Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MAKALAH

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KELOMPOK ISLAM


MURJIAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah Ilmu Kalam

Disusun Oleh :

Synaoo.com

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ONLINE


JURUSAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYNAOO
JAKARTA
2018
A. Latar Belakang
Aliran Murji’ah merupakan salah satu aliran yang dipelajari dalam Teologi
Islam.Munculnya aliran ini dilatarbelakangi oleh persoalan politik, yaitu soal khalifah
(kekhalifahan).Setelah terbunuhnya khalifah Usman ibn Affan, umat Islam terpecah kedalam
dua kelompok besar, yaitu kelompok Ali dan Mu’awiyah. Kelompok Ali lalu terpecah pula
kedalam dua golongan yaitu golongan yang setia membela Ali (disebut Syiah) dan golongan
yang keluar dari barisan Ali (disebut Khawarij).
Ketika berhasil mengungguli dua kelompok lainnya, yaitu Syiah dan Khawarij dalam
merebut kekuasaan, kelompok Mu’awiyah lalu membentuk dinasti Umaiyah. Syiah dan
Khawarij bersama-sama menentang kekuasaannya. Syiah menentang Mu’awiyah karena
menuduh Mu’awiyah merebut kekuasaan yang seharusnya milik Ali dan keturunannya.
Sementara itu Khawarij tidak mendukung Mu’awiyah karena ia dinilai menyimpang dari
ajaran Islam. Dalam pertikaian antara ketiga golongan tersebut, terjadi ditengah-tengah
suasana pertikaian ini, muncul sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat
dalam pertentangan politik yang terjadi.Kelompok inilah yang kemudian berkembang menjadi
golongan “Murji’ah”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah asal-usul munculnya Aliran Murji’ah?
2. Doktrin-doktrin apa saja yang terdapat pada Aliran Murji’ah?
3. Bagaimana sekte-sekte pada Aliran Murji’ah?
4. Bagaimana perkembangan Aliran Murji’ah?
5. Apa Kelebihan dan kekurangan Aliran Murji’ah?

C. Pembahasan
1. Asal-Usul Kemunculan Aliran Murji’ah
Asal-usul kemunculan kelompok Murji’ah dapat dibagi menjadi 2 sebab yaitu :
a. Permasalahan Politik
Ketika terjadi pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrase)
atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah.Kelompok Ali terpecah
menjadi 2 kubu, yang pro dan kontra.Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan
dengan Al-Qur’an, dengan pengertian, tidak ber-tahkim dengan hukum Allah. Oleh
karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim adalah dosa besar, dan
pelakunya dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuatan dosa besar yang lain.
Seperti yang telah disebutkan di atas Kaum khawarij, pada mulanya adalah
penyokong Ali bin Abi thalib tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena ada
perlawanan ini, pendukung-pendukung yang tetap setia pada Ali bin Abi Thalib
bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan golongan lain
dalam islam yang dikenal dengan nama Syi’ah.
Dalam suasana pertentangan inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap
netral tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan
yang bertentangan ini.Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan ini merupakan
orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu
mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa sebenarnya yang salah, dan lebih baik
menunda (arja’a) yang berarti penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di depan
Tuhan.
Gagasan irja’ atau arja yang dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan
menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga
bertujuan menghindari sekatrianisme.

