Anda di halaman 1dari 41

cover

Makalah MPK Agama Islam

Manusia Beragama Islam

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Achmad Hammam Gopar 2006527701

Leonardo Guntur Tarigan 2006577006

Muhammad Aqil Taqiyyuddin Laras 2006536946

MPK Agama Islam

Fakultas Teknik

Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat
merampungkan penyusunan makalah pendidikan agama islam dengan judul
"Manusia Beragama Islam" tepat pada waktunya.

Kami menyadari dengan baik bahwa, tanpa bantuan, bimbingan, dan


dorongan dari berbagai pihak terutama kepada Bapak Abdul Razak, M.Si selaku
dosen MPK Agama Islam, maka makalah ini tidak akan selesai dengan hasil yang
baik.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana
ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca.

Penulis

Oktober, 2020

ii
Daftar Isi

cover...................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................5
C. Tujuan & Manfaat.....................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
A. Karakteristik Manusia Beragama islam.....................................................................6
B. Penyebutan Manusia Dalam Al-Qur’an..................................................................9
C. Tujuan Penciptaan Manusia...................................................................................9
D. Proses Penciptaan Manusia..................................................................................10
E. Alam Kehidupan Manusia....................................................................................12
F. Kedudukan Manusia.................................................................................................21
G. Potensi Manusia.......................................................................................................23
H. Karakter Manusia.....................................................................................................24
I. Martabat Manusia.....................................................................................................28
J. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama Islam............................................................30
K. Tanggung Jawab Manusia Beragama Islam.............................................................31
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................40

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manusia, pada hakikatnya sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah SWT,
menurut kisah yang diterangkan dalam sumber utama ajaran Islam yaitu Al-
Quran, bahwa Allah menciptakan manusia berikut dengan tugas-tugas mulia yang
diembanya. Islam menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia berasal
dari tanah, kemudian menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya
menjadi makhluk Allah SWT yang paling sempurna dan memiliki berbagai
kemampuan. Allah SWT sudah menciptakan manusia ahsanu taqwim, yaitu
sebaik-baik cipta dan menundukkan alam beserta isinya bagi manusia agar
manusia dapat memelihara dan mengelola serta melestarikan kelangsungan hidup
di alam semesta ini.

Sudah menjadi kodrat manusia sebagai ciptaan Tuhan. Sejatinya, manusia


adalah makhluk yang lemah, manusia tidak dapat hidup tanpa adanya
perlindungan dari Tuhannya. Dengan agama yang dimiliki, manusia akan
memperoleh perlindungan dengan menjalin hubungan dengan Tuhannya. Manusia
adalah makhluk yang sangat menarik, makhluk yang paling unik,dijadikan dalam
bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna, seperti yang dinyatakan
Allah di dalam Al Qur’an Surat At Tiin (95); ayat 4

‫۫ لَقَ ۡد خَ لَ ۡقنَا ااۡل ِ ۡنسَانَ فِ ۡۤی اَ ۡح َس ِن ت َۡق ِو ۡی ٍم‬

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-


baiknya,”

iv
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja karakteristik manusia beragama Islam?
2. Apa saja penyebutan manusia didalam Al-Qur’an?
3. Apa saja tujuan penciptaan manusia?
4. Bagaimana prosses penciptaan manusia?
5. Bagaimana alam kehidupan manusia?
6. Bagaimana kedudukan manusia?
7. Apa saja potensi manusia?
8. Bagaimana karakter manusia?
9. Bagaimana martabat manusia?
10. Apa saja kebutuhan manusia terhadap Agama Islam?
11. Bagaimana tanggung jawab manusia beragama islam?

C. Tujuan & Manfaat


1. Mengetahui karakteristik manusia beragama Islam
2. Mengetahui penyebutan manusia didalam Al-Qur’an
3. Mengetahui tujuan penciptaan manusia
4. Mengetahui dan memahami prosses penciptaan manusia
5. Mengetahui dan memahami alam kehidupan manusia
6. Mengetahui dan memahami kedudukan manusia
7. Mengetahui potensi manusia
8. Mengetahui dan memahami karakter manusia
9. Mengetahui dan memahami martabat manusia
10. Mengetahui dan memahami kebutuhan manusia terhadap Agama Islam
11. Mengetahui dan memahami tanggung jawab manusia beragama islam

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Manusia Beragama islam

Dalam agama Islam seseorang yang beragama Islam disebut dengan


seorang muslim. Tingkat keimanan seseorang dapat dilihat dari amal ibadah
pada diri seseorang tersebut. Tetapi tidak semua orang itu adalah muslim yang
benar-benar muslim sejati. Di Islam sudah sangat sempurna untuk sebagai
pedoman atau acuan untuk kehidupan kita, terdapat juga suri tauladan yang
dapat kita ambil contoh dalam hidup kita didunia ini.

Untuk menjadi muslim sejati, Hasan Al-Banna merumuskan 10


karakteristik muslim yang dibentuk didalam madrasah tarbawi. Menurut beliau,
karakter ini merupakan pilar pertama terbentuknya masyarakat Islam maupun
tertegaknya sistem Islam dimuka bumi. Ke -10 karakter tersebut adalah :

1. Salimul aqidah (bersih akidahnya)

Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan salah satu karakter


menjadi muslim sejati yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang
bersih, maka seorang muslim tersebut memiliki ikatan yang kuat kepada Allah
SWT dan juga tidak akan pernah menyimpang dari apa yang telah ditentukan.
Sebagaimana Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup
dan mati ku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam.(QS 6:162). Karena pada
dasarnya memiliki aqidah yang bersih itu sangatlah penting.

2. Shahihul ibadah (benar ibadahnya)

Ibadah yang benar merupakan salah satu perintah Rasulullah yang


penting. Dan ibadah yang sebagai tolak ukur amal yang pertama atau salah satu
ibadah yang utama dinilai adalah shalatnya. Hingga Rasulullah Saw

vi
menyatakan: “shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.” Dari
ungkapan Rasulullah diatas sudah cukup jelas bahwa dari segala macam
perbuatan atau setiap beribadatan haruslah merujuk kepada sunah rasul Saw.

3. Matinul khuluq (kokoh akhlaknya)

Akhlak yang kokoh atau akhlak yang mulia merupakan salah satu bagian
terpenting juga bagi setiap muslim. Baik dalam hubungannya kepada Allah
maupun dengan makhluk-nya. Karena memiliki akhlak yang mulia manusia
akan hidup bahagia dunia dan akhirat. Maka Rasulullah diutus ke bumi untuk
memperbaiki atau menyempurnakan akhlak para hambanya dan Rasulullah pun
telah mencontohkan nya kepada kita. Sesuai firman Allah SWT yang artinya:
“dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung.” (QS
68:4).

4. Qowiyyul jismi (kuat jasmaninya)

Kuat jasmaninya juga point penting yang harus ada pada setiap muslim.
Karena untuk menjalankan ibadah-ibadah yang Allah perintahkan seperti
shalat, puasa, zakat, dan haji, ataupun segala sesuatu amalan yang harus
dikerjakan dengan fisik, kita harus memiliki fisik yang kuat dan sehat. Apalagi
jihad dijalan Allah SWT. Oleh karena itu, kesehatan jasmaninya harus sangat
di perhatikan bagi setiap seorang muslim. Maka Rasulullah Saw bersabda:
“mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah (HR.
Muslim)

5. Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berpikir)

Intelek dalam berpikir atau memiliki wawasan yang luas adalah salah
satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena salah satu sifat yang dimiliki
Rasulullah adalah Fatonah (cerdas) dan di Al-Quran juga banyak menerangkan
ayat-ayat yang merangsang kita untuk berpikir. Karena didalam Islam sendiri
tidak ada satupun perbuatan yang kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan
berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan yang luas dan
keilmuan yang luas.

vii
6. Mujahadatun linafsih (kuat melawan hawa nafsu)

Berjuang dalam melawan hawa nafsu merupakan kepribadian yang harus


dimiliki di setiap muslim. Karena semua manusia pasti pasti memiliki
kecenderungan hati pada yang baik dan yang buruk. Oleh karena itu hawa
nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan untuk tunduk pada
ajaran Islam. Rasulullah Saw bersabda: “tidak beriman seseorang dari kamu
sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran
Islam). (HR hakim).

7. Haritsun ‘ala waqtihi (sungguh-sungguh menjaga waktunya)

Pandai menjaga waktu adalah faktor penting bagi manusia. Karena


banyak sebagian manusia yang lalai akan waktu, tidak disiplin dengan waktu
yang diberikan. Padahal Allah SWT banyak bersumpah didalam Al-Qur’an
dengan menyebut nama waktu, seperti : waktu Dhuha, waktu ashar,waktu fajar,
waktu malam, dll. Maka dari itu kita harus pandai-pandai dalam memanage
waktu agar waktu yang telah kita lalui tidak sia-sia begitu saja. Maka diantara
yang disinggung oleh nabi Saw adalah memanfaatkan lima perkara sebelum
datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit,
muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk, kaya sebelum miskin.

8. Manazhzhamun fi syu’nihi (teratur dalam semua masalah)

Teratur dalam segala urusan salah satu kepribadian yang harus


ditekankan pada setiap manusia. Didalam hukum Islam sudah tertata rapih
dalam menyelesaikan segala urusan atau masalah baik itu terkait Ubudiyah
maupun muamalahnya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban,
adanya kontinuitas dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan diantara yang
mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.

9. Qodirun ‘ala kasbi (mampu berusaha sendiri)

Mampu berusaha sendiri atau bisa kita sebut harus mandiri merupakan
suatu yang amat diperlukan. Tidak sedikit banyak orang, masalah yang sering

viii
dihadapi adalah masalah ekonomi. Oleh karena itu perintah mencari nafkah
sangatlah banyak didalam Al Qur’an maupun hadist dan itu memiliki
keutamaan yang penting.

10. Naafi’un lighoiri (bermanfaat bagi orang lain)

Bermanfaat bagi orang lain adalah suatu tuntunan bagi setiap muslim.
Dengan hal ini berarti seorang muslim harus selalu berpikir bagaimana cara
agar setiap pribadi ini bermanfaat bagi orang sekitar. Jangan sampai kita
sebagai muslim Tidak ada kontribusi atau berperan penting di masyarakat.
Dalam kaitan inilah Rasulullah Saw bersabda: “sebaik-baiknya manusia adalah
yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR qudy dan Jabir).

