Anda di halaman 1dari 13

FILOSOFI MANAJEMEN MUTU TERPADU DALAM PENDIDIKAN

PENDAHULUAN

Total Quality Management (TQM) sebagai suatu filosofi dan metodologi merupakan
suatu cara atau sistem manajemen berbasis mutu yang dilakukan dengan penuh totalitas oleh
setiap anggota di dalam organisasi. Konsep TQM pada mulanya dikembangkan dan
seringkali digunakan di suatu organisasi bidang industri. Implementasi TQM pada suatu
lembaga pendidikan Islam, akan menjadi tinjuan yang sangat menarik untuk ditelaah
bersama. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya bahwa tidak semua lembaga pendidikan
yang ada pada umumnya, dapat menerapkan konsep TQM ini dengan maksimal. Salah satu
feedback yang akan diterima dari berhasilnya implementasi TQM pada suatu lembaga
pendidikan, ialah akan berkualitasnya output serta tingginya tingkat kepercayaan sebagi
wujud dari kepuasaan para pelanggan.

Menurut Edward Salis, TQM adalah sebagai suatu paradigma serta suatu cara untuk
membantu dalam mengelola perubahan, dan pembahasan utama dari TQM ini sendiri adalah
adanya suatu perubahan budaya dari para pelaku.1 TQM bukanlah suatu perangkat peraturan
dan ketentuan yang kaku, namun juga merupakan proses dan prosedur untuk mengevaluasi
serta memperbaiki kinerja.2 TQM juga menyesuaikan segala macam bentuk usaha usaha
orang banyak dengan sedemikian rupa sehingga orang-orang tersebut dapat menyelesaikan
tugasnya dengan penuh semangat serta dapat turut berpartisipasi dalam penyempurnaan
pelaksanaan pekerjaannya.

Dari pernyataan mengenai berhasilnya implementasi TQM di kalangan perusahaan-


perusahaan besar, membuktikan bahwa TQM merupakan pendekatan yang kiranya juga dapat
digunakan dalam pengembangan sistem manajemen pada suatu lembaga pendidikan. Dilihat
dari tahapan-tahapan proses implementasi TQM, sangat memungkinkan bagi suatu lembaga
pendidikan Islam untuk dapat mencoba mengeksplorasinya lebih dalam terkait dengan sistem
manajemen yang ada. Dengan demikian diharapkan akan terciptanya sebuah layanan yang
berkualitas oleh suatu lembaga pendidikan Islam terhadap kepuasan pelanggan karena
berkualitasnya produk maupun jasa yang diberikan.

1
Samsirin, “Konsep Mutu Dan Kepuasan Pelanggan Dalam Pendidikan Islam,” 140.
2
Samsirin, 140.

1
Berhasil tidaknya suatu lembaga pendidikan, tidak terlepas dari keahlian seorang
pegelola dalam menjaga mutu maupun kualitas, yang mana dapat memberikan kepercayaan
dan kepuasan kepada konsumen pendidikan. Kepuasan pelanggan atau konsumen kepada
suatu lembaga pendidikan memberikan arti bahwa suatu lembaga pendidikan dapat menjadi
sebuah lembaga pendidikan yang handal dan terpercaya, sehingga dapat terus mampu
bersaing pada persaingan global saat ini.

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MANAJEMEN MUTU TERPADU DALAM PENDIDIKAN

TQM atau total quality management adalah suatu makna dan standar mutu dalam
pendidikan. Ia memberikan suatu filosofi perangkat alat untuk memperbaiki mutu. Ia dicapai
dengan ide sentral yang diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan. Bagi setiap lembaga
pendidikan mutu adalah suatu isu sentral yang perlu diperhatikan. Memang akan terkesan
cenderung ke dunia bisnis dan industri bila mendengar istilah TQM, namun pada
kenyataannya beberapa lembaga pendidikan sudah mulai menerapkan standar mutu tertentu
dengan istilah Manajemen Mutu Terpadu.

