Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

“ PTUN DI TENGAH ARUS DEMOKRATISASI”

Dosen Pengampu:

Dr. H. Karman, M.,Si.,MH

OLEH:

DEWINTA SARI

NIM. 301.2020.003

Semester : IV

Kelompok : 1

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN

SAMBAS

2022 M/ 1444 H
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................

B. Rumusan Masalah....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

A. Pengertian PTUN.....................................................................................................

B. PTUN di Tengah Keterasingan Publik....................................................................

C. PTUN dalam Konteks Indeks Demokrasi Indonesia (IDI)......................................

D. PTUN dalam “Sengketa Poltik”..............................................................................

E. Peradilan sebagai Pilar Demokrasi..........................................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

A. Kesimpulan..............................................................................................................

B. Saran .......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan
Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945). 1Sebagai negara hukum indoneisa menganut konse welfare state (negara
kesejahteraan), sebagaimana disyaratkan dalam alinea keemoat Pembukaan UUD
1945, yang merupakan tujuan negara. Dalam konsep welfare state, pemerintah
diberikan wewenang yang luas untuk campur tangan di dalam segala lapangan
kehidupan masyarakat dalam rangka menyelenggarakan kesejahteraan umum.2
Negera hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan
hukum bagi rakyat. Perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah
dilandasi oleh dua prinsip yaitu prinsip hak asasi manusia dan prinsip negara hukum3.
Dalam melakukan fungsinya, aparatur pemerintah mengadakan hubungan-hubungan
baik yang bersifat hubungan hukum maupun hubungan nyata dengan sesama aparatur
negara maupun dengan hubungan perorangan baik yang berbentuk badan hukum
maupun manusia pribadi (individu). Dalam menjalin hubungan hukum inilah
terbentuknya kegiatan-kegiatan atau aktivitas Pemerintahan yang berunsurkan
perbuatan-perbuatan aparat pemerintah.
Dalam hukum administrasi yang penting adalah tindakan hukum, sebab
sesuatu tindakan hukum akan menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu bagi mereka
yang terkena tindakan tersebut. Menurut ketentuan Undang-undang No. 5 Thanun
1986, tindak hukum dilakukan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang
ditungkan dalam suatu keputusan (beschikking), harus merupakan tindakan hukum
dalam lapangan hukum tata usaha negara (hukum publik).4
Tindak hukum dilakukan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang
ditungkan dalam suatu keputusan (beschikking) dapat diuji keabsahannya melalui
gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila diduga bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan atau bertebtabfab dengan asas-asas umum
pemerintah yang baik (AAUPB).
PTUN adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan terhadap sengketa tata usaha negara yang memiliki tugas dan wewenang
untuk memriksa, memutuskan, dan meyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Salah
satu kewenangan PTUN yang paling penting selama proses pemeriksaan persidangan
berlangsung adalah kewenagan untuk mengeluarkan suatu putusan (Penetapan)

1
Lihat Pasal 1 ayat (3), Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2
Supandi, Hukum Peradilan Tata Usaha Negara (Keputusan Hukum Pejabat Dalam Menaati Putusab
Peradilan Tata Usaha Negara), Pustaka Bangsa Press, Medan 2011, hlm 1.
3
Zairin Haeahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta
2002, hlm 2.
4
SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty
Yogyakarta, hlm 146.
3

sementara atau putusan atas keputusan pemerintah atau keputusan TUN yang sedang
disengketakan.5

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan PTUN ?
2. Mengapa PTUN berada di tengan Keterasingan Publik ?
3. Bagaimana Konteks IDI memandang PTUN sebagai lembaga Peradilan ?
4. Bagaimana PTUN dalam menyelesaikan sengketa Politik ?
5. Apa yang menjadi acuan dan mengapa PTUN menjadi acuan Pilar Demokrasi ?