B. Penyebutan Manusia Dalam Al-Qur’an

Kata manusia memiliki berbagai jenis penyebutan di dalam Al-Quran. Ada


kurang lebih lima sebutan untuk manusia di dalam Al-quran. Yaitu basyar, insan,
an-nas, bani Adam,dan abdun. Pada setiap kata-kata ini, mereka meiliki makna di
setiap pemakaiannya. Pertamabasyar, kata basyar ini selalu dihubungkan kepada
sifat-sifat biologis manusia seperti,manusia butuh makan dan minum.
Kata insan, kata ini selalu dikaitkan dengan sifat spiritual manusia seperti
tujuan manusia yang diciptakan untuk beribadah kepada Allah swt. Kata an-nas,
kata an-nas digunakan untuk menunjuk manusia secara keseluruhan. Kata bani
adam, kata ini digunakan untuk ketika sedang membahas aspek historis. Adapaun
yang terkahir abdun. Kata ini menunjukan bahwa posisi kita, manusia, adalah
sebagai hamba Allah yang bertugas untuk menyembahnya.

C. Tujuan Penciptaan Manusia

Allah menciptakan manusia untuk menjadikannya sebagai seorang


khalifah di Bumi.Hal ini dijelaskan oleh Allah di dalam surat Al-Baqarah ayat
30
ٓ
ِ ْ‫ُّك ل ِْل َم ٰلَِئ َك ِة ِإ ِّنى َجاعِ ٌل فِى ٱَأْلر‬
‫ض َخلِي َف ًة‬ َ ‫َوِإ ْذ َقا َل َرب‬

ix
yang artinya “sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah di
muka bumi…”

Makna khalifah diartikan sebagai seorang pengemban amanah. Amanah


yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia adalah untuk menegakkan
aturan Allah di Bumi sehingga terciptalah kehidupan yang sejahtera bagi
seluruh makhluk ciptaan Allah. Namun, Allah menjelaskan di dalam surat
Adz-Dzariyat ayat 56 tentang tujuan utama diciptakannya manusia. Di dalam
ayat tersebut Allah secara jelas mengutarakan bahwa tujuan manusia hidup di
dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT.

Menjalankan amanah Allah SWT dan beribadah merupakan dua hal yang
berkaitan. Beribadah kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit dengan
membatasi kepada aspek ritual. Konsep berbadah juga dapat dijalankan dalam
kehidupan sosial, ekonomi, maupun yang lainnya. Menegakkan aturan Allah
juga merupakan bagian dari beribadah kepada Allah. Maka dari itu, tujuan
penciptaan manusia adalah untuk beribadahkepada Allah dan khalifah adalah
kedudukan manusia di muka bumi ini.

D. Proses Penciptaan Manusia

Allah SWT menjelaskan tentang proses penciptaan manusia secara runtut.


Misalnya dalam QS. Al-Mu’minun : 12-14 :
‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا اِإْل ْن َسانَ ِم ْن ُساَل لَ ٍة ِم ْن ِطي ٍن‬
(12) Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah.
ْ ُ‫ثُ َّم َج َع ْلنَاهُ ن‬
ٍ ‫طفَةً فِي قَ َر‬
‫ار َم ِكي ٍن‬
(13) Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim).

ۚ ‫طفَةَ َعلَقَةً فَ َخلَ ْقنَا ْال َعلَقَةَ ُمضْ َغةً فَ َخلَ ْقنَا ْال ُمضْ َغةَ ِعظَا ًم}}ا فَ َك َس}وْ نَا ْال ِعظَ}}ا َم لَحْ ًم}}ا ثُ َّم َأ ْن َش}ْأنَاهُ خَ ْلقً}}ا آخَ} َر‬
ْ ُّ‫ثُ َّم خَ لَ ْقنَا الن‬
َ‫فَتَبَا َركَ هَّللا ُ َأحْ َسنُ ْالخَالِقِين‬

x
(14) Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta
yang paling baik.”

Ada beberapa fase tentang penciptaan manusia sebagaimana ayat di atas.


Beberapa diantaranya seperti,
1. ‘Sulalah min thin’ (saripati tanah).
Saripati tanah yang dimaksud adalah suatu zat yang berasal dari bahan makanan
(baik tumbuhan maupun hewan) yang bersumber dari tanah, yang kemudian
dicerna menjadi darah, kemudian diproses hingga akhirnya menjadi sperma. Fase
ini disebut juga sebagai fase ‘turab’ (tanah). Sebagaimana terdapat dalam Quran
Surat Al-Hajj: 5
‫طفَ ٍة ثُ َّم ِم ْن َعلَقَ ٍة ثُ َّم ِمن ُّمضْ َغ ٍة ُّمخَ لَّقَ ٍة‬ ْ ُّ‫ب ثُ َّم ِمن ن‬ ٍ ‫ث فَِإنَّا خَ لَ ْق ٰنَ ُكم ِّمن تُ َرا‬ ِ ‫ب ِّمنَ ْٱلبَ ْع‬ ٍ ‫ٰيََٓأ ُّيهَا ٱلنَّاسُ ِإن ُكنتُ ْم فِى َر ْي‬
‫َو َغي ِْر ُم َخلَّقَ ٍة لِّنُبَيِّنَ لَ ُك ْم ۚ َونُقِرُّ فِى ٱَأْلرْ َح ِام َما نَ َشٓا ُء ِإلَ ٰ ٓى َأ َج ٍل ُّم َس ّمًى ثُ َّم نُ ْخ ِر ُج ُك ْم ِط ْفاًل ثُ َّم لِتَ ْبلُ ُغ ٓو ۟ا َأ ُش َّد ُك ْم ۖ َو ِمن ُكم‬
‫ض هَا ِم َدةً فَِإ َذٓا َأن َز ْلنَا َعلَ ْيهَا‬ َ ْ‫َّمن يُت ََوفَّ ٰى َو ِمن ُكم َّمن يُ َر ُّد ِإلَ ٰ ٓى َأرْ َذ ِل ْٱل ُع ُم ِر لِ َك ْياَل يَ ْعلَ َم ِم ۢن بَ ْع ِد ِع ْل ٍم َش ْيـًٔا ۚ َوت ََرى ٱَأْلر‬
‫يج‬ ٍ ۭ ْ‫َت ِمن ُكلِّ زَ و‬
ٍ ‫ج بَ ِه‬ ْ ‫ت َوَأ ۢنبَت‬ ْ َ‫ت َو َرب‬ ْ ‫ْٱل َمٓا َء ٱ ْهتَ َّز‬

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka
(ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian
dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging
yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada
kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu
yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian
(dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara
kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan
umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang
dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila
telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan
menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”.

2. ‘Nuthfah’ (air mani).


Makna asal kata ‘nuthfah’ dalam bahasa Arab berarti setetes yang dapat
membasahi. Dalam tafsir Al Misbah, yang dimaksud dengan nuthfah adalah
pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria yang mengandung sekitar
dua ratus juta benih manusia, tetapi yang berhasil bertemu dengan ovum wanita
hanya satu.

xi
3. ‘Alaqah’ (segumpal darah).
Alaqah diambil dari kata alaqa yang artinya sesuatu yang membeku, tergantung
atau berdempet. Sehingga dapat diartikan sebagai sesuatu yang bergantung di
diding rahim.

4. ‘Mudghah’ (segumpal daging).


Dalam ilmu kedokteran, ketika sperma pria bergabung dengan sel telur wanita
intisari bayi yang akan lahir terbentuk. Sel tunggal yang dikenal sebagai zigot
dalam ilmu biologi ini akan segera berkembangbiak dengan membelah diri hingga
akhirnya menjadi segumpal daging. Melalui hubungan ini zigot mampu
mendapatkan zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi pertumbuhanya.

5. ‘Idzam (tulang atau kerangka).


Pada fase ini embrio mengalami perkembangan dari bentuk sebelumnya yang
hanya berupa segumpal daging hingga berbalut kerangka atau tulang.
6. Kisa al-‘idzam bil-lahm (penutupan tulang dengan daging atau otot).
Pengungkapan fase ini dengan kisa yang berarti membungkus, dan lahm (daging)
diibaratkan pakaian yang membungkus tulang, selaras dengan kemajuan yang
dicapai embriologi yang menyatakan bahwa sel-sel tulang tercipta sebelum sel-sel
daging, dan bahwa tidak terdeteksi adanya satu sel daging sebelum terlihat sel
tulang.

7. Insya (mewujudkan makhluk lain).


Fase ini mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang dianugerahkan kepada manusia
yang menjadikannya berbeda dengan makhluk-makhluk lain. Sesuatu itu adalah
ruh ciptaannya yang menjadikan manusia memiliki potensi yang sangat besar
sehingga dapat melanjutkan evolusinya hingga mencapai kesempurnaan makhluk

E. Alam Kehidupan Manusia

Saat ini ada dua teori yang menyesatkan orang banyak. Al-Qur’an dengan tegas
membantah teori itu. Pertama, teori yang mengatakan manusia ada dengan
sendirinya. Dibantah Al-Qur’an dengan hujjah yang kuat, bahwa manusia ada

xii
karena diciptakan oleh Allah swt. Kedua, teori yang mengatakan manusia ada dari
proses evolusi panjang, yang bermula dari sebangsa kera kemudian berubah
menjadi manusia. Teori ini pun dibantah dengan sangat pasti bahwa manusia
pertama adalah Adam as. Kemudian selanjutkannya anak cucu Adam as.
diciptakan Allah swt. dari jenis manusia itu sendiri yang berasal dari percampuran
antara sperma lelaki dengan sel telur wanita, maka lahirlah manusia.

Rasulullah saw. semakin mengokohkan tentang kisah rihlatul insan. Disebutkan


dalam beberapa haditsnya. “Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang
yang sedang musafir” (HR Bukhari). Dalam hadits lain:”Untuk apa dunia itu
bagiku? Aku di dunia tidak lebih dari seorang pengendara yang berteduh di bawah
pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya” (HR At-Tirmidzi).

Alam Arwah

Manusia merupakan makhluk terakhir yang diciptakan Allah swt. setelah


sebelumnya Allah telah menciptakan makhluk lain seperti malaikat, jin, bumi,
langit dan seisinya. Allah menciptakan manusia dengan dipersiapkan untuk
menjadi makhluk yang paling sempurna. Karena, manusia diciptakan untuk
menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi dan memakmurkannya.

