laki-laki
b. Orang Tua
Nama Istri : Ny. V Nama Suami : Tn. R
Umur : 19 tahun : 22 tahun
Pendidikan :SMP : SMP
Pekerjaan : IRT : Tani
Suku Bangsa : Jawa : Jawa
Agama : Islam : Islam
Alamat : Sinar Mulyo : Sinar Mulyo.
No Telp : 089578381717 : 089578381717
2. Pemeriksaan Kehamilan
a. Trimester I : 2 kali
Tempat periksa : Bpm
Keluhan : mual
b. Trimester II : 2 kali
Tempat periksa : Bpm
Keluhan : Tidak ada
c. Trimester III : 4 kali
Tempat Periksa : Bpm
Keluhan : Tidak ada
d. Imunisasi selama kehamilan : 1 Kali
e. Riwayat penyakit/Kehamilan : tidak ada
f. Kebiasaan Waktu Ibu Hamil
Makanan : Selama hamil ibu rutin makan yaitu 3 kali sehari,
nafsu makan yang baik dengan mengkomsumsi makanan bergizi seimbang
yaitu dengan menu nasi, ikan, tempe atau tahu, sayur, buah-buahan seperti
pisang, pepaya, jeruk, minum air 6-8 gelas sehari dan tidak lupa minum susu
satu gelas setiap hari.
Obat Obatan/Jam : Ibu tidak pernah meminum obat- obatan serta jamu
tanpa resep dokter
Merokok : Ibu tidak pernah merokok
g. Komplikasi
Ibu : Tidak ada
Bayi : Asfiksia
h. Riwayat proses Persalinan
Usia kehamilan : 34 minggu
Janin : Tunggal
Letak Bayi : Memanjang
Jenis persalianan : Spontan,
Ditolong Siapa : Bidan
Lama Persalinan :
Kala I : 10 jam
Kala II : 1 jam.
Kala III: 15 menit.
Kala IV: 2 jam.
Jumlah perdarahan kala I. II. III. IV : + 250 cc
Air Ketuban
Ketuban Pecah Dini
Warna : Jernih,
Bau : Anyir,
Obat yang diberikan selama persalinan : Oksitosin
i. Resusitasi
Tidak dilakukan
j. Penilaian bayi dengan apgar score :
Tanda 0 1 2 Angka
A : Aperance color Pucat Badan merah Seluruh 1 2
(warna kulit) ekstremitas biru tubuh
kemerah-
merahan
P : Pulse Heart Date Tidak Dibawah 100 Diatas 100 2 2
(frekuensi jantung) ada
G : Grimace (reaksi Tidak Sedikit gerakan Menangis, 2 2
terhadap rangsangan) ada mimic batuk/bersin
A : Activity (tonus otot lumpuh Ekstremitas Gerakan 2 2
atau aktifitas) dalam pleksi aktif
sedikit
R : Respiratory (usaha Tidak Lemah, tidak Menangis 2 2
nafas) ada teratur kuat
Jumlah 9 10

B. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum bayi : Lemah
2. Tanda Vital :
Frekuensi jantung : 100 x/menit
Suhu : 36,4 oC
Pernafasan : 50 x/menit, tidak teratur
3. Penilaian
Menangis Kuat : Merintih
Bergerak aktif : tidak aktif
Cukup Bulan : Kurang bulan
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Simetris,
Fontanela : Normal,
Mata : Normal,
Hidung : Simetris,
b. Leher
Kelainan : Tidak ada
c. Dada
Bentuk : Simetris,
Suara nafas : Vasikuler,
Retraksi dada : ada
Penafasan : perut
d. Abdomen : Distended,
e. Tali Pusat
Perdarahan : Tidak
Bau : Tidak
Hernia : Tidak
f. Kulit : Biru, sianosis
Turgor : Menurun,
Lanugo : Ada,
Vernic caseosa : Ada,
g. Ekstrimitas
Atas : Pergerakan bayi sedikit, jari tangan lengkap kiri dan kanan
serta refleks moro kurang.