Menurut Hadari Nawawi Manajemen Mutu Terpadu adalah manajemen fungsional


dengan pendekatan yang secara terus menerus difokuskann pada peningkatan kualitas, agar
produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan
tugas pelayanan umum dan pembangunan masyarakat (Community Development). 3
Pengertian lain dikemukakan oleh Santoso yang di kutip oleh Fandi Tjiptono dan Anastasia
Diana yang mengatakan bahwa “TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat
kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan
seluruh anggota organisasi”4 disamping itu juga Fandy Tjiptono dan Nastasia Diana
menyatakan pula bahwa “Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam
menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui
perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.”
3
Hadari Nawawi, Manajemen Strategik, Yogyakarta, Gajah Mada Pers, 2005, Hlm. 46
4
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Manajemen (TQM), Yogyakarta, Andi Ofset, 1998, Hlm. 35

2
TQM menginginkan adanya peningkatan (improvement) dalam berbagai hal. Oleh
karenanya, meningkatnya kualitas/mutu menjadi titik utama dalam manajerial serta bahasan
tentang TQM. Juran mendemonstrasikan tiga proses manajerial suatu organisasi yang dikenal
dengan trilogy Juran yaitu, Planning, control, improvement. Adapun rincian trilogy itu
sebagai berikut :

 Quality planning, suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan
menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian
mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna memuaskan
pelanggan.
 Quality control, suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi,
dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para pelanggan.
Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya mesin-mesin rusak
segera diperbaiki.
 Quality improvement, suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan
dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi alokasi
sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan proyek mutu, melatih
para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan pada umumnya menetapkan
suatu struktur permanen untuk mengejar mutu dan mempertahankan apa yang telah
dicapai sebelumnya.
Meskipun konsep tersebut cenderung pada pengelolaan keuangan atau
finansial, namun dapat diterjemahkan dalam berbagai bidang termasuk pendidikan.
Intinya adalah bahwa adanya penekanan tentang pentingnya perbaikan mutu secara
terus menerus bagi setiap produk walaupun teknik yang diajarkan berbeda-beda.

B. FALSAFAH KUALITAS DALAM PENDIDIKAN

3
Manajemen mutu terpadu (Total Quality Management) dalam kontek pendidikan
merupakan sebuah filosofi metodologi tentang perbaikan secara terus menerus yang dapat
memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi
kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan saat ini maupun masa yang akan datang.5
Sedangkan Sumahamijaya menyampaikan bahwa TQM merupakan suatu sistem manajemen
yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha yang berorientasi pada kepuasaan pelanggan
dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.6 Total Quality Management merupakan suatu
pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing
organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, tenaga kerja, proses,
dan lingkungan.7

Pada hakikatnya tujuan institusi pendidikan adalah untuk menciptakan dan


mempertahankan kepuasan para pelanggan dan dalam TQM kepuasan pelanggan ditentukan
oleh Stakeholder lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena hanya dengan memahami proses
dan kepuasan pelanggan maka organisasi dapat menyadari dan menghargai kualitas. Semua
usaha manajemen dalam TQM harus diarahkan pada suatu tujuan utama, yaitu kepuasaan
pelanggan, apa yang dilakukan manajemen tidak ada gunanya bila tidak melahirkan
kepuasaan pelanggan.

C. KONSEP MANAJEMEN MUTU TERPADU DALAM PENDIDIKAN

Salah satu konsep dari Edward Deming yang selanjutnya lebih dikenal dengan konsep
kaizen secara luas baru diperkenalkan oleh Masaaki Imai dalam bukunya “Kaizen : the key to
Japan’s competitive success” (1986). Kesimpulan Europe Japan Centre tentang Kaizen
Jepang mengungkapkan bahwa:

“Kaizen mengatakan kepada kita bahwa hanya dengan secara terus menerus tetap sadar
dan membuat beratus-ratus ribu peningkatan kecil, maka dimungkinkan untuk
menghasilkan barang dan jasa yang mutunya otentik sehingga memuaskan pelanggan.
Cara paling mudah mencapainya adalah dengan keikutsertaan, motivasi dan
peningkatan terus menerus dari masing-masing dan semua karyawan dalam organisasi.
Keikutsertaan staf tergantung pada komitmen manajemen senior, strategi yang jelas dan

