Anda di halaman 1dari 28

PANDUAN SURVEILANS INFEKSI

RUMAH SAKIT

RUMAH SAKIT UMUM PENYANGGA PERBATASAN BETUN


KABUPATEN MALAKA
TAHUN 2018
PEMERINTAH KABUPATEN MALAKA
RUMAH SAKIT UMUM PENYANGGA PERBATASAN (RSUPP) BETUN
Jl. Sukabihanawa No.2, Desa Kamanasa, Kec. Malaka Tengah

BETUN Kode Pos 85762

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PENYANGGA PERBATASAN


(RSUPP) BETUN
TENTANG

PANDUAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT


NOMOR : RSUPP.445/R / 00120 /VI/ 2018

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PEYANGGA PERBATASAN BETUN

Menimbang : 1. bahwa Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang
memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran
yang sangat penting dalam meningkatkan derajat
kesehatan
masyaraka
2. bahwa dalam mendukung peningkatan program surveilans infeksi
t
rumah sakit di RSUPP Betun diperlukan suatu panduan surveilans
infeksi rumah sakit

3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


angka 1 dan angka 2 perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur
Rumah Sakit Umum Penyangga Perbatasan Betun

Mengingat : 1. Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran


(Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran negara republik Indonesia Nomor 4431)
2. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607

4. Pedoman Surveilans Infeksi, Kemenkes RI tahun 2011

5 Permenkes Nomor 27 tahun 2017 tentang Pencegahan dan


pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 nomor 857)
MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM


PENYANGGA PERBATASAN (RSUPP) BETUN
TENTANG PANDUAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH
SAKIT.

Kesatu : Panduan Surveilans Infeksi Rumah Sakit sebagaimana


terlampir dalam lampiran Peraturan Direktur Nomor
RSUPP.445/R/ 00120 / VI / 2018

Kedua : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan


dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini

Ditetapkan di : Betun

Pada Tanggal : 16/ 06/ 2018


DAFTAR ISI

BAB I. DEFINISI .............................................................................. ................................ 1

A. Pengertian ............................................................................. ................................ 1


B. Tujuan .................................................................................... ................................ 3
BAB II. Ruang Lingkup ..................................................................... ................................ 4

A. Mendapatkan Data Dasar IRS ................................................ ................................ 4


B. Menurunkan Laju Infeksi RS ................................................ ................................ 4
C. Identifikasi Dini KLB Infeksi RS ........................................ ................................ 4
D. Menyakinkan Nakes Tentang Adanya Masalah Yang Butuh Penanganan ............ 5
E. Mengukur dan Menilai Keberhasilan Program IRS ............. ................................ 6
F. Memenuhi Mutu Standar Pelayanan Medis dan Keperawatan .............................. 6
G. Salah Satu Pendukung Untuk Memenuhi Akreditasi RS ...... ................................ 6
H. Jehis Surveilans Infeksi Di RSUPP Betun ............................. ................................ 6
I. Lingkup Area Staf dan Instalasi Yang Terlibat .................... ................................ 6
J. Kewajiban dan Tanggung Jawab .......................................... ................................ 7
BAB III. TATA LAKSANA ............................................................. ................................ 8

A. Identifikasi Kasus .................................................................. ................................ 8


B. Kasus IRS Yang Didapatkan Secara Aktiv dan Pssif ............ ................................ 8
C. Kasus IRS Didapatkan Berdasarkan Klinis Pasien Atau temuan Kasus
Laboratorium ......................................................................... ................................ 8
D. Kasus IRS Didapatkan Secara Perspektif dan Retrospektif ... ................................ 9
E. Pengumpulan dan Pencatatan Data ....................................... ................................ 9
F. Pengumpulan Data Denominator ........................................... ................................ 11
G. Perhitunga .............................................................................. ................................ 11
H. Analisa Data ........................................................................... ................................ 12
I. Evaluasi, rekomendasi ........................................................... ................................ 15
J. Pelaporan................................................................................ ................................ 17
K. Diseminasi.............................................................................. ................................ 18
L. Tabel angka infeksi yang akan diukur ................................... ................................ 18
BAB IV DOKUMENTASI ................................................................ ................................ 24
LAMPIRAN 1 PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PENYANGGA
PERBATASAN (RSUPP)BETUN
TENTANG : PANDUAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT
NOMOR : RSUPP.445/R / 00120 /VI/ 2018