Persiapan pertama, Allah mengambil perjanjian dan kesaksian dari calon manusia,
yaitu ruh-ruh manusia yang berada di alam arwah. Allah mengambil sumpah
kepada mereka sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an: Dan (ingatlah), ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku
ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al A’raf: 172).

xiii
Dengan kesaksian dan perjanjian ini maka seluruh manusia lahir ke dunia sudah
memiliki nilai, yaitu nilai fitrah beriman kepada Allah dan agama yang lurus.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. (Ar-Ruum: 30). Rasulullah saw. bersabda: “Setiap
anak dilahirkan secara fitrah. Maka kedua orang tuannya yang menjadikan Yahudi
atau Nashrani atau Majusi.” (HR Bukhari)

Alam Rahim

Rihlah pertama yang akan dilalui manusia adalah kehidupan di alam rahim: 40
hari berupa nutfah, 40 hari berupa ‘alaqah (gumpalan darah), dan 40 hari berupa
mudghah (gumpalan daging), kemudian ditiupkan ruh dan jadilah janin yang
sempurna. Setelah kurang lebih sembilan bulan, maka lahirlah manusia ke dunia.

Allah swt. berfirman: “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang
kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah
menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam
rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada
pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat
bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah
bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan
yang indah.” (Al-Hajj: 5)

Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya seseorang dari kalian dikumpulkan


penciptaannya di perut ibunya 40 hari nutfah, kemudian ‘alaqoh selama hari yang

xiv
sama, kemudian mudghoh selama hari yang sama. Kemudian diutus baginya
malaikat untuk meniupkan ruh dan ditetapkan 4 kalimat; ketetapan rizki, ajal,
amal, dan sengsara atau bahagia.” (HR Bukhari dan Muslim)

Seluruh manusia di dunia apapun kondisi sosialnya diingatkan tentang awal


kejadiannya yang berasal dari benda yang hina, yaitu sperma lelaki dan sel telur
wanita. Manusia sebelumnya belum dikenal, belum memiliki kemuliaan dan
kehormatan. Lalu apakah manusia akan bangga, congkak, dan sombong dengan
kondisi sosial yang dialami sekarang jika mengetahui asal muasal mereka?

Setelah mencapai 6 bulan sampai 9 bulan atau lebih, dan persyaratan untuk hidup
normal sudah lengkap, seperti indra, akal, dan hati, maka lahirlah manusia ke
dunia dalam keadaan telanjang. Belum bisa apa-apa dan tidak memiliki apa-apa.

Alam Dunia

Di dunia perjalanan manusia melalui proses panjang. Dari mulai bayi yang hanya
minum air susu ibu lalu tubuh menjadi anak-anak, remaja dan baligh. Selanjutnya
menjadi dewasa, tua dan diakhiri dengan meninggal. Proses ini tidak berjalan
sama antara satu orang dengan yang lainnya. Kematian akan datang kapan saja
menjemput manusia dan tidak mengenal usia. Sebagian meninggal saat masih
bayi, sebagian lagi saat masa anak-anak, sebagian yang lain ketika sudah remaja
dan dewasa, sebagian lainnya ketika sudah tua bahkan pikun.

Di dunia inilah manusia bersama dengan jin mendapat taklif (tugas) dari Allah,
yaitu ibadah. Dan dalam menjalani taklifnya di dunia, manusia dibatasi oleh
empat dimensi; dimensi tempat, yaitu bumi sebagai tempat beribadah; dimensi
waktu, yaitu umur sebagai sebuah kesempatan atau target waktu beribadah;
dimensi potensi diri sebagai modal dalam beribadah; dan dimensi pedoman hidup,
yaitu ajaran Islam yang menjadi landasan amal.

Allah Ta’ala telah melengkapi manusia dengan perangkat pedoman hidup agar
dalam menjalani hidupnya di muka bumi tidak tersesat. Allah telah mengutus

xv
rasulNya, menurunkan wahyu Al-Qur’an dan hadits sebagai penjelas, agar
manusia dapat mengaplikasikan pedoman itu secara jelas tanpa keraguan.
Sayangnya, banyak yang menolak dan ingkar terhadap pedoman hidup tersebut.
Banyak manusia lebih memperturutkan hawa nafsunya ketimbang menjadikan Al-
Qur’an sebagai petunjuk hidup, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.

Maka, orang yang bijak adalah orang yang senantiasa mengukur keterbatasan-
keterbatasan dirinya untuk sebuah produktifitas yang tinggi dan hasil yang
membahagiakan. Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang senantiasa
sadar bahwa detik-detik hidupnya adalah karya dan amal shalih. Kehidupannya di
dunia sangat terbatas sehingga tidak menyia-nyiakannya untuk hal-hal yang
sepele, remeh apalagi perbuatan yang dibenci (makruh) dan haram.

Perjalanan hidup manusia di dunia akan berakhir dengan kematian. Semuanya


akan mati, apakah itu pahlawan ataukah selebriti, orang beriman atau kafir,
pemimpin atau rakyat, kaya atau miskin, tua atau muda, lelaki atau perempuan.
Mereka akan meninggalkan segala sesuatu yang telah dikumpulkannya. Semua
yang dikumpulkan oleh manusia tidak akan berguna, kecuali amal shalihnya
berupa sedekah yang mengalir, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih.
Kematian adalah penghancur kelezatan dan gemerlapnya kehidupan dunia.
Kematian bukanlah akhir kesudahan manusia, bukan pula tempat istirahat yang
panjang. Tetapi, kematian adalah akhir dari kehidupannya di dunia dengan segala
yang telah dipersembahkannya dari amal perbuatan untuk kemudian melakukan
rihlah atau perjalanan hidup berikutnya.

Bagi orang beriman, kematian merupakan salah satu fase dalam kehidupan yang
panjang. Batas akhir dari kehidupan dunia yang pendek, sementara, melelahkan,
dan menyusahkan untuk menuju akhirat yang panjang, kekal, menyenangkan, dan
membahagiakan. Di surga penuh dengan kenikmatan yang belum pernah dilihat
oleh mata, didengar oleh telinga, dan belum terlintas oleh pikiran manusia.
Sementara bagi orang kafir, berupaya menghindar dari kematian dan ingin hidup

xvi
di dunia 1.000 tahun lagi. Tetapi, sikap itu adalah sia-sia. Utopia belaka. Karena,
kematian pasti datang menjumpainya. Suka atau tidak suka.

Alam Barzakh

Fase berikutnya manusia akan memasuki alam kubur atau alam barzakh. Di sana
mereka tinggal sendiri. Yang akan menemaninya adalah amal mereka sendiri.
Kubur adalah taman dari taman-taman surga atau lembah dari lembah-lembah
neraka. Manusia sudah akan mengetahui nasibnya ketika mereka berada di alam
barzakh. Apakah termasuk ahli surga atau ahli neraka. Jika seseorang menjadi
penghuni surga, maka dibukakan baginya pintu surga setiap pagi dan sore. Hawa
surga akan mereka rasakan. Sebaliknya jika menjadi penghuni neraka, pintu
neraka pun akan dibukakan untuknya setiap pagi dan sore dan dia akan merasakan
hawa panasnya neraka.

Al-Barra bin ’Azib menceritakan hadits yang panjang yang diriwayat Imam
Ahmad tentang perjalanan seseorang setelah kematian. Seorang mukmin yang
akan meninggal dunia disambut ceria oleh malaikat dengan membawa kafan
surga. Kemudian datang malaikat maut duduk di atas kepalanya dan
memerintahkan ruh yang baik untuk keluar dari jasadnya. Selanjutnya disambut
oleh malaikat dan ditempatkan di kain kafan surga dan diangkat ke langit.
Penduduk langit dari kalangan malaikat menyambutnya, sampai di langit terakhir
bertemu Allah dan Allah memerintahkan pada malaikat: “Catatlah kitab hambaku
ke dalam ’illiyiin dan kembalikan kedunia.” Maka dikembalikan lagi ruh itu ke
jasadnya dan datanglah dua malaikat yang bertanya: Siap Tuhanmu? Apa
agamamu? Siapa lelaki yang diutus kepadamu? Siapa yang mengajarimu? Hamba
yang beriman itu dapat menjawab dengan baik. Maka kemudian diberi alas dari
surga, mendapat kenikmatan di kubur dengan selalu dibukakan baginya pintu
surga, dilapangkan kuburnya, dan mendapat teman yang baik dengan wajah yang

xvii
baik, pakaian yang baik, dan aroma yang baik. Lelaki itu adalah amal
perbuatannya.

Alam Akhirat

Dan rihlah berikutnya adalah kehidupan di hari akhir dengan segala rinciannya.
Kehidupan hari akhir didahului dengan terjadinya Kiamat, berupa kerusakan total
seluruh alam semesta. Peristiwa setelah kiamat adalah mahsyar, yaitu seluruh
manusia dari mulai nabi Adam as. sampai manusia terakhir dikumpulkan dalam
satu tempat. Di sana manusia dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas kaki,
telanjang, dan belum dikhitan. Saat itu matahari sangat dekat jaraknya sekitar satu
mil, sehingga mengalirlah keringat dari tubuh manusia sesuai dengan amalnya.
Ada yang sampai pergelangan kaki, ada yang sampai lutut, ada yang sampai
pusar, ada yang sampai dada, bahkan banyak yang tenggelam dengan keringatnya.

Dalam kondisi yang berat ini manusia berbondong-bondong mendatangi para nabi
untuk meminta pertolongan dari kesulitan yang maha berat itu. Tetapi semuanya
tidak ada yang dapat menolong. Dan terakhir, hanya Rasulullah saw. yang dapat
menolong mereka dari kesulitan mahsyar. Rasulullah saw. sujud di haribaan Allah
swt. di bawah Arasy dengan memuji-muji-Nya. Kemudian Allah swt. berfirman:
“Tegakkan kepalamu, mintalah niscaya dikabulkan. Mintalah syafaat, pasti
diberikan.” Kemudian Rasululullah saw. mengangkat kepalanya dan berkata: “Ya
Rabb, umatku.” Dan dikabulkanlah pertolongan tersebut dan selesailah mahsyar
untuk kemudian melalui proses berikutnya.

Peristiwa berikutnya adalah hisab (perhitungan amal) dan mizan (timbangan amal)
bagi manusia. Ada yang mendapatkan proses hisab dengan cara susah-payah
karena dilakukan dengan sangat teliti dan rinci. Sebagian yang lain mendapatkan
hisab yang mudah dan hanya sekadar formalitas. Bahkan sebagian kecil dari orang
beriman bebas hisab.

xviii
Di antara pertanyaan yang akan diberikan pada manusia di hari Hisab terkait
dengan masalah prinsip dalam hidupnya. Rasulullah saw. bersabda: “Tidak akan
melangkah kaki anak Adam di hari kiamat sehingga ditanya 5 hal di sisi Allah:
tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa
digunakan, tentang hartanya dari mana mencarinya, dan ke mana
menginfakkannya, dan apa yang diamalkan dari ilmunya.” (HR At-Tirmidzi). Di
masa ini juga dilakukan proses qishash, orang yang dizhalimi meng-qishash orang
yang menzhalimi.

