PENDAHULUAN
Total Quality Management (TQM) sebagai suatu filosofi dan metodologi merupakan
suatu cara atau sistem manajemen berbasis mutu yang dilakukan dengan penuh totalitas oleh
setiap anggota di dalam organisasi. Konsep TQM pada mulanya dikembangkan dan
seringkali digunakan di suatu organisasi bidang industri. Implementasi TQM pada suatu
lembaga pendidikan Islam, akan menjadi tinjuan yang sangat menarik untuk ditelaah
bersama. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya bahwa tidak semua lembaga pendidikan
yang ada pada umumnya, dapat menerapkan konsep TQM ini dengan maksimal. Salah satu
feedback yang akan diterima dari berhasilnya implementasi TQM pada suatu lembaga
pendidikan, ialah akan berkualitasnya output serta tingginya tingkat kepercayaan sebagi
wujud dari kepuasaan para pelanggan.
Menurut Edward Salis, TQM adalah sebagai suatu paradigma serta suatu cara untuk
membantu dalam mengelola perubahan, dan pembahasan utama dari TQM ini sendiri adalah
adanya suatu perubahan budaya dari para pelaku.1 TQM bukanlah suatu perangkat peraturan
dan ketentuan yang kaku, namun juga merupakan proses dan prosedur untuk mengevaluasi
serta memperbaiki kinerja.2 TQM juga menyesuaikan segala macam bentuk usaha usaha
orang banyak dengan sedemikian rupa sehingga orang-orang tersebut dapat menyelesaikan
tugasnya dengan penuh semangat serta dapat turut berpartisipasi dalam penyempurnaan
pelaksanaan pekerjaannya.
1
Samsirin, “Konsep Mutu Dan Kepuasan Pelanggan Dalam Pendidikan Islam,” 140.
2
Samsirin, 140.
1
Berhasil tidaknya suatu lembaga pendidikan, tidak terlepas dari keahlian seorang
pegelola dalam menjaga mutu maupun kualitas, yang mana dapat memberikan kepercayaan
dan kepuasan kepada konsumen pendidikan. Kepuasan pelanggan atau konsumen kepada
suatu lembaga pendidikan memberikan arti bahwa suatu lembaga pendidikan dapat menjadi
sebuah lembaga pendidikan yang handal dan terpercaya, sehingga dapat terus mampu
bersaing pada persaingan global saat ini.
PEMBAHASAN
TQM atau total quality management adalah suatu makna dan standar mutu dalam
pendidikan. Ia memberikan suatu filosofi perangkat alat untuk memperbaiki mutu. Ia dicapai
dengan ide sentral yang diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan. Bagi setiap lembaga
pendidikan mutu adalah suatu isu sentral yang perlu diperhatikan. Memang akan terkesan
cenderung ke dunia bisnis dan industri bila mendengar istilah TQM, namun pada
kenyataannya beberapa lembaga pendidikan sudah mulai menerapkan standar mutu tertentu
dengan istilah Manajemen Mutu Terpadu.
2
TQM menginginkan adanya peningkatan (improvement) dalam berbagai hal. Oleh
karenanya, meningkatnya kualitas/mutu menjadi titik utama dalam manajerial serta bahasan
tentang TQM. Juran mendemonstrasikan tiga proses manajerial suatu organisasi yang dikenal
dengan trilogy Juran yaitu, Planning, control, improvement. Adapun rincian trilogy itu
sebagai berikut :
Quality planning, suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan
menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian
mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna memuaskan
pelanggan.
Quality control, suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi,
dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para pelanggan.
Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya mesin-mesin rusak
segera diperbaiki.
Quality improvement, suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan
dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi alokasi
sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan proyek mutu, melatih
para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan pada umumnya menetapkan
suatu struktur permanen untuk mengejar mutu dan mempertahankan apa yang telah
dicapai sebelumnya.
Meskipun konsep tersebut cenderung pada pengelolaan keuangan atau
finansial, namun dapat diterjemahkan dalam berbagai bidang termasuk pendidikan.
Intinya adalah bahwa adanya penekanan tentang pentingnya perbaikan mutu secara
terus menerus bagi setiap produk walaupun teknik yang diajarkan berbeda-beda.