Bawah : Pergerakan kaki sedikit atau lemah dan jari-jari lengkap
Tonus otot : Kurang,
Pergerakan : Kurang,
Reflek patella : (+) Kanan (+/-), (+) Kiri (+/-)
h. Genetalia
Laki –laki : Penis : (√) Normal, ( ) Kelainan
Testis : (√) Normal, ( ) Kelainan,
Uretra : (√) Normal, ( ) Kelainan
Skrotum : (√) Normal, ( ) Kelainan
i. Antropometri
Berat badan : 2300 gram
PB : 47 cm
LD : 30 cm
LK : 32 cm
Lila : 9 cm
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pada tanggal : 18 Februari 2022
Hb : 21,3% g/dL
Leukosit : 16,04/uL
Eritrosit : 6,07 /uL
C. ASSESMENT
1. Diagnosis Kebidanan
By Ny V umur 6 jam KMK BBLR Spontan dengan Asfiksia
Ds :
Bayi datang rujukan dari bidan. Bayi lahir pukul 18.00 wib spontan. Bayi langsung
menangis segera setelah lahir A/S 9/10. Setalah 30 menit bayi tampak kebiruan
(sianosis) dan merintih
Do :
a. Bayi lahir tanggal 17 Febuari 2022 jam 18.00 wib
b. Bayi lahir spontan pervaginam
c. Bayi menangis segera setelah lahir. Saat ini pernafasan lemah tidak teratur
(50x/menit)
d. Seluruh tubuh berwarna biru atau pucat
e. Frekuensi jantung lemah (100x/menit)
2. Masalah Potensial
Potensi gagal jantung

D. PLANNING OF ACTION
1. Memberitahu hasil pemeriksaan bayi pada keluarga
Rasioanal : supaya keluarga mengetahui keadaan bayinya saat ini dan dapat mengikuti
prosedur tindakan dengan baik
Evaluasi : keluarga lebih tenang mengetahui kondisi bayi
2. Mengeringkan tubuh bayi, mengganti kain yang basah dengan kain yang kering dan
bersih dan membungkus tubuh bayi
Rasional: untuk tetap menjaga suhu tubuh bayi tetap hangat
Evaluasi : bayi nampak lebih nyaman terbungkus dengan kain kering dan bersih
3. Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.A, advice dokter :
a. Pemasangan O2
b. pemasangan infus D5 ¼ 10 tpm mikro
c. injeksi Dexa 2 x ½ cc
d. injeksi aminophilin ¼ cc+Nacl ¼ cc/ 12 jam
e. injeksi cefriaxone 125 mg/24 jam
f. pemasangan CPAP
Rasional : Memaksimalkan suplai oksigen, menjaga asupan cairan dalam tubuh bayi
dan membantu pematangan paru
Evaluasi : telah dilakukan tindakan sesuai dengan advice dokter Sp. A
4. Melakukan pemindahan pasien ke ruang perinatologi untuk dilakukan pemasangan
CPAP
Rasional : bayi sudah dipindahkan ke ruang perinatologi dan melakukan pemasangan
CPAP
Evaluasi : bayi berada di ruang perinatolgi dan sudah dipasang CPAP

LEMBAR CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal Subyektif Objektif Assesment Planning Of Action


Jam
18-02- 1. Menerima bayi KU bayi: lemah, By Ny V umur 1. Melakukan observasi pada
2022 dari ruang merintih 6 jam BBLR keadaan umum bayi
poned kiriman IVFD terpasang SMK dengan 2. Memonitor CPAP dan
01.30 dari bidan CPAP (Ri O2 40%) Asfiksia saturasi O2
WIB 2. bayi datang terpasang, OGT 3. Menjaga kehangatan tubuh
dengan keluhan terpasang, bayi
tidak menangis, BB : 2300 gr 4. Memonitor tanda-tanda vital
bayi lahir di PB : 47 cm
bidan tanggal
17-02-2022,
jam 18.00 wib
P1A0 UK 34
minggu, bidan
mengatakan 10
menit kemudian
bayi merintih,
A/S 9/10
18-02- Bayi merintih KU : Lemah By Ny V umur 1. Melakukan follow up
2022 Geraknya kurang Terpasang CPAP 12 jam BBLR dengan dr Sp. A
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 2. Mengkaji keadaan bayi
08.30 Monitor, OGT, Asfiksia 3. Memonitor ttv
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr SPO2
HR : 140 x/menit 5. Melakukan pemberian
RR : 45 x/menit therapy injeksi sesuai advice
SPO2 :: 99% dokter
Tidak ada retraksi 6. Melakukan pemantauan
dinding dada, output bayi
Warna kulit 7. Pertahankan CPAP
kemerahan
18-02- Bayi menangis KU : Lemah By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Geraknya kurang Terpasang CPAP 1 hari BBLR 2. Memonitor ttv
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
15.00 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Membersihkan tubuh bayi
BB : 2300 gr dengan menggunakan lap
HR : 130 x/menit 5. Melakukan pemantauan
RR : 48 x/menit output bayi