Kejadian selanjutnya manusia harus melalui shirath, yaitu sebuah jembatan yang
sangat tipis dan mengerikan karena di bawahnya neraka jahanam. Semua manusia
akan melewati jembatan ini dari mulai yang awal sampai yang akhir. Shirath ini
lebih tipis dari rambut, lebih tajam dari pedang, dan terdapat banyak kalajengking.
Kemampuan manusia melewati jembatan itu sesuai dengan amalnya di dunia. Ada
yang lewat dengan cepat seperti kecepatan kilat, ada yang lewat seperti kecepatan
angin, ada yang lewat seperti kecepatan burung, tetapi banyak juga yang berjalan
merangkak, bahkan mayoritas manusia jatuh ke neraka jahanam.

Bagi orang-orang yang beriman, akan minum telaga Rasulullah saw. yang disebut
Al-Kautsar. Rasulullah saw. bersabda: “Telagaku seluas perjalanan sebulan,
airnya lebih putih dari susu, aromanya lebih wangi dari misik, dan gayungnya
sebanyak bintang di langit. Siapa yang meminumnya, maka tidak akan pernah
haus selamanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Surga dan Neraka

Pada fase yang terakhir dari rihlah manusia di hari akhir adalah sebagian mereka
masuk surga dan sebagian masuk neraka. Surga tempat orang-orang bertakwa dan
neraka tempat orang-orang kafir. Kedua tempat tersebut sekarang sudah ada dan
disediakan. Bahkan, surga sudah rindu pada penghuninya untuk siap menyambut
dengan sebaik-baiknya sambutan. Neraka pun sudah rindu dengan penghuninya
dan siap menyambut dengan hidangan neraka. Al-Qur’an dan Sunnah telah

xix
menceritakan surga dan neraka secara detail. Penyebutan ini agar menjadi
pelajaran bagi kehidupan manusia tentang persinggahan akhir yang akan mereka
diami.

Orang-orang kafir, baik dari kalangan Yahudi, Nashrani maupun orang-orang


musyrik, jika meninggal dunia dan tidak bertobat, maka tempatnya adalah neraka.
Neraka yang penuh dengan siksaan. Percikan apinya jika ditaruh di dunia dapat
membakar semua penghuni dunia. Minuman penghuni neraka adalah nanah dan
makanannya zaqum (buah berduri). Manusia di sana tidak hidup karena
penderitaan yang luar biasa, dan juga tidak mati karena jika mati akan hilang
penderitaannya. Di neraka manusia itu kekal abadi.

Orang-orang beriman akan mendapatkan surga dan kain sutra karena kesabaran
mereka. Dalam surga mereka duduk-duduk bersandar di atas dipan, tidak
merasakan panas teriknya matahari dan dingin yang sangat. Mereka dinaungi
pohon-pohon surga dan buahnya sangat mudah untuk dipetik. Mereka juga
mendapatkan bejana-bejana dari perak dan piala-piala minuman yang sangat
bening. Mereka akan minum minuman surga yang rasanya sangat nikmat seperti
minuman jahe yang didatangkan dari mata air surga bernama Salsabila. Di surga
juga ada banyak sungai yang berisi beraneka macam minuman, sungai mata air
yang jernih, sungai susu, sungai khamr, dan sungai madu.

Penghuni surga akan dilayani oleh anak-anak muda yang jika dilihat sangat indah
bagaikan mutiara yang bertaburan. Surga yang penuh dengan kenikmatan dan
kerajaan yang besar. Orang beriman di surga memakai pakaian sutra halus
berwarna hijau dan sutra tebal, juga memakai gelang terbuat dari perak dan emas.
Allah swt. memberikan minuman kepada mereka minuman yang bersih.

Dan yang tidak kalah nikmatnya yaitu istri-istri dan bidadari surga. Mereka
berwarna putih bersih berseri, bermata bulat, pandangannya pendek, selalu gadis
sebaya belum pernah disentuh manusia dan jin. Buah dadanya montok dan segar,
tidak mengalami haidh, nifas, dan buang kotoran.

xx
Puncak dari semua kenikmatan di surga adalah melihat sang pencipta Allah yang
Maha Indah, Sempurna, dan Perkasa. Sebagaimana manusia dapat melihat bulan
secara serentak, begitu juga manusia akan memandang Allah secara serentak.
Indah, mempesona, takzim, dan suci. Allah Akbar.

Allah akan memasukkan hamba–Nya ke dalam surga dengan rahmat-Nya, dan


surga adalah puncak dari rahmat-Nya. Allah Ta’ala akan memasukan hamba-Nya
ke dalam rahmat (surga) berdasarkan rahmat-Nya juga. Disebutkan dalam hadits
shahih: “Sesungguhnya Allah Ta’ala memiliki 100 rahmat. Diturunkan (ke dunia)
satu rahmat untuk jin, manusia, dan binatang. Dengan itu mereka saling simpati
dan kasih sayang. Dengan satu rahmat itu pula binatang buas menyayangi
anaknya. Dan Allah swt. menyimpan 99 rahmat bagi hamba-Nya di hari kiamat.”
(Muttafaqun alaihi) .

F. Kedudukan Manusia

Manusia sebagai hamba Allah Hamba Allah berarti orang yang senantiasa
tunduk, patuh, taat terhadap semua yang diberikan Allah atas dirinya. Seseorang
yang menjalankan semua hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dan
menjalankan apa-apa yang diperintahkanNya. Dapat dimaknai pula seseorang
yang bergantung dalam hidup dan matinya hanya kepada Allah semata, sehingga
tidak ada pengingkaran, penghianatan, dan pengufuran terhadap kekuasaan Allah.
Setiap manusia mengetahui bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah dan
terdapat kekuatan besar di atas segala-galanya.
Kekuatan supranatural yang dirasakan setiap manusia adalah kekuatan
Allah sang pemilik kerajaan langit dan bumi. Manusia yang tidak memiliki
pemahaman tentang kekuatan tersebut, akan mengasumsikan Tuhan sebagai
benda-benda yang memiliki kekuatan gaib, sehingga muncullah keyakinan-
keyakinan di luar ajaran yang telah diajarkan Allah melalui para nabi. Namun,
pada hakikatnya semua manusia percaya bahwa pemilik kekuasaan yang
Mahatinggi adalah wujud (ada).
Hal tersebut disebabkan karena manusia merupakan makhluk beragama.
Allah telah memberikan potensi beragama kepada setiap manusia yang lahir ke
dunia dalam wujud kesaksiannya kepada Allah ketika berada di alam roh.
Kesaksian tersebut dijelaskan dalam Surah Al-A'raf ayat 172 yang artinya: "Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):

xxi
'Bukanlah aku ini Tuhanmu?' Mereka (anak-anak Adam menjawab: 'Betul,
Engkau Tuhan kami') kami menjadi saksi.." Konsekuensi logis dari kesaksian
terhadap ketuhanan adalah wujud penghambaan diri kepada Tuhannya, yaitu
menyembah dan beribadah kepada-Nya. Allah swt. berfirman dalam Surah Adz-
Dzariyat ayat 56 berikut.
}‫وما خلقت الجن واالنس االليعبدون‬
Artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku"
Berdasarkan ayat di atas, dapat dimaknai bahwa seluruh aktivitas manusia
di dalam kehidupan dunia dalam rangka beribadah kepada Allah. Oleh karena itu,
setiap perbuatan harus diniatkan ibadah dan hanya mengharapkan rida Allah
semata. Dalam literature Islam, dikenal ibadah mahdah (khas) dan ibadah ghairu
mahdah (ammah). Ibadah mahdah berarti ibadah yang telah ditentukan tata cara
dan waktu pelaksanaannya, seperti: shalat, zakat, puasa, haji, sedekah, dan
sebagainya tanpa adanya penambahan sedikut pun. Jika ada penambahan, maka
hal tersebut disebut bid'ah.
Adapun ibadah ghairu mahdah adalah adalah ibadah yang tidak ditentukan
tata cara dan waktu pelaksanaannya karena menyangkut banyak aspek kehidupan
manusia, sehingga manusia dituntut kreatif dan inovatif mengembangkan ibadah
tersebut asal tidak bertentangan dengan hukum Islam, yaitu Alquran dan hadis.
Pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut harus mengembangkam potensi Rabbaniyah,
yaitu sifat-sifat ketuhanan dalam diri manusia, sehingga sifat-sifat tersebut
teraktualisasikan dalam berbagai tindakan sehari-hari, baik kepada Allah, diri
sendiri, sesama manusia, dan alam sekitarnya.
Manusia sebagai Khalifah Manusia memiliki kedudukan di bumi sebagai
khalifah dijelaskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 30 berikut.
‫اني جاعل في االرض خليفة‬
Artinya: "Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi"
Istilah khalifah, dalam bentuk mufrad (tunggal) dapat diartikan sebagai
penguasa politik, yaitu hanya ditujukan kepada nabi-nabi. Adapun untuk manusia
menggunakan istilah khalaif yang berarti penguasa yang lebih luas daripada
penguasa politik. Manusia sebagai penguasa di muka bumi atau dalam kata lain
manusia bertugas memakmurkan bumi dan segala yang ada di dalamnya, baik
tumbuhan, hewan, dan benda-benda. Selain itu, manusia juga memiliki peran
dalam memimpin sesamanya menuju jalan Ilahi, saling bergantian dan pewarisan
kepemimpinan agar tercipta kemakmuran di muka bumi sebagaimana dipaparkan
dalam Surah Hud ayat 61 berikut.
‫هو انشاكم من االرض واستعمركم فيها‬

xxii
Artinya: ".... Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan
menjadikanmu pemakmurnya"
Hubungan manusia dengan alam semesta, bukan merupakan hubungan
antara penakhluk dan yang ditakhluk atau hubungan hamba dan tuan, melainkan
hubungan partner dalam ketundukan kepada Allah. Kemampuan manusia
mengelola dan memakmurkan bumi, bukan semata kekuatan manusia, melainkan
Allah telah menundukkan alam semesta untuk manusia, sehingga manusia dapat
memanfaatkan apa yang ada dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu, perlunya sikap moral dan etika dalam melaksanakan
fungsi kekhalifahannya di muka bumi. Pada dasarnya, kekuasaan manusia
tidaklah bersifat mutlak, sebab kekuasannya dibatasi oleh kekuasaan Allah,
sehingga seorang khalifah tidak boleh melawan hukum-hukum yang telah
ditetapkan oleh Allah. Kekhalifahan tidak dapat dijalankan dengan begitu saja,
sebab kekhalifahan membutuhkan ilmu pengetahuan, pengajaran, keterampilan
dalam mengelola dan memimpin. Oleh karena itu, pentingnya pendidikan untuk
membentuk khalifah yang unggul dan senantiasa mengajak kepada ketaatan
kepada Allah swt.. Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan di atas, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut.
Manusia memiliki kedudukan sebagai hamba Allah yang bertugas untuk
senantiasa beribadah kepada Allah semata. Apa pun aktivitas yang dijalankan oleh
manusia di muka bumi, hendaknya ditujukan untuk beribadah dan mencari rida
Allah swt.. Manusia memiliki kedudukan sebagai khalifah yang berarti pemimpin,
pengganti Allah, dan penguasa bumi. Manusia harus menjalankan
kepemimpinannya sejalan dengan ketetapanbdan hukum-hukum Allah swt.,
karena pada hakikatnya kepemimpinan manusia bukanlah kepemimpinan mutlak
dan segala-galanya, karena pemimpin yang sebenarnya hanyalah Allah semata.