3
Manajemen mutu terpadu (Total Quality Management) dalam kontek pendidikan
merupakan sebuah filosofi metodologi tentang perbaikan secara terus menerus yang dapat
memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi
kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan saat ini maupun masa yang akan datang.5
Sedangkan Sumahamijaya menyampaikan bahwa TQM merupakan suatu sistem manajemen
yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha yang berorientasi pada kepuasaan pelanggan
dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.6 Total Quality Management merupakan suatu
pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing
organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, tenaga kerja, proses,
dan lingkungan.7
Salah satu konsep dari Edward Deming yang selanjutnya lebih dikenal dengan konsep
kaizen secara luas baru diperkenalkan oleh Masaaki Imai dalam bukunya “Kaizen : the key to
Japan’s competitive success” (1986). Kesimpulan Europe Japan Centre tentang Kaizen
Jepang mengungkapkan bahwa:
“Kaizen mengatakan kepada kita bahwa hanya dengan secara terus menerus tetap sadar
dan membuat beratus-ratus ribu peningkatan kecil, maka dimungkinkan untuk
menghasilkan barang dan jasa yang mutunya otentik sehingga memuaskan pelanggan.
Cara paling mudah mencapainya adalah dengan keikutsertaan, motivasi dan
peningkatan terus menerus dari masing-masing dan semua karyawan dalam organisasi.
Keikutsertaan staf tergantung pada komitmen manajemen senior, strategi yang jelas dan
5
Edwar Sallis, Total Quality Management, Alih Bahasa, Ahmad Ali Riyadi, Yogyakarta, Ircisod, 2006, Hlm.73
6
Sumahamijaya, Dkk, Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewiraswastaan, Suatu Upaya Bagi Keberhasilan
Program Pendidikan Berbasis Luas/BBE dan Life Skills, Bandung, PT Angkasa, 2003, Hlm. 4
7
Nasution. M.N, Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004, Hlm. 18
4
ketabahan – karena kaizen bukan jalan pintas melainkan proses yang berjalan secara
terus menerus untuk menciptakan hasil yang diinginkan”.
Hal ini berarti bahwa tanpa keterlibatan pimpinan secara aktif tidak mungkin tercapai
manajemen mutu terpadu. Dalam perjalanan manajemen mutu ini muncul juga istilah
manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mengacu pada manajemen sumber daya di tingkat
sekolah dan bukan di suatu sistem atau tingkat sentralistik atau terpusat. Melalui MBS
beberapa sekolah diberikan pengawasan lebih besar, pengelolaan anggaran dan
pengembangan staf, sampai pada aspek kurikulum berbasis sekolah yang berarti bahwa
masing-masing sekolah memutuskan bahan-bahan ajar apa yang akan digunakan.8
Lawrencw A. Appley dan Oey Liang Lee juga mengungkapkan bahwa: Manajemen
sebagai seni dan ilmu, dalam manjemen terdapat strategi memanfaatkan tenaga dan fikiran
orang lain untuk melaksanakan aktivitas yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya, dalam manajemen terdapat teknik-teknik yang kaya dengan nilai
kepeminpinan dalam mengarahkan, mempengaruhi, mengawasi, dan mengorganisasikan
semua komponen yang saling menunjang untuk tercapainya suatu tujuan.9
Kemampuan sekolah untuk menjalankan suatu manajemen yang baik akan sangat
bergantung pada kesiapan dan kemampuan setiap komponen dalam menjalankan tugasnya
pada bidang masing-masing. Terkadang manajemen tidak dapat berjalan baik bukan karena
kesalahan dalam implementasi namun karena ketidaksiapan dari komponen pendidikan untuk
melaksanakan perannya. Oleh sebab itu, kepala sekolah perlu untuk meninjau kesiapan
seluruh komponennya, baik staf, guru, siswa, kurikulum, seluruh sistem yang saling berkaitan
dalam mengefektifkan manajemen mutu terpadu.
8
Ibtasam Abu-Duhou, School Based Mangement, Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta: Logos, 2002), h. 25.
9
Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam( Bandung: CV Pustaka setia,2012), 1-7.
5
dan staf tata usaha, sedangkan pelanggan ekternal adalah orangtua siswa,
pemerintah dan masyarakat termasuk komite sekolah.
