Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

GANGGUAN SIROSIS HEPATIS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
1. Ayu Aprilia Az Zahra
2. Hamza Dinata
3. Ni Luh Nyoman Tri Indahwati
4. Rizkanu Arshiutama
5. Viona Ardhyas Vega Ariesta

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM


JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
PROFESI
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
TINJAUAN TEORI

a. Anatomi Fisiologi Hati


Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen
daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 g, dan dibagi menjadi
empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat
yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati
menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut lobulus.
Hati terbungkus oleh sebuah kapsul fibroelastik yang disebut kapsul
Glisson dan secara makroskopik dipisahkan menjadi lobus kiri dan kanan.
Kapsul Glisson berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Kedua
lobus hati tersusun oleh unit-unit yang lebih kecil disebut lobulus. Lobulus
terdiri atas sel-sel hati (hepatosit), yang menyatu dalam suatu lempeng.
Hepatosit dianggap sebagai unit fungsional hati. Sel-sel hati dapat
melakukan pembelahan sel dan mudah diproduksi kembali saat dibutuhkan
untuk mengganti jaringan yang rusak.

Fungsi hati :
a. Sekresi
1) Hati memproduksi empedu yang dibentuk dalam sistem retikulo
endotelium yang dialirkan ke empedu yang berperan dalam
emulsifikasi dan absorbsi lemak.
2) Menghasilkan enzim glikogenik yang mengubah glukosa menjadi
glikogen.
b. Metabolisme
1) Hati berperan serta dalam mempertahankan homeostatik gula
darah.
2) Hati menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan
mengubahnya kembali menjadi glukosa jika diperlukan tubuh.
3) Hati mengurai protein dari sel-sel tubuh dan sel darah merah yang
rusak dan hasill penguraian protein menghasilkan urea dari asam
amino berlebih dan sisa nitrogen. Hati menerima asam amino

2
diubah menjadi ureum dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam
bentuk urin.
4) Hati mensintesis lemak dari karbohidrat dan protein.
c. Penyimpanan
1) Hati menyimpan glikogen, lemak, vitamin A, D, E, K dan zat besi
yang disimpan sebagai feritin, yaitu suatu protein yang
mengandung zat besi dan dapat dilepaskan bila zat besi
diperlukan.
2) Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan disimpan di
suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkannya sesuai dengan
pemakaiannya dalam jaringan.
d. Detoksifikasi
1) Hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan
obat dan memfagosit eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi
dalam darah.
2) Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dieksresi dalam
empedu dan urine (mendetoksifikasi).
e. Membentuk dan menghancurkan sel-sel darah merah selama 6 bulan
masa kehidupan fetus yang kemudian diambil alih oleh sumsum tulang
belakang.

b. Pengertian Sirosis Hepatis


Sirosis hati merupakan stadium lanjut penyakit hati kronik yang ditandai
dengan gagal hati dan hipertensi portal.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang menyebabkan proses difus
pembentukan nodul dan fibrosis.

c. Etiologi Sirosis Hepatis


1) Penyakit infeksi
2) Penyakit keturunan dan metabolic
3) Obat-obatan dan toksin
4) Konsumsi alcohol

3
5) Virus Hepatitis B, C, dan D

4
Ada tiga tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :

1) Sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional) dimana jaringan parut


secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering
disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan tipe sirosis yang
paling sering ditemukan di negara Barat.
2) Sirosis poscanekrotik, di mana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3) Sirosis bilier, di mana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier
yang kronis dan infeksi (kolangitis), insidensnya lebih rendah daripada
insidens sirosis Laennec dan poscanekrotik.

Bagian hati yang terutama terlibat dalam sirosis terdiri atas ruang portal
dan periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati
bergabung untuk membentuk saluran empedu dalam hati. Daerah ini
menjadi tempat inflamasi dan saluran empedu akan tersumbat oleh
empedu serta pus yang mengental.

d. Gejala Sirosis Hepatis


Gejala yang biasanya dikeluhkan oleh pasien sirosis hepatis antara lain
berupa lemah, penurunan berat badan, nyeri perut, icterus (BAK
kecoklatan dan mata kuning), perut membesar, riwayat konsumsi alcohol,
riwayat sakit kuning, muntah darah, BAB hitam. Dari pemeriksaan fisik,
biasanya ditemukan tanda-tanda kegagalan fungsi hati berupa : icterus,
spider naevi, ginekomastisia, hipoalbumin, kerontokan bulu ketiak, asites,
eritema palmaris serta tanda-tanda hipertensi portal berupa varises
esofagus/cardia, splenomegali, pelebaran vena kolateral, hemoroid, caput
medusa.

e. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis,
konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang

5
utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum
minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan
protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis namun asupan
alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian,
sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan
minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi
dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding
individu lain tanpa ditemukan apakah individu tersebut memiliki
kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor
lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia
tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, arse atau fosfor) atau
infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis
adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis
berusia 40 hingga 60 tahun.
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis
yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang
perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara
berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut,, akhirnya jumlah jaringan
parut melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau
jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat
menonjol dari bagian-bagian yang berkosntriksi sehingga hati yang sirotik
memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail
appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang
insidious dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-
kadang melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih.

f. Manifestasi Klinik
1) Pembesaran hati
Pada awalnya perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-
selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki

6
tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat
terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja
terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati
(kapsula glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran
hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan
jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba
berbenjol-benjol (noduler).