SPO2 :: 99% 6. Pertahankan CPAP
Tidak ada retraksi
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
18-02- Bayi menangis KU : Baik By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan aktif Terpasang CPAP 1 hari BBLR 2. Memonitor ttv
(Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
20.20 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemberian
BB : 2300 gr therapy injeksi sesuai
HR : 140 x/menit advice dokter
RR : 45 x/menit 5. Melakukan pemantauan
SPO2 :: 99% output bayi
Tidak ada retraksi 6. Pertahankan CPAP
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
19-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Melakukan follow up
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 2 hari BBLR dengan dr Sp. A
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 2. Mengkaji keadaan bayi
08.00 Monitor, OGT, Asfiksia 3. Memonitor ttv
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr SPO2
HR : 130 x/menit 5. Membersihkan tubuh bayi
RR : 43 x/menit dengan menggunakan lap
SPO2 :: 97% 6. Melakukan pemberian
Tidak ada retraksi therapy injeksi sesuai advice
dinding dada, dokter
Warna kulit 7. Melakukan pemantauan
kemerahan output bayi
8. Pertahankan CPAP
19-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 2 hari BBLR 2. Memonitor ttv
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
15.00 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr output bayi
HR : 140 x/menit 5. Pertahankan CPAP
RR : 45 x/menit
SPO2 :: 99%
Tidak ada retraksi
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
19-02- Bayi menangis KU : Baik By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan aktif Terpasang CPAP 1 hari BBLR 2. Memonitor ttv
(Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
20.20 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemberian
BB : 2300 gr therapy injeksi sesuai
HR : 140 x/menit advice dokter
RR : 45 x/menit 5. Melakukan pemantauan
SPO2 :: 99% output bayi
Tidak ada retraksi 6. Pertahankan CPAP
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
20-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Melakukan follow up
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 3 hari BBLR dengan dr Sp. A
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 2. Mengkaji keadaan bayi
08.00 Monitor, OGT, Asfiksia 3. Memonitor ttv
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr SPO2
HR : 130 x/menit 5. Membersihkan tubuh bayi
RR : 43 x/menit dengan menggunakan lap
SPO2 :: 97% 6. Melakukan pemberian
Tidak ada retraksi therapy injeksi sesuai advice
dinding dada, dokter
Warna kulit 7. Melakukan pemantauan
kemerahan output bayi
8. Pertahankan CPAP
20-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 3 hari BBLR 2. Memonitor ttv
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
15.00 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr output bayi
HR : 140 x/menit 5. Pertahankan CPAP
RR : 45 x/menit
SPO2 :: 99%
Tidak ada retraksi
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
20-02- Bayi menangis KU : Baik By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan aktif Terpasang CPAP 3 hari BBLR 2. Memonitor ttv
(Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
20.20 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemberian
BB : 2300 gr therapy injeksi sesuai
HR : 140 x/menit advice dokter
RR : 45 x/menit 5. Melakukan pemantauan
SPO2 :: 99% output bayi
Tidak ada retraksi 6. Pertahankan CPAP
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
21-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Melakukan follow up
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 4 hari BBLR dengan dr Sp. A
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 2. Mengkaji keadaan bayi
08.00 Monitor, OGT, Asfiksia 3. Memonitor ttv
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr SPO2
HR : 130 x/menit 5. Membersihkan tubuh bayi
RR : 43 x/menit dengan menggunakan lap