2. Respek terhadap semua orang : Jadi semua orang yang ada di sekolah dianggap
memiliki potensi, sehingga setiap orang yang ada di organisasi diperlakukan
dengan sebaik-baiknya dan diberi kesempatan untuk berprestasi, berkarir dan
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
3. Kepemimpinan (Leadership) : Prinsip ini menyatakan bahwa keberhasilan
pelaksanaan MMT merupakan tanggung jawab dari manajemen puncak yaitu
Kepala Madrasah. Implikasinya adalah kepemimpinan sebagai alat dalam
menerapkan Manajemen Mutu Terpadu yang harus memiliki visi dan misi atau
pandangan jauh yang jelas kedepannya.
4. Perbaikan terus-menerus, agar sukses sekolah atau madrasah harus berusaha
untuk melakukan proses sistematis dalam melakukan perbaikan secara
berkesinambungan.10
10
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek Dan Riset Pendidikann, Jakarta, Bumi Aksara, 2009, Hlm. 572-573
11
Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2004, Hlm. 33-45
6
diminimumkan. Apabila keragaman telah dibuat minimum dan hasilnya belum
dapat diterima maka tujuan kedua dari perbaikan proses ialah merancang kembali
proses tersebut untuk memproduksi output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan, agar pelanggan baik yang internal maupun yang eksternal menjadi
puas.
Sedangkan prinsip dasar manajemen mutu terdiri dari 8 butir, sebagai berikut :
h) Fokus pengendalian (control) pada proses, bukan hanya pada hasil output.
12
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Cet. 9, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 483-484.
7
Pertama, para pendidik harus bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsi mereka,
karena para pendidik merupakan faktor utama bagi peningkatan sekolah. Para
pendidik harus mengendalikan proses penyelesaian masalah yang berdampak pada
lingkungan belajar di sekolah.
Kedua, pendidikan membutuhkan proses pemecahan masalah yang peka dan fokus
pada identifikasi dan penyelesaian penyebab utama yang menimbulkan masalah
tersebut. Semua akar dalam masalah pendidikan bersifat sistemik, yaitu berasal dari
akar masalah yang berada dari komunitas sekolah dan berimplikasi pada kegiatan
belajar mengajar di sekolah itu sendiri.
Ketiga, organisasi sekolah harus menjadi model organisasi belajar semua organisasi.
Keempat, melalui integrasi TQM di lembaga pendidikan, masyarakat dapat
menemukan mengapa sistem pendidikan yang ada saat ini tidak berjalan dengan baik.
Berdasarkan alasan tersebut, jelaslah bahwa penerapan TQM dalam dunia pendidikan
merupakan memerlukan adanya pengelolaan yang baik dan profesional, manajemen
organisasi yang baik dan penyediaan personil yang memadai dalam menjalankan proses yang
baik sehingga menghasilkan output yang bermutu tinggi dan berkualitas.
3) memperbaiki upaya memenuhi kebutuhan para pemakai produk dan jasa pada masa
kini dan waktu yang akan datang.14
13
Tim Gama Jakarta, Kamus Saku Ilmiah Populer, (Jakarta: Gama Press,2010), Cet.1, h. 278 )
14
Soewarso Hardjosoedarmo, Total Quality Manajemen, (Yogyakarta: Penerbit Andi,2004), h. 1 .
8
TQM melibatkan seluruh anggota organisasi dalam mengendalikan dan secara
kontinu meningkatkan bagaimana kerja harus dilakukan dalam upaya mencapai harapan
pengguna atau pelanggan (customer) mengenai mutu produk atau jasa yang dihasilkan
organisasi.15 Dari beberapa pengertian ini, dapat dipahami bahwa Implementasi Total Quality
Management (TQM) adalah penerapan atau pengejawantahan konsep manajemen
yangmelibatkan seluruh komponen dalam organisasi untuk bersama-sama berkontribusi
dalam kebijakan organisasi yang berorientasi pada perbaikan mutu produk untuk kepuasan
pelanggan (customer).
Ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan dalam penerapan TQM di dunia
pendidikan, yaitu:
15
Veithrizal Rivai, Education Management; Analisis Teori dan Praktik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2009), h.
479.