G. Potensi Manusia

Manusia menurut agama Islam adalah makhluk Allah yang berpotensi. Di dalam al-
Quran ada tiga kata yang digunakan untuk menunjuk kepada manusia, kata yang
digunakan adalah bashar, insan atau nas dan bani adam. Potensi itu meliputi: potensi
jasmani (fisik), ruhani (spiritual), dan akal (mind). Ketiga potensi ini akan memberikan
kemampuan kepada manusia untuk menentukan dan memilih jalan hidupnya sendiri.
Manusia diberi kebebasan untuk menentukan takdirnya. Semua itu tergantung dari
bagaimana mereka memanfaatkan potensi yang melekat dalam dirinya. Secara umum,
macam-macam potensi manusia terdiri dari

(1) Potensi fisik, merupakan organ fisik manusia yang dapat digunakan dan diberdayakan
untuk berbagai kepentingan dalam pemenuhan kebutuhan hidup.

xxiii
(2) Potensi mental intelektual (intelectual quotient), merupakan potensi kecerdasan
yang ada pada otak manusia (terutama otak belahan kiri).

(3) Potensi sosial emosional (emotional quotient), merupakan potensi kecerdasan yang
ada pada otak manusia (terutama otak belahan kanan).

(4) Potensi mental spiritual (spiritual quotient), merupakan potensi kecerdasan yang
bertumpu pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego
atau jiwa sadar (bukan hanya mengetahui nilai, tetapi menemukan nilai).

(5) Potensi ketangguhan (adversity quotient), merupakan potensi kecerdasan manusia


yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan keuletan,
ketangguhan, dan daya juang yang tinggi. Potensi-potensi tersebut, pada dasarnya
masih merupakan kemampuan yang belum terwujud secara optimal.

Oleh karena itu, dibutuhkan hal lain agar potensi tersebut dapat didayagunakan,
tentu saja manusia mesti memiliki ambisi. Ambisi inilah yang mendorong orang untuk
berusaha meraih keinginannya. Tanpa ambisi, orang hanya akan merasa puas dengan
kondisi yang dimilikinya sekarang, tidak ada keinginan untuk mengubahnya menjadi
lebih baik.

H. Karakter Manusia

Secara garis besar terdapat tiga karakter manusia dalam al-qur’an, yaitu
karakter mukmin, kafir, dan karakter munafik.[17] Golongan mukmin dan kafir
terdapat dalam ayat berikut:
ۚ
ِ َ‫ن َوٱللَّهُبِ َمات َۡع َملُونَب‬ٞ ‫ر َو ِمن ُكم ُّم ۡؤ ِم‬ٞ ِ‫هُ َوٱلَّ ِذي َخلَقَ ُكمۡ فَ ِمن ُكمۡ َكاف‬
٢‫صي ٌر‬
Artinya: Dialah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan
di antaramu ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
[18]

Selain mukmin dan kafir ada golongan manusia yang berada diantara keduanya,
namun justru golongan inilah yang paling berbahaya dikarenakan sifat kepura-
puraannya yang menonjol. Golongan munafik ini disebutkan dalam ayat berikut:
ٓ ٰ ۡ ۡ
ِ ‫ِإذ يَقُو ُل ٱل ُمنَفِقُونَ َوٱلَّ ِذينَ فِي قُلُوبِ ِهم َّم َرضٌ َغ َّر ٰهَُؤٓاَل ِء ِدينُهُمۡۗ َو َمن يَتَ َو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ِ فَِإ َّن ٱهَّلل َ ع‬
٤٩ ‫يم‬ٞ ‫َزي ٌز َح ِك‬
Artinya Ingatlah, ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit
di dalam hatinya berkata: "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh
agamanya". (Allah berfirman): "Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah,
maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana"[19]

a.    Karakter Orang Mukmin

xxiv
Adapun karakter orang mukmin telah disebutkan oleh Allah swt dalam Al-
Qur’an surat Al-Mukminun dan Al-furqan berikut:
1)      Kusyuk dalam Shalat
٢ َ‫صاَل تِ ِهمۡ ٰخَ ِشعُون‬
َ ‫ٱلَّ ِذينَ هُمۡ فِي‬١ َ‫قَ ۡد َأ ۡفلَ َح ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُون‬
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-
orang yang khusyu´ dalam sembahyangnya. [20]

2)      Meninggalkan Pekerjaan yang Tidak Bermanfaat


٣ َ‫ َوٱلَّ ِذينَ هُمۡ َع ِن ٱللَّ ۡغ ِو ُم ۡع ِرضُون‬ 
Artinya: dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna.[21]

3)      Rendah Hati
٦٣ ‫وا َس ٰلَ ٗما‬
ْ ُ‫طبَهُ ُم ۡٱل ٰ َج ِهلُونَ قَال‬ ِ ‫َو ِعبَا ُد ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلَّ ِذينَ يَمۡ ُشونَ َعلَى ٱَأۡل ۡر‬
َ ‫ض ه َۡو ٗنا َوِإ َذا خَا‬
Artinya: Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung)
keselamatan. [22]

4)      Mau Membayar Zakat dan tidak Berlebihan (proporsional)

٤ َ‫َوٱلَّ ِذينَ هُمۡ لِل َّز َك ٰو ِة ٰفَ ِعلُون‬


Artinya: dan orang-orang yang menunaikan zakat

َ ِ‫ُوا َو َكانَ بَ ۡينَ ٰ َذل‬


٦٧ ‫ك قَ َو ٗاما‬ ْ ‫وا َولَمۡ يَ ۡقتُر‬
ْ ُ‫وا لَمۡ ي ُۡس ِرف‬
ْ ُ‫َوٱلَّ ِذينَ ِإ َذٓا َأنفَق‬
Artinya: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah
antara yang demikian[23]

5)      Menjaga Kemaluan
َ‫ ِإاَّل َعلَ ٰ ٓى َأ ۡز ٰ َو ِج ِهمۡ َأ ۡو َما َملَ َك ۡت َأ ۡي ٰ َمنُهُمۡ فَِإنَّهُمۡ غ َۡي ُر َملُو ِمين‬٥ َ‫ َوٱلَّ ِذينَ هُمۡ لِفُرُو ِج ِهمۡ ٰ َحفِظُون‬  
٦
Artinya: Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. kecuali terhadap isteri-
isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam
hal ini tiada tercela.[24]

6)      Tidak Menyekutukan Allah, Tidak Membunuh Kecuali dengan Hak dan Tidak
Berzina

xxv
ۚ ُ‫ق َواَل يَ ۡزن‬
َ‫ون‬ َ ‫َوٱلَّ ِذينَ اَل يَ ۡد ُعونَ َم َع ٱهَّلل ِ ِإ ٰلَهًا َءا َخ َر َواَل يَ ۡقتُلُونَ ٱلنَّ ۡف‬
ِّ ‫س ٱلَّتِي َح َّر َم ٱهَّلل ُ ِإاَّل بِ ۡٱل َح‬
٦٨ ‫ق َأثَ ٗاما‬ َ ِ‫َو َمن يَ ۡف َع ۡل ٰ َذل‬
َ ‫ك يَ ۡل‬
Artinya Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah
dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali
dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang
demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).[25]

7)      Memelihara Amanat dan Menepati Janji


٨ َ‫َوٱلَّ ِذينَ هُمۡ َأِل ٰ َم ٰنَتِ ِهمۡ َوع َۡه ِد ِهمۡ ٰ َر ُعون‬
Artinya: Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya[26]

8)      Menjaga Shalat
َ ‫َوٱلَّ ِذينَ هُمۡ َعلَ ٰى‬
٩ َ‫صلَ ٰ َوتِ ِهمۡ يُ َحافِظُون‬
Artinya: dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya[27]
٦٤ ‫َوٱلَّ ِذينَ يَبِيتُونَ لِ َربِّ ِهمۡ ُسج َّٗدا َوقِ ٰيَ ٗما‬
Artinya: Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk
Tuhan mereka. [28]

9)      Bertaubat dan Beramal Shaleh


٧١ ‫صلِ ٗحا فَِإنَّ ۥهُ يَتُوبُ ِإلَى ٱهَّلل ِ َمتَابٗ ا‬
َ ٰ ‫َاب َو َع ِم َل‬
َ ‫َو َمن ت‬
Artinya: Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka
sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya

10)  Tidak Memberi Kesaksian Palsu


ْ ‫وا بِٱللَّ ۡغ ِو َم‬
٧٢ ‫رُّوا ِك َر ٗاما‬ ْ ُّ‫ور َوِإ َذا َمر‬ ُّ َ‫َوٱلَّ ِذينَ اَل يَ ۡشهَ ُدون‬
َ ‫ٱلز‬
Artinya: Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila
mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan
yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.[29]

11)  Selalu Berdoa Memohon Perlindungan Kepada Allah


ۡ ‫َوٱلَّ ِذينَ يَقُولُونَ َربَّنَا ه َۡب لَنَا ِم ۡن َأ ۡز ٰ َو ِجنَا َو ُذ ِّر ٰيَّتِنَا قُ َّرةَ َأ ۡعي ُٖن َو‬
٧٤ ‫ٱج َع ۡلنَا لِ ۡل ُمتَّقِينَ ِإ َما ًما‬
Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada
kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.[30]

b.    Karakter Orang Kafir

xxvi
Di dalam Al Qur’an, kitab suci agama Islam, kata dan sifat-sifat orang
kafir dan variasinya dituliskan dalam beberapa ayat dalam Surah Al-Baqarah,
antara lain:

