Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PASIEN PENYAKIT TEMINAL DAN MENJELANG AJAL,


KEHILANGAN, KEMATIAN DAN BERDUKA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia

Dosen Mata Kuliah:

Bapak Usman Sasyari, M.Kep

Disusun Oleh:

1. Gina Nurmalina (C211420101022)


2. Nabila Bintang Rahmadanti (C2114201054)
3. Noni Uswa Kuswaya (C2114201063)
4. Nenti Sugiartini (C2114201082)
5. Rara Maharani (C2114201092)
6. Delfi Seftyani (C2114201097)
7. Dhea Nurdiansyah Ishak (C2114201107)
8. Miftah Fauzi (C1714201081)

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah AWT. Yang mana atas berkat, rahmat, dan
karunia-Nya penulis dapat Menyusun makalah yang berjudul “PASIEN KEHILANGAN,
KEMATIAN, BERDUKA, PENYAKIT TEMINAL DAN MENJELANG AJAL” untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak terlepas dari hambatan yang penulis hadapi, namun
penulis menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat dorongan,
bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala – kendala yang penulis hadapi dapat
teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Usman Sasyari, M.Kep, selaku dosen mata kuliah Pemenuhan Kebutuhan
Dasar Manusia.
2. Orang tua yang senantiasa mendukung terselesainya makalah ini
3. Rekan kelompok yang telah bekerjasama dalam penyusunan makalah ini

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan,
mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itu kritik dan
saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penyusun makalah yang akan datang.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................1

C. Tujuan............................................................................................................................2

BAB II.......................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.......................................................................................................................3

A. Pengertian......................................................................................................................3

B. Teori Kualitias Hidup dan Proses Berduka dan Kehilangan...................................3

C. Tanda Dan Gejala Penyakit Terminal dan Kehilangan............................................7

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehilangan atau Berduka.............................8

E. Kriteria Penyakit Terminal..........................................................................................9

F. Tipe Dan Jenis Penyakit Terminal dan Menjelang Ajal, Kehilangan...................10

G. Fase Atau Tahapan Pada Penyakit Terminal dan Kehilangan...........................12

H. Asuhan Keperawatan..............................................................................................14

BAB III....................................................................................................................................25

PENUTUP...............................................................................................................................25

A. Kesimpulan..................................................................................................................25

B. Saran.............................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................27
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama
perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang
konfrehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia
mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat bertindak sebagai
fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin
sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat.
Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang
didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan.
Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan
menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima
kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut.
Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami
kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan
sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan
keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami
kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami
kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurgaperawat berakhir karena perpindahan,
pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman
pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya
selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Penyakit Terminal dan Menjelang Ajal, Kehilangan Dan Berduka ?
2. Bagaimana Teori Kualitias Hidup dan Proses Berduka dan Kehilangan ?
3. Bagaimana Tanda Dan Gejala Penyakit Terminal dan Kehilangan?
4. Bagaimana Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehilangan atau Berduka ?
5. Baagaimana Kriteria Penyakit Terminal?
6. Bagaimana Tipe Dan Jenis Penyakit Terminal dan Menjelang Ajal, Kehilangan ?
7. Bagaimana Fase Atau Tahapan Pada Penyakit Terminal dan Kehilangan ?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Menjelang Ajal dan Kehilangan
atau Berduka ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dari Penyakit Terminal dan Menjelang Ajal,
Kehilangan Dan Berduka
2. Untuk Mengetahui Teori Kualitas Hidup dan Proses Berduka dan Kehilangan
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Tanda Dan Gejala Penyakit Terminal dan Kehilangan
4. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehilangan atau Berduka
5. Untuk Mengetahui Kriteria Penyakit Terminal
6. Untuk Mengetahui Apa Saja Tipe Dan Jenis Penyakit Terminal dan Kehilangan
7. Untuk Mengetahui Bagaimana Fase Atau Tahapan Pada Penyakit Terminal dan
Kehilangan
8. Untuk Mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Menjelang
Ajal dan Kehilangan atau Berduka
9. Untuk Mengetahui Bagaimana Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada
Pasien dengan Kehilangan
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Keadaan Terminal Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak
tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan
oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.
Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju kearah
kematian contohnya seperti penyakit jantung , dan kanker atau penyakit terminal ini
dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis ,tidak ada lagi obat-obatan ,tim medis sudah
give up (menyerah) dan seperti yang dikatakan di atas tadi penyakit terminal ini
mengarah kearah kematian (White,2002).
Kehilangan adalah suatu keadaan individu mengalami kehilangan sesuatu yang
sebelumnya ada dan dimiliki. Kehilangan merupakan sesuatu yang sulit dihindari (Stuart,
2005), seperti kehilangan harta, kesehatan, orang yang dicintai, dan kesempatan.
Berduka adalah reaksi terhadap kehilangan, yaitu respons emosional normal dan
merupakan suatu proses untuk memecahkan masalah. Seorang individu harus diberikan
kesempatan untuk menemukan koping yang efektif dalam melalui proses berduka,
sehingga mampu menerima kenyataan kehilangan yang menyebabkan berduka dan
merupakan bagian dari proses kehidupan.
Berduka (grieving) Merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Berduka
diwujudkan dengan cara yang unuik pada masng-masing orang dan didasarkan
pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya.
Berkabung adalah periode penerimaan terhadap kehilangan dan berduka. Berkabung
terjadi dalam masa kehilangan dan sering dipengaruhi oleh budaya atau kebiasaan.

