PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian bayi (AKB) atau infant mortality rate (IMR) adalah jumlah
kematian bayi di bawah usia satu tahun pada setiap 1000 kelahiran hidup. Angka
kematian bayi di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 32 per 1000 kelahiran hidup.
Artinya terdapat 32 bayi yang meninggal dalam setiap 1000 kelahiran hidup.
Pencapaian AKB pada tahun 2012 tidak sesuai dengan target renstra Kemenkes yaitu
24 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2014 (SDKI, 2012).
Data menunjukkan tren menurun pada indikator AKI (per 100.000 kelahiran
hidup) dari 390 pada tahun 1991 menjadi 230 pada tahun 2020 atau turun -1,80 persen
per tahun. Meski mengalami penurunan, AKI masih belum mencapai target MDGS
tahun 2015, yaitu 102 dan SDGs tahun 2030, yaitu kurang dari 70 per 100.000
kelahiran hidup . Pada indikator AKB, data menunjukkan tren menurun dari 68 pada
tahun 1991 menjadi 24 pada tahun 2017 atau turun -3,93 persen per tahun. Sama
halnya dengan AKI, angka penurunan AKB belum mencapai target MDGs tahun 2015
yaitu 23 dan target SDGs Tahun 2030 yaitu 12. Di tengah situasi pandemi COVID-19,
angka kematian ibu dan bayi melonjak. Angka kematian ibu meningkat sebanyak 300
kasus dari 2019 menjadi sekitar 4.400 kematian pada 2020 sedangkan kematian bayi
pada 2019 sekitar 26.000 kasus meningkat hampir 40 persen menjadi 44.000 kasus
pada 2020 (Kompas, 2021).
Data asfiksia menurut WHO setiap tahunnya ada 120 juta bayi yang lahir di
dunia. Secara global terdapat 4 juta bayi (33%) yang lahir mati dalam usia 0 sampai
dengan 7 hari (perinatal), dan terdapat 4 juta bayi (33%) yang lahir mati dalam usia 0
sampai dengan 28 hari (neonatal). Dari 120 juta bayi yang dilahirkan, terdapat 3,6 juta
bayi (3%) yang mengalami asfiksia, dan hampir 1 juta bayi asfiksia (27,78%) yang
meninggal (Marwiyah, 2016) Sebanyak 47% dari seluruh kematian bayi di Indonesia
terjadi pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 5 menit terdapat satu
neonatal yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah BBLR
(29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan
kongenital (Marwiyah, 2016).
Angka Kematian Bayi di Kabupaten Pringsewu Tahun 2014-2020
menunjukkan kecenderungan kenaikan angka kematian bayi dalam 5 (lima) tahun
terakhir, tetapi jika dibandingkan dengan indikator SDGs 2030 yaitu 12/1000 KH,
pencapaian AKB Kabupaten Pringsewu masih di bawah indikator tersebut. Pada
Tahun 2020 sebesar 9/1000 kelahiran hidup, AKB ini mengalami penurunan kasus
dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 10/1000 kelahiran hidup.
Kematian neonatal paling banyak disebabkan oleh berat badan bayi lahir
rendah (BBLR) sebesar 46,8%, asfiksia sebesar 27,4%, tetanus neonatorum sebesar
14,5 %, kelainan bawaan sebesar 8,1%, sepsis sebesar 3,2%, dan lain-lain sebesar
3,2%. Bayi yang meninggal diketahui sebagian besar lahir secara premature dan
memiliki berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Bayi yang dilahirkan secara
premature biasanya organ-organ tubuhnya belum terbentuk secara sempurna sehingga
rentan terkena infeksi atau gangguan kesehatan lainnya.Penyebab kematian yang
disebabkan oleh kondisi bayi, ternyata ada keterkaitannya dengan kondisi ibu saat
hamil. Adapun kondisi yang dialami oleh ibu yaitu umur ibu yang berisiko, aktivitas
yang berat selama hamil, lingkungan yang tidak sehat, ibu yang mengkonsumsi obat,
memiliki riwayat kandungan lemah, adanya riwayat keguguran, adanya komplikasi
selama kehamilan, serta nutrisi yang kurang mencukupi. Sehingga bila dilihat dari hal
tersebut maka cakupan gizi untuk ibu hamil perlu diperbaiki agar mengurangi angka
kematian neonatal. (Profil kesehatan Kabupaten Pringsewu Tahun 2020).