BAB I

DEFINISI

A. PENGERTIAN
1. Surveilans infeksi rumah sakit adalah suatu proses yang dinamis, sistematis,
terus menerus dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi data
kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik dan didiseminasikan secara
berkala kepada pihak pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam
perencanaan, penerapan, serta evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.
2. Healtcare Associated Infections (HAIs) Infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana tidak
ada infeksi atau tidak masa inkubasi pada saat masuk, termasuk infeksi didapat di
rumah sakit tapi muncul setelah pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada staf di
fasilitas.
3. Infection Preventive Control Doctor (IPCD) adalah dokter yang mempunyai
minat dalam PPI, mengikuti Diklat dasar PPI dan memiliki kemampuan
leadership.
4. Infection Preventive Control Nursing (IPCN) adalah tenaga perawat praktisi
/profesional, yang bekerja khusus dibidang infeksi atau berhubungan dengan
infeksi yang terkait dengan pemberian pelayanan kesehatan baik di rumah sakit
maupun di pelayanan kesehatan lainnya, dengan bekerja purna waktu.
5. Infection Preventive Control Nursing (IPCLN) adalah perawat PPI yang bekerja
di ruangan sebagai penghubung dalam pemberian data infeksi dan bersama IPCN
menerapkan prinsip-prinsip PPI di ruangan.
6. Infection Prevention and Control Officer (IPCO) adalah ahli atau dokter yang
mempunyai minat dalam PPI, mengikuti Diklat dasar PPI dan memiliki
kemampuan leadership.
7. Data numerator adalah jumlah atau angka kejadian infeksi dalam kurun waktu
tertentu.
8. Data denominator adalah jumlah hari dari data kelompok yang memiliki resiko
infeksi.
9. Surveilans Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) adalah pengumpulan data
kejadian infeksi aliran darah akibat penggunaan alat intravaskuler secara
sistematik, analisis dan interpretasi yang terus menerus untuk digunakan dalam
perencanaan penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan yang didesiminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang
memerlukan.
10. Surveilans Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah pengumpulan data kejadian
infeksi saluran kemih akibat penggunaan alat dower kateter atau tindakan aseptik
lain melalui saluran kemih secara sistematik, analisis dan interpretasi yang terus
menerus untuk digunakan dalam perencanaan penerapan dan evaluasi suatu
tindakan yang berhubungan dengan kesehatan yang di desiminasikan secara
berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan.
11. Surveilans Hospital Aquired Pneumonia (HAP) adalah pengumpulan data
kejadian infeksi saluran napas bawah, mengenai parenkim paru tidak diintubasi
yang terjadi lebih dari 48 jam hari rawat dan tidak dalam masa inkubasi secara
sistematik, analisis dan interpretasi yang terus menerus untuk digunakan dalam
perencanaan penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan yang didesiminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang
memerlukan.
12. Surveilans Infeksi Daerah Operasi (IDO) adalah pengumpulan data kejadian
infeksi akibat tindakan pembedahan yang dapat mengenai :
a. Superfisial (Superficial Incicional Site) adalah IDO yang terjadi 30 hari
setelah pembedahan, dan hanya mengenai kulit dan jaringan sub kutan.
b. Profunda (Deep Incicional) adalah IDO yang terjadi 30 hari setelah tindakan
pembedahan bila tidak ada implan atau infeksi terjadi dalam satu tahun bila
ada pemasangan implan, mengenai jaringan lunak dalam dari tempat insisi
(fasia dan otot).
c. Organ/rongga adalah IDO yang terjadi 30 hari pasca bedah tanpa implan
atau 1 tahun pasca bedah apabila terdapat implan, mengenai semua organ
yang dimanipulasi selama operasi kecuali jaringan lunak superficial dan
dalam.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Diperolehnya petunjuk pelaksanaan agar petugas dapat melaksanakan surveilans
infeksi rumah sakit sesuai panduan, yang telah diterbitkan oleh Rumah Sakit
Umum Penyangga Perbatasan Betun.
2. Tujuan Khusus
a. Mendapatkan data dasar Infeksi Rumah Sakit.
b. Menurunkan Laju Infeksi rumah Sakit.
c. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit.
d. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan.
e. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI di RS.
f. Memenuhi standar mutu pelayanan di RS.
g. Melaksanakan surveilans secara sistematik aktif oleh Tim PPI.
h. Melakukan analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi rumah
sakit.
i. Mengendalikan angka IRS menggunakan target sasaran sesuai program PPI.
j. Membuat laporan infeksi setiap bulan kepada Tim PPI.
BAB II

RUANG LINGKUP

A. Mendapatkan Data Dasar IRS.


Pada dasarnya data surveilans IRS digunakan untuk mengukur laju angka dasar
(baseline rate) dari infeksi rumah sakit. Dengan demikian dapat diketahui seberapa
besar risiko yang dihadapi oleh setiap pasien yang dirawat di rumah sakit. Sebagian
besar (90-95%) dari IRS adalah endemic dan ini di luar dari KLB yang telah dikenal.
Oleh karena itu kegiatan surveilans IRS ditujukan untuk menurunkan laju angka
endemic tersebut.
Meskipun data surveilans dapat digunakan untuk menentukan laju angka endemic,
namun pengumpulan data saja tidak akan mempengaruhi risiko infeksi jika tidak
disertai dengan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi yang memadai. Bila
demikian maka kegiatan surveilans akan sia-sia belaka, bahkan selain mahal juga
sangat tidak memuaskan semua puhak.
B. Menurunkan Laju Infeksi rumah Sakit.
Dengan surveilans ditemukan factor risiko IORS yang akan diintervensi sehingga
dapat menurunkan laju angka IRS. Untuk mencapai tujuan ini surveilans harus
berdasarkan cara penggunaan data, sumber daya manusia dan dana yang tersedia.
C. Identifikasi Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit.
Bila laju angka dasar telah diketahui, maka kita dapat segera mengenali bila terjadi
suatu penyimpangan dari laju angka dasar tersebut, yang mencerminkan suatu
peningkatan kasus atau kejadian luar biasa (outbreak) dari IRS.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada daerah dalam kurun
waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus terjadinya wabah.
KLB RS adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian infeksi rumah sakit yang
menyimpang dari angka dasar endemic yang bermakna dalam kurun waktu tertentu.
Deteksi dini merupakan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadi peningkatan
kasus infeksi RS dengan cara melakukan pemantauan secara terus-menerus dan
sistematis (surveilans) terhadap factor risiko terjadinya infeksi RS. Untuk mengenali
adanya penyimpangan laju angka infeksi sehingga dapat menetapkan kejadian
tersebut merupakan suatu KLB, sangat diperlukan ketrampilan khusus dari para
petugas kesehatan yang bertanggungjawab untuk itu.
Petugas diharapkan mempu memahami kapan suatui keadaan/kondisi dinyatakan
sebagai kejadian luar biasa. Suatu KLB dinyatakan apabila memenuhi salah satu
kriteria sebagai berikut :
a. Timbulnya suatu penyakit yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada
suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam
jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan
dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian
kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (case fatality rate) dalam 1 (satu) kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih
dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.
g. Angka proporsi penyakit (proporsional rate) penderita baru suatu penyakit pada
satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. Tanpa adanya ketrampilan tersebut
maka pengumpulan data yang dilakukan tidak ada gunanya sama sekali dan KLB
akan lewat demikian saja.
D. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan.
Data surveilans yang diolah dengan baik dan disajikan secara rutin dapat meyakinkan
tenaga kesehatan untuk menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI). Data
ini dapat melengkapi pengetahuan yang didapat dari teori karena lebih spesifik, nyata
dan terpercaya. Umpan balik mengenai informasi seperti itu biasanya sangat efektif
dalam menggiring tenaga kesehatan untuk melakukan upaya PPI RS.
E. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI RS.
Setelah permasalahan dapat teridentifikasi dengan adanya data surveilans serta upaya
pencegahan dan pengendalian telah dijalankan, maka masih diperlukan surveilans
secara berkesinambungan guna meyakinkan bahwa permasalahan yang ada benar-
benar telah terkendali. Dengan pemantauan terus menerus maka suatu upaya
pengendalian yang nampaknya rasional yang akhirnya dapat diketahui bahwa ternyata
tidak efektif sama sekali. Sebagai contoh, bahwa perawatan meatus setiap hari untuk
mencegah IRS saluran kemih yang nampak rasional namun data surveilans
menunjukkan bahwa tidak ada manfaatnya.
F. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan.
Penatalaksanaan pasien yang baik dan tepat dalam hal mengatasi dan mencegah
penularan infeksi serta menurunkan angka resistensi terhadap anti mikroba akan
menurunkan angka IRS. Surveilans yang baik dapat menyediakan data dasar sebagai
data pendukung rumah sakit dalam upaya memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit.
G. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS.
Surveilans IRS merupakan salah satu unsur untuk memenuhi akreditasi RS yaitu
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Akan tetapi, pengumpulan data surveilans
hanya untuk kepentingan akreditasi adalah suatu pemborosan sumber daya yang luar
biasa tanpa memberikan manfaat kepada rumah sakit ataupun tenaga yang ada. Oleh
karena itu surveilans harus dikembalikan kepada tujuan yang sebenarnya yaitu untuk
menurunkan risiko IRS.
H. Jenis Surveilans Infeksi Di Rumah Sakit Umum Penyangga Perbatasan Betun
a. Infeksi Aliran Darah Primer ( Plebitis)
b. Infeksi Saluran Kencing ( ISK )
c. Infeksi daerah Operasi (IDO)
d. Healthcare Assosiated Pneumonia ( HAP )
I. Lingkup Area Staf dan Instalasi yang terlibat
a. Pelaksanaan panduan ini adalah tenaga kesehatan terdiri dari :
 Staf Medis
 Staf Perawat
 Staf Bidan
b. Instalasi yang terlibat dalam pelaksanaan Panduan Surveilans adalah :
 Unit Gawat Darurat
 Unit Rawat Jalan
 Unit Bedah
 Instalasi Rawat Inap terdiri dari :
 Ruang Perawatan Dewasa
 Ruang Perawatan Anak
 Ruang KBR
 Ruang Perina
 Ruang HCU
J. Kewajiban Dan Tanggung Jawab
a. Seluruh Staf Rumah Sakit wajib memahami tentang Panduan Surveilans PPI
b. Perawat Yang Bertugas (Perawat Penanggung jawab pasien) bertanggung jawab
melakukan Panduan Surveilans PPI
c. Kepala ruangan
 Memastikan seluruh staf di Instalasi memahami Panduan Surveilans PPI
 Terlibat dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Panduan Surveilans PPI
BAB III