B. Teori Kualitias Hidup dan Proses Berduka dan Kehilangan


1. Teori Kualitas Hidup
Menurut WHO, kualitas hidup merupakan persepsi atau sudut pandang individu
terhadap kehidupannya sesuai dengan nilai dan budaya di lingkungan tinggal, serta
membandingkan kehidupan yang dijalaninya dengan harapan, standard, dan
tujuannya tentang hidup itu sendiri (Endarti, 2015).
Kriteria instrument kualitas hidup yaitu:
a. Akseptabilitas
Akseptabilitas berarti instrumen yang digunakan harus bisa diterima oleh
individu sesuai dengan kondisi yang ditentukan untuk menggunakan instrumen
tersebut. Akseptabilitas juga diterapkan pada lintas budaya, artinya instrumen
harus mudah dipahami oleh responden sesuai dengan bahasa yang umum
digunakan.
b. Beban
Kriteria ini mengarah pada tingkat kesulitan yang dialami target saat mengisi
kuesioner. Semakin minimal beban kesulitan yang dirasakan responden, maka
semakin baik pula instrumen tersebut.
c. Reliabilitas
Adalah tingkat kebebasan instrumen dari adanya random error. Random error
ini terjadi karena kurang ketelitian, kelelahan, atau ketidak akuratan sehingga
instrument tidak menggambarkan nilai yang sebenarnya.
d. Validitas
Merupakan kemampuan instrumen dalam mengukur variabel yang
seharusnya diukur. Jenis variabel yang diukur yaitu validitas konten, kriteria,
dan validitas konstruk.
e. Responsive
Adalah kemampuan alat untuk memprediksi aadanya perubahan yang bisa
terjadi sepanjang waktu.
f. Kebermanfaatan
Kriteria ini mengarah pada ada atau tidaknya kemampuan instrumen untuk
memberikan pengaruh bagi individu dalam sebuah keputusan, pun di dalamnya
termasuk pengaturan individu, formulasi kebijakan klinis, dan alokasi sumber
daya.
g. Kemampuan diinterprestasikan
Merupakan pemahaman skor yang dihasilkan oleh instrumen tersebut untuk
menilai apa yang ingin dinilai, dan hal ini dipengaruhi oleh akumulasi
pengalaman serta bukti empiris (Endarti, 2015).
2. Teori Proses Berduka
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,
mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati. Berikut merupakan teori proses berduka :
a. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
1) Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri,
duduk malas, atau pergi tanpa tujuan.Reaksi secara fisik termasuk pingsan,
diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan
kelelahan.
2) Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin
mengalami putus asa.Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
3) Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian
yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan
seseorang.
4) Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap
almarhum.Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
5) Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari.Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat
menerima kondisinya.Kesadaran baru telah berkembang.
b. Teori Kubler – Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi
pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
1) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak
untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.Pernyataan seperti “Tidak,
tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum
dilontarkan klien.
2) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih”
pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan.
Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan
marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan
merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
3) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau
jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari
pendapat orang lain.
4) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut.Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya
melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
5) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut.Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
c. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai
lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan.Durasi kesedihan
bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu
sendiri.Reaksi yang terus menerus 7 dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12
bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
d. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
1) Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
2) Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling
dalam dan dirasakan paling akut.
3) Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien
belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