Penanganan yang dilakukan pada bayi baru lahir yaitu membersihkan jalan
napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril, potong tali pusat dengan teknik
aseptik dan antiseptik, apabila bayi tidak menangis lakukan rangsangan taktil,
pertahankan suhu tubuh, dan nilai APGAR score pada menit 5 sudah baik (7-10)
maka lakukan perawatan bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, pemberian ASI,
pengukuran antrometri, mengenakan pakaian bayi dan memasang tanda pengenal bayi
(Surasmi, 2013).
Berdasarkan data rekam medis didapatkan di Rumah Sakit Umum Daerah
Pringsewu pada bulan januari-desember 2021 bayi yang mengalami BBLR yaitu
sebanyak 74% kasus, dan bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 40% kasus..
Upaya dalam menurunkan angka kematian bayi baru lahir yang diakibatkan
asfiksia adalah dengan cara melakukan salah satu pelatihan ketrampilan resusitasi
kepada para tenaga kesehatan agar lebih trampil dalam melakukan resusitasi dan
menganjurkan kepada masyarakat atau pun ibu khususnya, agar setiap persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan ketrampilan (Depkes
RI, 2013).
Oleh sebab itu penulis bermaksud untuk melakukan studi kasus dengan judul
“Asuahan Kebidanan Bayi Ny V dengan Asfiksia Neonatorum di Ruangan
Perinatologi RSUD Pringsewu”.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas maka permasalahan dalam laporan kasus ini adalah
bagaimanakah asuhan kebidanan bayi Ny V dengan asfiksia neonatorum di Ruangan
Perinatologi RSUD Pringsewu?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umun
Untuk melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengumpulan data subjektif pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
b. Melakukan pengumpulan data objektif pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
c. Melakukan analisis data yang sudah didapat pada bayi baru lahir dengan
asfiksia.
d. Melakukan penatalaksanaan asuhan kebidanan sesuai dengan hasil analisis
data pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan teori yang didapat di bangku kuliah dalam praktek dilahan,
serta memperoleh dengan secara langsung dalam memberikan asuhan kebidanan
pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
2. Bagi Bidan
Diharapkan dapat majadi pertimbangan bagi profesi bidan dalam upaya
meningkatkan mutu dalam memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan asfiksia.
3. Bagi Institusi
a. Bagi RSUD Pringsewu
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan
dalam upaya meningkatakan kualitas pelayanan kebidanan khususnya pada
bayi baru lahir dengan asfiksia.
b. Bagi institusi pendidikan
Digunakan sebagai tambahan wancana atau referensi sehingga dapat
menambah pengetahuan tentang asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan asfiksia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Pengertian Asfiksia
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya
disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan
asidosis (Marwyah, 2016).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara
spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi
mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat
bernapas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia
sekunder) (Fauziah dan Sudarti, 2014).
Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis.(Fauziah dan Sudarti , 2014).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin
timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu
dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
2. Etiologi
Pengembangan paru-paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan
dalam pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin maka akan
terjadi asfiksia janin atau neonatus. Jadi asfiksia disebabkan oleh hipoksia janin
yang terjadi karena adanya gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu
kejanin. Asfiksia dapat terjadi dalam kehamilan dan persalinan, tetapi dapat
dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang sempurna,
sehingga perbaikan sedini mungkin dapat diusahakan. Adapun faktor penyebab
asfiksia yaitu:
a. Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh:
1) Penyakit akut atau kronis
2) Keracunan obat bius
3) Anemia berat
4) Trauma (Wiknjosastro.H, 2007, Hal 709-710)
b. Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh:
1) Gangguan sirkulasi pada plasenta, misalnya pada:
a) Partus lama
Merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primipara dan lebih dari 18 jam pada multipara, dimana terjadi
kontraksi rahim yang berlangsung lama sehingga dapat menambah
resiko pada janin dimana terjadi gangguan pertukaran O2 dan CO2
yang dapat menyebabkan asfiksia.
b) Kehamilan lewat waktu
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang berlangsung
lebih dari 42 minggu dihitung berdasarkan rumus naegle dengan siklus
haid rata-rata 28 hari. Permasalahan yang timbul pada janin adalah
asfiksia dimana terjadi insufisiensi plasenta yang menyebabkan
plasenta tidak sanggup memberi nutrisi dan terjadi gangguan
pertukaran CO2 dan O2 dari ibu kejanin.
c) Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang
panjang memungkinkan terjadinya lilitan tali pusat pada leher sangat
berbahaya, apalagi bila lilitan terjadi beberapa kali dimana dapat
diperkirakan dengan makin masuknya kepala janin ke dasar panggul
maka makin erat pula lilitan pada leher janin yang mengakibatkan
makin terganggunya aliran darah ibu ke janin.
d) Solusio plasenta
Merupakan suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya
normal terletak dari perlekatannya sebelum janin lahir, prognosisnya
terhadap janin tergantung pada derajat perlepasan plasenta, dimana
mengakibatkan terjadinya gangguan sirkulasi utero plasenter yang
dapat menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.
e) Persalinan sungsang
Persalinan sunsang dapat menyebabkan asfiksia dimana sering
terjadi kemacetan persalinan kepala yang menyebabkan aspirasi air
ketuban dan lendir, perdarahan atau edema jaringan otak sampai
kerusakan persediaan tulang leher.
2) Faktor penyebab kegagalan pernafasan pada bayi (Marwyah 2016) :
a) Faktor ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus,
hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia,
penyakit jantung dan lain-lain.
b) Faktor plasenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa,
plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
c) Faktor janin dan neonatus Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,
gamelli, IUGR, kelainan kongenital daan lain-lain.
d) Faktor persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.
3. Patofisiologi Asfiksia
Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali (menangis),
pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi. Alveoli akan
mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan
meninggalkan alveli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat secara memadai.
Bila janin kekurangan O₂ dan kadar CO₂ bertambah , maka timbullah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi
lambat. Jika kekurangan O₂ terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat di
pengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervu simpatikus sehingga DJJ
menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan
mengadakan pernapasan intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat
lemas. Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O₂
dalam darah (PaO₂) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernapasan secara spontan
(Sudarti dan Fauziah 2012).
4. Klasifikasi Klinis
Klasifikasi asfiksia menurut Sukarni & Sudarti (2013) adalah :
a. Virgorous baby (Asfiksia ringan)
Apgar skor 7-9, dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak memerlukan tindakan
istimewa.
b. Mild- moderate asphyksia (asfiksia sedang)
APGAR score 4-6
c. Severe asphyksia (asfiksia berat)
APGAR score 0-3
Tabel 2.1 APGAR Score
B. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum bayi : Lemah
2. Tanda Vital :
Frekuensi jantung : 100 x/menit
Suhu : 36,4 oC
Pernafasan : 50 x/menit, tidak teratur
3. Penilaian
Menangis Kuat : Merintih
Bergerak aktif : tidak aktif
Cukup Bulan : Kurang bulan
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Simetris,
Fontanela : Normal,
Mata : Normal,
Hidung : Simetris,
b. Leher
Kelainan : Tidak ada
c. Dada
Bentuk : Simetris,
Suara nafas : Vasikuler,
Retraksi dada : ada
Penafasan : perut
d. Abdomen : Distended,
e. Tali Pusat
Perdarahan : Tidak
Bau : Tidak
Hernia : Tidak
f. Kulit : Biru, sianosis
Turgor : Menurun,
Lanugo : Ada,
Vernic caseosa : Ada,
g. Ekstrimitas
Atas : Pergerakan bayi sedikit, jari tangan lengkap kiri dan kanan
serta refleks moro kurang.
Bawah : Pergerakan kaki sedikit atau lemah dan jari-jari lengkap
Tonus otot : Kurang,
Pergerakan : Kurang,
Reflek patella : (+) Kanan (+/-), (+) Kiri (+/-)
h. Genetalia
Laki –laki : Penis : (√) Normal, ( ) Kelainan
Testis : (√) Normal, ( ) Kelainan,
Uretra : (√) Normal, ( ) Kelainan
Skrotum : (√) Normal, ( ) Kelainan
i. Antropometri
Berat badan : 2300 gram
PB : 47 cm
LD : 30 cm
LK : 32 cm
Lila : 9 cm