5
Edwar Sallis, Total Quality Management, Alih Bahasa, Ahmad Ali Riyadi, Yogyakarta, Ircisod, 2006, Hlm.73
6
Sumahamijaya, Dkk, Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewiraswastaan, Suatu Upaya Bagi Keberhasilan
Program Pendidikan Berbasis Luas/BBE dan Life Skills, Bandung, PT Angkasa, 2003, Hlm. 4
7
Nasution. M.N, Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004, Hlm. 18

4
ketabahan – karena kaizen bukan jalan pintas melainkan proses yang berjalan secara
terus menerus untuk menciptakan hasil yang diinginkan”.

Hal ini berarti bahwa tanpa keterlibatan pimpinan secara aktif tidak mungkin tercapai
manajemen mutu terpadu. Dalam perjalanan manajemen mutu ini muncul juga istilah
manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mengacu pada manajemen sumber daya di tingkat
sekolah dan bukan di suatu sistem atau tingkat sentralistik atau terpusat. Melalui MBS
beberapa sekolah diberikan pengawasan lebih besar, pengelolaan anggaran dan
pengembangan staf, sampai pada aspek kurikulum berbasis sekolah yang berarti bahwa
masing-masing sekolah memutuskan bahan-bahan ajar apa yang akan digunakan.8

Lawrencw A. Appley dan Oey Liang Lee juga mengungkapkan bahwa: Manajemen
sebagai seni dan ilmu, dalam manjemen terdapat strategi memanfaatkan tenaga dan fikiran
orang lain untuk melaksanakan aktivitas yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya, dalam manajemen terdapat teknik-teknik yang kaya dengan nilai
kepeminpinan dalam mengarahkan, mempengaruhi, mengawasi, dan mengorganisasikan
semua komponen yang saling menunjang untuk tercapainya suatu tujuan.9

Kemampuan sekolah untuk menjalankan suatu manajemen yang baik akan sangat
bergantung pada kesiapan dan kemampuan setiap komponen dalam menjalankan tugasnya
pada bidang masing-masing. Terkadang manajemen tidak dapat berjalan baik bukan karena
kesalahan dalam implementasi namun karena ketidaksiapan dari komponen pendidikan untuk
melaksanakan perannya. Oleh sebab itu, kepala sekolah perlu untuk meninjau kesiapan
seluruh komponennya, baik staf, guru, siswa, kurikulum, seluruh sistem yang saling berkaitan
dalam mengefektifkan manajemen mutu terpadu.

D. PRINSIP MANAJEMEN MUTU TERPADU DALAM PENDIDIKAN


Untuk dapat menerapkan Manajemen Mutu Terpadu dengan baik tentunya diperlukan
prinsip-prinsip dan komponen yang harus ada sehingga nantinya Manajemen Mutu Terpadu
ini akan dapat diukur berhasil atau tidaknya. Prinsip dari Manajemen Mutu Terpadu ini
adalah sebagai berikut :
1. Kepuasaan pelanggan : Pendidikan harus memberikan pelayanan kepada
pelanggannya, dimana yang di maksud dengan pelanggan pendidikan ini meliputi
pelanggan internal dan pelanggan ekternal. Pelanggan internal adalah siswa, guru

8
Ibtasam Abu-Duhou, School Based Mangement, Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta: Logos, 2002), h. 25.
9
Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam( Bandung: CV Pustaka setia,2012), 1-7.

5
dan staf tata usaha, sedangkan pelanggan ekternal adalah orangtua siswa,
pemerintah dan masyarakat termasuk komite sekolah.
2. Respek terhadap semua orang : Jadi semua orang yang ada di sekolah dianggap
memiliki potensi, sehingga setiap orang yang ada di organisasi diperlakukan
dengan sebaik-baiknya dan diberi kesempatan untuk berprestasi, berkarir dan
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
3. Kepemimpinan (Leadership) : Prinsip ini menyatakan bahwa keberhasilan
pelaksanaan MMT merupakan tanggung jawab dari manajemen puncak yaitu
Kepala Madrasah. Implikasinya adalah kepemimpinan sebagai alat dalam
menerapkan Manajemen Mutu Terpadu yang harus memiliki visi dan misi atau
pandangan jauh yang jelas kedepannya.
4. Perbaikan terus-menerus, agar sukses sekolah atau madrasah harus berusaha
untuk melakukan proses sistematis dalam melakukan perbaikan secara
berkesinambungan.10