C. Tanda Dan Gejala Penyakit Terminal dan Kehilangan


1. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian.
a. Kehilangan Tonus Otot, ditandai :
1) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
2) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
3) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah,
perut kembung, obstipasi dan sebagainya.
4) Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
5) Gerakan tubuh yang terbatas.
b. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai :
1) Kemunduran dalam sensasi.
2) Cyanosis pada daerah ekstermitas.
3) Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
c. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital :
1) Nadi lambat dan lemah.
2) Tekanan darah turun.
3) Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
d. Gangguan Sensoria : Penglihatan kabur.
e. Gangguan penciuman dan perabaan.
2. Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tanda dan gejala yang sering
terlihat pada individu yang sedang berduka. Buglass (2010) menyatakan bahwa
tanda dan gejala berduka melibatkan empat jenis reaksi, meliputi:
a. Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan, rasa bersalah, kecemasan,
menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa, kerinduan.
b. Reaksi fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara dan cahaya,
mulut kering, kelemahan.
c. Reaksi kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah lupa,
tidaksabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, ketidaktegasan.
d. Reaksi perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, penarikan
sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehilangan atau Berduka


Faktor predisposisi yang mempengaruhi reaksi kehilangan adalah genetik,
kesehatan fisik, kesehatan jiwa, pengalaman masa lalu (Suliswati, 2005)
1. Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi biasanya sulit mengembangkan sikap optimistik dalam menghadapi
suatu permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
2. Kesehatan fisik
Individu dengan keadaan fisik sehat, cara hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang sedang mengalami gangguan fisik.
3. Kesehatan jiwa/mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama mempunyai riwayat depresi,
yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya, pesimistik, selalu dibayangi oleh masa
depan yang suram, biasanya sangat peka terhadap situasi kehilangan.
4. Pengalaman kehilangan di masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang bermakna di masa kanak-kanak
akan mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi kehilangan di masa
dewasa. Banyak situasi yang dapat menimbulkan kehilangan dan dapat
menimbulkan respon berduka pada diri seseorang (Carpenito, 2006). Situasi yang
paling sering ditemui adalah sebagai berikut:
a. Patofisiologis
Berhubungan dengan kehilangan fungsi atau kemandirian yang bersifat
sekunder akibat kehilangan fungsi neurologis, kardiovaskuler, sensori,
muskuloskeletal, digestif, pernapasan, ginjal dan trauma.
b. Terkait pengobatan
Berhubungan dengan peristiwa kehilangan akibat dialisis dalam jangka
waktu yang lama dan prosedur pembedahan (mastektomi, kolostomi,
histerektomi).
5. Situasional (Personal, Lingkungan)
Berhubungan dengan efek negatif serta peristiwa kehilangan sekunder akibat
nyeri kronis, penyakit terminal, dan kematian; berhubungan dengan kehilangan gaya
hidup akibat melahirkan, perkawinan, perpisahan, anak meninggalkan rumah, dan
perceraian; dan berhubungan dengan kehilangan normalitas sekunder akibat keadaan
cacat, bekas luka, dan penyakit.
6. Maturasional
Berhubungan dengan perubahan akibat penuaan seperti temanteman, pekerjaan,
fungsi, dan rumah dan berhubungan dengan kehilangan harapan dan impian. Rasa
berduka yang muncul pada setiap individu dipengaruhi oleh bagaimana cara individu
merespon terhadap terjadinya peristiwa kehilangan. Miller (1999 dalam Carpenito,
2006) menyatakan bahwa dalam menghadapi kehilangan individu dipengaruhi oleh
dukungan sosial (Support System), keyakinan religius yang kuat, kesehatan mental
yang baik, dan banyaknya sumber yang tersedia terkait disfungsi fisik atau
psikososial yang dialami.