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pada tanggal : 18 Februari 2022
Hb : 21,3% g/dL
Leukosit : 16,04/uL
Eritrosit : 6,07 /uL
C. ASSESMENT
1. Diagnosis Kebidanan
By Ny V umur 6 jam KMK BBLR Spontan dengan Asfiksia
Ds :
Bayi datang rujukan dari bidan. Bayi lahir pukul 18.00 wib spontan. Bayi langsung
menangis segera setelah lahir A/S 9/10. Setalah 30 menit bayi tampak kebiruan
(sianosis) dan merintih
Do :
a. Bayi lahir tanggal 17 Febuari 2022 jam 18.00 wib
b. Bayi lahir spontan pervaginam
c. Bayi menangis segera setelah lahir. Saat ini pernafasan lemah tidak teratur
(50x/menit)
d. Seluruh tubuh berwarna biru atau pucat
e. Frekuensi jantung lemah (100x/menit)
2. Masalah Potensial
Potensi gagal jantung
D. PLANNING OF ACTION
1. Memberitahu hasil pemeriksaan bayi pada keluarga
Rasioanal : supaya keluarga mengetahui keadaan bayinya saat ini dan dapat mengikuti
prosedur tindakan dengan baik
Evaluasi : keluarga lebih tenang mengetahui kondisi bayi
2. Mengeringkan tubuh bayi, mengganti kain yang basah dengan kain yang kering dan
bersih dan membungkus tubuh bayi
Rasional: untuk tetap menjaga suhu tubuh bayi tetap hangat
Evaluasi : bayi nampak lebih nyaman terbungkus dengan kain kering dan bersih
3. Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.A, advice dokter :
a. Pemasangan O2
b. pemasangan infus D5 ¼ 10 tpm mikro
c. injeksi Dexa 2 x ½ cc
d. injeksi aminophilin ¼ cc+Nacl ¼ cc/ 12 jam
e. injeksi cefriaxone 125 mg/24 jam
f. pemasangan CPAP
Rasional : Memaksimalkan suplai oksigen, menjaga asupan cairan dalam tubuh bayi
dan membantu pematangan paru
Evaluasi : telah dilakukan tindakan sesuai dengan advice dokter Sp. A
4. Melakukan pemindahan pasien ke ruang perinatologi untuk dilakukan pemasangan
CPAP
Rasional : bayi sudah dipindahkan ke ruang perinatologi dan melakukan pemasangan
CPAP
Evaluasi : bayi berada di ruang perinatolgi dan sudah dipasang CPAP
BAB III
PEMBAHASAN
Setelah penulis melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi asfiksia dengan
menggunakan pendekatan manajemen kebidanan dan memahami penatalaksanaan yang
dilakukan pada By Ny V umur 6 jam KMK BBLR spontan dengan asfiksia, maka pada bab
ini penulis akan membahas kesenjangan penatalaksanaan antara teori dan penatalaksanaan di
Rumah Sakit Umum Darah Pringsewu. Pembahasan ini dilakukan secara sistematis yaitu
sebagai berikut :
A. Data Subjektif
Data subyektif yaitu diambil dengan cara wawancara dengan pasien dengan
menayakan keluhan utama, dan memperhatikan hal-hal yang mencemaskan dari pasien
(Mufdlilah,2013). Data yang dikumpulkan kemudian diolah, sesuai kebutuhan pasien
dengan cara menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan yang lainnya sehingga
dapat menunjukan suatu masalah yang terjadi pada kasus ibu bersalin patologi dengan kala
II (Anggaini, 2012).
Data subjektif yang didapat pada kasus ini sangat mendukung terkait masalah yang
terjadi adalah penjelasan dari bidan yang merujuk yaitu bayi belum cukup bulan lahir
dengan cara spontan dengan penilaian awal saat lahir baik dengan apgar score 9/10, hanya
30 menit setelahnya bayi merintih dan kulit tampak kebiruan (siaonosis). Hal tersebut
mendukung untuk menegakan diagnosa asfiksia yaitu sesuai dengan teori bahwa asfiksia
adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara spontan dan teratur
pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam
kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas tetapi kemudian
mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder) (Fauziah dan Sudarti,
2014).
Dalam proses pengambilan data subjektif tidak ditemukan keseenjangan karena data
sudah diambil sudah terfokus pada masalah yang sedang dialami oleh Ny. S.
B. Data Objektif
Data obyektif dengan menggunakan tehnik pemeriksaan yang tepat dan benar,
melakukan pemeriksaan yang terarah sesuai dengan keluhan pasien (Mufdlilah, 2013).
Pada data obyektif menurut teori Yanti (2009) bahwa tanda dan gejala atonia uteri adalah
uterus tidak berkontraksi dan perdarahan segera setelah plasenta lahir, hal ini sama dengan
data yang didapatkan pada kasus ini.