TATA LAKSANA SURVEILANS

A. Identifikasi Kasus
Apabila ditemukan kasus IRS, maka ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan disini :
1. Apakah kasus IRS didapatkan secara pasif atau aktif ?
2. Apakah kasus IRS didapatkan berdasarkan pasien atau temuan laboratorium ?
3. Apakah kasus IRS didapatkan secara prospektif atau retrospektif ?
B. Kasus IRS yang didapatkan secara pasif atau aktif.
Pada surveilans secara pasif, orang yang tidak duduk dalam Tim PPI dipercaya untuk
mencatat dan melaporkan bila menemukan infeksi selama perawatan. Misalkan tersedia
formulir yang diisi oleh dokter atau perawat yang merawat bila menemukan IRS pada
pasiennya. Oleh karena keterampilan dan pengetahuan tenaga semacam ini lebih tertuju
pada perawatan pasien dari pada masalah surveilans, maka tidak heran kalau masalah
yang selalu ada pada surveilans pasif adalah selalu misklasifikasi, underreporting dan
kurang runutnya waktu dari data yang terkumpul.
Surveilans aktif adalah kegiatan yang secara khusus dilakukan untuk mencari kasus IRS
oleh orang-orang yang telah terlatih dan hampir selalu dari Tim PPI tersebut mencari
data dari berbagai sumber untuk mengumpulkan informasi dan memutuskan apakah
terjadi IRS atau tidak.
C.Kasus IRS didapatkan berdasarkan klinis pasien atau temuan laboratorium.