SPO2 :: 97% 6. Melakukan pemberian
Tidak ada retraksi therapy injeksi sesuai advice
dinding dada, dokter
Warna kulit 7. Melakukan pemantauan
kemerahan output bayi
8. Pertahankan CPAP
21-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 4 hari BBLR 2. Memonitor ttv
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
15.00 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr output bayi
HR : 140 x/menit 5. Pertahankan CPAP
RR : 45 x/menit
SPO2 :: 99%
Tidak ada retraksi
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
21-02- Bayi menangis KU : Baik By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan aktif Terpasang CPAP 4 hari BBLR 2. Memonitor ttv
(Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
20.20 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemberian
BB : 2300 gr therapy injeksi sesuai
HR : 140 x/menit advice dokter
RR : 45 x/menit 5. Melakukan pemantauan
SPO2 :: 99% output bayi
Tidak ada retraksi 6. Pertahankan CPAP
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
22-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Melakukan follow up
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 5 hari BBLR dengan dr Sp. A
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 2. Mengkaji keadaan bayi
08.00 Monitor, OGT, Asfiksia 3. Memonitor ttv
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr SPO2
HR : 130 x/menit 5. Membersihkan tubuh bayi
RR : 43 x/menit dengan menggunakan lap
SPO2 :: 97% 6. Melakukan pemberian
Tidak ada retraksi therapy injeksi sesuai advice
dinding dada, dokter
Warna kulit 7. Melakukan pemantauan
kemerahan output bayi
8. Pertahankan CPAP
22-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 5 hari BBLR 2. Memonitor ttv
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
15.00 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr output bayi
HR : 140 x/menit 5. Pertahankan CPAP
RR : 45 x/menit
SPO2 :: 99%
Tidak ada retraksi
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
22-02- Bayi menangis KU : Baik By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan aktif Terpasang CPAP 5 hari BBLR 2. Memonitor ttv
(Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
20.20 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemberian
BB : 2300 gr therapy injeksi sesuai
HR : 140 x/menit advice dokter
RR : 45 x/menit 5. Melakukan pemantauan
SPO2 :: 99% output bayi
Tidak ada retraksi 6. Pertahankan CPAP
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
23-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Melakukan follow up
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 6 hari BBLR dengan dr Sp. A
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 2. Mengkaji keadaan bayi
08.00 Monitor, OGT, Asfiksia 3. Memonitor ttv
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr SPO2
HR : 130 x/menit 5. Membersihkan tubuh bayi
RR : 43 x/menit dengan menggunakan lap
SPO2 :: 97% 6. Melakukan pemberian
Tidak ada retraksi therapy injeksi sesuai advice
dinding dada, dokter
Warna kulit 7. Melakukan pemantauan
kemerahan output bayi
8. Pertahankan CPAP
23-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 6 hari BBLR 2. Memonitor ttv
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
15.00 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr output bayi
HR : 140 x/menit 5. Pertahankan CPAP
RR : 45 x/menit
SPO2 :: 99%
Tidak ada retraksi
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
23-02- Bayi menangis KU : Baik By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan aktif Terpasang CPAP 6 hari BBLR 2. Memonitor ttv
(Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
20.20 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemberian
BB : 2300 gr therapy injeksi sesuai
HR : 140 x/menit advice dokter
RR : 45 x/menit 5. Melakukan pemantauan
SPO2 :: 99% output bayi
Tidak ada retraksi 6. Pertahankan CPAP