E. Kriteria Penyakit Terminal


1. Penyakit tidak dapat disembuhkan, yaitu golongan penyakit apapun yang sudah
tidak memungkinkan secara medis untuk sembuh karena sudah dalam stadium
lanjut.
2. Stase akhir kehidupan dan penyakit mengarah pada kematian, sehubungan dengan
upaya medis sudah tidak bisa menolong lagi.
3. Diagnosa medis sudah jelas. Penegakan diagnosa dengan golden standar dengan
menetapkan ukuran yang akurat.
4. Tidak ada obat untuk menyembuhkan, secara medis seringkali obat yang masuk
menjdai tidak mempunyai efek terpeutik.
5. Prognosis jelek, kemungkinan sembuh sangat kecil yang artinya kemungkinan
terjadi kematian sangat besar.
6. Bersifat progresif yaitu peningkatan menjadi parah sangat cepat dan tidak ada
kemajuan untuk bisa sembuh kembali.
7. Tubuh sudah tidak cukup menerima efek obat.

F. Tipe Dan Jenis Penyakit Terminal dan Menjelang Ajal, Kehilangan


 Penyakit Terminal
1. Jenis penyakit terminal:
a. Kanker yang sudah masuk ke staging lanjut.
b. Penyakit degeneratif, sering terjadi pada lansia.
c. Penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis,
d. Parkinson
e. Stroke,
f. Penyakit Genetika
g. Gagal Jantung
h. Penyakit infeksi HIV/AIDS yang sudah memberi dampak komplikasi
keseluruh tubuh
2. Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian. Ada 4 type dari perjalanan proses
kematian, yaitu :
a. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan
yang cepat dari fase akut ke kronik.
b. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi
pada kondisi penyakit yang kronik.
c. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya
terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
d. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu, terjadi pada pasien
dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.
 Kehilangan Berduka
1. Jenis Kehilangan
Potter dan Perry (2005) menyatakan kehilangan dapat dikelompokkan dalam
5 kategori:
a. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah
menjadi usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam.
b. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang
telah di kenal mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal
selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen.
c. Kehilangan orang terdekat
d. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi
fisiologis, atau psikologis.
e. Kehilangan hidup
Maslow (1954 dalam Videback, 2008) tindakan manusia dimotivasi
oleh hierarki kebutuhan, yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis,
(makanan, udara, air, dan tidur), kemudian kebutuhan keselamatan (tempat
yang aman untuk tinggal dan bekerja), kemudian kebutuhan keamanan dan
memiliki. Contoh kehilangan yang relevan dengan kebutuhan spesifik
manusia yang diindentifikasi dalam hierarki Maslow antara lain:
1) Kehilangan fisiologis: kehilangan pertukaran udara yang adekuat,
kehilangan fungsi pankreas yang adekuat, kehilangan suatu
ekstremitas, dan gejala atau kondisi somatik lain yang menandakan
kehilangan fisiologis.
2) Kehilangan keselamatan: kehilangan lingkungan yang aman, seperti
kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan publik, dapat menjadi
titik awal proses duka cita yang panjang misalnya, sindrom stres pasca
trauma.
3) Kehilangan keamanan dan rasa memiliki: kehilangan terjadi ketika
hubungan berubah akibat kelahiran, perkawinan, perceraian, sakit, dan
kematian.
4) Kehilangan harga diri: kebutuhan harga diri terancam atau dianggap
sebagai kehilangan setiap kali terjadi perubahan cara menghargai
individu dalam pekerjaan dan perubahan hubungan.
5) Kehilangan aktualisasi diri: Tujuan pribadi dan potensi individu dapat
terancam atau hilang seketika krisis internal atau eksternal
menghambat upaya pencapaian tujuan dan potensi tersebut. Perubahan
tujuan atau arah akan menimbulkan periode duka cita yang pasti ketika
individu berhenti berpikir kreatif untuk memperoleh arah dan gagasan
baru.
2. Jenis Berduka
a. Berduka normal, perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal.
b. Berduka antisipatif, proses melepaskan diri yang muncul sebelum
kehilangan sesungguhnya terjadi.
c. Berduka yang rumit, seseorang sulit maju ke tahap berikutnya.
Berkabung tidak kunjung berakhir.
d. Berduka tertutup, kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui
secara terbuka.