Tiga prinsip mutu terpadu yaitu :

1) Fokus pada pelanggan. Prinsip mutu yaitu memenuhi kepuasan pelanggan


(Customer Satisfaction). Dalam manajemen mutu terpadu, pelanggan dibedakan
menjadi dua, yaitu : Pelanggan internal (didalam organisasi sekolah), dan
pelanggan eksternal (diluar organisasi sekolah) Organisasi dikatakan bermutu
apabila kebutuhan pelanggan bisa terpenuhi dengan baik. Dalam arti bahwa
pelanggan internal, misalnya guru selalu mendapatkan pelayanan yang memuaskan
dari petugas TU, kepala sekolah selalu puas terhadap hasil kerja guru dan guru
selalu menanggapi keinginan siswa. Begitu pula pada pelanggan eksternal
misalnya masyarakat sekitar.

2) Perbaikan proses. Konsep perbaikan terus menerus dibentuk berdasarkan pada


suatu urutan atau langkah-langkah kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan
output.11 Perhatian secara terus menerus bagi setiap langkah dalam proses kerja
sangat penting untuk mengurangi keragaman dari output dan memperbaiki
kehandalan. Tujuan pertama perbaikan terus menerus ialah proses yang handal,
dalam arti bahwa dapat diproduksi yang diinginkan setiap saat tanpa variasi yang

10
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek Dan Riset Pendidikann, Jakarta, Bumi Aksara, 2009, Hlm. 572-573

11
Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2004, Hlm. 33-45

6
diminimumkan. Apabila keragaman telah dibuat minimum dan hasilnya belum
dapat diterima maka tujuan kedua dari perbaikan proses ialah merancang kembali
proses tersebut untuk memproduksi output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan, agar pelanggan baik yang internal maupun yang eksternal menjadi
puas.

3) Keterlibatan total. Pendekatan ini dimulai dengan kepemimpinan manajemen senior


yang aktif, dalam hal ini kepala sekolah dan mencakup usaha yang memanfaatkan
bakat semua warga sekolah untuk mencapai suatu keunggulan kompetitif di dunia
pendidikan. Warga sekolah berwenang/berkuasa untuk memperbaiki output
melalui kerjasama dalam struktur kerja baru yang luwes (flekksibel) untuk
memecahkan persoalan, memperbaiki proses dan memuaskan.

Sedangkan prinsip dasar manajemen mutu terdiri dari 8 butir, sebagai berikut :

a) Setiap orang memiliki pelanggan

b) Setiap orang bekerja dalam sebuah sistem’

c) Semua sistem menunjukkan variasi.

d) Mutu bukan pengeluaran biaya tetapi investasi.

e) Peningkatan mutu harus dilakukan sesuai dengan perencanaan.

f) Peningkatan mutu harus menjadi pandangan hidup.

g) Manajemen berdasarkan fakta dan data.

h) Fokus pengendalian (control) pada proses, bukan hanya pada hasil output.

E. METODE MANAJEMEN MUTU TERPADU DALAM PENDIDIKAN

Ada beberapa pertimbangan yang dijadikan landasan penerapan TQM di lembaga


pendidikan. Para pendidik harus bertanggung jawab terhadap tugas mereka secara proaktif.
Mereka harus mengembangkan proses pemecahan masalah yang masuk akal dan dapat
mengidentifikasi serta menuju pada penyebab utamanya. Sekolah harus mampu menjadi
organisasi percontohan dan dapat mengukur apa saja yang berfungsi dengan baik dan apa
yang tidak, sehingga akan didapatkan suatu sistem yang baik dalam kelembagaan sekolah.
Ada empat alasan utama dalam adopsi TQM di lembaga pendidikan, antara lain:12

12
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Cet. 9, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 483-484.

