Anda di halaman 1dari 13

BAB VI

DAYA SAING PARIWISATA

Pariwisata semakin penting bagi masyarakat di seluruh dunia, kebutuhan

untuk mengembangkan pariwisata secara berkelanjutan juga menjadi perhatian

utama. Industri pariwisata kini menadi penyumbang Gross Domestic Product

(GDP) suatu negara dan bagi daerah industri ini sebagai penyokong dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Industri ini mampu memberikan kontribusi lebih

dari 10% dari PAD. Hal inilah yang meyebabkan daerah berlomba-lomba untuk

memperkenalkan potensi pariwisata yang dimilikinya sehingga dapat menarik

kunjungan wisata (turis) baik lokal maupun manca negara.

Berdasarkan data dari World Trade Organization (WTO tahun 2004),

kedatangan turis lokal dan mancanegara memberi sumbangan pada GDP lebih

dari 15% dan angka ini lebih besar lagi pada negara-negara yang mencanangkan

negara kunjungan wisata seperti negara Malaysia dengan slogan “Malaysia–Truly

of Asia”. Berdasarkan Laporan Kajian Fasa Pertama Rancangan Malaysia

Kelapan (tahun 2003), pendapatan yang diperoleh oleh negara ini dari kunjungan

turis mencapai lebih dari US$476 billion dan memberi kontribusi pada Keluaran

Dalam Negara Kasar (KDNK) sebesar 18.7%. Pada tahun 2000 Indonesia pernah

mencanangkan Visit Indonesian Year yang menjadikan pariwisata sebagai tulang

punggung perekonomian negara dan pada saat itu, sektor pariwisata dapat

memberi sumbangan sebesar 19.84% terhadap GDP negara tahun 2001 (Biro

Pusat Statistik 2002).

Bagi Prov. Sulawesi Tenggara, industri pariwisata merupakan salah satu sektor

jasa yang sangat penting untuk dikembangkan.


Saat ini sektor pariwisata juga menjadi perhatian pemerintah untuk

dikembangkan. Sektor pariwisata merupakan pencipta lapangan kerja karena lebih

dari 100 juta orang per tahun melakukan perjalanan baik untuk bisnis maupun

wisata. Industri pariwisata juga memberikan pendapatan bagi pemerintah melalui

pajak akomodasi dan rumah makan, pajak bandara, pajak penjualan, pajak

penghasilan dan pajakpajak lainnya. Disamping itu, industri pariwisata juga

mendorong investasi pada infrastruktur di daerah kunjungan wisata seperti

penyempurnaan bandara, jalan, sistem drainase, pemeliharaan museum,

monumen, kawasan wisata dan berkembangnya pusat-pusat perbelanjaan.

Kemampuan usaha suatu daerah dalam mengatasi berbagai lingkungan

yang dihadapi. Daya saing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu daerah dan

sangat bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang dimilikinya atau biasa

kita sebut keunggulan kompetitif. Dalam mengukur variabel daya saing ini dapat

dilakukan dengan adanya 8 indikator penentu dayasaing, diantaranya: Human

Tourism Indicator (HTI), Price Competitiveness Indicator (PCI), Infrastructure

Development Indicator (IDI), Environment Indicator(EI), Technology

Advancement Indicator(TAI), Human Resources Indicator (HRI),Openess

Indicator (OI) dan Social Development Indicator (SDI).

Desain penelitian ini adalah exploratory research dengan melakukan

pengukuran daya saing industri pariwisata di tiga daerah kab/kota meliputi Kota

Kendari, Kota Bau-Bau dan Kab. Wakatobi. Disini akan diuraikan mengenai

definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data

dan metode analisis yang akan digunakan.