Surveilans yang didasarkan pada temuan klinis pasien, menelaah factor resiko,
memantau prosedur perawatan pasien yang terkait dengan prinsip-prinsip pencegahan
dan pengendalian infeksi. Dalam hal ini diperlukan pengamatan langsung di ruang
perawatan dan diskusi dengan dokter atau perawat yang merawat.
Surveilans yang berdasarkan pada temuan laboratorium, semata-mata didasarkan atas
hasil pemeriksaan laboratorium atas sediaan klinik. Oleh karena itu infeksi yang tidak
dikultur yaitu yang didiagnosis secara klinik (berdasarkan gejala dan tanda klinik) saja,
seperti sepsis dapat terlewatkan, sementara hasil biakan positif tanpa konfirmasi klinik
dapat secara salah diinterpretasikan sebagai IRS (misalnya hasil positif hanya
merupakan kolonisasi dan bukan infeksi).
C. Kasus IRS didapatkan secara prospektif atau retrospektif.
Yang dimaksud dengan surveilans prospektif adalah pemantauan setiap pasien selama
dirawat di rumah sakit dan untuk pasien operasi sampai setelah pasien pulang (satu
bulan untuk operasi tanpa implant dan satu tahun jika ada pemasangan implant).
Surveilans retrospektif hanya mengandalkan catatan medic setelah pasien pulang
untuk menemukan ada tidaknya IRS.
Keuntungan yang paling utama pada surveilans prospektif adalah :
a. Dapat langsung menentukan kluster dari infeksi.
b. Adanya kuinjungan Tim PPI di ruang perawatan.
c. Memungkinkan analisis data berdasarkan waktu dan dapat memberikan umpan
balik.
Kelemahannya adalah memerlukan sumber daya yang lebih besar dibandingkan
surveilans retrospektif. Sistem surveilans IRS secara Nasional memerlukan
penemuan kasus berdasarkan pasien yang aktif dan prospektif.
D. Pengumpulan dan Pencatatan Data
Tim PPI bertanggungjawab atas pengumpulan data tersebut di atas, karena mereka
yang memiliki ketrampilan dalam mengidentifikasi IRS sesuai dengan kriteria yang
ada. Sedangkan pelaksana pengumpul data adalah IPCN yang dibantu IPCLN.
Banyak sumber data diperlukan dalam pelaksanaan surveilans IRS tergantung dari
jenis pelayanan medik yang diberikan oleh suatu rumah sakit. Tim PPI harus memiliki
akses yang luas atas sumber data serta perlu mendapatkan kerja sama dari semua
bagian/unit di rumah sakit tersebut, agar dapat melaksanakan surveilans dengan baik
atau melaksanakan penyelidikan suatu KLB.
Sering kali diperlukan sumber dari dokter, perawat, pasien maupun keluarga pasien,
dari farmasi, catatan medic, catatan perawat. Untuk mengingatkan Tim PPI kepada
suatu infeksi baru dan juga untuk mencari rujukan mengenai cara pencegahan dan
pengendaliannya.
E. Pengumpulan Data Numerator
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan numerator data dapat dilakukan oleh pasien IPCN, misalnya IPCLN
yang sudah dilatih atau dengan melihat program otomatis dari database elektronik,
tetapi tetap IPCN atau seorang IPCO (Infection Prevention Officer) atau IPCD
(Infection Prevention Control Doctor) yang membuat keputusan final tentang
adanya IRS berdasarkan kriteria yang dipakai untuk menentukan adanya IRS.
b. Jenis Data Numerator yang Dikumpulkan
1. Data demografik : nama, tgl lahir, jenis kelamin, nomor catatan medic, tgl
masuk rumah sakit.
2. Infeksi : tgl infeksi muncul, lokasi infeksi, ruang perawatan saat infeksi muncul
pertama kali.
3. Faktor Resiko : alat, prosedur, factor lain yang berhubungan dengan IRS.
4. Data laboratprium : jenis mikroba, antibiogram, serologi, patologi.
5. Data Radiology/imaging : X-ray, USG.
c. Sumber Data Numerator
1. Catatan masuk/keluar/pindah rawat, catatan laboratorium mikrobiologi.
2. Mendatangi bangsal pasien untuk mengamati dan berdiskusi dengan perawat.
3. Data-data pasien (catatan kertas atau computer) untuk konfirmasi kasus :
a. Hasil laboratorium dan radiologi/imaging.
b. Catatan perawat dan dokter dan konmsultan.
c. Diagnosis saat masuk rumah sakit.
d. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.
e. Catatan diagnostic dan intervensi bedah.
f. Catatan suhu.
g. Informasi pemberian antibiotic.
4. Untuk kasus IDO post-discharge, sumber data termasuk catatan dari klinik
bedah, catatan dokter, departemen emergensi.
d. Bagaimana IPCO mengumpulkan data numerator.
1. Amati catatan masuk/keluar/pindah rawat pasien-pasien yang masuk dengan
infeksi, tempatkan mereka pada kelompok resiko mendapatkan IRS.
2. Review laporan laboratorium untuk melihat pasien yang kemungkinan
terinfeksi (misalnya kultur positif mokrobiologi, temuan patologi) dan
bicarakan dengan personil laboratorium untuk mengidentifikasi pasien yang
kemungkinan terinfeksi dan untuk mengidentifikasi kluster infeksi, khususnya
pada area yang tidak dijadikan target rutin surveilans IRS.
3. Selama melakukan surveilans ke ruangan, amati lembar pengumpul data,
catatan suhu, lembar pemberian antibiotikn dan catatan medis pasien; bicara
dengan perawat dan dokter untuk mencoba mengidentifikasi pasien-pasien
yang kemungkinan terinfeksi.
4. Lakukan review data pasien yang dicurigai terkena IRS : review perjalanan
penyakit yang dibuat oleh dokter dan perawat, data laboratorium, laporan
radiologi/imaging, laporan operasi, dsb.; bila data elektronik ada, review dapat
dilakukan melalui computer, tetapi keliling ruangan tetap penting untuk
surveilans, pencegahan dan control aktivitas.
5. Review juga dilakukan dari sumber kumpulan data lengkap IRS.
F. Pengumpulan Data Denominator.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data denominator dapat dilakukan oleh selain IPCN, misalnya
IPCLN yang sudah dilatih. Data juga dapat diperoleh, asalkan data ini secara
substansial tidak berbeda dengan data yang dikumpulkan secara manual.
b. Jenis Data Denominator Yang Dikumpulkan
1. Jumlah populasi pasien yang berisiko terkena IRS.
2. Untuk data laju insiden IRS yang berhubungan dengan alat : catatan harian
jumlah total pasien dan jumlah total hari pemasangan alat (perifer line, and
kateter urin) pada area yang dilakukan surveilans. Jumlahkan hitungan harian
ini pada akhir periode surveilans untuk digunakan sebagai denominator.
3. Untuk laju IDO atau untuk mengetahui indek resiko : catat informasi untuk
prosedur operasi yang dipilih untuk surveilans (missal : jenis prosedur,
tanggal, factor risiko, dsb.)
c. Sumber Data Denominator.
1. Untuk laju densitas insiden yang berhubungan dengan alat : datangi area
perawatan pasien untuk mendapatkan hitungan harian dari jumlah pasien yang
datang dan jumlah pasien yang terpasang alat yang umumnya berhubungan
dengan kejadian IRS (missal : perifer line, kateter menetap).
2. Untuk laju IDO : dapatkan data rinci dari log kamar operasi dan data-data
pasien yang diperlukan.
G. Perhitungan.
a. Numerator. Angka kejadian infeksi dan perlu data untuk dicatat. Terdapat tiga
katagori yang perlu dicatat atas seorang pasien dengan IRS yaitu : data
demografi, infeksinya sendiri dan data laboratorium.
b. Denominator.
Data yang perlu dicatat.
Denominator dari infection rate adalah tabulasi dari data pada kelompok
pasien yang memiliki resiko untuk mendapat infeksi :
1. Pengumpulan data denominator dan numerator dilakukan oleh IPCN
yang dibantu oleh IPCLN.
2. Data denominator dikumpulkan setiap hari, yaitu jumlah pasien, jumlah
pemaklaian alat-alat kesehatan ( kateter urine menetap, ventilasi
mekanik, kateter vena central, kateter vena perifer) dan jumlah kasus
operasi.
3. Data numerator dikumpulkan bila ada kasus baru infeksi seperti infeksi
saluran kemih (ISK), infeksi aliran darah primer (IADP), pneumonia
baik yang terpasang dengan ventilator maupun tidak terpasang dengan
ventilator, infeksi luka oprasi (ILO).
H. Analisis Data
Menentukan dan menghitung laju. Laju adalah suatu probabilitas suatu kejadian.
Biasa dinyatakan dalam formula sebagai berikut :