G. Fase Atau Tahapan Pada Penyakit Terminal dan Kehilangan


 Tahap-tahap Menjelang Ajal.
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap
menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu :
1. Menolak (Denial)
Pada tahap ini klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi
dan menunjukkan reaksi menolak.
2. Marah (Anger)
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan
segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.
3. Menawar (Bargaining)
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
4. Kemurungan (Depresi)
Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan mungkin
banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang
disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Menerima atau Pasrah (Acceptance)
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga
tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase
ini sangat membantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau
rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin
bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat.
 Fase dan tahap kehilangan berduka
1. Fase kehilangan dan berduka
a. Fase akut
Berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian, yang terdiri
atas tiga proses, yaitu :
1) Syok dan tidak percaya
Respons awal berupa penyangkalan, secara emosional tidak dapat
menerima pedihnya kehilangan.
2) Perkembangan kesadaran
Gejala yang muncul adalah kemarahan dengan menyalahkan orang
lain, perasaan bersalah dengan menyalahkan diri sendiri melalui
berbagai cara, dan menangis untuk menurunkan tekanan dalam
perasaan yang dalam.
3) Restitusi
Merupakan proses yang formal dan ritual bersama teman dan
keluarga membantu menurunkan sisa perasaan tidak menerima
kenyataan kehilangan.
b. Fase jangka Panjang
Fase ini berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama.
Reaksi berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang
tersembunyi dan termanifestasi dalam berbagai gejala fisik.
2. Menurut Schulz (1978), proses berduka meliputi tiga tahapan, yaitu fase awal,
pertengahan, dan pemulihan.
a. Fase awal
Pada fase awal seseoarang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin, tidak
percaya, perasaan dingin, perasaan kebal, dan bingung. Perasan tersebut
berlangsung selama beberapa hari, kemudian individu kembali pada
perasaan berduka berlebihan. Selanjutnya, individu merasakan konflik dan
mengekspresikannya dengan menangis dan ketakutan. Fase ini akan
berlangsung selama beberapa minggu.
b. Fase Pertengahan
Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan adanya
perilaku obsesif. Sebuah perilaku yang yang terus mengulangulang
peristiwa kehilangan yang terjadi.
c. Fase pemulihan
Pada fase ini individu sudah mulai berpartisipasi kembali dalam
kegiatan sosial.