5
Lintong O. Siahaan, Wewenang PTUN Menunda Berlakunya Keputusan Pemerintah, Perum
Pencetakan Negara RI, Jakarta 2006. Hlm 1.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian PTUN
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah salah satu badan peradilan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman, yang merupakan kekuasaan yang merdeka
berada dibawah Mahkamah Agung dalam rangka menyelanggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Penegakan hukum dan keadilan ini merupakan
bagian dari perlindungan hukum bagi rakyat atas perbuatan hukum publik oleh
jabatan administrarasi negara yang melanggar hukum.
PTUN secara lembaga masuk kedalam kekuasaan Yudikatif yang di
laksanakan Mahkamah Agung beserta peradilan-pradilan lainnya dibawahnya dan
Mahkamah Konstitusi, peradilan tersebut terdiri dari Peradilan Umum, Peradilan
Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer.
Berdasarkan hal tersebut, maka Peradilan Tata Usaha (PTUN) hakikatnya
yaitu dalam rangka memberikan perlindungan (berdasarkan keadilan, kebenaran dan
ketertiban dan kepastian hukum) kepeda rakyat pencari keadilan (justiciabelen) yang
merasa dirinya dirugikan akibat suatu oerbuatan hukum publik oleh pejabat
administrasi negara, melalui pemeriksaan, pemutusan dan penyelesaian sengketa
dalam bidang administrasi negara.
Peradilan Tata Usaha Negara sebagai sub sistem peradilan di Indonesia
berdasarkan Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilaln Tata Usaha
Negara sebagaimana diubah terakhir dalam Undang-undang Nomor 1986, dan
perubahan berikutnya dalam Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
perubahan keduda atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara (UU PERATUN) dalam Pasal 47 mengatur tentang kompetensi
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam sistem peradilan di Indonesia yaitu
bertugas dan berwewenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Negara. Kewenangan Peradilan untuk menerima, memeriksa, memutuskan
menyelesaikan perkara yang di ajukan kepadanya yang dikenal dengan kompetensi
atau kewenangan mengadili.
Badan Peradilan Tata Usaha Negara mempunnyai wewenang menerima,
memeriksa dan mengadiliserta menyelesaikan perkara sengketa-sengketa terkait
dengan tata Usaha Negara (TUN), yakni sengketa-sengketa antara orang atau badan
hukum perdata dengan bedan atau pejabat TUN, dipusat dan daerah sebagai akibat
diterbitkanya keputusan TUN oleh badan pejabat TUN.

B. PTUN di Tengah Keterasingan Publik


Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan salah satu institusi hukum
yang seolah berada di tengah “Keawaman”, PTUN belum banyak dikenal oleh
khalayak sebagai sebuah peradilan. Masyarakat banyak yang belum mengetahui
bahwa PTUN bertugas dan berwewenang mengadili sengketa antara warga kelompok
masyarakat dengan pemerintah akibat adanya keputusan pemerintah yang dianggap
5

melanggar undang-undang atau asas-asas umum pemeritahan yang baik. Masyarakat


umumnya memahami tugas utama pengadilan adalah perkara menadili korupsi,
narkoba, dan kejahatan kemanusian lainnya yang mengancam ketertiban dan
keamanan negara. Sedangkan PTUN belum dikenal secara mendalam sebagai
pengadilan yang menyelesaikan sengketa hukum administrasi antara warga dan
pemerintah.
Data dari Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam
Putusan TUN menujukan sejumlah perkara yang masuk atau diterima oleh PTUN se-
Indonesia pada Tahun 2021 sebanyak 58289 perkara. Jumlah yang cukup kecil jika
dibanding dengan Peradilan Agama yaitu 47992772 perkara, dengan diikuti Peradilan
Umum dibawahnya yaitu sebanyak 695588, dan Peradilan Perdata sebanyak 683959
perkara. Pada Peradilan Tata Usaha Negara dalam penerimaan Perkara yang teratas
ditempati oleh PTUN Jakarta yaitu sebanyak 2951 perkara berbanding jauh dengan
PTUN Pontianak sebanyak 198 perkara dan PTUN Pangkal Pinang sebanyak 71
perkara. Sedangkan Data tahun 2020 menunjukan keseluruhan perkara yang masuk
dari total seluruh PTUN di Indonesia, hanya 8628 perkara. Jumlah yang sedikit
dibanding tahun 2021. Perkara yang mendominasi di PTUN tahun 2021 pada urutan
pertama yaitu perkara pajak sebanyak 21962, urutan kedua diduduki oleh perkara
pertanahan sebanyak 13227, dan yang terakhir yaitu asuransi sebanyak 7 perkara.
Pada data yang tertinggi diduduki oleh Peradilan Agama yaitu tindak perdata
perceraian yang mencapai 3775746 perkara yang masuk pada Peradilan Agama tahun
2021. 6
Terdapat perbandingan yang sangat besar antara keduanya, dimana banyak
faktor yang menyebabkan tingginya angka perkara perceraian dibandingkan perkara
pajak. Sehingga yang mendominasi dan menjadi sorotan publik adalah perkara
perceraian di Peradilan Agama. Akibatnya pandangan masyarakat terhadap PTUN
yang menyebutkan bahwa PTUN sebagai peradilan untuk menguji keputusan
pemerintahan yang dianggap merugikan masyarakat sesungguhnya memiliki peranan
yang sangat penting dalam memberikan perlindungan penyelesaian perkara dalam
bidang administrasi negara. Dalam pengujian sengketa tata usaha negara, terkandung
upaya warga dalam mendapatkan pelayannan pemerintah, upaya-upaya dalam
memperoleh hak-hak hukum dan mendapat perlindungan hukum adalah sebuah proses
yang tidak dapat dipisahkan dalam membangun dan menumbuhkan nilai-nilai
demokrasi.