7
 Pertama, para pendidik harus bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsi mereka,
karena para pendidik merupakan faktor utama bagi peningkatan sekolah. Para
pendidik harus mengendalikan proses penyelesaian masalah yang berdampak pada
lingkungan belajar di sekolah.
 Kedua, pendidikan membutuhkan proses pemecahan masalah yang peka dan fokus
pada identifikasi dan penyelesaian penyebab utama yang menimbulkan masalah
tersebut. Semua akar dalam masalah pendidikan bersifat sistemik, yaitu berasal dari
akar masalah yang berada dari komunitas sekolah dan berimplikasi pada kegiatan
belajar mengajar di sekolah itu sendiri.
 Ketiga, organisasi sekolah harus menjadi model organisasi belajar semua organisasi.
 Keempat, melalui integrasi TQM di lembaga pendidikan, masyarakat dapat
menemukan mengapa sistem pendidikan yang ada saat ini tidak berjalan dengan baik.

Berdasarkan alasan tersebut, jelaslah bahwa penerapan TQM dalam dunia pendidikan
merupakan memerlukan adanya pengelolaan yang baik dan profesional, manajemen
organisasi yang baik dan penyediaan personil yang memadai dalam menjalankan proses yang
baik sehingga menghasilkan output yang bermutu tinggi dan berkualitas.

F. TEORI-TEORI DALAM IMPLEMENTASI TQM DALAM PENDIDIKAN

Kata implementasi berarti penerapan; penggunaan implemen dalam kerja;


pelaksanaan; pengerjaan hingga menjadi terwujud; pengejawantahan; dan penerapan
implemen.13 Sedangkan TQM (Total Quality Management) menurut Hardjosoedarmo
memberikan pengertian yang cukup menyeluruh, bahwa TQM adalah penerapan metode
kuantitatif dan pengetahuan kemanusiaan untuk:

1) memperbaiki material dan jasa yang menjadi masukan organisasi,

2) memperbaiki semua proses penting dalam organisasi, dan

3) memperbaiki upaya memenuhi kebutuhan para pemakai produk dan jasa pada masa
kini dan waktu yang akan datang.14

13
Tim Gama Jakarta, Kamus Saku Ilmiah Populer, (Jakarta: Gama Press,2010), Cet.1, h. 278 )
14
Soewarso Hardjosoedarmo, Total Quality Manajemen, (Yogyakarta: Penerbit Andi,2004), h. 1 .

8
TQM melibatkan seluruh anggota organisasi dalam mengendalikan dan secara
kontinu meningkatkan bagaimana kerja harus dilakukan dalam upaya mencapai harapan
pengguna atau pelanggan (customer) mengenai mutu produk atau jasa yang dihasilkan
organisasi.15 Dari beberapa pengertian ini, dapat dipahami bahwa Implementasi Total Quality
Management (TQM) adalah penerapan atau pengejawantahan konsep manajemen
yangmelibatkan seluruh komponen dalam organisasi untuk bersama-sama berkontribusi
dalam kebijakan organisasi yang berorientasi pada perbaikan mutu produk untuk kepuasan
pelanggan (customer).

Dalam dunia pendidikan, TQM mengarahkan pada kepuasan pelanggan baik


pelanggan dalam (internal customer) maupun pelanggan luar (eksternal customer). Pelanggan
dalam seperti kepala sekolah, guru, staf dan penyelenggara institusi. Sedangkan pelanggar
luar seperti masyarakat, pemerintah dan dunia industri. Jadi suatu institusi atau lembaga
pendidikan dikatakan bermutu apabila mampu memberikan kepuasan terhadap pelanggan
dalam dan pelanggan luar atas jasa yang diberikan.

Ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan dalam penerapan TQM di dunia
pendidikan, yaitu:

1. Perbaikan secara terus menerus (continous improvement). Konsep ini mengandung


pengertian bahwa pihak pengelola senantias melakukan berbagai perbaikan dan
peningkatan terus menerus untuk menjamin semua komponen penyelenggaraan
pendidikan telah mencapai standar mutu yang ditetapkan. Konsep ini juga berarti
bahwa institusi pendidikan senantiasa memperbaharui proses berdasarkan
kebutuhan dan tuntutan.

