Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“PKN”
TUGAS INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH

“Hubungan antara pemerintahan, Sipil dan Militer”

Dosen Pengampu:Kholilullah, Spd.I, M.PD

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK: 12

1. KHAIRUL SATAGUSTIAN (21.23.997)


2. MUHAMMAD REZKY (21.23.1017)

EKONOMI SYARI’AH (ESY)

Semester II (D)

Sekolah Tinggi Agama Islam An-Nadwah Kuala Tungkal


Jalan Kapten Pierre Tendean telp (0742)22190
Tahun Ajaran2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami juga bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada
kami sehingga kami dapat mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini dari
internet dan perpustakaan. Kami telah berusaha semampunya untuk
mengumpulkan berbagaimacam bahan tentang  “HUBUNGAN ANTARA
PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER”

Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, karena
itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami
mohon bantuan dari para pembaca.

Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam


penulisan, kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami
mengucapkan terima kasih.

Wassallamualaikum Wr.Wb

Kuala Tungkal, 12 mei 2022

KELOMPOK 12

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A.    LATAR BELAKANG..............................................................................................1
B.     RUMUSAN MASALAH.........................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................
PEMBAHASAN..........................................................................................................................
A.  PEMERINTAHAN SIPIL.........................................................................................................
B.  PEMERINTAHAN MILITER....................................................................................................
C.  HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER DI INDONESIA........................................
BAB III...................................................................................................................................
PENUTUP..............................................................................................................................
A.  KESIMPULAN.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Negara adalah sebuah istilah yang secara terminologi berarti organisasi
tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk
bersatu, hidup dalam suatu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang
berdaulat.
.
Hubungan Sipil-Militer adalah satu perkara yang amat penting bagi satu
bangsa karena berpengaruh besar kepada ketahanan nasionalnya. Hal itu juga
berlaku bagi bangsa Indonesia. Pengertian HubunganSipil-Militer semula tidak
dikenal di Indonesia dan baru dipergunakan setelah pengaruh dunia Barat,
khususnya yang berpandangan liberal, makin kuat. Mula-mula itupun terbatas
pada kalangan terpelajar yang banyak berhubungan dengan ilmu sosial yang
berasal dari dunia barat. Akan tetapi lambat laun pengertian itu menyebar di
semua kalangan dan sekarang sudah menjadi pengertian yang diakui dan
dipergunakan secara umum di Indonesia. Namun ada satu perbedaan yang
menonjol dalam penggunaan pengertian itu antara mereka yang hidup dalam alam
sosial barat dengan bangsa Indonesia yang menerima dan menetapkan Pancasila
sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Di dunia Barat yang berpaham liberal
Hubungan Sipil-Militer senantiasa berarti supremasi Sipil atas Militer, sedangkan
di Republik Indonesia yang berhaluan Pancasila tidak dengan sendirinya
Hubungan Sipil-Militer berarti supremasi sipil atas militer.

     B.     RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan hal-hal yang tersurat dalam latar belakang, maka penulis dalam
hal ini akan merumuskan permasalahan dalam beberapa pertanyaan:
1.      Pengertian Pemerintahan Sipil dan karakteristiknya?
2.      Pengertian Pemerintahan Militer dan karakteristiknya?
3.      Hubungan Pemerintahan Sipil dan Militer di Indonesia?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.  PEMERINTAHAN SIPIL