C. PTUN dalam Konteks Indeks Demokrasi Indonesia (IDI)


Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah indikator komposit yang
menunjukan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat tercapainya
diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek demokrasi yaitu
kebebasan sipil (Civil Liberty), Hak-hak Politik (Political Right) dan Lembaga-

6
Laporan Data Statistik perkara 2021, Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam
Putusan TUN.
6

lembaga Demokrasi (Institution of Democracy). IDI bertujuan untuk mengukur secara


kualitatif tingkat perkembangan demokrasi yang diukur dengan ketiga aspek.7
Demokrasi di Indonesia dimaknai secara prosedural dalam sebuah pegelaran
politik hukum yang bersifat Institusional seperti Pemilu, Pilkada, Otonomi Daerah ,
Regulasi Pers, dan Peradilan Terbuka. Namun demokrasi belum dimaknai secara
subtansif yang memberi pesan-pesan deliberatif. Makna deleberative di sini adalah
adanya kesetaraan dan kebebasan bagi publik untuk ikut memberikan legistimasi
terhadap perumusan kebijakan-kebijakan dan keputusan politik oleh negara.
Deliberative sebagai sebuah terminologi bersal dari bahasa latin yaitu deliberatio yang
artinya menimbang-nimbang, konsultasi atau musyawarah.
Misalnya meskipun Pemilu dan Pilkada digelar secara massif dan bersifat
langsung, namun belum nampak kemandirian rakyat dalam mementukan pilihan
politiknya karena masih bersandar oleh latar belakang pragmastime. Akibatnya dalam
perumusan keputusan politik pasca pemilu dan pilkada, posisi publik tidak lagi
memiliki legitminasi dan power unruk ikut merumuskan kebijakan-kebijakan tersebut.
Namun ditengah riuhnya pangungg Demokrasi terdapat satu poin yang
mengemukakan adalah via a vis warga negara dengan pemerintah yang terbuka,
egaliter dan kritis. Hal tersebut nampak dari beberapa keberatan dan reaksi
masyarakat yang sifatnya menilai atau mengoreksi kebijakan pemerntah melalui jalur
hukum, baik yang sifatnya menguji undang-undang melalui Mahkamah Konstitusi,
menguji keputusan Pejabat Tata Usaha Negara di PTUN, maupun mengajukan
gugatan perdata kepada aparatur pemarintahan melalui Pegadilan Negri. Hukum
dalam arti Undang-Undang yang mengatur irama hubungan antara masyarakat dan
pemerintah. Dalam istilah Natsir, rakyat berhak membetulkan perjalanan Penguasa
bila ia salah, Undang-Undang berdaulat atas kedua pihak. Undang-undang yang
memberi kata putus dalam menentukan mana yang benar dan mana yang salah point
of reference tempat memulangkan persoalan. 8Peradilan Administrasi adalah instansi
yang menguji persengketaan berdasarkan Undang-undang dan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
Dianamika PTUN terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia mendapat
pengakuan oleh Badan Pusat Statistik sebagaimana dirilis dalam Indeks Demokrasi
Indonesia (IDI) tahun 2015. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2015 mencapai angka
72,82 dalam sekala 0 sampai 100, angka ini relatif tinggi dibandingkan dengan angka
IDI pada 2 tahun terakhir yaitu IDI 2020 mencapai 6,30 dan IDI 2021 mencapai
kenaikan yaitu 6,71 dari sekala 0-10 yang diluncurkan oleh The Economist
Intelligence Unit (EIU). Capaian kinerja demokrasi indonesia tersebut masih berada
dalam kategori “sedang”. Klasifikasi tingkat demokrasi dikelompokan menjadi tiga
kategori yakni baik (indeks > 80), sedang (indeks 60-80), dan buruk (indeks < 60).9

7
Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik , No. 73/08/Th. XIX, 3 Agustus 2016.
8
M. Natsir, “Demokrasi di Bawah Hukum” Op. Cit. Hlm. 15.
9
Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik , No. 73/08/Th. XIX, 3 Agustus 2016.
7