( x/ y ) x k

x = numerator, adalah jumlah kali kejadian selama kurun waktu tertentu.


y = denominator, adalah jumlah populasi dari mana kelompok yang mengalami
kejadian tersebut berasal selama kurun waktu yang sama.
k = angka bulat yang dapat membantu angka laju dapat mudah dibaca (100, 1000 atau
10.000).
Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator sehingga laju
tersebut mempunyai arti.
Ada tiga macam laju yang dipakai dalam surveilans IRS atau surveilans lainnya, yaitu
incidence, prevalence dan incidence density.
1. Incidence
Adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit yang timbul dalam satu kelompok
populasi tertentu dalam kurun waktu tertentu pula. Di dalam surveilans IRS maka
incidence adalah jumlah kasus IRS baru dalam kurun waktu tertentu dibagi oleh
jumlah pasien dengan resiko untuk mendapatkan IRS yang sama dalam kurun
waktu yang sama pula.
2. Prevalence
Adalah jumlah total kasus baik baru maupun lama suatu kelompok populasi
dalam satu kurun waktu tertentu (period prevalence) atau dalam satu waktu
tertentu (point prevalence).
Point prevalence nosocomial rates adalah jumlah kasus IRS yang dapat dibagi
dengan jumlah pasien dalam survey.
Rhame menyatakan hubungan antara incidence dan prevalence adalah sebagai
berikut :

I = P (LA / LN –
INTN)

I = Incidence rates.
P = Prevalences rates.
LA = Nilai rata-rata dari lama rawat semua pasien.
LN = Nilai rata-rata dari lama rawat pasien yang mengalami satu atau lebih
IRS.
INTN = Interval rata-rata antara waktu masuk rumah sakit dan hari pertama
terjadinya IRS pada pasien-pasien yang mengalami satu atau lebih
IRS tersebut.
Dalam penerapan di rumah sakit maka prevalence rates selalu memberikan over
estimate untuk resiko infeksi oleh karena lama rawat dari pasien yang tidak
mendapat IRS biasanya lebih pendek dari lama rawat pasien dengan IRS. Hal ini
dapat lebih mudah dilihat dengan menata ulang formula sebagai berikut :

P = I (LN – INTN) /
LA

Dimana Prevalence sama dengan Incidence dikali lama Infeksi.