1.      Pengertian Pemerintahan Sipil


Menurut CF Strong dalam bukunya yang berjudul Modern Political
Construction terbit tahun 1960 dikemukakan bahwa pemerintah itu dalam arti luas
meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pemerintah juga bertugas
memelihara perdamaian dan keamanan. Oleh karena itu pemerintah harus
memiliki (1) kekuasaan militer, (2) kekuasaan legislatif, dan (3) kekuasaan
keuangan[1].
Sedangkan menurut SE Filner dalam buku Comperative
Gonverment (1974) istilah pemerintahan memiliki 4 arti yaitu :
1.      kegiatan atau proses memerintah;
2.      masalah-masalah kenegaraan;
3.      pejabat yang dibebani tugas untuk memerintah;
4.  cara, metode, atau sistem yang dipakai pemerintah untuk memerintah[2].
Adapun dalam melaksanakan pemerintahan, sejarah mengenal pula bentuk
pemerintahan sipil dan militer. Pembagian bentuk pemerintahan ini berdasarkan
kriteria gaya dan sifat memerintah sebuah pemerintah.
Sedangkan Sayidiman Suryohadiprojo menyatakan bahwa Perkataan
Sipil merupakan satu pengertian yang menyangkut kewarganegaraan (Website’s
Ninth New Collegiate Dictionary : Civil : relating to citizens). Atau dapat
dikatakan bahwa Sipil adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan
masyarakat, atau warga negara pada umumnya.
Pemerintahan Sipil, adalah pemerintahan di mana gaya pengambilan
keputusan diambil dengan gaya sipil. Sebelum sebuah keputusan menjadi
perintah, keputusan itu dibicarakan terlebih dahulu, dirembukkan dan kalau perlu
diputuskan lewat pemungutan suara (referendum). Setelah itu pun
sebuah keputusan harus menunggu pengesahan terlebih dahulu dari
lembaga negara yang berwenang lewat sebuah sidang.
2.      Karakteristik Pemerintahan Sipil
            Eric Nordlinger dalam bukunya “Militer dalam Politik” dikemukakan
ada 3 bentuk pemerintahan sipil :

2
  1. Pemerintahan sipil Tradisional
Bentuk pemerintahan sipil ini terjadi karena tidak adanya perbedaan antara
sipil dan militer, tanpa perbedaan maka tidak akan timbul konflik yang serius
diantara mereka. dengan demikian tidak terjadi campur tangan militer.
Bentuk pemerintahan sipil tradisional begitu berpengaruh di bawah sistem
pemerintahan kerajaan pada abad ke-17 dan 18, mereka cenderung untuk tidak
menganggap diri mereka sebagai politisi, walaupun ketika sedang memerintah
mereka telah dicekoki dengan ciri-ciri sikap politik yang sama, yang ternyata
kurang dikembangkan oleh elitsipil.[3]
2. Pemerintahan sipil Liberal
Model pemerintahan liberal didasarkan pada pemisahan para elit
berkenaan keahlian dan tanggung jawab masing-masing pemegang jabatan tinggi
di dalam pemerintahan. Tapi sejalan Model liberal akan menutup kemungkinan
militer untuk menekuni arena dan kegiatan politik. Didalam tindakan dan
pelaksanaannya, pemerintah menghargai kedudukan, kepakaran, dan netralitas
pihak militer.[4]
3. Pemerintahan sipil Serapan
Dalam model serapan ini, pemerintahan sipil memperoleh pengabdian dan
kesetiaan dengan cara menanamkan ide untuk menyatakan ideologi, dan para ahli
politik ke dalam tubuh angkatan bersenjata mereka. Model serapan ini telah
digunakan secara meluas dalam rezim-rezim komunis. Militer dipisahkan dari
bidang sipil karena keahlian profesionalnya, tetapi sejalan dari segi ideologi.[5]
            Dalam sejarahnya, pemerintahan sipil ini banyak dianut oleh negara-
negara barat, karena kebanyakan dari mereka berideologi liberal yang
memunculkan supremasi sipil atas militer (civilian supremacy upon the military).
Dalam kata lain militer adalah subordinat dari pemerintahan sipil yang dipilih
secara demokratis  melalui pemilihan umum. Berbeda dengan apa yang terjadi di
Indonesia yang berideologikan Pancasila, sipil dan militer adalah satu bagian,
tidak ada supremasi di antara keduanya. Yang harus dimunculkan adalah
bagaimana hubungan keduanya dapat menjamin kerukunan hidup rakyat
Indonesia itu sendiri. Sehingga tercipta kebersamaan dalam memperjuangkan
kepentingan bangsa.
          