Analisis penentuan daya saing ini penting dilakukan untuk memberikan


gambaran perbandingan posisi daya saing pariwisata di daerah Kota Kendari,

Kota Bau-Bau dan Kab. Wakatobi. Hasil analisis ini memberi implikasi pada

kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah kota/kabupaten untuk

mengembangkan sektor pariwisata dengan memperhatikan indikator-indikator

penentu daya saing. Hal ini penting dilakukan karena dengan memperhatikan

indikator-indikator penentu daya saing pariwisata dapat dikaji kelebihan dan kekurangan

daerah tersebut dalam mengembangkan industri pariwisata sebagai salah satu sumber

PAD yang potensial.

Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh

peneliti dalam mengukur suatu variabel yang akan digunakan. Dalam penelitian

ini menggunakan variabel daya saing. Secara operasional variabel tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut:

 Indeks Daya Saing

Daya saing industri pariwisata di Kota Kendari, Kota Bau-Bau dan Kabupaten

Wakatobi, ini diukur melalui tersedianya potensi-potensi yang dimiliki daerah tersebut

baik potensi alam, budaya dan agama. Dapat dilihat pada Tabel 1. parameter, sumber

data dan kegunaan kedelapan indikator, indikator ini diadopsi dari penelitian Trisnawati

(2007). Kedelapan indikator yang digunakan dalam analisis penentuan daya saing

penelitian ini adalah:

Tabel X. Parameter, Sumber Data dan Kegunaan

Parameter Sumber Data Kegunaa


n
Human Tourism 1. Jumlah turis Menunjukkan pencapaian
Indicator (HTI) 2. Jumlah penduduk perkembangan ekonomi daerah
akibat kedatangan turis
Price 1. Jumlah wisatawan Harga komoditi yang dikonsumsi
Competitiveness mancanegara oleh turis selama berwisata
Indicator(PCI) 2. Rata-rata masa
tinggal turis
Infrastructure 1. Proporsi jumlah Menunjukkan perkembangan jalan
Development jalan dengan kualitas raya, perbaikan fasilitas sanitasi dan
Indicator (IDI) baik peningkatan akses penduduk
2. Fasilitas air bersih terhadap fasilitas air bersih
Environment 1. Jumlah penduduk Menunjukkan kualitas lingkungan
Indicator (EI) 2. Luas daerah dan kesadaran penduduk
dalam memelihara lingkungannya
Technology 1. Jumlah penduduk Menunjukkan perkembangan
Advancement infrastruktur dan teknologi modern
Indicator (TAI)
Human 1. Jumlah penduduk Kualitas SDM di daerah destinasi
Resources yang berpendidikan
Indicator (HRI) SD, SMP, SMU,
Diploma dan Sarjana
Openess 1. Jumlah wisatawan Tingkat keterbukaan destinasi
Indicator (OI) mancanegara terhadap perdagangan internasional
2. Total PAD dan turis internasional
Social 1. Lama rata-rata masa Menunjukkan kenyamanan dan
Development tinggal turis keamanan turis berwisata
Indicator (SDI)
Sumber:World Travel and Tourism Council (WTTC)

a. Human Tourism Indicator (HTI)

Indikator ini menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi daerah

akibat kedatangan turis pada daerah tersebut. Pengukuran yang digunakan adalah

Tourism Participation Index (TPI) yaitu rasio antara jumlah aktivitas turis (datang

dan pergi) dengan jumlah penduduk daerah destinasi. Dalam penelitian ini, ukuran

yang digunakan adalah TPI, dengan rumus:

Jumlah turis
TPI =
Jumlah penduduk

b. Price Competitiveness Indicator (PCI)

Indikator ini menunjukkan harga komoditi yang dikonsumsi oleh turis


selama berwisata seperti biaya akomodasi, travel, sewa kendaraan dan sebagainya.
Pengukuran yang digunakan untuk menghitung PCI adalah Purchasing Power
Parity (PPP). Proksi yang digunakan untuk mengukur PPP adalah rata-rata tarif
minimum hotel yang merupakan hotel worldwide. Sehingga rumus yang
digunakan untuk menghitung PPP adalah:
PPP = jumlah Wisatawan Mancanegara x rata-rata tarif hotel x rata- rata
masa tinggal

c. Infrastructure Development Indicator (IDI)