1. Incidence Density.
Adalah rata-rata instant dimana infeksi terjadi, relative terhadap besaran
populasi yang bebas infeksi. Incidence density diukur dalam satuan jumlah
kasus penyakit per satuan orang per satuan waktu.
Contoh popular dari Incidence Density Rates (IDR) yang sering dipakai di
rumah sakit adalah jumlah IRS per 1000 pasien/hari.
Incidence density sangat berguna terutama pada keadaan sebagai berikut :
a. Sangat berguna bila laju infeksinya merupakan fungsi linier dari waktu
panjang yang dialami pasien terhadap factor resiko (misalnya semakin
lama pasien terpajan, semakin besar resiko mendapat infeksi).
Contoh incidence density rate (IDR) :
Jumlah kasus ISK / Jumlah hari pemasangan kateter.
Lebih baik dari pada Incidence rate (IR) di bawah ini :
Jumlah ISK Jumlah pasien yang terpasang kateter urine.
Oleh karena itu IDR dapat mengontrol lamanya pasien terpajan oleh factor
resikonya (dalam hal ini pemasangan kateter urine) yang berhubungan
secara linier dengan resiko infeksi.
b. Jenis laju lain yang sering digunakan adalah Atack rate (AR) yaitu suatu
bentuk khusus dari incidence rate. Biasanya dinyatakan dengan persen
(%) dimana k = 100 dan digunakan hanya pada KLB IRS yang mana
pajanan terhadap suatu populasi tertentu terjadi dalam waktu pendek.
Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan menyita
hampir separuh waktu kerja seorang IPCN sehingga dibutuhkan penuh waktu
(full time). Dalam hal ini bantuan computer akan sangat membantu, terutama
akan meningkatkan efisien pada saat analisis. Besarnya data yang harus
dikumpulkan dan kompleksitas cara analisisnya merupakan alasan mutlak
untuk menggunakan fasilitas computer, meski di rumah sakit kecil sekalipun.
Lagi pula sistem surveilans tidak hanya berhadapan dengan masalah pada
waktu sekarang saja, tetapi juga harus mengantisipasi tantangan di masa
depan.
Dalam penggunaan computer tersebut ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan yaitu :
1. Memilih sistem computer yang akan dipakai, computer mainframe atau
computer mikro.
Komputer mainframe bekerja jauh lebih cepat, memuat data jauh lebih
besar dan memiliki jaringan yang dapat diakses di seluruh area rumah
sakit. Semua data pasien seperti sensus pasien, hasil laboratorium dan
sebagainya, dapat dikirim secara elektronik. Namun harus diingat bahwa
computer mainframe adalah cukup mahal baik pembelian maupun
operasionalnya. Tidak setiap orang dapat menggunakannya dan
memerlukan pelatihan yang intensif. Software untuk program pencegahan
dan pengendalian IRS bagi computer mainframe sampai saat ini masih
terbatas. Mikrokomputer jauh lebih murah dan lebih mudah
dioperasikannya oleh setiap petugas.
2. Mencari software yang sudah tersedia dan memilih yang digunakan.
Pemilihan software harus dilakukan hati-hati dengan mempertimbangkan
maksud dan tujuan dari surveilans yang akan dilaksanakan di rumah sakit.
I. Evaluasi, Rekomendasi
Hasil surveilans dapat digunakan untuk melaksanakan program pencegahan dan
pengendalian infeksi rumah sakit (PPIRS) dalam satu waktu tertentu.
Memperbandingkan laju infeksi diantara kelompok pasien.
Denominator dari suatu laju (rate) harus menggambarkan populasi at risk. Dalam
membandingkan laju antar kelompok pasien di dalam suatu rumah sakit, maka laju
tersebut harus disesuaikan terlebih dahulu terhadap factor resiko yang berpengaruh
besar akan terjadinya infeksi. Kerentanan pasien untuk terinfeksi sangat dipengaruhi
oleh factor-faktor resiko tertentu, seperti karakteristik pasien dan pajanan.
Faktor resiko ini secara garis besar dibagi menjadi dua katagori yaitu factor intrinsic
dan factor ektrinsik.
1. Faktor intrinsic adalah factor yang melekat pada pasien seperti penyakit yang
mendasari dan ketuaan. Mengidentifikasi factor resiko ini perlu dilakukan dengan
mengelompokkan pasien dengan kondisi yang sama (distratifiksi).
2. Faktor ektrinsik adalah yang lebih berhubungan dengan petugas pelayanan atau
perawat (perilaku petugas di seluruh rumah sakit).
Meskipun hamper semua factor ektrinsik memberikan resiko IRS, namun yang lebih
banyak perannya adalah jenis intervensi medis yang beresiko tinggi, seperti tindakkan
invasive, tindakkan operatif atau pemasangan alat yang invasive. Banyak alasan yang
dapat dikemukakan mengapa pasien yang memiliki penyakit lebih berat yang
meningkat kerentananya. Alat tersebut merupakan jembatan bagi masuknya kuman
penyakit dari bagian tubuh yang satu ke dalam bagian tubuh yang lain dari pasien.
Resiko untuk mendapat infeksi Daerah operasi (IDO), berkaitan dengan beberapa
factor. Diantanya yang terpenting adalah bagaimana prosedur operasi dilaksanakan,
tingkat kontaminasi mikroorganisme di tempat operasi, lama operasi dan factor
intrinsic pasien. Oleh karena factor-faktor tersebut tidak dapat dieliminasi maka angka
IDO disesuaikan terhadap factor-faktor tersebut.
Demikian pula halnya dengan jenis laju yang lain, apabila akan diperbandingkan
maka harus diingat factor-faktor mana yang harus disesuaikan agar perbandinganya
menjadi bermakna.
Memperbandingkan Laju Infeksi dengan Populasi Pasien.
Rumah sakit dapat menggunakan data surveilans IRS untuk menelaah program
pencegahan dan pengendalian IRS dengan membandingkan angka laju IRS dengan
populasi pasien yang sama di dalam rumah sakit yang sama. Misalnya
membandingkan laju IRS dari 2 (dua) ICU atau dapat pula menggunakan laju IRS
dengan angka eksternal (benchmark rates) rumah sakit atau dengan mengamati
perubahan angka menurut waktu di rumah sakit itu sendiri.
Meskipun angka laju infeksi telah mengalami penyesuaian dan melalui uji kemaknaan
namun interprestasi dari angka-angka tersebut harus dilakukan secara hati-hati agar
tidak terjadi kekeliruan. Banyak yang menganggap bahwa angka laju infeksi di rumah
sakit itu mencerminkan keberhasilan dan kegagalan dari petugas pelayanan/perawatan
pasien atau fasilitas pelayanan kesehatan dalam upaya pencegahan dan pengendalian
IRS.
Meskupun ada benarnya, masih banyak factor yang mempengaruhi adanya perbedaan
angka tersebut.
Pertama, definisi yang dipakai atau tehnik dalam surveilans tidak seragam antar
rumah sakit atau tidak dipakai secara konsisten dari waktu ke waktu meskipun dari
sarana yang sama. Hal ini menimbulkan variasi dari sensitifitas dan spesifisitas
penemuan kasusnya.
Kedua, tidak lengkapnya informasi klinik atau bukti-bukti laboratorium yang tertulis
di catatan medic pasien member dampak yang serius terhadap validitas dan utilitas
dari angka laju IRS yang dihasilkan.
Ketiga, angka tidak disesuaikan terhadap factor resiko intrinsic, factor resiko ini
sangat penting artinya dalam mendapatkan suatu IRS, namun sering kali lolos dari
pengamatan dan sangat bervariasi dari rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang
lain. Sebagai contoh, di rumah sakit yang memiliki pasien dengan
immunocompromised diharafkan memiliki factor resiko intrinsic yang lebih besar dari
pada rumah sakit yang tidak memiliki karakteristik pasien seperti itu.
Keempat, jumlah population at risk (misalnya jumlah pasien masuk/pulang, jumlah
hari rawat atau jumlah operasi) mungkin tidak cukup besar untuk menghitung angka
laju IRS yang sesungguhnya di rumah sakit tersebut.
Meskipun tidak mungkin untuk mengontrol semua factor tersebut di atas, namun
harus disadari pengaruh factor-faktor tersebut terhadap angka laju infeksi serta
mempertimbangkan hal tersebut pada saat membuat interpretasi.
Memeriksa Kelayakan dan Kelaikan Peralatan Pelayana Medik
Utilisasi alat (Device Utilization = DU) didefinisikan sebagai berikut :