3
B.  PEMERINTAHAN MILITER

1.      Pengertian Pemerintahan Militer


Masa Orde Baru di Indonesia telah berakhir dengan tergulingnya Presiden
Soeharto dari kursi Presidennya, dan dimulailah masa baru yang dinamakan Masa
Reformasi. Sejalan dengan runtuhnya rezim Soeharto, maka runtuh pula dominasi
militer dalam politik Indonesia, masa orde baru tersebut dikendalikan dengan
sistem otoriter. Pada akhirnya, TNI/ABRI sebagai pucuk militer di Indonesia
harus menanggalkan dwifungsinya kembali ke barak dan hanya memainkan peran
sebagai alat pertahanan negara dari ancaman luar.
 Sipil berarti masyarakat, maka sebenarnya Militer pun bagian dari
masyarakat. Oleh sebab itu di Indonesia sebelum terpengaruh oleh pandangan
Barat dipahami bahwa TNI adalah bagian tak terpisahkan dari masyarakat
Indonesia. Bahkan yang menjadi TNI adalah seluruh Rakyat yang sedang bertugas
sebagai kekuatan bersenjata untuk membela Negara.
Adapun yang dimaksud dengan pemerintahan militer adalah pemerintahan
yang lebihmengutamakan kecepatan pengambilan keputusan, keputusan
diambil oleh pucuk pimpinan tertinggi, sedang yang lainnya mengikuti keputusan
itu sebagai perintah yang wajib diikut konsekuensi rantai komando dalam
militer. Sebuah undang-undang dalam sebuah pemerintahan militer dibuat oleh
pucuk pimpinan tertinggi, tanpa menyerahkan rancangannya kepada parlemen.
2.      Karakteristik Pemerintahan Militer
Gaya kepemimpinan pemerintahan militer ini memiliki karakteristik,
sebagaimana dikemukakan Ninik Widiyanti, adalah sebagai berikut:
Dalam pemerintahan militer, untuk menggerakkan bawahannya digunakan
sistem perintah yang biasa digunakan dalam ketentaraan, gerak geriknya
senantiasa tergantung kepada pangkat dan jabatannya senang akan formalitas yang
berlebih-lebihan, menuntut disiplin keras dan kaku dari bawahannya, senang akan
upacara-upacara untuk berbagai-bagai keadaan dan tidak menerima kritik dari
bawahannya dan lain sebagainya[6]. Dalam militer  tidak ada orang sipil di
pemerintahannya, semuanya orang militer, tatanan sosial terlalu ketat, seperti jam
malam, tidak boleh demonstrasi, dan cara pemilihan pemimpin dilakukan secara
turun temurun
Junta militer (diucapkan menurut ucapan bahasa Spanyol hun-ta) biasanya
merujuk ke suatu bentuk pemerintahan diktator militer. Dalam bahasa Spanyol,
junta sendiri berarti "(rapat) bersama", dan biasanya digunakan untuk berbagai
kumpulan yang bersifat kolegial (hubungan kerekanan).