1)      Tidak Mau Menerima Nasihat 

‫ِإ َّن الَّ ِذينَ َكفَ }رُوا َس } َوا ٌء َعلَ ْي ِه ْم َأَأ ْن } َذرْ تَهُ ْم َأ ْم لَ ْم تُ ْن } ِذرْ هُ ْم اَل يُْؤ ِمنُ}}ونَ خَ تَ َم هَّللا ُ َعلَ ٰى قُلُ}}وبِ ِه ْم َو َعلَ ٰى َس}} ْم ِع ِه ْم ۖ َو َعلَ ٰى‬
ِ ‫اوةٌ ۖ َولَهُ ْم َع َذابٌ ع‬
‫َظي ٌم‬ َ ‫ار ِه ْم ِغ َش‬
ِ ‫ص‬َ ‫َأ ْب‬

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri
peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman.” [36]

2)      Berburuk Sangka terhadap Takdir Allah

‫ق ِمن َّربِّ ِه ْم َوَأ َّما‬


ُّ ‫وا فَيَ ْعلَ ُمونَ َأنَّهُ ْال َح‬
ْ ُ‫ُوضةً فَ َما فَوْ قَهَا فََأ َّما الَّ ِذينَ آ َمن‬ َ ‫ِإ َّن هَّللا َ الَ يَ ْستَحْ يِي َأن يَضْ ِر‬
َ ‫ب َمثَالً َّما بَع‬
َ‫ُضلُّ بِ ِه ِإالَّ ْالفَا ِسقِين‬ ِ ُ‫ُوا فَيَقُولُونَ َما َذا َأ َرا َد هَّللا ُ بِهَ َذا َمثَالً ي‬
ِ ‫ضلُّ بِ ِه َكثِيراً َويَ ْه ِدي بِ ِه َكثِيراً َو َما ي‬ ْ ‫الَّ ِذينَ َكفَر‬

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak segan-segan membuat perumpamaan


nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman,
maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi
yang kafir mengatakan: “Apakah maksud Allah menjadikan ini
untuk perumpamaan? Dengan perumpamaan itu banyak orang yang
disesatkan Allah dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang
diberinya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang
yang fasik”.[37]

3)      Menyebut-nyebut Pemberian dan Menyakiti Perasaan Penerima

َ ‫اس َوالَ يُْؤ ِمنُ بِاهّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآل ِخ ِر فَ َمثَلُهُ َك َمثَ ِل‬
ٍ ‫ص ْف َو‬
ٌ‫ان َعلَ ْي ِه تُ َراب‬ ِ َّ‫ق َمالَهُ ِرَئاء الن‬ ُ ِ‫بِ ْال َمنِّ َواأل َذى َكالَّ ِذي يُنف‬
َ‫ُوا َوهّللا ُ الَ يَ ْه ِدي ْالقَوْ َم ْال َكافِ ِرين‬
ْ ‫ص ْلدًا الَّ يَ ْق ِدرُونَ َعلَى َش ْي ٍء ِّم َّما َك َسب‬ َ ‫فََأ‬
َ ُ‫صابَهُ َوابِ ٌل فَتَ َر َكه‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia
dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan
orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa
hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai

xxvii
sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir”[38]

c.    Karakter Orang Munafik


 Beberapa karakter orang munafik dalam Al-qur’an dinyatakan dalam
ayat-ayat berikut:
1)      Pendusta
َ‫ك لَ َر ُس}}ولُهۥُ َوٱهَّلل ُ يَ ۡش}}هَ ُد ِإ َّن ۡٱل ُم ٰنَفِقِين‬ ْ ُ‫ك ۡٱل ُم ٰنَفِقُ}}ونَ قَ}}ال‬
َ َّ‫وا ن َۡش}}هَ ُد ِإنَّكَ لَ َر ُس}}و ُل ٱهَّلل ۗ ِ َوٱهَّلل ُ يَ ۡعلَ ُم ِإن‬ َ ‫ِإ َذا َج}} ٓا َء‬
١ َ‫لَ ٰ َك ِذبُون‬
Artinya: Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami
mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta. [40]

}َ ِ‫اس َمن يَقُو ُل َءا َمنَّا بِٱهَّلل ِ َوبِ ۡٱليَ ۡو ِم ٱأۡل ٓ ِخ ِر َو َما هُم بِ ُم ۡؤ ِمن‬
٨ ‫ين‬ ِ َّ‫َو ِمنَ ٱلن‬
Artinya: Diantara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah
dan hari kemudian," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman.[41]

2)      Menghalangi Manusia dari Jalan Allah


ْ ُ‫وا عَن َسبِي ِل ٱهَّلل ۚ ِ ِإنَّهُمۡ َسٓا َء َما َكان‬
٢ َ‫وا يَ ۡع َملُون‬ ْ ‫ص ُّد‬
َ َ‫ٱتَّ َخ ُذ ٓو ْا َأ ۡي ٰ َمنَهُمۡ ُجنَّ ٗة ف‬
Artinya: Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka
menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang
telah mereka kerjakan.[42]

3)      Sombong dan Tidak Mau Beriman


٥ َ‫ص ُّدونَ َوهُم ُّم ۡست َۡكبِرُون‬
ُ َ‫يل لَهُمۡ تَ َعالَ ۡو ْا يَ ۡست َۡغفِ ۡر لَ ُكمۡ َرسُو ُل ٱهَّلل ِ لَو َّۡو ْا ُر ُءو َسهُمۡ َو َرَأ ۡيتَهُمۡ ي‬
َ ِ‫َوِإ َذا ق‬
Artinya: Dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah (beriman), agar
Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan
kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri[43]

4)      Membuat Kerusakan
‫ َأٓاَل ِإنَّهُمۡ هُ ُم ۡٱل ُم ۡف ِس } ُدونَ َو ٰلَ ِكن اَّل‬١١ َ‫ص }لِحُون‬
ۡ ‫ض قَ}}الُ ٓو ْا ِإنَّ َم}}ا ن َۡحنُ ُم‬ ْ ‫يل لَهُمۡ اَل تُ ۡف ِسد‬
ِ ‫ُوا فِي ٱَأۡل ۡر‬ َ ِ‫َوِإ َذا ق‬
١٢  َ‫يَ ۡش ُعرُون‬
Artinya: Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang
yang mengadakan perbaikan".  Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang
yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.[44]

5)      Menganggap Orang Beriman sebagai Orang yang Bodoh

xxviii
‫ٱلس }فَهَٓا ُء َو ٰلَ ِكن اَّل‬
ُّ ‫ٱلس }فَهَٓا ۗ ُء َأٓاَل ِإنَّهُمۡ هُ ُم‬
ُّ َ‫وا َك َمٓا َءا َمنَ ٱلنَّاسُ قَالُ ٓو ْا َأنُ} ۡ}ؤ ِمنُ َك َم}}ٓا َءا َمن‬
ْ ُ‫يل لَهُمۡ َءا ِمن‬
َ ِ‫َوِإ َذا ق‬
١٣  َ‫يَ ۡعلَ ُمون‬
Artinya: Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana
orang-orang lain telah beriman". Mereka menjawab: "Akan berimankah kami
sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya
merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.[45]

I. Martabat Manusia
Martabat adalah harga diri tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan
yang terhormat, dan martabat saling berkaitan dengan maqam, maksudnya adalah
secara dasarnya maqam merupakan tingkatan martabat seseorang hamba terhadap
khalik-Nya, yang juga merupakan sesuatu keadaan tingkatannya seseorang sufi di
hadapan tuhannya pada saat dalam perjalanan spritual dalam beribadah kepada
Allah Swt.
Maqam ini terdiri dari beberapa tingkat atau tahapan seseorang dalam hasil
ibadahnya yang di wujudkan dengan pelaksanaan dzikir pada tingkatan maqam
tersebut, secara umum dalam thariqat naqsyabandi tingkatan maqam ini
jumlahnya ada 7 (tujuh), yang di kenal juga dengan nama martabat tujuh,
seseorang hamba yang menempuh perjalanan dzikir ini biasanya melalui
bimbingan dari seseorang yang alim yang paham akan isi dari maqam ini setiap
tingkatnya, seseorang hamba tidak di benarkan sembarangan menggunakan
tahapan maqam ini sebelum menyelesaikan atau ada hasilnya pada riyadhah dzikir
pada setiap maqam, ia harus ada mendapat hasil dari amalan pada maqam
tersebut.
Tingkat martabat seseorang hamba di hadapan Allah Swt mesti melalui
beberapa proses sebagai berikut :

1. Taubat;
2. Memelihara diri dari perbuatan yang makruh, syubhat dan apalagi yang
haram;

xxix
3. Merasa miskin diri dari segalanya;
4. Meninggalkan akan kesenangan dunia yang dapat merintangi hati terhadap
tuhan yang maha esa;
5. Meningkatkan kesabaran terhadap takdirNya;
6. Meningkatkan ketaqwaan dan tawakkal kepadaNya;
7. Melazimkan muraqabah (mengawasi atau instropeksi diri);
8. Melazimkan renungan terhadap kebesaran Allah Swt;
9. Meningkatkan hampir atau kedekatan diri terhadapNya dengan cara
menetapkan ingatan kepadaNya;
10. Mempunyai rasa takut, dan rasa takut ini hanya kepada Allah Swt saja.

J. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama Islam

Secara alamiah, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar


dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan
berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang
serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini
membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya.
Adapun latar belakang manusia membutuhkan agama:[5]

1. Latar belakang fitrah manusia


Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan ditegaskan dalam ajaran
islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia. Setiap anak yang
dilahirkan memiliki potensi beragama, maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikan anak tersebut menjadi Islam, Kristen, Hindu, maupun Budha. Bukti
bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi agama yaitu pada
manusia primitif yang tidak pernah mendapat informasi mengenai Tuhan, ternyata
mereka mempercayai adanya Tuhan, meskipun yang mereka percayai itu terbatas
pada khayalan. Dalam diri manusia sudah terdapat potensi beragama, potensi
beragama ini memerlukan pembinaan, pengarahan, dan pengembangan dengan
cara mengenalkan agama kepadanya.

2. Kelemahan dan kekurangan manusia

xxx
Disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan manusia juga memiliki
kekurangan. Dalam pandangan al-Qur’an, manusia diciptakan oleh Allah dalam
keadaan sempurna, namun diperoleh pula manusia berpotensi positif dan negatif,
sedangkan daya tarik keburukan lebih kuat dari pada kebaikan. Sifat-sifat
keburukan yang ada pada manusia antara lain sombong, inkar, iri, dan lain
sebagainya, Karena itu manusia dituntut untuk menjaga kesuciaannya, hal yang
dapat dilakukan untuk menjaga kesuciannya dengan cara mendekatkan diri pada
Tuhan dengan bimbingan agama dan disinilah letak kebutuhan manusia terhadap
agama.