2. Menentukan Standar Mutu, (Quality assurance). Paham ini digunakan untuk


menentukan standar-standar mutu dari semua komponen yang bekerja dalam
proses produksi atau tranformasi lulusan institusi pendidikan. Standar ini meliputi
kepemilikan kemampuan dasar pembelajaran sesuai dengan jenjang pendidikan,
kurikulum, dan evaluasi.

3. Perubahan Kultur (change of culture). Pimpinan institusi pendidikan harus mampu


membangun kesadaran para anggotanya akan pentingnya mempertahankan dan
meningkatkan mutu pembelajaran.

15
Veithrizal Rivai, Education Management; Analisis Teori dan Praktik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2009), h.
479.

9
4. Perubahan Organisasi (upside-down-organization). Penerapannya dalam
lingkungan sekolah bisa terlaksana dalam bentuk perubahan struktur organisasi
sekolah dalam manajemen berbasis sekolah. Awalnya dalam struktur konvensional
dari atas ke bawah, maka dalam struktur baru bisa berubahandari bawah ke atas.

5. Mempertahankan hubungan dengan pelanggan (keeping close to the customer).


Hubungan yang baik antara institusi pendidikan dengan masyarakat, orang tua
siswa dan pihak lain, maka institusi atau lembaga pendidikan harus mampu
menjalin hubungan yang baik dengan “pelanggannya”.16

Berdasarkan uraian tersebut, berarti sekolah memiliki tanggung jawab yang besar
dalam rangka peningkatan mutu secara berkelanjutan. Tanggung jawab tersebut harus
diemban tidak hanya oleh kepala sekolah sebagai manajer akan tetapi oleh seluruh komponen
untuk menunjang terlaksananya manajemen mutu terpadu di lingkungan sekolahnya. Artinya
bahwa keterlibatan seorang pemimpin sebagai manajer dalam organisasi yang dipimpinnya
dalam hal ini kepala sekolah di lingkungan sekolah sangat memberikan peran dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan.

Dilingkungan organisasi nonprofit, khususnya pendidikan, penetapan kualitas produk


dan kualitas proses untuk mewujudkannnya merupakan bagian yang tidak mudah dalam
pengimplementasian Manajemen Mutu Terpadu (TQM). Kesulitan ini disebabkan oleh
karena ukuran produktivitasnya tidak sekedar bersifat kuamtittatif, misalnya hanya dari
jumlah lokal dana gedung sekolah atau laboratorium yang berhasil dibangun, tetapi juga
berkenaan dengan aspek kualitas yang menyangkut manfaat dan kemampuannya
memanfaatkannya.

Demikian juga jumlah lulusan yang dapat diukur secara kuantitatif, sedang
kualitasnya sulit untuk ditetapkan kualifikasinya. Sehubungan dengan itu, dilingkungan
organisasi bidang pendidikan yang bersiifat non profit, menurut Hadari Nawawi ukuran
produktifitas organisasi bidang pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut :

16
Edward Sallis, Total Quality Management in Education, Manajemen Mutu Pendidikan Jogjakarta: IRCiSoD,
2006), h. 7-11.

10
a) Produktivitas internal, berupa hasil yang dapat di ukur secara kuantitatif, seperti
jumlah atau persentase lulusan sekolah, atau jumlah gedung dan lokal yang dibangun
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
b) Produktivitas eksternal, berupa hasil yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, karena
sifat kualitatif tersebut hanya dapat diketahui setelah melewati tenggang waktu yang
cukup lama..17