4
C.  HUBUNGAN PEMERINTAHAN SIPIL DAN MILITER DI
INDONESIA

Sejarah militer Indonesia, pengambilan alih kekuasaan oleh pihak militer


di Indonesia sekiranya sudah lama diramalkan. Militer Indonesia tidak pernah
jauh dari politik, sejak dari kemerdekaan pada tahun 1945. Organisasi nasional
militer pun diperlukan untuk tugas yang maha penting yakni membangun suatu
negara bangsa dari beribu-ribu pulau yang membentuk negeri ini.
Pada masa itu terjadi kompetisi politik antara Militer dan Partai Komunis
Indonesia yang kadang kala bersifat keras, Komunis yang dalam hal ini sejak
kemerdekaan ada dalam naungan Demokrasi Terpimpin ala Presiden Soekarno
bersaing ketat dengan golongan elit militer. Dan puncaknya adalah terjadinya
pemberontakan G30S/PKI.
Sampai munculnya Supersemar pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno
dengan ikhlas memberi Jenderal Soeharto wewenang yang diperlukan untuk
memulihkan keamanan. Soekarno yang pada saat itu dianggap sebagai presiden
seumur hidup kini nyaris hanya merupakan lambang, sampai secara resmi
digantikan oleh Jenderal Soeharto pada tanggal 27 Maret 1968.[7]
Setelah menjadi Presiden, Soeharto memandang tugasnya adalah :
memulihkan tingkat partisipasi rakyat dalam pemerintahan, menstabilkan negeri
yang secara politis terpecah belah, dan membangun perekonomian yang telah
diabaikan. Maka untuk mendukung upaya tersebut Soeharto memutuskan untuk
membentuk GOLKAR (Golongan Karya) atau kelompok yang fungsional,
mencakup buruh, petani, birokrat sipil, birokrat militer, mahasiswa, dan
intelegensia. Jika Soekarno ingin mengusahakan agar kelompok-kelompok
fungsional tersebut terlepas dari militer, maka Soeharto lebih suka
mengintergrasikan kedua badan tersebut, dalam kata lain Soeharto telah
menyertakan militer dalam politik sembari memberi fungsi politik pada militer.[8]
Masuk ke Era Reformasi, setelah lengsernya Soeharto, maka kedigdayaan
Militer dalam hal ini ABRI/TNI telah usai, Sejak itu nyaris tiada hari tanpa
hujatan dan caci maki terhadap ABRI.
Sejak awal kelahirannya ABRI tidak pernah mempersoalkan presiden dari
kalangan sipil dan tidak mendesakkan tampilnya pimpinan nasional dari kalangan
militer. Dalam sejarahnya Panglima Besar Soedirman memberikan keteladanan
dalam membentuk sikap TNI yang mengakui pemerintahan di tangan sipil. Untuk
itu dibuktikan oleh Panglima Besar Soedirman ketika kembali ke Yogyakarta dari
medan perjuangan bergerilya, TNI tetap mengakui kekuasaan tertinggi berada di
tangan Presiden Soekarno.

5
Satu hal yang perlu kita (baik militer maupun sipil)
refleksikan  bahwa militer Indonesia telah berkembang menjadi militer
profesional. Dunia kemiliteran telah berkembang menjadi dunia profesional, yang
bekerja dan mengembangkan solidaritas tidak hanya atas dasar "semangat
patriotisme" tapi atas dasar penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
ketrampilan khusus (profesi) yang terkait dengan kependidikan.
Peran politik TNI, menurut saya, tidak boleh melebihi fungsi dasarnya
yaitu pertahanan-keamanan negara, dan hal itu kini bisa ditafsirkan sebagai
tanggung jawab profesi. Peran tersebut cukup diletakkan pada tataran "kebijakan"
(policy) di tingkat pusat, dan tidak perlu diterjemahkan lebih jauh dengan konsep
kekaryaan seperti pada masa Orde Baru. Dengan demikian, militer bukan lah
institusi untuk merintis karier politik dan meraih insentif ekonomi melalui model
kekaryaan. Jika ada militer yang ingin menjadi bupati, gubernur, menteri bahkan
presiden, maka harus melepas jaket hijau-lorengnya.
Fungsi pertahanan keamanan sebagai TNI professional itu juga menuntut
TNI untuk hanya punya komitmen dan tangung jawab moral terhadap eksistensi
Negara Kesatuan RI. Konsekuensi moral professional dari komitmen dan
tanggung jawab moral ini adalah bahwa TNI hanya mempunyai loyalitas kepada
Negara dan bukan kepada pemerintah. Loyalitas TNI kepada pemerintah hanya
sejauh pemerintah yang berkuasa. Tidak perduli sipil atau militer, menjalankan
kekuasaan negara sesuai dengan tuntutan dan cita-cita moral bangsa, yaitu demi
menjamin kehidupan bersama yang demokratis, adil, makmur, berprikemanusiaan
dan menjamin hak asasi manusia.
Maka tidak perlu dibicarakan lagi adanya civilian supremacy yang dianut
dunia Barat, karena adanya supremasi satu golongan terhadap golongan lain tidak
sesuai dengan pandangan Panca Sila dan dapat menjadi benih konflik. Namun
secara organisatoris dengan sendirinya setiap unsur negara harus menjalankan
keputusan dan perintah yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI. Maka tanpa ada
ketentuan supremasi sipil dengan sendirinya TNI harus tunduk kepada segala
kepatuhan dan perintah yang dikeluarkan oleh Pemerintah, siapapun yang duduk
dalam pemerintah itu. Sebaliknya, sesuai dengan jati dirinya TNI wajib dan
berhak menyampaikan pendiriannya kepada Pemerintah sekalipun mungkin
pendirian itu berbeda dari pandangan Pemerintah. Dalam mengembangkan
pendirian itu TNI harus selalu berpedoman pada Panca Sila dan Sapta Marga serta
Sumpah Prajurit yang secara hakiki berarti bahwa TNI harus selalu
memperhatikan berbagai aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.
Yang sekarang diperlukan adalah tekad untuk melaksanakan proses ini
secara konsisten dan sabar serta memelihara hasilnya secara terus menerus.