3. Tantangan Manusia
Manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik
yang dating dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam berupa dorongan
hawa nafsu dan bisikan setan, sedangkan tantangan dari luar berupa rekayasa dan
upaya-upaya yang dilakukan manusia dengan sengaja ingin memalingkan manusia
dari Tuhan. Upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar
mereka agar taat menjalankan agama. Jadi upaya mengagamakan masyarakat
menjadi sangat penting, agar masyarakat mampu menghadapi tantangan baik dari
luar maupun dari dalam.

K. Tanggung Jawab Manusia Beragama Islam

Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku dan


perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga
berarti berbuat sesuatu sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Tanggung jawab sangat erat kaitannya dengan kewajiban.
Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki sifat tanggung jawab yang
telah ditegaskan dalam Al-Qur’an dan telah dicontohkan oleh Nabi Muhamad
SAW. Sebagai umat islam yang baik kita wajib melaksanakan apa yang telah
diperintahkan oleh Allah lewat Al-Qur’an dan Rasulullah.
Kita harus menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri kita sebagai
seorang muslim agar tercipta kehidupan yang harmonis sesuai dengan tuntunan
Al-Qur’an dan hadits. Dengan begitu kita akan menjadi orang yang mampu
mempertanggung jawabkan semua perbuatan kita di hadapan Allah dan
masyarakat, bangsa dan negara.

a. Konsep Tanggung Jawab Kehidupan Manusia

xxxi
Manusia hidup di dunia ini pada hakikatnya adalah makhluk yang
bertanggung jawab yang berati manusia merupakan mahkluk yang individual dan
makhluk sosial.
Jadi tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja yang berati sebagai
perwujudan kesadan dalam akan kewajiban.jadi timbulnya tanggung jawab itu
karena dari hidup dalam lingkungan alam.manusia tidak boleh berbuat semaunya
terhadap manusia lain dan terhadap lingkunganya.
Tanggung jawab dapat diartikan dua sisi yaitu dari sisi berbuat dan dari
sisi kepetingan pihak lain.kalau dari sisi berbuat ia harus menyadri akibat
perbuatanya sendiri dan dari sisi pihak lain si orang tersebut tidak mau
bertanggung jawab pihak lain yang akan memulihkan baik dengan cara individual
maupun dengan cara masyarakat.

Macam-Macam tanggung jawab dapat dibedakan menurut suatu keadaan


yaitu :
- Tanggung jawab terhadap diri sendiri.

Tanggung jawab terhadap diri sendiri menentukan kesadaran setiap


orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan
kepribadian sebagai manusia pribadi.
- Tanggung jawab terhadap keluarga.
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami,
ister, ayah, ibu anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota
keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada
keluarga. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi
tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan dan
kehidupan.
- Tanggung jawab terhadap masyarakat.

Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain,
sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial. Karena
membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan
manusia lain.

- Tanggung jawab kepada bangsa / negara.

xxxii
Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu adalah warga
negara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah
laku manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan itu
salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada negara.

- Tanggung jawab terhadap Tuhan.

Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung


jawab, melainkanuntuk mengisa kehidupannya manusia mempunyai
tanggung jawab lngsung terhadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia
tidak bisa lepas dari hukum-hukum Tuhan yang dituangkan dalam
berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari
hukum-hukum tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan juka
dengan peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak
menghiraukan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Oleh karena itu
setiap manusia memiliki rasa tanggung agar mereka lebih berati dalam
kehidupan nya baik tujuannya maupun sikap.

b. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah.


Makna yang esensial dari kata ‘abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukan,
dan kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya layak diberikan
kepada Allah, yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada
kebenaran dan keadilan. Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi
(beribadah) kepada Sang Khaliq; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya.

Dalam Al-Quran dijelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah seperti


firman Allah dalam Al-Quran QS.AL Hijr ayat 28-29
-Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harus
dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia
dimuka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allah
di muka bumi untuk mengelola dan memelihara alam.
-Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang
kekuasaan.Manusia menjadi khalifah, berarti manusia memperoleh mandat Tuhan
untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan
kepadamanusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah dan
mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah.

xxxiii
-Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh ketentuan-
ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-hukum
Tuhan baik yang tertulis dalam kitab suci (al-qaul), maupun yang tersirat
dalamkandungan pada setiap gejala alam semesta (al-kaun). “dan (dan ingatlah)
ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat : sesungguhnya aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk. Maka apabila aku telah menyempurnaka kejadianya.
Dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-ku maka tunduklah kamu dengan
bersujud” (QS.AL Hijr (15):28-29).

a) Pengertian Manusia sebagai Hamba Allah


Kata kerja ‘abada dalam al Qur’an disebutkan dalam beberapa bentuk derivasi;
sebagai kata kerja ya’budu baik untuk pelaku tunggal ataupun jamak, orang
kesatu, kedua ataupun ketiga, sebagai isim musytaq: ‘aabid, ‘ibaad, ‘abdun.
Derivasi yang berkaitan dengan penyebutan manusia adalah tiga bentuk isim
musytaq di atas.
Berdasarkan asal katanya (‫عبد‬-‫( يعبد‬dengan hurf ba’ berharakat fathah yang
berarti menyembah, memuja, mematuhi, berkhidmat, dan mengesakan. Apabila
huruf ba’ berhaakat kasrah maka ia mengandung arti mencegah, mengingkari. dan
membenci.10 Dalam Mu’jam al Ain, 11 kata ini memiliki arti manusia budak
ataupun bukan, dan merupakan hamba Allah, Bentuk jamaknya ‘ibad dan
‘abduun, sedangkan kata ‘abiid adalah jamak dari kata al ‘abdu dengan arti budak.
Dan mayoritas orang Arab membedakan antara kata al ‘abdu yang khusus
digunakan untuk menyebut hamba Allah dan al ‘abdu dengan jamaknya al ‘abiid
yang menunjukkan arti budak. Kata kerja ‘abada-ya’budu juga dikhusukan dalm
menyebutkan kegiatan beribadah kepada Allah.
Kebenaran (Hakikat) dari kehambaan Allah adalah ketaatan, kepatuhan,
dan ketundukan. Hamba Allah adalah manusia yang taat, tunduk, dan patuh
kepada Allah. Jadi, sebagai hamba Allah manusia harus beribadah kepada Allah
menjauhi yang dilarang dan menjalankan apa yang diperintahkan (Taqwa).
Pengabdian manusia harus dilakukan dengan sukarela, tanpa paksaan dan
Allahpun tidak akan rela apabila mahkluknya tidak mau menyembah kepada-Nya.
Di dalam Ensiklopedi Islam untuk Pelajar dijelaskan menurut ulama’
adlah sebagai berikut:
a)Hamba karena hukum (budak)
b)Hamba karena penciptaan (seluruh mahkluk-Nya)
c)Hamba kerana pengabdian kepada Allah (mahkluk yang beriman kepada
Allah karena ikhlas)

xxxiv
d)Hamba karena memburu dunia (mnusisa yang hanya mencintai
keduniaan dan melupakan akan ibadah kepada Allah)
Dengan begitu penghambaan kepada Allah membaebaskan manusia dari
perbudakan oleh manusia iitu sendiri.

b) Bentuk Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah


Tanggung Jawab kepada Allah adalah tanggung jawab tertinggi dari
eksistensi manusia yang beragama. Sebab tujuan utama dari beragama adalah
untuk mengabdi kepada Tuhan. Manusia yang memiliki nilai tanggung jawab
yang kuat kepada Tuhannya akan memberikan efek positif kepada bentuk
tanggung jawab lainnya (kepada makhluk).
Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi ini bukanlah untuk
main-main, senda gurau, atau tanpa tanpa arah dan tujuan. Namun, manusia yang
merupakan bagian dari alam semesta ini diciptakan untuk suatu tujuan, yaitu
beribadah kepada Allah SWT. Kedudukan manusia dalam sistem penciptaannya
adalah sebagai hamba Allah yang bertugas mengabdi kepada-Nya. Kedudukan ini
berhubungan dengan hak dan kewajiban manusia di hadapan Allah sebagai
penciptanya. Akan tetapi, Penyembahan manusia kepada Allah lebih
mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terwujudnya sesuatu kehidupan
dengan tatanan yang baik dan adil.
Ibadah yang dilakukan oleh manusia terhadap Allah, mencakup ibadah
dalam bentuk umum maupun khusus. Ibadah dalam bentuk umum ialah
melaksanakan ketentuan-ketentuan Allah, sebagaimana tercantum dalam al-
Qur’an dan Sunnah Rasul, mencakup segala macam perbuatan, tindakan dan sikap
manusia dalam hidup sehari-hari. Sedangkan ibadah dalam bentuk khusus
(mahdah) yaitu berbagai macam pengabdian kepada Allah yang bentuk dan cara
melakukannya sesuai dengan ketentuan yang telah disyariatkan yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Manusia sebagai hamba Allah (‘abd) adalah makhluk yang dimuliakan
oleh Allah, kemulian manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah karena
manusia dikaruniai akal untuk berfikir dan menimbang baik-buruk, benar-salah,
juga terpuji-tercela, sedangkan makhluk lainnya tidaklah memperoleh kelebihan
seperti halnya yang ada pada manusia. Namun, walaupun manusia memiliki
kelebihan dan kemulian itu tidaklah bersifat abadi, tergantung pada sikap dan
perbuatannya. Jika manusia memiliki amal saleh dan berakhlak mahmudah (yang
baik), maka akan dipandang mulia disisi Allah dan manusia yang lain, tapi jika
sebaliknya, manusia tersebut membuat kerusakan dan berakhlak mazmumah
(yang jahat), maka predikat kemuliannya turun ke tingkat yang paling rendah dan
bahkan lebih rendah dari hewan.

xxxv
c. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah.
Khalifah berakar dari kata khalafa yang berarti mengganti. Kata Khalifah
secara harfiyah berarti pengganti. Akar katanya adalah ‫ خلف‬artinya suatu yang ada
dibelakang. Khalifah diartikan pengganti karena ia menggantikan yang
didepannya. Didalam bahasa Arab, kalimat “Allah menjadi khalifah bagimu”
berarti Allah menjadi pengganti bagimu sari orang tuaamu yang meninggal. Allah
menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi berarti Allah menyerahkan
penglolahan dan pemakmuran bumi bukan secara mutlak kepada manusia.
Kedudukan manussia sebagai khalifah dengan arti ini dinyatakan Allah dalam
surat al-Baqarah 2:30 di mana Allah menjadikan bani Adam sebagai khalifah di
muka bumi. Disamping arti ini khalifah juga menunjukan arti pemimpin Negara
atau kaum. Kata khalifah dengan arti pemimpin terdapat antara laon dalam surat
shad /38 :26 dimana Allah mengangkat nabi Daud As sebagai khalifah di bumi
untuk memimpin manusia dengan adil dengan tidak mengikuti hawa nafsu.
Khalifah pada ayat petama bertugas untuk memakmurkan dan mengelola bumi,
sedaangkan khalifah pada ayat kedua bertugas untuk menegakkan ghukum Allah
di bumi dan menciptakan kemaslahatan manusia.