Masih menurut Hadari Nawawi, bagi organisasi pendidikan, Manajemen Mutu


Terpadu dapat dikatakan sukses, jika menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
a. Tingkat konsistensi produk dalam memberikan pelayanan umum dan
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan peningkatan kualitas SDM terus
meningkat.
b. Kekeliruan dalam bekerja yang berdampak menimbulkan ketidakpuasann dan
komplain masyarakat yang dilayani semakin berkurang.
c. Disiplin waktu dan didiplin kerja semakin meningkat.
d. Inventarisasi organisasi semakin sempurna, terkendali dan tidak
berkurang/hilang tanpa diketahui sebab-sebabnya.
e. Kontrol berlangsung efektif terutama dari atasan langsung melalui pengawasan
melekat, sehingga mampu menghemat pembiayaan, mencegah penyimpangan
dalam pemberian pelayanan umum dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
f. Pemborosan dana dan waktu dalam bekerja dapat dicegah.
g. Peningkatan keterampilan dan keahlian dalam bekerta terus dilaksanakan
sehingga metode atau cara bekerja selalu mampu mengadaptasi perubahan
perkembangnan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai cara bekerja yang
paling efektif, efesien dan produktif, sehingga kualitas produk dan pelayanan
umum terus meningkat.

KESIMPULAN

17
Hadari Nawawi, Manajemen Strategik, Yogyakarta, Gajah Mada Pers, 2005, Hlm. 47

11
Total Quality Management (Manajemen Mutu Terpadu) ialah suatu pendekatan yang
keberadaannya dapat peningkatan mutu produk yang dihasilkan oleh sebuah lembaga, dan
juga organisasi yang harus ditingkatkan untuk kepuasan pelanggan dan untuk mencegah dari
lingkungan yang terus berubah. Dan jugas harus ada perbaikan dari lembaga yang terus
menerus.

Dan juga ada prinsip-prinsip Total Quality Manajemen yaitu,kepuasan pelanggan di


mana suatu lembaga harus berusaha memberikan produk yang berkualitas agar tidak ada
ketidak puasan dari pelanggan,yang kedua respek terhadap setiap orang, dan karyawan harus
mmberikan rasa hormat kepada pelanggan agar ada rasa kekaguman dan bisa dibilang bisa
saling menghormati terhadap orang lain,yang ketiga ialah manajemen berdasarkan fakta apa
yang telah di keluarkan oleh lembaga itu harus nyata tidak ada kebohongan sama sekali dan
pelanggan bisa mempercai lembaga tersebut,dan yang terakhir perbaikan kesinambungan
diset

iap perusahaan harus melakukan segala usaha untuk menguraikan dan merumuskan
sesuatu dalam kebersamaan dalam organisasi tersebut dan menjalin hungan yang baik agar di
dalam organisasi tersebut bisa menjadi organisasi yang baik dan utuh.

12
DAFTAR PUSTAKA

 Edwar Sallis, Total Quality Management, Alih Bahasa, Ahmad Ali Riyadi, Yogyakarta,
Ircisod, 2006, Hlm.73
 Edward Sallis, Total Quality Management in Education, Manajemen Mutu Pendidikan
Jogjakarta: IRCiSoD, 2006), h. 7-11.
 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Cet. 9, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), h. 483-484.
 Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Manajemen (TQM), Yogyakarta, Andi
Ofset, 1998, Hlm. 35
 Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek Dan Riset Pendidikann, Jakarta, Bumi
Aksara, 2009, Hlm. 572-573
 Hadari Nawawi, Manajemen Strategik, Yogyakarta, Gajah Mada Pers, 2005, Hlm. 46
 Ibtasam Abu-Duhou, School Based Mangement, Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta:
Logos, 2002), h. 25.
 Nasution. M.N, Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004, Hlm. 18
 Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2004, Hlm. 33-
45
 Samsirin, “Konsep Mutu Dan Kepuasan Pelanggan Dalam Pendidikan Islam,” 140
 Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam( Bandung: CV Pustaka setia,2012), 1-7.
 Sumahamijaya, Dkk, Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewiraswastaan, Suatu Upaya
Bagi Keberhasilan Program Pendidikan Berbasis Luas/BBE dan Life Skills, Bandung, PT
Angkasa, 2003, Hlm. 4
 Soewarso Hardjosoedarmo, Total Quality Manajemen, (Yogyakarta: Penerbit
Andi,2004), h. 1.
 Veithrizal Rivai, Education Management; Analisis Teori dan Praktik, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada: 2009), h. 479.

13

Anda mungkin juga menyukai