2) Obstruksi portal dan asites

Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati


yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua
daerah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam
vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak
memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah
tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal
dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat
kongesti pasif yang kronis, dengan kata lain kedua organ tersebut
akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja
dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung
menderita dispepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan
pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.

Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan


menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan
adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga
terjadi. Jaring-jaring telangiectasis, atau dilatasi arteri superficial
menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat
dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh

3) Varises gastrointestinal

Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan


fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah
kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting)
darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan

7
tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis
sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang
mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae),
dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal.
Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah
yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau
hemoroid tergantung pada lokasinya.

Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan


tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat
mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu,
pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui
perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal
kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan,
sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada
lambung dan esofagus.

4) Edema

Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal


hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga
menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosterone
yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan
ekskresi kalium.

5) Defisiensi vitamin dan anemia

Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin


tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka
tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya
sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi
vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal
bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi
hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis
hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien

8
yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu
kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.

6) Kemunduran mental

Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental


dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan
mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

g. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang


ada. Sebagai contoh, Antasid diberikan untuk mengurangi distres
lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal.
Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan
pada sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien.
Pemberian preparat diuretik yang mempertahankan kalium
(spironolacton) mungkin diperlukan untuk mengurangi asites jika
gejala ini terdapat, dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit
yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya. Asupan
protein dan kalori yang adekuat merupakan bagian esensial dalam
penanganan sirosis bersama-sama upaya untuk menghindari
penggunaan alkohol selanjutnya. Meskipun proses fibrosis pada hati
yang sirotik tidak dapat diputar balik, perkembangan keadaan ini masih
dapat dihentikan atau diperlambat dengan tindakan tersebut.

Beberapa penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa colchicine, yang


merupakan preparat antiinflamasi untuk mengobati gejala gout, dapat
memperpanjang kelangsungan hidup penderita sirosis ringan hingga
sedang.

9
h. Komplikasi
1) Perdarahan saluran cerna.
2) Ensefalopati hepatik.
3) Karsinoma Hepatoselular.
4) Varises esofagus
5) Varises gaster

i. Pemeriksaan Diagnostik
Derajat penyakit hati dan bentuk pengobatannya ditentukan setelah
mengkaji hasil hasil pemeriksaan laboratorium. Pada disfungsi
parenkimal hati yang berat, kadar albumin serum cenderung menurun
sementara kadar globulin serum meningkat. Pemeriksaan enzim
menunjukkan kerusakan sel hati yaitu: kadar alkali fosfatase, AST
(SGOT) serta ALT (SGPT) meningkat dan kadar kolinesterase serum
dapat menurun. Pemeriksaan bilirubin dilakukan untuk mengukur
ekskresi empedu atau retensi empedu. Laparoskopi yang dikerjakan
bersama biopsi memungkinkan pemeriksa untuk melihat hati secara
langsung. 
Pemeriksaan pemindai USG akan mengukur perbedaan densitas antara
sel-sel parenkim hati dan jaringan parut. Pemeriksaan pemindai CT,
MRI dan pemindai radioisotop hati memberikan informasi tentang
besar hati dan aliran darah hepatik serta obstruksi aliran tersebut. 
Analisis gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan
keseimbangan ventilasi perfusi dan hipoksia pada sirosis hepatis.

10
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Data  subjektif :
i. Riwayat kesehatan riwayat kesehatan masa lalu : infeksi virus, 
hepatitis,  obstruksi biliary chronic dan infeksi.
ii. Pajanan obat-obatan yang potensial bersifat hepatotoxic.
iii. Kebiasaan yang mengganggu kesehatan, seperti meminum
alcohol.
iv. Perawatan dan pengobatan penyakit hepatitis, empedu yang tidak
teratur.
v. Kelemahan dan kelelahan.

b. Pola nutrisi metabolic


Data subjektif :
Anoreksia, berat badan menurun, dyspepsia, nausea, vomiting,
perdarahan pada gusi.