H. Asuhan Keperawatan
 Penyakit terminal
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Klien
1) Riwayat kesehatan sekarang, riwayat ini berisikan mengenai penyakit
yang sedang diderita klien saat ini.
2) Riwayat kesehatan dahulu, yaitu berisikan mengenai keadaan pasien
di masa lalu, apakah sudah pernah opname di rumah sakit untuk
penyakit yang sama.
3) Riwayat kesehatan keluarga pasien, riwayat ini berisikan data apakah
anggota keluarga sudah pernah menderita penyakit yang sama dengan
yang klien alami saat ini.
b. Beberapa perubahan fisik yang mungkin terjadi saat menjelang kematian
1) pasien cenderung kurang respon terhadap keadaan
2) Melambatnya fungsi tubuh
3) pasien mulai tidak sengaja berkemih atau defekasi
4) Jatuhnya rahang pasien
5) Pernafasan pasien mulai terdengar dangkal, dan tidak teratur
6) Peredaran darah mulai terasa perlambatannya, dan teraba dingin pada
bagian ekstermitas, nadi semakin lemah namun epat.
7) pernafasan mulai tidak teratur dan terdengar dangkal
8) Warna pucat pada kulit
9) mata membelalak serta mulai tidak menunjukkan respon terhadap
rangsangan cahaya.
c. Strause et all dalam Milia dan Wijayanti (2018), mengkategorikan
kesadaran pasien terminal dalam 3 kategori:
1) Closed Awareness/Tidak Mengerti.
Dalam keadaan ini, dokter tidak menyampaikan prohnose dan
diagnose pada keluarga atau klien. Pada keadaan ini Perawat akan
kesulitan karena perawat berkontak langsung dengan pasien dan lebih
dekat dari pada dokte. Perawat kerap disodorkan berbagai pertanyaan
seperti kapan pasien akan sembuh, atau kapan bisa pulang, dsb.
2) Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi.
Dalam keadaan ini, bisa dikatakan klien diberikan kesempatan agar
bisa membuat keputusan tentang semua hal yang sifatnya pribadi
meskipun itu menjadi hal yang berat baginya.
3) Open Awareness/Sadar akan keadaan dan terbuka.
Dalam tahap ini, pasien dan orang di sekitarnya sudah tahu bahwa
ajala sudah menjelang bagi pasien, dan mereka berusaha untuk
menerima serta mendiskusikannya walaupun tetap merasa getir (Milia &
Wijayanti, 2018).
d. Faktor-faktor yang perlu dikaji
1) Kebersihan Diri
2) Rasa nyeri
3) Jalan nafas
4) Aktifitas
5) Nutrisi
6) Eliminasi
7) Perubahan sensori
8) Kebutuhan social
Beberapa hal yang bisa dilakukan perawaat yaitu:
i. Menanyakan pada pasien atau keluarga siapa saja yang ingin
dihadirkan untuk bertemu dengan pasien, dan hal ini bisa
didiskusikan bersama keluarga, missal : teman terdekat, anggota
keluarga lain, sanak kerabat.
ii. Berupaya menggali perasaan yang dirasakan klien sehubungan
dengan sakitnya saat ini hingga perlu dilakukan diisolasi.
iii. Menyarankan saudara dan teman klien untuk lebih sering
mengunjungi serta mengajak orang lain untuk menjenguk.
9) Kebutuhan Spiritual
i. Bertanya kepada klien mengenai harapan hidupnya serta
rencana yang dimiliki klien selanjutnya menjelang kematiannya.
ii. Bertanya kepada klien apakah dirinya ingin didatangkan
pemuka agama untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya.
iii. Mendukung, mendorong, dan klien untuk memenuhi kebutuhan
spiritual sebatas kemampuannya.
2. Diagnosa keperawatan
a. Ansietas (ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan
dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat
diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.
b. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang
dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari
orang lain.
c. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan
keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan
stres ( tempat perawatan ).
d. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari
system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri
dalam menghadapi ancaman kematian.
3. Intervensi
Diagnosa I :
a. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
1) Berikan kepastian dan kenyamanan.
2) Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan
menghindari pertanyaan.
3) Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan
yang berhubungan dengan pengobtannya.
4) Identifikasi dan dukung mekanisme koping efektif Klien yang cemas
mempunbyai penyempitan lapang persepsi denagn penurunan
kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung untuk memperburuk
masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang,
emosional dan nyeri fisik.
b. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya rendah
atau sedang Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat
dan dapat dihilangkan denga memberikan informasi akurat. Klien dengan
ansietas berat atauparah tidak menyerap pelajaran.
c. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan
mereka.Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan
memberiakan kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
d. Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif.
Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping
positif yang akan datang.
Diagnosa II :
a. Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan
perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi
dari kehilangan.Jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan
sehat Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan
bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan
perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon
berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan
anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon mereka
terhdap situasi tersebut.
b. Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang
memberikan keberhasilan pada masa lalu. Stategi koping positif membantu
penerimaan dan pemecahan masalah.
c. Berikan dorongan pada klien untuk mengekspresikan atribut diri yang
positif. Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan
diri dan penerimaan kematian yang terjadi.
d. Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab
semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses berkabung adaptif
tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima.
e. Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan
ketidak nyamanan dan dukungan Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit
terminal paling menghargai tindakan keperawatan berikut :
1) Membantu berdandan.
2) Mendukung fungsi kemandirian.
3) Memberikan obat nyeri saat diperlukandan.
4) Meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 )
