(GDP) suatu negara dan bagi daerah industri ini sebagai penyokong dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Industri ini mampu memberikan kontribusi lebih
dari 10% dari PAD. Hal inilah yang meyebabkan daerah berlomba-lomba untuk
kedatangan turis lokal dan mancanegara memberi sumbangan pada GDP lebih
dari 15% dan angka ini lebih besar lagi pada negara-negara yang mencanangkan
Kelapan (tahun 2003), pendapatan yang diperoleh oleh negara ini dari kunjungan
turis mencapai lebih dari US$476 billion dan memberi kontribusi pada Keluaran
Dalam Negara Kasar (KDNK) sebesar 18.7%. Pada tahun 2000 Indonesia pernah
punggung perekonomian negara dan pada saat itu, sektor pariwisata dapat
memberi sumbangan sebesar 19.84% terhadap GDP negara tahun 2001 (Biro
Bagi Prov. Sulawesi Tenggara, industri pariwisata merupakan salah satu sektor
dari 100 juta orang per tahun melakukan perjalanan baik untuk bisnis maupun
pajak akomodasi dan rumah makan, pajak bandara, pajak penjualan, pajak
yang dihadapi. Daya saing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu daerah dan
sangat bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang dimilikinya atau biasa
kita sebut keunggulan kompetitif. Dalam mengukur variabel daya saing ini dapat
pengukuran daya saing industri pariwisata di tiga daerah kab/kota meliputi Kota
Kendari, Kota Bau-Bau dan Kab. Wakatobi. Disini akan diuraikan mengenai
definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data
Kota Bau-Bau dan Kab. Wakatobi. Hasil analisis ini memberi implikasi pada
penentu daya saing. Hal ini penting dilakukan karena dengan memperhatikan
indikator-indikator penentu daya saing pariwisata dapat dikaji kelebihan dan kekurangan
daerah tersebut dalam mengembangkan industri pariwisata sebagai salah satu sumber
peneliti dalam mengukur suatu variabel yang akan digunakan. Dalam penelitian
ini menggunakan variabel daya saing. Secara operasional variabel tersebut dapat
Daya saing industri pariwisata di Kota Kendari, Kota Bau-Bau dan Kabupaten
Wakatobi, ini diukur melalui tersedianya potensi-potensi yang dimiliki daerah tersebut
baik potensi alam, budaya dan agama. Dapat dilihat pada Tabel 1. parameter, sumber
data dan kegunaan kedelapan indikator, indikator ini diadopsi dari penelitian Trisnawati
(2007). Kedelapan indikator yang digunakan dalam analisis penentuan daya saing
akibat kedatangan turis pada daerah tersebut. Pengukuran yang digunakan adalah
Tourism Participation Index (TPI) yaitu rasio antara jumlah aktivitas turis (datang
dan pergi) dengan jumlah penduduk daerah destinasi. Dalam penelitian ini, ukuran
Jumlah turis
TPI =
Jumlah penduduk
sanitasi dan peningkatan akses penduduk terhadap fasilitas air bersih. Total PAD
memadai. Indicator ini melihat proporsi jalan dengan kondisi baik, dan share
emisi CO2 dan indeks kepadatan penduduk (rasio antara jumlah penduduk dengan
luas daerah). Sementara pengukuran pada indeks emisi CO2 tidak terdapat data
Jumlah penduduk yang besar dapat membantu pemerintah untuk sadar akan
lingkungan di sekitarnya.
Jumlah turis
EI =
Jumlah penduduk
jumlah penduduk).
Penggunaan telfon
TAI =
Jumlah penduduk Kab
f. Openess Indicator (OI)
HRI menggunakan indek pendidikan yang terdiri dari rasio penduduk yang bebas
buta huruf dan rasio penduduk yang berpendidikan SD, SMP, SMU, Diploma dan
Sarjana.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain, baik dari literatur, studi
penelitian ini pada 3 (tiga) kota/kabupaten (Kota Kendari, Kota Bau-Bau dan Kab.