Indikator ini menunjukkan perkembangan jalan raya, perbaikan fasilitas

sanitasi dan peningkatan akses penduduk terhadap fasilitas air bersih. Total PAD

yang ada dapat digunakan untuk mengalokasikan infrastruktur supaya dapat

memadai. Indicator ini melihat proporsi jalan dengan kondisi baik, dan share

pengeluaran pemerintah daerah untuk infrastruktur.

d. Environment Indicator (EI)

Indikator ini menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran penduduk

dalam memelihara lingkungannya. Pengukuran yang digunakan adalah indeks

emisi CO2 dan indeks kepadatan penduduk (rasio antara jumlah penduduk dengan

luas daerah). Sementara pengukuran pada indeks emisi CO2 tidak terdapat data

maka yang digunakan untuk menghitung EI adalah indeks kepadatan penduduk.

Jumlah penduduk yang besar dapat membantu pemerintah untuk sadar akan

lingkungan di sekitarnya.

Jumlah turis
EI =
Jumlah penduduk

e. Technology Advancement Indicator (TAI)

Indikator ini menunjukkan perkembangan infrastruktur dan teknologi

modern yang ditunjukkan dengan meluasnya penggunaan internet, mobile

telephone dan ekspor produk-produk berteknologi tinggi. Pengukuran yang

digunakan adalah telephone index (rasio penggunaan line telephone dengan

jumlah penduduk).

Penggunaan telfon
TAI =
Jumlah penduduk Kab
f. Openess Indicator (OI)

Indikator ini menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi terhadap

perdagangan internasional dan turis internasional. Pengukurannya menggunakan

rasio jumlah wisatawan mancanegara dengan total PAD.

Jumlah wisatawan mancanegara


OI =
tot al PAD

g. Human Resources Indicator (HRI)

Indikator ini menujukkan kualitas sumber daya manusia daerah tersebut

sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada turis.Pengukuran

HRI menggunakan indek pendidikan yang terdiri dari rasio penduduk yang bebas

buta huruf dan rasio penduduk yang berpendidikan SD, SMP, SMU, Diploma dan

Sarjana.

Jumlah penduduk yang buta huruf


HRI =
Penduduk berpendidikan SD , SMP , SMU , Diploma , Sarjana

h. Social Development Indicator (SDI)


Indikator ini menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk
berwisata di aerah destinasi. Ukuran SDI adalah lama rata-rata masa tinggal turis
di daerah destinasi.

 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain, baik dari literatur, studi

pustaka, atau penelitian-penelitian sejenis sebelumnya yang berkaitan dalam

penelitian ini pada 3 (tiga) kota/kabupaten (Kota Kendari, Kota Bau-Bau dan Kab.

Wakatobi).

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Kota/Kabupaten, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, buku-

buku dan jurnal-jurnal ekonomi. Data yang digunakan antara lain jumlah

kunjungan dan pertumbuhan pengunjung obyek wisata Kota/Kabupaten, jumlah

kunjungan wisatawan mancanegara ataupun wisatawan nusantara, Pendapatan

Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata Kota/Kabupaten serta sarana dan

prasarana pariwisata di tiga Kota/Kabupaten tersebut.

 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini melakukan penghitungan index daya saing pariwisata

dengan memasukkan seluruh indikator daya saing dari World Travel and Tourism

Council (WTTC) sebanyak 8 indikator dan mengkhususkan pada Kota Kendari,

Kota Bau-Bau dan Kabupaten Wakatobi. Analisis penentuan daya saing ini

penting dilakukan untuk memberikan gambaran posisi daya saing pariwisata di

tiga daerah tersebut . Dalam penelitian ini tahapan analisis yang dilakukan

adalah:

1. Menghitung indeks pariwisata dari kedelapan indikator-indikator pembentuk

indeks daya saing yang telah dikemukakan di atas dengan formula

Nilai aktual−Nilai minimum


Normalisasi X ic =
Nilai maksimum−Nilai minimum

Untuk menentukan indeks daya saing pariwisata tersebut perlu

diperhatikan adanya variabel yang akan dihitung satu-persatu menurut indikator-

indikator daya saing potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.