Data objektif :
i. Integumen; jaundice, petekie, ekimosis, spider angioma,
palmar eritema, alopecia, peripheral edema, kehilangan
rambut pubis dan aksila, sklera ikterik.
ii. Gastrointestinal : distensi abdomen, asites, dilatasi dinding
vena abdomen, hematemesis, melena hemoroid, pembesaran
lien dan hepar.
iii. Demam.
iv. Anemia, trombositopenia, penurunan serum albumin.

c. Pola eliminasi
Data subjektif
Urine  berwarna pekat (seperti teh),  penurunan pengeluaran urine,
feses berwarna putih keabu-abuan, feses berwarna hitam, perut
kembung, perubahan kebiasaan BAB, konstipasi dan diare.

d. Pola aktivitas dan latihan


Data subjektif :
Kelelahan, terasa lemah, tidak mampu beraktivitas.

e. Pola tidur dan istirahat


Data subyektif :

11
Perasaan tumpul kuadran kanan, nyeri epigastrium, mati rasa pada
ekstremitas, pruritus.
Data objektif :
Perubahan status mental, gangguan orientasi waktu dan tempat,
bicara kacau, perubahan kepribadian.

f. Pola persepsi sensori kognitif


Data subjektif :
Tidak bisa tidur atau sulit tidur, nyeri abdomen, peningkatan
tekanan pada diafragma.

g. Pola persepsi dan konsep diri


Data subjektif :
Merasa putus asa, malu terhadap masyarakat, penyakit kronis.
Data objektif :
Tampak sedih, putus asa, apatis.

h. Pola peran dan hubungan dengan sesame


Data subjektif :
Pekerjaan, pengaruh stress, perubahan peran di dalam keluarga,
merasa tersisihkan.

i. Pola reproduksi dan seksualitas


Data subjektif :
Impotensi, amenorrhea.
Data objektif : gynecomastia, atrophy testis, impotensi.

2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang, mual, muntah, tidak nafsu makan.
b. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi
hati dan peningkatan kadar amonia.
c. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan
edema.

3. Perencanaan keperawatan

12
Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang, mual, muntah, tidak nafsu
makan.
Tujuan : Perbaikan status nutrisi

Intervensi :
1. Monitor berat badan bila mungkin.
Rasional :   memantau adanya kenaikan atau penurunan berat
badan.
2. Anjurkan pasien untuk makan sesuai diit dan berikan alternatif
makanan yang lebih disukai pasien.
Rasional :   diit yang tepat penting untuk pemulihan dan makanan
yang disukai lebih mudah untuk dikonsumsi.
3. Anjurkan makan makanan dengan porsi sedikit tapi sering.
Rasional :   makan dalam porsi besar dapat meningkatkan tekanan
intra abdomen/ascites.

Diagnosa :  Perubahan proses berpikir berhubungan dengan


kemunduran fungsi hati dan peningkatan kadar amonia.
Tujuan : Perbaikan status mental.

Intervensi :
1. Berikan makanan sumber karbohidrat dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Meningkatkan asupan karbohidrat yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan energi dan mempertahankan protein terhadap
proses pemecahannya.
2. Berikan perlindungan terhadap infeksi
Rasional : Memperkecil risiko terjadinya peningkatan kebutuhan
metabolic lebih lanjut.
3. Pertahankan lingkungan agar tetap hangat dan bebas dari angin
Rasional : Meminimalkan gejala yang mengigil karena akan
meningkatkan kebutuhan metabolic.

Diagnosa : Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan


pembentukan edema
Tujuan : Memperbaiki integritas kulit dan proteksi jaringan yang
mengalami edema.

13
Intervensi :
1. Batasi natrium seperti yang diresepkan.
Rasional : Meminimalkan pembentukan edema
2. Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus menganggu suplai
nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
3. Balik dan ubah posisi pasien dengan sering.
Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan
mobilisasi edema.

4. Implementasi keperawatan
Disesuaikan dengan intervensi.

5. Evaluasi keperawatan
1. Meningkatkan asupan nutrisi
a. Memperlihatkan asupan nutrient yang tepat dan pantang alcohol
yang dicerminkan oleh catatan diet.
b. Menaikkan berat badan tanpa pertambahan edema dan
pembentukan asites.
c. Melaporkan peredaan gangguan gastrointestinal

2. Memperlihatkan perubahan status mental


a. Memperlihatkan kadar amonia serum dalam batas-batas yang
normal.
b. Melaporkan pola tidur yang normal.
c. Menunjukkan perhatian terhadap kejadian dan aktivitas di
lingkungan.

3. Memperlihatkan perbaikan integritas kulit


a. Memperlihatkan kulit yang utuh tanpa bukti adanya luka,
infeksi, atau trauma.
b. Menunjukkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan
batang tubuh tanpa edema.
c. Mengubah posisi dengan sering dan menginspeksi prominensia
(tonjolan) tulang setiap hari.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hardigaloeh, Amanda Trixie, dkk: Kekuatan genggam tangan, skor Child Pugh,
dan massa otot pada pasien dengan sirosis hati. 2018. Jurnal Gizi Klinik Indonesia
Vol 14 No. 3. Januari

Lovena, Angela, dkk. 2017. Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas Vol 6 No. 1

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. EGC

Budhiarta, Dita Mutia Fajarini. 2017. Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis
Hati dengan Varises Esofagus di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014. Intisari
Sains Medis Vol 8 No 1 P-ISSN : 2503-3638, E-ISSN : 2089-9084

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. EGC

Setiadi. 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu

Yestria Elfatma, dkk. 2017. Gambaran Derajat Varises Esofagus Berdasarkan


Beratnya Sirosis Hepatis. Jurnal Kesehatan Andalas Vol 6 No 2

15

Anda mungkin juga menyukai