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
24-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Melakukan follow up
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 7 hari BBLR dengan dr Sp. A
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 2. Mengkaji keadaan bayi
08.00 Monitor, OGT, Asfiksia 3. Memonitor ttv
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr SPO2
HR : 130 x/menit 5. Membersihkan tubuh bayi
RR : 43 x/menit dengan menggunakan lap
SPO2 :: 97% 6. Melakukan pemberian
Tidak ada retraksi therapy injeksi sesuai advice
dinding dada, dokter
Warna kulit 7. Melakukan pemantauan
kemerahan output bayi
8. Pertahankan CPAP
24-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 7 hari BBLR 2. Memonitor ttv
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
15.00 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr output bayi
HR : 140 x/menit 5. Pertahankan CPAP
RR : 45 x/menit
SPO2 :: 99%
Tidak ada retraksi
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
24-02- Bayi menangis KU : Baik By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan aktif Terpasang CPAP 7 hari BBLR 2. Memonitor ttv
(Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
20.20 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemberian
BB : 2300 gr therapy injeksi sesuai
HR : 140 x/menit advice dokter
RR : 45 x/menit 5. Melakukan pemantauan
SPO2 :: 99% output bayi
Tidak ada retraksi 6. Pertahankan CPAP
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
25-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Melakukan follow up
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 8 hari BBLR dengan dr Sp. A
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 2. Mengkaji keadaan bayi
08.00 Monitor, OGT, Asfiksia 3. Memonitor ttv
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr SPO2
HR : 130 x/menit 5. Membersihkan tubuh bayi
RR : 43 x/menit dengan menggunakan lap
SPO2 :: 97% 6. Melakukan pemberian
Tidak ada retraksi therapy injeksi sesuai advice
dinding dada, dokter
Warna kulit 7. Melakukan pemantauan
kemerahan output bayi
8. Pertahankan CPAP
25-02- Bayi menangis KU : lemah By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan tidak Terpasang CPAP 8 hari BBLR 2. Memonitor ttv
aktif (Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
15.00 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemantauan
BB : 2300 gr output bayi
HR : 140 x/menit 5. Pertahankan CPAP
RR : 45 x/menit
SPO2 :: 99%
Tidak ada retraksi
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan
25-02- Bayi menangis KU : Baik By Ny V umur 1. Mengkaji keadaan bayi
2022 Gerakan aktif Terpasang CPAP 8 hari BBLR 2. Memonitor ttv
(Ri O2 40%) SMK dengan 3. Melakukan pemantauan
20.20 Monitor, OGT, Asfiksia SPO2
WIB dan IVFD 4. Melakukan pemberian
BB : 2300 gr therapy injeksi sesuai
HR : 140 x/menit advice dokter
RR : 45 x/menit 5. Melakukan pemantauan
SPO2 :: 99% output bayi
Tidak ada retraksi 6. Pertahankan CPAP
dinding dada,
Warna kulit
kemerahan

BAB III
PEMBAHASAN
Setelah penulis melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi asfiksia dengan
menggunakan pendekatan manajemen kebidanan dan memahami penatalaksanaan yang
dilakukan pada By Ny V umur 6 jam KMK BBLR spontan dengan asfiksia, maka pada bab
ini penulis akan membahas kesenjangan penatalaksanaan antara teori dan penatalaksanaan di
Rumah Sakit Umum Darah Pringsewu. Pembahasan ini dilakukan secara sistematis yaitu
sebagai berikut :
A. Data Subjektif
Data subyektif yaitu diambil dengan cara wawancara dengan pasien dengan
menayakan keluhan utama, dan memperhatikan hal-hal yang mencemaskan dari pasien
(Mufdlilah,2013). Data yang dikumpulkan kemudian diolah, sesuai kebutuhan pasien
dengan cara menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan yang lainnya sehingga
dapat menunjukan suatu masalah yang terjadi pada kasus ibu bersalin patologi dengan kala
II (Anggaini, 2012).