b. Permasalahan Ke-Tuhanan
Dari permasalahan politik, mereka kaum Mur’jiah pindah kepada permasalahan
ketuhanan (teologi) yaitu persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum khawarij, mau
tidak mau menjadi perhatian dan pembahasan pula bagi mereka.Kalau kaum Khawarij
menjatuhkan hukum kafir bagi orang yang membuat dosa besar, kaum Murji’ah
menjatuhkan hukum mukmin. Pendapat penjatuhan hukum kafir pada orang yang
melakukan dosa besar oleh kaum Khawarij ditentang sekelompok sahabat yang kemudian
disebut Mur’jiah yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir,
sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau tidak.
Aliran Murji’ah menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam
peristiwa tahkim itu di hadapan Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang mengetahui
keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar
masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosar
besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
sebagai Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa
besar masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari
iman. Oleh karena itu, orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Pandangan golongan ini dapat dilihat terlihat dari kat aMurji’ah itu sendiri yang
berasal dari kata arja’a yang berarti orang yang menangguhkan, mengakhirkan dan
memberikan pengaharapan. Menangguhkan berarti bahwa mereka menunda soal siksaan
seseorang di tangan Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan ia akan langsung masuk
surga, sedangkan jika tidak, maka ia akan disiksa sesuai dengan dosanya, setelah ia akan
dimasukkan ke dalam surga. Dan mengakhirkan dimaksudkan karena mereka
memandang bahan perbuatan atau amal sebagai hal yang nomor dua bukan yang
pertama.Selanjutnya kata menangguhkan, dimaksudkan karena mereka menangguhkan
keputusan hukum bagi orang-orang yang melakukan dosa di hadapan Tuhan.
Disamping itu ada juga pendapat yang mengatakan bahwa nama Murji’ah yang
diberikan pada golongan ini, bukan karena mereka menundakan penentuan hukum
terhadap orang islam yang berdosa besar kepada Allah di hari perhitungan kelak dan
bukan pula karena mereka memandang perbuatan mengambil tempat kedua dari iman,
tetapi karena mereka memberi pengharapan bagi orang yang berdosa besar untuk masuk
surga. Golongan Murji’ah berpendapat bahwa yang terpenting dalam kehidupan
beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang masih beriman berarti
dia tetap mukmin, bukan kafir, kendatipun ia melakukan dosa besar. Adapun hukuman
bagi dosa besar itu terserah kepada Tuhan, akan ia ampuni atau tidak. Pendapat ini
menjadi doktrin ajaran Murji’ah.
Nama murji’ah di ambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan,
penangguhan, dan pengharapan.Yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk
memperoleh pengampunan dan rahmat Allah.Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di
belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh
karena itu murji’ah, artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang
bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat
kelak.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan murji’ah.
Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian
sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi
pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Diperkirakan lahir
bersamaan dengan kemunculan syiah dan khawarij, kelompok ini merupakan musuh
berat khawarij.
Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin murji’ah.
Muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang di perlihatkan oleh cucu Ali bin Abi
Thalib. Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Penggagas teori ini
menceritakan bahwa 20 tahun setelah kematian Muawiyah, pada tahun 680, dunia islam
dikoyak oleh pertikaian sipil. Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan
antara Ali dan Muawiyah, dilakukan tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang
kaki tangan Muawiyah.Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan yang
kontra.Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yakni kubu
khawarij.Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an, dalam
pengertian, tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu, mereka
berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi
kafir, sama seperti perbuatan dosa besar lain, seperti zina, riba, membunuh tanpa alasan
yang benar durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wanita baik-baik. Pendapat ini
ditentang sekelompok sahabat yang kemudian di sebut murji’ah. Yang mengatakan
bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan
kepada Allah.

2. Doktrin-Doktrin Murji’ah
Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral atau
nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok
murji’ah dikenal pula sebagai the queietists( kelompok bungkam). sehingga membuat
murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.Adapun di bidang teologi, doktrin irja
dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul
pada saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang di tanggapinya
menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan,
tauhid, tafsir Al-Qur’an, eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi,
hukuman atas dosa(punishment of sins), ada yang kafir (infidel) dikalangan generasi awal
islam, tobat (redress of wrongs).
Berkaitan dengan doktrin teologi murji’ah, W. Montgomery watt merincinya sebagai
berikut;
a. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di
akhirat kelak.
b. Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-khalifah Ar-
Rasyidun.
c. Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh
ampunan dan rahmat dari Allah.
d. Doktrin-doktrin murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptic dan empiris
dari kalangan Helenis.
Masih berkaitan dengan doktrin teologi murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat
ajaran pokoknya, yaitu ;
a. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang
terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
b. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c. Meletakkan ( pentingnya) iman dari pada amal.
d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh
ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara itu, Abu ‘A’ la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah,
yaitu;
a. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja.
Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman.
Berdasarkan hal ini, seseorang tetap di anggap mukmin walaupun meninggalkan
perbuatan yang di fardhukan dan melakukan dosa besar.
b. Dasar keselamatan adalah iman semata.
Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat
ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup
hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.

3. Sekte-Sekte Murji’ah
Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan murji’ah menjadi dua sekte, yaitu
golongan moderat dan golongan ekstrim.Murji’ah moderat berpendirian bahwa pendosa
besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di dalam neraka. Mereka di siksa sebesar
dosanya, dan bila di ampuni oleh Allah sehingga tidak masuk neraka sama sekali.
Harun nasution menyebutkan bahwa subsekte murji’ah yang ekstrim adalah yang
berpandangan bahwa keimanan terletak didalam kalbu. Adapun ucapan dan perbuatan tidak
selamanya menggambarkan apa yang ada didalam kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan
perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau
merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan.
Adapun yang bergolongan ekstrim adalah Al-jahmiyah, Ash- Shalihiyah, Al- Yunusiyah, Al-
Ubaidiyah, dan Hasaniyah. Pandangan kelompok ini dapat di jelaskan seperti berikut ;
a. Jahmiyah, kelompok jahm bin shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang
yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah
menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain
dalam tubuh manusia.
b. Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah
mengetahui Tuhan, sedangkan kufur adalah tidak tahu Tuhan. Shalat bukan merupakan
ibadah kepada Allah. Yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui
Tuhan. Begitu pula zakat, puasa, dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar
menggambarkan kepatuhan.
c. Yunusiyah dan ubaidiyah melontarkan pertanyaan bahwa melakukan maksiat atau
perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan
perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan.
Dalam hal ini, muqatil bin sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit,
tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik (polytheist)
d. Hasaniyah menyebutkan bahwa jika seorang mengatakan, “ saya tahu Tuhan melarang
makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini, “
maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan “saya
tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka’bah di india
atau di tempat lain.
4. Perkembangan Aliran Murjiah
Aliran Murji’ah ini sangat berkembang sangat subur pada masa pemerintahan Dinasti
Bani Umayyah. Aliran ini tidak memberontak pada pemerintah, karena bersifat netral dan tidak
memusuhi pemerintah yang sah. Dalam perkembangan yang berikutnya, lambat laun aliran ini
tidak mempunyai bentuk lagi. Bahkan beberapa jajarannya diakui oleh aliran kalam yang
berikutnya. Sebagai aliran yang berdiri sendiri, gologngan Murji’ah modern telah hilang dalam
sejarah dan ajaran-ajaran mereka mengenai iman, kufr, dan dosa besar masuk ke dalam aliran
Ahli Sunnah Wal Jama’ah. Sementara itu, golongan Murji’ah ekstrim pun sudah hilang dan
tidak ditemui lagi sekarang. Namun ajaan-ajarannya yang ekstrim itu masih didapati pada
sebagaian umat Islam yang menjalankan ajaran-ajarannya. Kemungkinan merek tidak sadar
bahwa mereka sebenarnya mengikuti ajaran-ajaran golongan Murji’ah