Data objektif yang didapatkan pada kasus ini semakin mendukung penegakan
diagnosa yaitu bayi tampak merintih, warna kulit kebiruan (sianosis), gerakan tidak aktif,
terdapat retraski dada, pernafasam tidak teratur (50x/menit), frekuensi jantung lemah (100
x/menit. Hal tersebut sesuai dengan teori tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan
asfiksia menurut Sukarni & Sudarti (2012). antara lain tidak bernafas atau napas megap-
megap atau pernapasan cepat, pernapasan cuping hidung, pernapasan tidak teratur atau
adanya retraksi dinding dada, tangisan lemah atau merintih, warna kulit pucat atau biru,
tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai, denyut jantung tidak ada atau lambat
(bradikardia) kurang dari 100 kali per menit. Sedangkan, tanda dan gejala bayi baru lahir
dengan asfiksia menurut Sudarti dan Fauziah (2012) antara lain pernapasan cuping hidung,
pernapasan cepat, nadi cepat, sianosis. Sehingga dapat disimpulkan pengambilan data
objektif pada kasus ini sesuai teori dan terfokus sesuai kebutuhan.
C. Analisa Data
Mengidentifikasi data secara benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan
pasien. Masalah atau diagnosis yang spesifik dapat ditemukan berdasarkan interpretasi
yang benar terhadap data dasar (Mufdlilah,2013).
Diagnosa telah ditegakkan dengan dasar data subjektif dan data objektif sesuai
dengan nomeklatur kebidanan yaitu Ny By Ny V umur 6 jam KMK BBLR spontan
dengan asfiksia. Pada langkah ini penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dan
praktik.
D. Penatalaksanaan
Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang merupakan
lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Asuhan
yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari
setiap masalah yang berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi, membutuhkan
konseling atau merujuk. Semua keputusan yang dikembangkan harus rasional dan benar-
benar berdasarkan pengetahuan teori yang ada serta sesuai dengan asumsi tentang apa
yang dilakukan klien (Muslihatun, 2014).
Penatalaksanaan bayi asfiksis yang merupakan kondisi patologi sehingga harus
melakukan kolaborasi dengan dokter Sp A untuk setiap tindakannya. Pada kasus ini tidak
dilakukan resusitasi karena sesaat setelah lahir apgar score 9/10, bayi menangis kuat,
sesuai dengan segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat
supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini
merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang
diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).
Penatalaksanaan kasus ini sesuai advice dokter Sp.A adalah pemasangan O2,
pemasangan infus D5 ¼ 10 tpm mikro, injeksi Dexa 2 x ½ cc, injeksi aminophilin ¼
cc+Nacl ¼ cc/ 12 jam, injeksi cefriaxone 125 mg/24 jam, pemasangan CPAP untuk
menjaga asupan cairan dalam tubuh bayi dan membantu pematangan paru.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam bab terakhir laporan kasus yang berjudul “Asuahan Kebidanan Bayi Ny V
dengan Asfiksia Neonatorum di Ruangan Perinatologi RSUD Pringsewu di Rumah Sakit
Umum Daerah Pringsewu “ maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Data subjektif pada By. Ny. V yang terkumpul telah sesuai dengan teori
2. Data objektif pada By. Ny. V yang terkumpul telah sesuai dengan teori dan wewenang
bidan. secara umum kondisi ibu baik.
3. Analisa data telah dilakukan sesuai dengan nomeklatur kebidanan berdasarkan data
subjektif dan objektif yang terkumpul.
4. Penatalaksanaan asuhan kebidanan patologi ibu bersalin pada kasus asfiksia telah
dilakukan berdasarkan analisa data.
B. Saran
Setelah penulis melakukan tindakan secara langsung pada bayi asfiksia, maka
penulis dapat memberikan saran-saran guna meningkatkan mutu pelayanan kebidanan
pada ibu bersalin adapun saran-saran yang diberikan adalah sebagai berikut :
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan bidan dapat megindentifikasi faktor penyebab asfiksia dari faktor ibu dan
janin sebelum melahirkan sehingga dapat mencegah terjadi asfiksia berat dengan
penanganan yang segera.
2. Bagi Mahasiswa
Dapat melakukan asuhan kebidanan kegawatdaruratan neonatal pada bayi asfiksia
baik secara mandiri atau kolaborasi dan mendapat pengalaman.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat memberikan pengetahuan tentang asfiksia pada pembelajaran selanjutnya dan
diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran tentang penanganan terhadap kasus-
kasus yang sering terjadi dalam masyarakat.
4. Bagi Pasien
Diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai bahaya bayi kurang bulan dan
asfiksia yaitu dapat terjadi kerusakan pada otak hingga terjadi kematian. Sehingga
untuk kehamilan selanjutnya dapat lebih perhatian dengan kehamilannya.
DAFTAR PUSTAKA