D. PTUN dalam “Sengketa Publik”


Dalam konteks kewenangan PTUN yaitu kewenangan dalan menguji
keabsahan Keputusan yang dibuat oleh Pemerintah, maka sifat masalahnya yang
menjadi sorotan utama adalah karena persoalan tersebut berkaitan dengan kebijakan
Pemerintah. Misalnya dalam Pemilu 2004, PTUN Jakarta menguji keabsahan
keputusan KPU yang tidak meloloskan Abdurahman Wahid (Gus Dur) sebagai calon
Presiden karena dianggap tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
PTUN mewakili kekuasaan Yudikatif mendapat kewenangan untuk mengadili.
Semenjak bergulirnya reformasi, eksensi dari PTUN dalam ranah penegakan hukum
publik semangkin diperhitungkan. Pasca Pemilu 2014, terjadi perpecahan amtara
Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat sehingga melahirkan fragmatasi
politik di DPR maupun kancah politik secara umum. Sikap dan eksistensi sebuah
partai politik terhadap pemerintahan ynag berkuasa melahirkan konflik internal
berkepanjangan. Konflik tersebut kemudian berujung melalui mekanisme hukum di
peradilan. PTUN menjadi salah satu unsur penegak hukum yang terbawa dalam
proses penyelesaian konflik partai politik.
Selain persoalan sengketa Partai Politik, pada saat hampir bersamaan di
sebagian besar digelar Pilkada serentak. Panggung politik pilkada tersebut juga tidak
terlepas dari eksistensi kewenangan PTUN. Hal ini disebabkan adanya kewenangan
Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai peradilan tingkat pertama yang menguji
sengketa penetapan pasangan calon pilkada. Sehingga tak ayal terdapat gelaran
Pilkada yang harus tertunda karena menunggu putusan PTUN seperti Pemilihan
Gubernur Kalimantah Tengan.
Terdapat Kasus terbaru dimana seorang Pedagang Angkringan Muhammad
Aslan Gugat Presiden Jokowi ke PTUN, kasus tesebut bermula dari penolakan terkait
kebijakan PPKM dimana ia menilai penerapan PPKM tidak sesuai dengan
Pembatasan kegiatan yang ada di Undang-undang Nomor 6 tahun 2018 Tentang
Karantina Kesehatan, dalam gugatanya tersebut ia menolak kebijakan PPKM yang
dianggap merugikan karena menyebabkan tidak bisa berjualan, pemerintah dinilai
abai akan hak warga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, kebutuhan pangan, dan
kebutuhan sehari-hari selama PPKM berlangsung. Dalam hal tersebut tidak
bersinggungan langsung dengan isu politik tetapi gugatan tersebut mengangkat isu
dengan peristiwa yang terjadi daan menjadi isu global yang dihadapi Dunia.

E. Peradilan sebagai Pilar Demokrasi


Selama ini wacana tentang pilar demokrasi didominasi oleh partai politik,
Pers, Lembaga Pendidikan dan Civil Society. Peradilan baik itu bersifat peradilan
umum maupun peradilan tata usaha negara belum sepenuhnya dimasukan secara
intens dalam diskursus tentang demokrasi apalagi diposisikan sebagai penyangga
utama tegaknya demokrasi sebuah bangsa. Salah satu isu utama dalam demokratisasi
adalah penegakan Hak Asasi Mnausia. Artinya, Peradilan sebagai perangkat berjalan
sistem hukum akan menjadi bagian penting dari proses demokratisasi ketika proses
peradilan mampu menjamin tegaknya hak asasi manusia termasuk di dalamnya
jaminan keberpihakan terhadap masalah lingkungan hidup.
8