4. Kelebihan dan Kekurangan Aliran Murji’ah


Kelebihan dari aliran ini adalah golongan ini tidak akan memudaratkan perbuatan
maksiat itu terhadap keimanan. Demikian juga sebaliknya, “tidaklah akan memberi manfaat
dan memberi faedah ketaatan seseorang terhadap kekafirannya”. Artinya, tidaklah akan
berguna dan tidaklah akan diberi pahala perbuatan baik yang dilakukan oleh orang kafir.
Maka dari itu, mereka tidak mau mengkafirkan seseorang yang telah masuk Islam, sebab
golongan ini sagat mementingakan kewajiban sesama manusia.
Kekurangan aliran ini adalah lebih mementingkan urusan dunia dari pada akhirat.Karena
menurut mereka, iman adalah mengetahui dan mengakui sesuatu yang menurut akal wajib
dikerjakan.Berarti, kelompok ini mengakui adanya kewajiban-kewajiban yang dapat diketahui
akal sebelum datangnya syariat.
Firman Allah SWT dalam surat Ar Ra’du ayat 28 :
ّ
‫تطمئن القلوب‬ ّ
‫وتطمئن قلوبهم بذكر هللا قلى اال بذكر هللا‬ ‫الّذين امنوا‬
Artinya :
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenteram”.
Apabila seseorang sudah mempercayai Allah SWT dan rasul-rasul-Nya dan segala sesuatu
yang datang dari Allah SWT, berarti ia mukmin meskipun ia menyatakan dalam perbuatannya
hal-hal yang bertentangan dengan imannya. Seperti berbuat dosa, menyembah berhala, dan
minum-minuman keras.Golongan ini juga meyakini bahwa surga dan neraka itu tidak abadi,
karena keabadian hanya bagi Allah SWT semata.
Firman Allah SWT dalam surat Al Anfal ayat 2 disebutkan :
‫واذا تليت عليهم اياته زادتهم ايمانا‬
Artinya :
“Dan apabila dibacakan terhadap ayat-ayat-Nya, maka ayat-ayat itu menambah iman mereka”.

D. Kesimpulan
Dari beberapa pendapat yang telah disampaikan diatas bahwa aliran Murji’ah yang
terpenting dalam kehidupan beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang
masih beriman, berarti dia tetap mukmin, bukan kafir walaupun ia melakukan dosa besar.
Adapun hukuman bagi dosa besar itu terserah kepada Tuhan, akan diampuni atau tidak. Dan
dikatakan Murji’ah karena ada sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat
dalam pertentangan politik yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah.
E. Saran
Pada hakikatnya semua aliran tersebut tidaklah keluar dari Islam, tetapi tetap
Islam.Dengan demikian tiap umat Islam bebas memilih salah satu aliran dari aliran-aliran teologi
tersebut, yaitu mana yang sesuai dengan jiwa dan pendapatnya.Hal ini tidak ubahnya pula
dengan kebebasan tiap orang Islam memilih madzab fikih mana yang sesuai dengan jiwa dan
kecenderungannya. Disinilah hikmah sabda Nabi Muhammad SAW: “perbedaan paham
dikalangan umatku membawa rahmat”. Memang rahmat besarlah kalau kaum terpelajar
menjumpai dalam Islam aliran-aliran yang sesuai dengan jiwa dan pembawaannya, dan kalau
pula kaum awam memperoleh dalamnya aliran-aliran yang dapat mengisi kebutuhan rohaninya.

F. Daftar Pustaka

http://makalahqwahyu.blogspot.com/2016/07/makalah-ilmu-kalam-aliran-murjiah.html

Anda mungkin juga menyukai