Data subjektif yang didapat pada kasus ini sangat mendukung terkait masalah yang
terjadi adalah penjelasan dari bidan yang merujuk yaitu bayi belum cukup bulan lahir
dengan cara spontan dengan penilaian awal saat lahir baik dengan apgar score 9/10, hanya
30 menit setelahnya bayi merintih dan kulit tampak kebiruan (siaonosis). Hal tersebut
mendukung untuk menegakan diagnosa asfiksia yaitu sesuai dengan teori bahwa asfiksia
adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara spontan dan teratur
pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam
kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas tetapi kemudian
mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder) (Fauziah dan Sudarti,
2014).
Dalam proses pengambilan data subjektif tidak ditemukan keseenjangan karena data
sudah diambil sudah terfokus pada masalah yang sedang dialami oleh Ny. S.
B. Data Objektif
Data obyektif dengan menggunakan tehnik pemeriksaan yang tepat dan benar,
melakukan pemeriksaan yang terarah sesuai dengan keluhan pasien (Mufdlilah, 2013).
Pada data obyektif menurut teori Yanti (2009) bahwa tanda dan gejala atonia uteri adalah
uterus tidak berkontraksi dan perdarahan segera setelah plasenta lahir, hal ini sama dengan
data yang didapatkan pada kasus ini.
Data objektif yang didapatkan pada kasus ini semakin mendukung penegakan
diagnosa yaitu bayi tampak merintih, warna kulit kebiruan (sianosis), gerakan tidak aktif,
terdapat retraski dada, pernafasam tidak teratur (50x/menit), frekuensi jantung lemah (100
x/menit. Hal tersebut sesuai dengan teori tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan
asfiksia menurut Sukarni & Sudarti (2012). antara lain tidak bernafas atau napas megap-
megap atau pernapasan cepat, pernapasan cuping hidung, pernapasan tidak teratur atau
adanya retraksi dinding dada, tangisan lemah atau merintih, warna kulit pucat atau biru,
tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai, denyut jantung tidak ada atau lambat
(bradikardia) kurang dari 100 kali per menit. Sedangkan, tanda dan gejala bayi baru lahir
dengan asfiksia menurut Sudarti dan Fauziah (2012) antara lain pernapasan cuping hidung,
pernapasan cepat, nadi cepat, sianosis. Sehingga dapat disimpulkan pengambilan data
objektif pada kasus ini sesuai teori dan terfokus sesuai kebutuhan.
C. Analisa Data
Mengidentifikasi data secara benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan
pasien. Masalah atau diagnosis yang spesifik dapat ditemukan berdasarkan interpretasi
yang benar terhadap data dasar (Mufdlilah,2013).
Diagnosa telah ditegakkan dengan dasar data subjektif dan data objektif sesuai
dengan nomeklatur kebidanan yaitu Ny By Ny V umur 6 jam KMK BBLR spontan
dengan asfiksia. Pada langkah ini penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dan
praktik.
D. Penatalaksanaan
Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang merupakan
lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Asuhan
yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari
setiap masalah yang berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi, membutuhkan
konseling atau merujuk. Semua keputusan yang dikembangkan harus rasional dan benar-
benar berdasarkan pengetahuan teori yang ada serta sesuai dengan asumsi tentang apa
yang dilakukan klien (Muslihatun, 2014).
Penatalaksanaan bayi asfiksis yang merupakan kondisi patologi sehingga harus
melakukan kolaborasi dengan dokter Sp A untuk setiap tindakannya. Pada kasus ini tidak
dilakukan resusitasi karena sesaat setelah lahir apgar score 9/10, bayi menangis kuat,
sesuai dengan segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat
supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini
merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang
diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).