Analisis perhitungan indeks pariwisata sangat diperlukan dalam menganalisis

penatapan potensi yang dimiliki. Dengan potensi yang ada di daerah tersebut

maka akan didapatkan salah satu besarnya potensi yang dimiliki daerah tersebut.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan keunggulan daerah destinasi dengan

daerah lain di sekitarnya.

2. Melakukan penghitungan index composite dari kedelapan indikator yang

menentukan daya saing pariwisata

1
c
Yk=
N ∑ c
xi

Keterangan :

Y ck = Indeks komposit k (k= 1 – 8)

c = Lokasi

k = Indikator-indikator daya saing

n = Jumlah variabel dari k

i = Variabel

x ci = Perhitunan penjumlahan setiap indikator

Dalam menentukan indeks komposit perlu diperhatikan kedelapan

indikator yang menentukan daya saing pariwisata karena akan diketahui nilai dari

keseluruhan indikator-indiktator daya saingnya.

3. Menghitung index daya saing pariwisata.

Z c =∑ W k Y ck

Keterangan :
c
Z = Daya saing pariwisata

c
Y k = Bobot asosiasi pada setiap indikator

∑ wk = Perhitungan bobot pada asosiasi setiap indikator

Nilai indeks “0” menujukkan kemampuan daya saing rendah, sedangkan

nilai “1” menujukkan kemampuan daya saing yang tinggi/baik (Craiwell, 2007).

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini melakukan penghitungan index daya saing pariwisata

dengan memasukkan seluruh indikator daya saing dari WWTC sebanyak 8

indikator pada destinasi di 3(tiga) daerah kab/kota (Kendari, Wakatobi dan Bau-

Bau). Pemilihan destinasi tersebut dengan alasan bahwa pada daerah tersebut

merupakan daerah destinasi wisata yang cukup banyak dikunjungi. Penelitian ini

juga membandingkan daya saing destinasi di tuga wilayah tersebut yang

merupakan benchmark daerah wisata di Indonesia.

Tabel 1: Indeks Daya Saing Pariwisata


WAKATOB
INDIKATOR KENDARI BAU-BAU I
Human Tourism Indicator (HTI) 0,9419 0,072 0.2132
Rp. Rp.
Price Competitiveness Indicator (PCI) Rp. 9.865.318 5.072.130 8.852.220
Infrastructure Development Indicator Rp. Rp.
(IDI) Rp. 6.678.324 6.112.780 4.627.065
Environment Indicator (EI) 6.547,67 2.230,45 11.229,9
Technology Advancement Indicator
(TAI) 0,88 0,3 0,2
Openess Indicator (OI) 0,229 0,0519 0,2161
Human Resources Indicator (HRI) 0,027 0,0287 0,3113
Social Development Indicator (SDI) 2.0 hari 1.6 hari 2.8 hari
Sumber : data diolah

Openess Indicator (OI)


Indikator ini menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi terhadap

perdagangan internasional dan turis internasional. Pengukurannya menggunakan

rasio jumlah penerimaan dari turis internasional dengan total Pendapatan Asli

Daerah (PAD). Indikator ini memberi implikasi bahwa dengan kedatangan turis

mancanegara atau internasional menyebabkan terjadinya perdagangan antara

kedua negara yaitu negara asal turis dan negara destinasi tujuan wisata. Perlu

disadari bahwa tujuan kedatangan turis ke suatu daerah destinasi adalah berlibur,

melakukan perdagangan dan tujuan lainnya seperti seminar, pendidikan dan

kesehatan. Dengan beragamnya turis dari berbagai negara yang datang ke daerah

destinasi menyebabkan perdagangan terutama produk-produk lokal dapat

dipasarkan di pasar internasional. Sebagai contohnya Wisata diving di Kab.