6
Hubungan Sipil-militer yang dihasilkan kemudian akan merupakan faktor positif
dalam perwujudan Ketahanan nasional Indonesia, termasuk pembinaan daya saing
nasional bangsa kita.

BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Dalam melaksanakan pemerintahan, sejarah mengenal pula bentuk
pemerintahan sipil dan militer. Pembagian bentuk pemerintahan ini berdasarkan
kriteria gaya dan sifat memerintah sebuah pemerintah.
Pemerintahan Sipil adalah suatu bentuk pemerintahan yang menggunakan
gaya sipil dalam menjalankan kehidupan pemerintahannya, sedangkan
pemerintahan militer adalah suatu pemerintahan yang dipimpin oleh penguasa
diktator yang mengandalkan gaya militer yang sarat dengan disiplin dan kental
dengan ketentaraan.
Hubungan antara Sipil dan Militer dalam sejarah lebih diungkapkan dalam
bentuk ekstrim karena kegagalan pemerintahan sipil yang menyebabkan
terjadinya kudeta-kudeta, dan ketidakstabilan rezim militer yang tidak punya opsi

7
memerintah lebih baik dari pemerintahan sipil. Sehingga pada akhirnya kedua hal
tersebut tidak dapat berkembang sesuai dengan tujuan yang dimilikinya.
Dan pada saat ini ketika semua hal dihadapkan kepada profesionalisme
yang menitikberatkan sejauhmana peran seorang warga negara terhadap
negaranya, maka militer memfokuskan diri dalam ranahnya sendiri, demikian pula
dengan sipil yang sekarang terintegrasi dalam bentuk yang lebih dinamis.
Sehingga tidak akan terjadi supremasi sipil terhadap militer.

DAFTAR PUSTAKA

Syafaruddin, Makalah KONSEP DAN METODOLOGI PERBANDINGAN


PEMERINTAH.
Eric Nordlinger, Militer dalam Politik ( Jakarta : Rineka Cipta 1994) hal 18-19.
Dra. Ninik Widiyanti, YW. Sunindhia,SH., Kepemimpinan dalam Masyarakat
Modern, Bina
Aksara, Jakarta, 1988.
Morris Janowitz, Hubungan Sipil Militer, Bina Aksara, Jakarta,1985.

[1] Syafaruddin, Makalah KONSEP DAN METODOLOGI PERBANDINGAN PEMERINTAH, disajikan tanggal 5 Maret 2010, halaman
5

[2] Ibid, hal 6

8
[3] Eric Nordlinger, Militer dalam Politik ( Jakarta : Rineka Cipta 1994) hal 18-19.
[4] ibid, hal 20-21
[5] ibid, hal 24-25
[6] Dra. Ninik Widiyanti, YW. Sunindhia,SH., Kepemimpinan dalam Masyarakat Modern, Bina Aksara, Jakarta, 1988, hal 8-9

[7] Morris Janowitz, Hubungan Sipil Militer, Bina Aksara, Jakarta,1985, hal. 14


[8] Ibid, hal 15-16

Anda mungkin juga menyukai