Ʃ hari pemakaian alat


DU =
Ʃ hari rawat pasien

Perhatian Tim PPI tidak hanya terpaku pada laju infeksi di rumah sakit. Sehubungan
dengan mutu pelayanan/perawatan maka harus dipertanyakan tentang : “apakah
pajanan pasien terhadap tindakan invasive yang meningkat resiko IRS telah
diminimalkan ?”. Peningkatan angka DU memerlukan penelitian lebih lanjut. Untuk
pasien yang mengalami tindakan operatif tertentu, maka distribusi pasien mengenai
kategori resikonya sangat bermanfaat. Misalnya untuk membantu menentukan
kelayakan intervensi yang diberikan. Meneliti kelayakan suatu intervensi juga
membantu menentukan apakah pajanan telah diminimalkan.
J. Pelaporan
Laporan sebaiknya sistematik, tepat waktu, informative. Data dapat disajikan dalam
berbagai bentuk, yang penting mudah dianalisa dan diinterpretasi. Penyajian data
harus jelas, sederhana, dapat dijelaskan diri sendiri. Bisa dibuat dalam bentuk table,
prafik, pie. Pelaporan dengan narasi singkat. Laporan dibuat secara periodic, setiap
bulan, triwulan, semester, tahunan.
Tujuan untuk :
 Memperlihatkan pola IRS dan perubahan yang terjadi (trend).
 Memudahkan analisis dan interpretasi data.
K. Desiminasi
Surveilans belumlah sempurna dilaksanakan apabila datanya belum didesiminasikan
kepada yang berkepentingan untuk melaksanakan pencegahan dan pengendalian
infeksi. Oleh sebab itu hasil surveilans angka infeksi harus disampaikan ke seluruh
anggota tim, direktur rumah sakit, ruangan atau unit terkait secara berkesinambungan.
Disamping itu juga perlu didesiminasikan kepda kepala unit terkait dan
penanggungjawab ruangan beserta stafnya berikut rekomendasinya.
Oleh karena IRS mengandung hal yang sangat sensitive, maka data yang dapat
mengarah ke pasien atau perawatan harus benar-benar terjaga kerahasiannya.
Dibeberapa negara data seperti ini bersifat rahasia. Data seperti ini tidak digunakan
memberikan sanksi tetapi hanya digunakanuntuk tujuan perbaikan mutu pelayanan.
Tujuan desiminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk
menetapkan strategi pengendalian IRS. Laporan disesiminasi secara periodic bulanan,
triwulanan, tahunan. Bentuk penyampaian dapat secara lisan dalam pertemuan,
tertulis, papan buletin.
Sudah selayaknya Tim PPI menyajikan data surveilans dalam bentuk standar yang
menarik yaitu berupa laporan narasi singkat (rangkuman), table, grafik kepada Tim
PPI. Analisis yang mendalam dari numerator dapat dilaksanakan untuk memberikan
gambaran epidemiologinya, termasuk kuman pathogen dan factor resikonya.

L. TABEL ANGKA INFEKSI RUMAH SAKIT YANG DIUKUR

1. Infeksi Saluran kemih (ISK)


Area Klinis
Judul Indikator Infeksi Saluran Kemih
Ruang Lingkup Pencegahan dan pengendalian infeksi
Dimensi Mutu Efektivitas dan keselamatan pasien

Tujuan Menurunkan kejadian infeksi saluran kencing (ISK)


Definisi operasional Infeksi Saluran Kencing (ISK) adalah Infeksi yang terjadi sebagai
akibat dari pemasangan kateter > 48 jam
Kriteria :
A. Gejala dan Tanda :
Umum : demam, urgensi, frekuensi, disuria, nyeri
suprapubik Usia < 1 tahun : demam, hipotermi, apneu,
bradikardi, letargia, muntah-muntah
B. Nitrit dan/atau leukosit esterase positip dengan carik celup
(dipstick) C. Pyuria > 10 leukosit/LPB sedimen urin atau >10
leukosit/mL atau > 3 leukosit/LPB dari urine tanpa dilakukan
sentrifus
D. Terdapat koloni mikroorganisme pada hasil pemeriksaan urine
kultur
E. Diagnosis dokter yang merawat menyatakan adanya ISK F.
Frekuensi Terapi dokter sesuai ISK
Pengumpulan Data Bulanan
Numerator Jumlah kasus Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Denominator Jumlah lama hari pemakaian kateter urin menetap
Inklusi Pasien rawat inap dengan kateter terpasang > 48 jam
Eksklusi Pasien yang terpasang kateter urin ≤ 48 jam
Formula (Jumlah kasus ISK dibagi Jumlah lama hari pemakaian kateter urin
menetap) x 1000
Sumber Data Rekam Medik
Standar ≤ 4.7 ‰
Hasil ≤ 4.7 ‰ skor = 100
4.7‰ < Hasil ≤ 5.2‰ skor = 75
5.2‰ < Hasil ≤ 5.7‰ skor = 50
Kriteria Penilaian
PIC 5.7‰
Ka Hasil ≤ 6.2‰
unit<pelayanan skor = 25Tim PPI
rawat inap/Ketua
Hasil
1. CDC> NHSN,
6.2‰ Maret
skor =2011
0
2. buku pedoman PPI th 2011
Referensi 3. buku pedoman surveilance infeksi RS Kemkes 2011
4. Center for Healthcare related infections surveilance and
prevention
2. INFEKSI DAERAH OPERASI (IDO)
Area Klinis
Judul Indikator Infeksi Daerah Operasi
Ruang Lingkup Pencegahan dan pengendalian infeksi
Dimensi Mutu Efektivitas dan keselamatan pasien
Tujuan Menurunkan kejadian infeksi Daerah operasi (IDO)

Definisi Operasional Infeksi Daerah Operasi adalah Infeksi yang terjadi pada daerah
insisi daerah operasi dalam waktu 30 hari tanpa implan dan 90
hari dengan implan pasca bedah.
Kriteria :
A. Pus keluar dari luka operasi atau drain yang
dipasang diatas fascia,