Wakatobi menjadi destinasi yang banyak dilirik oleh turis, Kota Kendari dengan

destinasi keindahan alamnya berupa Pulau Bokori dan tugu kraton di Kota Bau-

Bau. Ketiga produk lokal ini sekarang dikenal di berbagai negara sebagai dampak

dari kedatangan turis di destinasi tersebut.

Social Development Indicator (SDI)

Indikator ini menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk

berwisata di daerah destinasi. Ukuran SDI adalah lama rata-rata masa tinggal turis

di daerah destinasi. Indeks ini memberi implikasi bahwa semakin lama turis

tinggal di daerah destinasi maka akan lebih banyak perbelanjaan atau konsumsi

yang dikeluarkan di daerah tersebut. Dipandang dari segi-ekonomi makro maka

semakin banyak konsumsi atau pengeluaran yang dilakukan oleh turis di daerah

destinasi akan menyebabkan pendapatan di daerah destinasi semakin meningkat.

Berdasarkan indeks ini rata-rata masa tinggal turis di Wakatobi lebih lama
dibandingkan di Kota Kendari dan Kota Bau-Bau. Hal ini memang memberikan

implikasi bahwa sumbangan sektor pariwisata terhadap PAD di destinasi

Wakatobi lebih tinggi dibandingkan dengan destinasi di Kendari dan Bau-Bau.

Bidang kepariwisataan ini telah menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

yang cukup besar bagi destinasi Yogyakarta yaitu sebesar 5.6% dan dibandingkan

dengan destinasi Surakarta, sumbangan sektor ini terhadap PAD adalah sebesar 2,

35%

Ke-delapan indeks yang telah dijelaskan diatas dapat memberikan

informasi bagaimana kedudukan daya saing pariwisata di Kota Kendari, Kota

Bau-Bau dan Kab. Wakatobi. Berdasarkan nilai indeks yang diperoleh dari tabel

5.1 maka dapat dijelaskan bahwa daya saing pariwisata di destinasi Surakarta

lebih rendah dibandingkan Yogyakarta. Hal ini sangat dimungkinkan terjadi

karena destinasi Yogyakarta yang dijadikan benchmark dalam kajian ini

merupakan daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah pulau Bali, (Dinas

Pariwisata Yogyakarta tahun 2003). Sesuai dengan motivasi penelitian ini bahwa

analisis penentuan daya saing sangat penting dilakukan untuk memberikan

gambaran posisi daya saing pariwisata di daerah Surakarta dan perbandingan daya

saing daerah tersebut dengan daerah Yogyakarta. Hasil analisis ini memberi

implikasi pada kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah kota

Surakarta untuk mengembangkan sektor pariwisata dengan memperhatikan

indikatorindikator penentu daya saing. Hal ini penting dilakukan karena dengan

memperhatikan indikator-indikator penentu daya saing pariwisata dapat dikaji

kelebihan dan kekurangan daerah tersebut dalam mengembangkan industri

pariwisata sebagai salah satu sumber PAD yang potensial, apalagi bandara
Adisumarmo (Solo) sudah menjadi bandara internasional.
Daftar Pustaka

Trisnawati, R. 2007. Analisis Daya Saing Industri Pariwisata untuk Meningkatkan


Ekonomi Daerah: (Kajian Perbandingan Daya Saing Pariwisata antara
Surakarta dengan Yogyakarta). Jurnal Ekonomi Pembangunan: 61-70
World Economic Forum (WEF), 2010. “The Global Competitiveness Report”
2015-2016. Geneva: SRO-Kundig.

Anda mungkin juga menyukai