Penatalaksanaan kasus ini sesuai advice dokter Sp.A adalah pemasangan O2,
pemasangan infus D5 ¼ 10 tpm mikro, injeksi Dexa 2 x ½ cc, injeksi aminophilin ¼
cc+Nacl ¼ cc/ 12 jam, injeksi cefriaxone 125 mg/24 jam, pemasangan CPAP untuk
menjaga asupan cairan dalam tubuh bayi dan membantu pematangan paru.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam bab terakhir laporan kasus yang berjudul “Asuahan Kebidanan Bayi Ny V
dengan Asfiksia Neonatorum di Ruangan Perinatologi RSUD Pringsewu di Rumah Sakit
Umum Daerah Pringsewu “ maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Data subjektif pada By. Ny. V yang terkumpul telah sesuai dengan teori
2. Data objektif pada By. Ny. V yang terkumpul telah sesuai dengan teori dan wewenang
bidan. secara umum kondisi ibu baik.
3. Analisa data telah dilakukan sesuai dengan nomeklatur kebidanan berdasarkan data
subjektif dan objektif yang terkumpul.
4. Penatalaksanaan asuhan kebidanan patologi ibu bersalin pada kasus asfiksia telah
dilakukan berdasarkan analisa data.

B. Saran
Setelah penulis melakukan tindakan secara langsung pada bayi asfiksia, maka
penulis dapat memberikan saran-saran guna meningkatkan mutu pelayanan kebidanan
pada ibu bersalin adapun saran-saran yang diberikan adalah sebagai berikut :
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan bidan dapat megindentifikasi faktor penyebab asfiksia dari faktor ibu dan
janin sebelum melahirkan sehingga dapat mencegah terjadi asfiksia berat dengan
penanganan yang segera.
2. Bagi Mahasiswa
Dapat melakukan asuhan kebidanan kegawatdaruratan neonatal pada bayi asfiksia
baik secara mandiri atau kolaborasi dan mendapat pengalaman.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat memberikan pengetahuan tentang asfiksia pada pembelajaran selanjutnya dan
diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran tentang penanganan terhadap kasus-
kasus yang sering terjadi dalam masyarakat.
4. Bagi Pasien
Diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai bahaya bayi kurang bulan dan
asfiksia yaitu dapat terjadi kerusakan pada otak hingga terjadi kematian. Sehingga
untuk kehamilan selanjutnya dapat lebih perhatian dengan kehamilannya.

DAFTAR PUSTAKA

Admin, 2007. Asuhan Keperawatan Pediatrik. http://www.pediatrik.com diakses tanggal 17


april 2010
Al-Zuhaili, W. 1418. al-Tafsir al-Munir. Damaskus. Dar al-Fikr al-Mu’ashir. Chandranita, M.
2006. Obstetrik Fatologi. Jakarta. EGC. Creasoft. 2008. Perawatan Bayi Baru Lahir.
http://www.Creasoft.Wordpress.com, diakses tanggal 18 april 2010
Drew, D. 2008. Resusitasi Bayi Baru Lahir dan Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC Helen, V.
200. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi IV. Cetakan I. Jakarta. EGC Hidayat,A.A.
200. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. http://one.indoskripsi.com. diakses tanggal
16 maret 2010
Mansur, A. 2010.Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir.
http://ummukautsar.wordpress.com. Diakses tanggal 18 April 2010
Muchtar, R. 1998. Synopsis Obstetrik. Edisi II. Cetakan I. Jakarta. EGC Nusantara, J.W.
2010. All Problem Nursing Care. http://medlinux.blogspot.com, diakses tanggal 16
april 2010
Saifuddin, A.B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta. YBP Shihab,M.Quraish. 2005, Tafsir al-Mishbah. Cetakan IV. Jakarta.
Lentera Hati.
Sutrisno. 2008. Asfiksia Neonatorum. http://trisnoners.blogspot.com. Diakses tanggal 16 april
2010
Utomo, T.M. 2009. Asuhan Keperawatan. http://one.indoskripsi.com, diakses tanggal 17 april
2010

Anda mungkin juga menyukai