Definisi Operasional B. Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau
jaringan yang diambil secara aseptic,
C. Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan kecuali hasil biakan negatif (paling sedikit
terdapat satu dari tanda – tanda infeksi berikut ini :
nyeri, bengkak lokal,
kemerahan dan hangat lokal) dan
D. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
Frekuensi Bulanan
Pengumpulan Data

Numerator Jumlah kasus Infeksi Daerah Operasi (IDO)


Denominator Jumlah kasus operasi dalam periode tertentu
Inklusi Kasus operasi
Eksklusi prosedur sirkumsisi ; stitch abscess
Formula (Jumlah kasus IDO dibagi Jumlah kasus operasi) x 100 %
Sumber Data Rekam Medik
Standar ≤2%
Hasil ≤ 2 skor = 100
2% < Hasil ≤ 3% skor = 75
3% < Hasil ≤ 4% skor = 50
Kriteria Penilaian
PIC 4%
Ka. <Instalasi ≤ 5% sentral
Hasil Bedah skor =dan
25 ketua tim PPI
Hasil > 5 skor = 0
1. CDC NHSN, Maret 2011
Referensi 2. Buku pedoman PPI tahun 2017
3. Buku pedoman surveilance infeksi RS Kemkes 2011
4. Center for Healthcare related infections surveilance and
Prevention
3. INFEKSI ALIRAN DARAH PERIFER (PLHEBITIS)
Area Klinis
Judul Indikator Infeksi Aliran Darah Perifer / Phlebitis
Ruang Lingkup Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Dimensi Mutu Efektivitas dan keselamatan pasien
Tujuan Menurunnya kejadian infeksi aliran darah
Definisi operasional Phlebitis merupakan inflamasi pada vena, yang ditandai dengan
adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah
penusukan atau sepanjang vena (Brunner dan Sudarth, 2002)
Frekuensi Bulanan
Pengumpulan Data
Numerator Jumlah kasus Phlebitis
Denominator Jumlah hari pemasangan kateter intavena dalam periode tertentu
Inklusi Pasien rawat inap yang terpasang kateter intravena di RSUPP
Betun
Ekslusi Pasien yang sudah terpasang infus sebelum masuk rawat inap
RSUPP betun
Formula (Jumlah kasus phlebitis dibagi jumlah hari pemasangan kateter
intravena) x 1000
Sumber Data Rawat Inap dan tim PPI
Standar 1 ⁰/00
PIC Ka. Instalasi Rawat Inap
Referensi Intravenous Nurses Sociaty (INS)
4. HEALTHCARE ASSOCIATED PNEUMONIA (HAP)
Area Klinis
Judul Indikator Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
Ruang lingkup Pencegahan dan pengendalian infeksi
Dimensi Mutu Efektivitas dan keselamatan pasien
Tujuan Menurunkan kejadian infeksi saluran napas (ISN)
Definisi Hospital Acquired Pneumonia (HAP) adalah infeksi akut pada
Opreasional parenkim paru setelah pasien dirawat di rumah sakit > 48 jam tanpa
dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak menderita infeksi saluran
napas bawah
Kriteria :
Ditemukan minimal dari tanda dan gejala klinis :
­ Demam (≥38⁰C) tanpa ditemui penyebab lainnya.
- Leukopenia (<4.000 WBC/mm3) atau Leukositosis (≥12.000
SDP/mm3).
­ Untuk penderita berumur ≥ 70 tahun, adanya perubahan status mental
yang tidak ditemui penyebab lainnya dan Minimal disertai 2 dari tanda
berikut:
- Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat sputum
- Munculnya tanda atau terjadinya batuk yang memburuk atau dyspnea
atau tachypnea
Munculnya tanda atau terjadinya batuk yang memburuk atau
dyspnea (sesak napas) atau tachypnea (napas frekuen).
- Rhonci basah atau suara napas bronchial.
Definisi - Memburuknya pertukaran gas, misalnya desaturasi O2 (PaO2/ FiO2
operasional ≤240), peningkatan kebutuhan oksigen,
- Rhonci basah atau suara napas bronchial.
- Memburuknya pertukaran gas, misalnya desaturasi O2 (PaO2/ FiO2
≤ 240), peningkatan kebutuhan oksigen, atau perlunya peningkat
an ventilator.
Dasar diagnosis :
Adanya bukti secara radiologis adalah jika ditemukan > 2 foto serial :
- Infiltrat baru atau progresif yang menetap
- Konsolidasi
- Kavitasi
- Pneumatoceles pada bayi berumur < 1 tahun
Frekuensi Bulanan
Pengumpulan
Data
Numerator Jumlah pasien yang terinfeksi Pneumonia setelah dirawat ≥ 48 jam.
Denominator Jumlah hari rawat pasien
Inklusi Pasien rawat inap > 48 jam
Eksklusi Pasien rawat inap < 48 jam
Formula (Jumlah pasien yang terinfeksi pneumonia dibagi Jumlah hari rawat)
x 1000
Bobot KPI Lihat pada Daftar dan Bobot Indikator
Sumber Data Rekam Medik dan tim PPI
Standar < 1‰
Hasil < 1‰ skor = 100
1‰ ≤ Hasil ≤ 1,3‰ skor = 75
1,3‰ < Hasil ≤ 1,6‰ skor = 50
Standar / Target
PIC Tim < Hasil ≤ 1,9‰
1,6‰PPI skor = 25
Hasil > 1,9‰ skor = 0
BAB IV

DOKUMENTASI

Kegiatan surveilans infeksi di Rumah Sakit Penyangga Perbatasan Betun dilakukan sesuai
panduan dan SOP pelaksanaan surveilans. Proses pencatatan kasus infeksi pada formulir
surveilans sesuai spesifikasi kasus yang dialami oleh pasien. Formulir surveilans
dikumpulkan setiap bulan pada tanggal 24, selanjutnya data akan diolah dan dianalisis untuk
menjadi informasi yang dapat diseminasikan ke unit-unit terkait maupun sebagai gambaran
hasil pelayanan kesehatan di RSUPP dalam periode tertentu. SPO dan Formulir surveilans
infeksi terlampir.

Ditetapkan di : Betun

Pada Tanggal : 16/ 06/ 2018

Anda mungkin juga menyukai