Wakatobi).
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Kota/Kabupaten, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, buku-
buku dan jurnal-jurnal ekonomi. Data yang digunakan antara lain jumlah
Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata Kota/Kabupaten serta sarana dan
dengan memasukkan seluruh indikator daya saing dari World Travel and Tourism
Kota Bau-Bau dan Kabupaten Wakatobi. Analisis penentuan daya saing ini
tiga daerah tersebut . Dalam penelitian ini tahapan analisis yang dilakukan
adalah:
indikator daya saing potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan.
penatapan potensi yang dimiliki. Dengan potensi yang ada di daerah tersebut
maka akan didapatkan salah satu besarnya potensi yang dimiliki daerah tersebut.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan keunggulan daerah destinasi dengan
1
c
Yk=
N ∑ c
xi
Keterangan :
c = Lokasi
i = Variabel
indikator yang menentukan daya saing pariwisata karena akan diketahui nilai dari
Z c =∑ W k Y ck
Keterangan :
c
Z = Daya saing pariwisata
c
Y k = Bobot asosiasi pada setiap indikator
nilai “1” menujukkan kemampuan daya saing yang tinggi/baik (Craiwell, 2007).
indikator pada destinasi di 3(tiga) daerah kab/kota (Kendari, Wakatobi dan Bau-
Bau). Pemilihan destinasi tersebut dengan alasan bahwa pada daerah tersebut
merupakan daerah destinasi wisata yang cukup banyak dikunjungi. Penelitian ini
rasio jumlah penerimaan dari turis internasional dengan total Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Indikator ini memberi implikasi bahwa dengan kedatangan turis
kedua negara yaitu negara asal turis dan negara destinasi tujuan wisata. Perlu
disadari bahwa tujuan kedatangan turis ke suatu daerah destinasi adalah berlibur,
kesehatan. Dengan beragamnya turis dari berbagai negara yang datang ke daerah
Wakatobi menjadi destinasi yang banyak dilirik oleh turis, Kota Kendari dengan
destinasi keindahan alamnya berupa Pulau Bokori dan tugu kraton di Kota Bau-
Bau. Ketiga produk lokal ini sekarang dikenal di berbagai negara sebagai dampak
berwisata di daerah destinasi. Ukuran SDI adalah lama rata-rata masa tinggal turis
di daerah destinasi. Indeks ini memberi implikasi bahwa semakin lama turis
tinggal di daerah destinasi maka akan lebih banyak perbelanjaan atau konsumsi
semakin banyak konsumsi atau pengeluaran yang dilakukan oleh turis di daerah
Berdasarkan indeks ini rata-rata masa tinggal turis di Wakatobi lebih lama
dibandingkan di Kota Kendari dan Kota Bau-Bau. Hal ini memang memberikan
yang cukup besar bagi destinasi Yogyakarta yaitu sebesar 5.6% dan dibandingkan
dengan destinasi Surakarta, sumbangan sektor ini terhadap PAD adalah sebesar 2,
35%
Bau-Bau dan Kab. Wakatobi. Berdasarkan nilai indeks yang diperoleh dari tabel
5.1 maka dapat dijelaskan bahwa daya saing pariwisata di destinasi Surakarta
merupakan daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah pulau Bali, (Dinas
Pariwisata Yogyakarta tahun 2003). Sesuai dengan motivasi penelitian ini bahwa
gambaran posisi daya saing pariwisata di daerah Surakarta dan perbandingan daya
saing daerah tersebut dengan daerah Yogyakarta. Hasil analisis ini memberi
implikasi pada kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah kota
indikatorindikator penentu daya saing. Hal ini penting dilakukan karena dengan
pariwisata sebagai salah satu sumber PAD yang potensial, apalagi bandara
Adisumarmo (Solo) sudah menjadi bandara internasional.
Daftar Pustaka