Diagnosa III :
a. Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan
pengertian yang empati. Kontak yang sering dan mengkomuikasikan sikap
perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan dan
meningkatkan pembelajaran.
b. Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan
perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan
perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian
merencanakan intervensi untuk mengatasinya.
c. Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU. Informasi ini dapat membantu
mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
d. Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan post operasi yang dipikirkan
dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan klien.
e. Anjurkan keluarga untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam
tindakan perawatan. Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat
meningkatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
f. Anjurkan pasien dan keluarga untuk konsul dengan dokter atau berikan
rujukan kesumber komunitas dan sumber lainnya. Keluarga dengan
masalah-masalah seperti kebutuhan financial , koping yang tidak berhasil
atau konflik yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan
untuk membantu mempertahankankan fungsi keluarga.
Diagnosa IV:
a. Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual
keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesempatan
pada klien untuk melakukannya Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi
pada do’a atau praktek spiritual lainnya , praktek ini dapat memberikan arti
dan tujuan dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
b. Ekspesikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan
dan praktik religius atau spiritual klien menunjukkan sikap tak menilai
dapat membantu mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan
keyakinan dan prakteknya.
c. Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien
dapat dilaksanakan. Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang
memudahkan refresi dan perenungan.
d. Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo’a bersama klien lainnya atau
membaca buku ke agamaan. Perawat meskipun yang tidak menganut agama
atau keyakinan yang sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi
kebutuhan spritualnya.
e. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah
sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel
dan injil RS ) Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan
spiritual dan mempraktikkan ritual yang penting ( Carson 1989 ).
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana Tindakan yang sudah disusun.
Diagnosa I:
a. Membantu klien untuk mengurangi ansietasnya
b. Mengkaji tingkat ansietas klien
c. Mendorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan
mereka.
d. Memberikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif.
Diagnosa II :
a. Memberikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan
perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi
dari kehilangan.
b. Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang
memberikan keberhasilan pada masa lalu.
c. Berikan dorongan pada klien untuk mengekspresikan atribut diri yang
positif.
d. Membantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi,
menjawab semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka.
e. Meningkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian. Dengan Cara:
 Membantu berdandan.
 Mendukung fungsi kemandirian.
 Memberikan obat nyeri saat diperlukandan.
 Meningkatkan kenyamanan fisik
DIAGNOSA III:
a. Meluangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan
tunjukkan pengertian yang empati.
b. Mengizinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan
perasaan, ketakutan dan kekawatiran.
c. Menjelaskan lingkungan dan peralatan ICU.
d. Menjelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan post operasi dan
memberikan informasi spesifik tentang kemajuan klien.
e. menganjurkan keluarga untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam
tindakan perawatan.
f. Menganjurkan pasien dan keluarga untuk konsul dengan dokter atau
memberikan rujukan kesumber komunitas dan sumber lainnya.
DIAGNOSA IV:
a. Memberikan kesempatan pada klien untuk melakukan ibadah
b. Mengekspesikan pengertian dan penerimaan pentingnya keyakinan dan
praktik religius atau spiritual.
c. Memberikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual klien.
d. Menawarkan untuk berdo’a bersama klien lainnya atau membaca buku ke
agamaan.
e. Menawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan
rumah sakit untuk mengatur kunjungan.
5. Evaluasi :
a. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada perawat.
b. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan.
c. Klien selalu ingat kepada Tuhan yang maha Esa dan selalu bertawakkal.
d. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Tuhan yang maha Esa akan
kembali kepadanya.
 Asuhan Keperawatan pasien Kehilangan dan berduka
1. Pengkajian Data yang dapat dikumpulkan adalah:
a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan
koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
3. Rencana Tindakan Asuhan Keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis
1) Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2) Tujuan Khusus :
i. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
ii. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
iii. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
iv. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan
terbuka.
v. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan
komunikasi dengan orang lain.
3) Intervensi
i. Bina hubungan saling percaya dengan klien. Rasa percaya
merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam
mengatasi perasaannya.
ii. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan
perasaannya. Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
iii. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah. Dengan mengetahui
penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya.
iv. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak
menghakimi. Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap
perawatan klien, tetapi tidak terlibat secara emosi.
v. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif
dari dirinya. Meningkatkan harga diri.
vi. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan
aktivitasnya. Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
vii. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang mengikut sertakan klien
dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri
klien.
b. Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping
individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
1) Tujuan :
i. Klien merasa harga dirinya naik.
ii. Klien mengunakan koping yang adaptif.
iii. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
2) Intervensi
i. Merespon kesadaran diri dengan cara :
 Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
 Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang
dimilikinya.
 Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan
terapeutik perawat – klien.
ii. Menyelidiki diri dengan cara :
 Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
 Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan
hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan.
 Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan
untuk berubah ada pada klien.
Klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam
penerimaan terhadap dirinya sendiri.
iii. Mengevaluasi diri dengan cara :
 Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
 Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif
terhadap masalahnya.
Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian
masalah secara konstruktif.
iv. Membuat perencanaan yang realistik.
 Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan
masalah.
 Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi
permasalahannya dengan cara menentukan perencanaan yang
realistik.
v. Bertanggung jawab dalam bertindak.
 Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting
untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan
respon koping yang adaptif.
Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses
penyelesaian masalah klien.
vi. Mengobservasi tingkat depresi.
 Mengamati perilaku klien.
 Bersama klien membahas perasaannya.
Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan
selanjutnya disusun dengan tepat.
vii. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
 Menghargai perasaan klien.
 Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan
terhadap kenyataan.
 Memberikan kesempatan untuk menangis dan
mengungkapkan perasaannya.
 Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan
bersalahnya terhadap orang yang hilang.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas
1) Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
2) Tujuan khusus :
i. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
ii. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
iii. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
iv. Klien dapat merawat kukunya sendiri.
3) Intervensi :
i. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan. Sosialisasi
bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.
ii. Menganjurkan klien untuk mandi.Pengertian yang baik dapat
membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat melakukan
sendiri.
iii. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju. Diharapkan klien
mandiri.
iv. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri.
Diharapkan klien mandiri.
v. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi. Diharapkan klien
mandiri. Terapi kelompok membantu klien agar dapat
bersosialisasi dengan klien yang lain.
4. Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan
dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan
menyediakan sarana untuk membuat sesuatu dan memberikan hasil yang
bersifat praktis terhadap sesama.
5. Evaluasi
a. Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses
berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap
tahap.
b. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka
dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga
konsep kehilangan secara jujur.
c. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-
perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan
mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit atau sakit
yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses
kematian.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi.
Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada
kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau
tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang
dicintai.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan
atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5
katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan
lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada
diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat
terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang
dan damai.
2. Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.
3. Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien
menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk
mempertahankan kualitas hidup pasien.
4. Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk
meraih kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang
ajal dan melakukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus
dirawat dengan respek dan perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan keluarga
dan orang terdekat klien harus dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang
perawatan diperlukan.
5. Setiap orang harus dapat menerima suatu kehilangan terhadap seseorang atau suatu
benda dan selalu mensyukuri suatu kehilangan atau berduka . Peran perawat adalah
untuk mendapatkan gambarang tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh
berduka terhadap perilaku serta memberikan dukungan dalam bentuk empati.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/105978251/Askep-Pada-Klien-Terminal-Dan-Menjelang-Ajal

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://id.scribd.com/document/
400626872/Makalah-Kehilangan-Dan-
Berduka&ved=2ahUKEwjpwZzErov0AhVEyDgGHcNfALsQFnoECAoQAQ&usg=AOvVa
w01yCA1Dih5JZjdcpl_lQU4

Askep Terminal plus Cover.pdf (poltekkesjogja.ac.id)

https://id.scribd.com/presentation/443742367/PPT-PATOFISIOLOGI-PENYAKIT-
TERMINAL

Implementasi Adalah - Pengertian, Tujuan, Contoh, Sinonim Teori (dosenpendidikan.co.id)

A.

27

Anda mungkin juga menyukai