9
4. Perubahan Organisasi (upside-down-organization). Penerapannya dalam
lingkungan sekolah bisa terlaksana dalam bentuk perubahan struktur organisasi
sekolah dalam manajemen berbasis sekolah. Awalnya dalam struktur konvensional
dari atas ke bawah, maka dalam struktur baru bisa berubahandari bawah ke atas.
Berdasarkan uraian tersebut, berarti sekolah memiliki tanggung jawab yang besar
dalam rangka peningkatan mutu secara berkelanjutan. Tanggung jawab tersebut harus
diemban tidak hanya oleh kepala sekolah sebagai manajer akan tetapi oleh seluruh komponen
untuk menunjang terlaksananya manajemen mutu terpadu di lingkungan sekolahnya. Artinya
bahwa keterlibatan seorang pemimpin sebagai manajer dalam organisasi yang dipimpinnya
dalam hal ini kepala sekolah di lingkungan sekolah sangat memberikan peran dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan.
Demikian juga jumlah lulusan yang dapat diukur secara kuantitatif, sedang
kualitasnya sulit untuk ditetapkan kualifikasinya. Sehubungan dengan itu, dilingkungan
organisasi bidang pendidikan yang bersiifat non profit, menurut Hadari Nawawi ukuran
produktifitas organisasi bidang pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut :
16
Edward Sallis, Total Quality Management in Education, Manajemen Mutu Pendidikan Jogjakarta: IRCiSoD,
2006), h. 7-11.
10
a) Produktivitas internal, berupa hasil yang dapat di ukur secara kuantitatif, seperti
jumlah atau persentase lulusan sekolah, atau jumlah gedung dan lokal yang dibangun
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
b) Produktivitas eksternal, berupa hasil yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, karena
sifat kualitatif tersebut hanya dapat diketahui setelah melewati tenggang waktu yang
cukup lama..17
KESIMPULAN
17
Hadari Nawawi, Manajemen Strategik, Yogyakarta, Gajah Mada Pers, 2005, Hlm. 47
11
Total Quality Management (Manajemen Mutu Terpadu) ialah suatu pendekatan yang
keberadaannya dapat peningkatan mutu produk yang dihasilkan oleh sebuah lembaga, dan
juga organisasi yang harus ditingkatkan untuk kepuasan pelanggan dan untuk mencegah dari
lingkungan yang terus berubah. Dan jugas harus ada perbaikan dari lembaga yang terus
menerus.
iap perusahaan harus melakukan segala usaha untuk menguraikan dan merumuskan
sesuatu dalam kebersamaan dalam organisasi tersebut dan menjalin hungan yang baik agar di
dalam organisasi tersebut bisa menjadi organisasi yang baik dan utuh.
12
DAFTAR PUSTAKA
Edwar Sallis, Total Quality Management, Alih Bahasa, Ahmad Ali Riyadi, Yogyakarta,
Ircisod, 2006, Hlm.73
Edward Sallis, Total Quality Management in Education, Manajemen Mutu Pendidikan
Jogjakarta: IRCiSoD, 2006), h. 7-11.
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Cet. 9, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), h. 483-484.
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Manajemen (TQM), Yogyakarta, Andi
Ofset, 1998, Hlm. 35
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek Dan Riset Pendidikann, Jakarta, Bumi
Aksara, 2009, Hlm. 572-573
Hadari Nawawi, Manajemen Strategik, Yogyakarta, Gajah Mada Pers, 2005, Hlm. 46
Ibtasam Abu-Duhou, School Based Mangement, Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta:
Logos, 2002), h. 25.
Nasution. M.N, Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004, Hlm. 18
Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2004, Hlm. 33-
45
Samsirin, “Konsep Mutu Dan Kepuasan Pelanggan Dalam Pendidikan Islam,” 140
Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam( Bandung: CV Pustaka setia,2012), 1-7.
Sumahamijaya, Dkk, Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewiraswastaan, Suatu Upaya
Bagi Keberhasilan Program Pendidikan Berbasis Luas/BBE dan Life Skills, Bandung, PT
Angkasa, 2003, Hlm. 4
Soewarso Hardjosoedarmo, Total Quality Manajemen, (Yogyakarta: Penerbit
Andi,2004), h. 1.
Veithrizal Rivai, Education Management; Analisis Teori dan Praktik, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada: 2009), h. 479.
13