Tanggung Jawab kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi :


-Menuntut ilmu pengetahuan (Q.S Al-Nahl : 43), karena manusia itu
adalah makhluk yang dapat dan harus dididik/ diajar (Q.S al-baqarah :31) dan
yang mampu mendidik /mengajar (Q.S Ali imran:187, al-an’am :51)
-Menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan
bahaya dan kesengsaraan (Q.S al-Tahrim : 6) termasuk di dalamnya adalah
menjaga dan memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang halal dn
sebagainya
-Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlak berasal dari kata
khuluq atau khalq. Khuluq merupakan bentuk batin/ rohani, dan khalq merupakan
bentuk lahir/ jasmani.

Tanggung Jawab kekhalifahan dalam keluarga/ rumah tangga meliputi :


-Membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah,
mawaddah dan wa rahmah / cinta kasih (Q.S ar-Rum : 21) dengan jalan
menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai suami-istri atau ayah-ibu dalam
rumah tangga.
Tanggung Jawab kekhalifahan dalam masyarakat meliputi :

xxxvi
-Mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Q.S al-Hujurat : 10 dan 13, al-Anfal
: 46 )
-Tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S al-Maidah : 2)
-Menegakkan keadilan dalam masyarakat (Q.S al-Nisa : 135 )
-Bertanggung jawab terhadap mar ma’ruf nahi munkar ( Q.S Ali Imran 104 dan
110)
-Berlaku baik terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk di
dalamnya adalah para fakir miskin serta anak yatim (Q.S al Taubah : 60, al Nisa’ :
2), orang yang cacat tubuh (Q.S ‘Abasa : 1-11), orang yang berada di bawah
penguasaan orang lain.

Tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi :


-Mengulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini
agar dibudayakan, sehingga menghasilkan karya- karya yang bermanfaat bagi
kemaslahatan hidup manusia.
-Menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasi karya
manusia harus disesuaikan dengan kondisi aam, jangan sampai merusak alam atau
lingkungan hidup, agar tidakmenimbulkan malapetaka bagi manusia dan
lingkungannya.
-MengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya
harus tetap komitmen dengan nilai- nilai Islam yang rahmatan lil-‘alamin,
sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta
bakat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran ajaran Islam atau
kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan kebesaran Ilahi.

a) Pengertian Manusia sebagai Khalifah Allah


Secara bahasa kata khalifah berasal dari kata kholafa, yalibu: kaum yang
sebagaiannya mengganti yang lain dari abad demi abad. Sedangkan secara istilah
hal ini dapat disikapi dalam dua pengertian tentang khalifah, yaitu khalifah dalam
arti kepala negara dan khalifah sebagai pengganti dan penghuni bumi Allah.
Khalifah dalam arti secara umum mempunyai perbedaan pengertian dengan
khalifah selaku kepala negara di negara Islam. Khalifah kepala negara adalah
pemimpin tertinggi (Sultan atau Raja)yang agung yang pemimpin tertinggi
(Sultan atau Raja) yang agung menggantikan pimpinan tertinggi sebelumnya
dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

xxxvii
Kepala negara diangkat dan diberhentikan oleh suatu pemerintahan yang
sah, mempunyai hak dan kewajiban mengatur roda pemerintahan demi kemajuan
dan kesejahteraan rakyat baik dalam bidang agama, politik, sosial, budaya
maupun dalam bidang pemerintahan secara umum. Tentunya metode dan
tekniknya sesuai dengan bentuk pemerintahan itu sendiri sehingga atau dapat
tercapai "Baldatun Thayyibatun wa Ralbun Ghafur’u” yaitu negara yang sentosa
diridhai oleh Allah SWT, maka khalifah selaku kepala negara disamping ia
bertanggung jawab dihadapan Allah, ia bertanggung jawab pula kepada rakyat
yang menjadi pemimpin manusia. Dan apabila ia tidak mampu melaksanakan
tugas-tugasnya sebagai kepala negara, maka ia harus meletakkan jabatan atau
diberhentikan.
Pengertian khalifah yang kedua yaitu manusia yang secara silih berganti
sebagai wakil Allah yang memegang kekuasaan di bumi untuk melaksanakan
hukum Allah dan menegakkan keadilan: melalui para Nabi dan Rasul semenjak
dari Nabi pertama: Nabi Adam As.. sampai Nabi terakhir: Nabi Muhammad SAW
Allah telah mempercayakan kebenaran, kemajuan, kemakmuran pada manusia,
dan mempercayai manusia dapat memikul amanat kebenaran, kemajuan, dan
kemakmuran itu, sehingga diberi posisi dan kedudukan sebagai khalifah.

b) Bentuk Tanggung Jawab Manusia sebagai Khalifah Allah


Tanggung Jawab kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi :
-Menuntut ilmu pengetahuan (Q.S Al-Nahl : 43), karena manusia itu adalah
makhluk yang dapat dan harus dididik/ diajar (Q.S al-baqarah :31) dan yang
mampu mendidik /mengajar (Q.S Ali imran:187, al-an’am :51)
-Menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya
dan kesengsaraan (Q.S al-Tahrim : 6) termasuk di dalamnya adalah menjaga dan
memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang halal dn sebagainya
-Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlak berasal dari kata khuluq
atau khalq. Khuluq merupakan bentuk batin/ rohani, dan khalq merupakan bentuk
lahir/ jasmani.

Tanggung Jawab kekhalifahan dalam keluarga/ rumah tangga meliputi :


-Membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah,
mawaddah dan wa rahmah / cinta kasih (Q.S ar-Rum : 21) dengan jalan
menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai suami-istri atau ayah-ibu dalam
rumah tangga.
Tanggung Jawab kekhalifahan dalam masyarakat meliputi :

xxxviii
-Mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Q.S al-Hujurat : 10 dan 13, al-Anfal :
46 )
-Tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S al-Maidah : 2)
-Menegakkan keadilan dalam masyarakat (Q.S al-Nisa : 135 )
-Bertanggung jawab terhadap mar ma’ruf nahi munkar ( Q.S Ali Imran 104 dan
110)
-Berlaku baik terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk di dalamnya
adalah para fakir miskin serta anak yatim (Q.S al Taubah : 60, al Nisa’ : 2), orang
yang cacat tubuh (Q.S ‘Abasa : 1-11), orang yang berada di bawah penguasaan
orang lain.

Tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi :


-Mengulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar
dibudayakan, sehingga menghasilkan karya- karya yang bermanfaat bagi
kemaslahatan hidup manusia.
-Menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasi karya
manusia harus disesuaikan dengan kondisi aam, jangan sampai merusak alam atau
lingkungan hidup, agar tidakmenimbulkan malapetaka bagi manusia dan
lingkungannya.
-MengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus
tetap komitmen dengan nilai- nilai Islam yang rahmatan lil-‘alamin, sehingga
berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat
manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran
ayat-ayat serta keagungan dan kebesaran Ilahi.

d. Korelasi Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah dengan Tanggung


Jawab Manusia sebagai Khalifah Allah.
Sebagai seorang khalifah dan Hamba Allah, apa yang dilakukan tidak
boleh hanya untuk kepentingan diri pribadi dan tidak hanya bertanggung jawab
pada diri sendiri saja. Oleh karena itu semua yang dilakukan harus untuk
kebersamaan sesama umat manusia dan hamba Allah, serta pertanggung
jawabannya pada tiga instansi, yaitu:
1. Pertanggung jawaban pada diri sendiri.
2. Pertanggung jawaban pada masyarakat.
3. Pertanggung jawaban pada Allah.

xxxix
DAFTAR PUSTAKA
Heru Juabdin Sada “Manusia dalam perspektif agama islam”
https://media.neliti.com/media/publications/56722-ID-none.pdf
Depok News “10 Karakter Muslim Sejati” https://www.depoknews.id/10-
karakteristik-menjadi-muslim-sejati/
Yahya, Harun, Al-Quran dan Sains, Bandung: Dzikra, 2002, klikquran, alhayat.
https://umma.id/article/share/id/6/188576
https://nurhanifwachidah.blogspot.com/2018/02/kedudukan-manusia-di-alam-
semesta.html
http://ejournal.unis.ac.id/index.php/ISLAMIKA/article/view/153
http://ansorialqodirijember.blogspot.com/2017/03/karakter-manusia-dalam-
perspektif-al.html
https://rmufidatunn1.wordpress.com/umum/kebutuhan-manusia-terhadap-agama/
http://anindahan.blogspot.com/2019/02/hakikat-martabat-dan-tanggung-
jawab.html
http://rahmadfitriyanto.blogspot.com/2016/04/tanggung-jawab-dalam-islam.html
https://www.kompasiana.com/ayusyifa/552be1786ea834c24f8b4568/manusia-
dan-tanggung-jawab

xl
https://prezi.com/ppbpsqgmm_ih/tanggung-jawab-manusia-sebagai-hamba-dan-
khalifah-allah/#:~:text=Tanggung%20Jawab%20Manusia%20Sebagai%20Hamba
%20Allah,ketundukan%20pada%20kebenaran%20dan%20keadilan.
https://www.kompasiana.com/ummah.najma.com/54f7bfcba33311191c8b49fb/
manusia-sebagai-hamba-dan-khalifah-allah#:~:text=Hamba%20Allah%20adalah
%20manusia%20yang,apa%20yang%20diperintahkan%20(Taqwa).
http://digilib.uinsby.ac.id/21434/4/Bab%203.pdf
https://binus.ac.id/character-building/2020/05/tanggung-jawab-manusia-terhadap-
allah/
http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/pwahana/article/download/
3607/2658/
http://blog.unnes.ac.id/malikhatundayyanah/2015/11/24/tugas-manusia-sebagai-
khalifah-di-muka-bumi/
http://digilib.uinsby.ac.id/21434/3/Bab%202.pdf

xli

Anda mungkin juga menyukai