Menurut Ignas Kleden bahwa sekalipun tegak hukum tidak dengan sendirinya
memperkuat demokrasi, tetapi perkembangan demokrasi yang matang dapat
memperkuat rule of law, sejauh sistem hukum itu mengakui hak-hak asasi manusia.
Dimasukanya hak-hak asasi dalam sisitem hukum suatu negara akan memberikan
nuansa demokrasi yang kuat kepada penegakan hukum, karena hak-hak adalah
masalah hukum, tetapi sifat asasi hak-hak itu adalah persoalan demokrasi, yang
memberiakan watak universal kepada hak-hak tersebut, sebagai realisasi dan jaminan
bagi martabat manusia. Dengan demikian sebagai sebuah sistem hukum, Peradilan
termasuk PTUN sesungguhnya kompatibel dengan perangkat dan nilai-nilai
demokrasi. 10
Misalnya dalam kasus gugatan pencabutan izin Reklamasi dan izin pencabutan
Izin Usaha Produksi Tambang, PTUN sebenarnya memiliki peran strategis dalam
menjamin hak-hak para nelayan yang terpinggir akibat kebijakan reklamasi. Dalam
upaya mendorong tumbuhnya nilai-nilai demokrasi tidak hanya diperankan oleh
kelompok masyarakat sipil, media massa, mahasiswa dan partai politik namun
peradilan judapat berfumgsi memberikan nilai-nilai substansi demokrasi melalui
putusan atas sebuah sengketa, dalam hal ini sengketa administrasi antara warga dan
pemerintah. Berbeda dengan media massa, partai politik dan LSM yang
mempromosikan nilai-nilai demokrasi di ruang yang senyap, yakni melalui
pertimbangan hukum dalam putusan. Materi putusan hakim ini mengandung nilai-
nilai dan pesan-pesan yang bersifat edukatif bahkan pesan advokatif tentang
demokrasi. Pada level teknis penanaman nilai-nilai demokratis, pilar-pilar atau
institusi demokrasi termasuk PTUN seharusnya berjalan secara sinergis.

10
Ignas Kleden, “Demokrasi, HAM dan Korupsi” Opini Harian Kompas. Edisi 18 November 2013.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
PTUN adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan terhadap sengketa tata usaha negara yang memiliki tugas dan wewenang
untuk memriksa, memutuskan, dan meyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
1. Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan salah satu institusi hukum yang
seolah berada di tengah “Keawaman”, PTUN belum banyak dikenal oleh khalayak
sebagai sebuah peradilan.
2. Masyarakat umumnya memahami tugas utama pengadilan adalah perkara menadili
korupsi, narkoba, dan kejahatan kemanusian lainnya yang mengancam ketertiban
dan keamanan negara. Sedangkan PTUN belum dikenal secara mendalam sebagai
pengadilan yang menyelesaikan sengketa hukum administrasi antara warga dan
pemerintah.
3. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah indikator komposit yang menunjukan
tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat tercapainya diukur
berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek demokrasi yaitu kebebasan
sipil (Civil Liberty), Hak-hak Politik (Political Right) dan Lembaga-lembaga
Demokrasi (Institution of Democracy).
4. Dalam konteks kewenangan PTUN yaitu kewenangan dalan menguji keabsahan
Keputusan yang dibuat oleh Pemerintah, maka sifat masalahnya yang menjadi
sorotan utama adalah karena persoalan tersebut berkaitan dengan kebijakan
Pemerintah.
5. Peradilan baik itu bersifat peradilan umum maupun peradilan tata usaha negara
belum sepenuhnya dimasukan secara intens dalam diskursus tentang demokrasi
apalagi diposisikan sebagai penyangga utama tegaknya demokrasi sebuah bangsa.

B. Saran
Saran yang dapat pemakalah sampaikan bagi pembaca adalah lebih teliti lagi
dalam memahami tentang setiap rincian penjelasan yang ada, terdapat data terbaru
yang diambil dalam hal melengkapi sekaligus memudahkan pembaca dikarenakan
materi yang ada sedikit memberikan kesan yang berat karena mengangkat masalah-
masalah yang ada. Dan juga Terimakasih kepada Bapak Dr. H, Karman, M., Si., MH
selaku pengampu mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara yang
memberikan kesempatan kepada saya atas materi ini. Sekiranya banyak kesalahan
atau ketidak lengkapan pembahasan mohon untuk dimaafkan, silahkan tinggalkan
saran dan kritik kalian. Terima kasih Wassalamuikum wr.wb

9
DAFTAR PUSTAKA

Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik , No. 73/08/Th. XIX, 3 Agustus 2016.

Ignas Kleden, “Demokrasi, HAM dan Korupsi” Opini Harian Kompas. Edisi 18 November
2013.
Laporan Data Statistik perkara 2021, Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia dalam Putusan TUN.
Lintong O. Siahaan, Wewenang PTUN Menunda Berlakunya Keputusan Pemerintah, Perum
Pencetakan Negara RI, Jakarta 2006.
SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty
Yogyakarta.
Supandi, Hukum Peradilan Tata Usaha Negara (Keputusan Hukum Pejabat Dalam Menaati
Putusan Peradilan Tata Usaha Negara), Pustaka Bangsa Press, Medan 2011.
Zairin Haeahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Revisi, Rajawali Pers,
Jakarta 2002.

10

Anda mungkin juga menyukai