Anda di halaman 1dari 52

KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN MASALAH


ENDOKRIN (DIABETES MELITUS DAN TIROID)

KELOMPOK 4
KELAS LINTAS JALUR SEMARANG

1. <NAMA> 6. <NAMA>
NIM : NIM :

2. <NAMA> 7. <NAMA>
NIM : NIM :

3. <NAMA> 8. <NAMA>
NIM : NIM :

4. <NAMA> 9. <NAMA>
NIM : NIM :

5. <NAMA> 10. <NAMA>


NIM : NIM :

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya makalah
ini dapat diselesaikan. Salawat serta salam marilah kita ucapkan kepada junjungan
kita Nabi Besar Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafa’at beliau di akhir
zaman. Terimakasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada koornidator
mata kuliah keperawatan gerontik Ns. Dewi Setyawati, MNS, yang telah
membimbing kami dan juga kepada kawan-kawan S1 Kep LJ Semarang serta
pihak lain yang telah terlibat selama proses penulisan makalah ini. Terimakasih
atas semua bantuan dan masukan yang telah kalian berikan kepada kami. Makalah
ini membahas tentang Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Masalah Endokrin
(Diabetes Melitus dan Tiroid). Dengan adanya makalah ini, kami berharap
makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan serta dapat membantu
dalam proses pembelajaran untuk kita semua. Kami sadar bahwa makalah yang
kami susun ini masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami
meminta dan memohon kritik ataupun saran yang membangun kepada semua
pihak yang membaca makalah ini. Mungkin ini yang dapat kami sampaikan
semoga bermanfaat untuk semua, terimakasih.

Semarang, Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................


B. Tujuan Penulisan .............................................................................

BAB II KONSEP DASAR

A. Proses Menua pada Sistem Diabetes Melitus dan Tiroid ................


B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Diabetes Melitus dan
Tiroid Berkaitan dengan Proses Menua ..........................................
C. Pengertian ........................................................................................
D. Klasifikasi .......................................................................................
E. Etiologi/Predisposisi .......................................................................
F. Patofisiologi dan Pathways Keperawatan .......................................
G. Manifestasi Klinik ...........................................................................
H. Pemeriksaan Diagnostik ..................................................................
I. Penatalaksanaan ..............................................................................
J. Pengkajian Fokus ............................................................................
K. Diagnosa Keperawatan ...................................................................
L. Fokus Intervensi dan Rasional ........................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .....................................................................................
B. Saran ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lansia sangat rentan terkena gangguan sistem tubuh, salah satunya


gangguan sistem endokrin. Dimana dari gangguan tersebut bisa
menimbulkan penyakit salah satunya berkaitan dengan hormone, banyak
penurunan dan perubahan hormone yang terjadi pada lansia meskipun itu
dalam keadaan fisiologi yang normal. Yang paling sering terjadi sekitar 70
% dari penurunan hormon ada pada kelenjar pankreas dan kelenjar gonad
yang dikaitkan dengan penyakit DM /Diabetes Mellitus dan BPH. Dan
sisanya penyakit yang terkait dengan masing” hormon tersebut. Lansia
adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun keatas yang
memerlukan perhatian khusus.Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu
dalam tubuh manusia yang memproduksi hormon. Hormon endokrin
Hormon hipofisis anteriorHormon hipofisis posteriorKelenjar
tiroidKelenjar paratiroidKelenjar timusKorteks adrenal dan medulla
pankreas Kelenjar gonad (ovarium dan testis).
Produksi dari hampir semua reproduksi menurun. Fungsi paratiroid
dan sekresinya tidak berubahPtuitary, pertumbuhan hormon ada tetapi
lebih rendah dan hanya ada didalamnyaMenurunnya aktivitas tiroid ,
meliputi menurunnya BMR, menurunnya daya pertukaran zatMenurunnya
produksi aldosteronMenurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya
progesteron, esterogen, testosteron yang memeliharaKelenjar adrenal/
anak ginjal yang memproduksi adrenalin berkurang pada lanjut usia.
Diabetes mellitus, keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibata gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah.Etiologi:pada
lansia disebabkan oleh resistensi yangcenderung meningkat pada usia

1
65th, daripenyebabnya maka DM pada lansia, masukpada DM tipe
II/NIDDM.  Hipertiroidisme, merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kelebihan sekresi tiroid. Struma nodusa toksikPenyakit graves. Kelainan
hipofisis. Hipotiroidisme, merupakan keadaan yang ditandai terjadinya
hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala
tiroid.Tanda dan gejala Kulit dingin, pucat, menebal, kering dan
bersisikPertumbuhan kuku buruk dankuku menebalRambut kering dan
kasar, rontok dan pertumbuhan buruk hipofentilasi Dipsnea Bradikardi
Penurunan suhu tubuh Nyeri otot
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui masalah yang terjadi pada lansia dengan masalah
endokrin
2. Untuk mengetahui apa saja asuahan keperawatan yang di guanakan
untuk lansia yang terkena diabetes
3. Untuk mengetahui apa saja asuahan keperawatan yang di guanakan
untuk lansia yang terkena masalah tirod

2
BAB II

KONSEP DASAR

A. Proses Menua pada Sistem Diabetes Melitus dan Tiroid


Pada diabetes, glikosilasi menyebabkan kekakuan arteri, katarak,
hilangnya fungsi syaraf, hal ini merupakan komplikasi yang umum terjadi
pada diabetes. Diabetes sering dianggap sebagai model biologik proses
penuan dini. Mereka yang mengalami diabetes lebih awal mengalami
proses patologik, yang pada non-diabetes terjadi pada usia jauh lebih
lanjut. Karena itu usia harapan hidup pada orang dengan diabetes lebih
pendek (Pangkahila, 2017).
Sebuah hipotesis populer saat ini adalah hipotesis stress oksidatif, yang
terjadi melalui mekanisme tunggal produksi superoksida, yang merupakan
faktor 22 patogenesis umum yang menyebabkan resistensi insulin,
disfungsi sel β pankreas, gangguan toleransi glukosa, dan akhirnya
mengarah ke diabetes. Lebih jauh lagi, mekanisme ini juga terlibat dalam
penyebab komplikasi diabetes, baik komplikasi mikro maupun
makrovaskular (Wright et al., 2007).
Beberapa studi klinis menunjukkan bahwa penderita diabetes
mengalami stress oksidatif kronis. Hal ini telah terlihat dari beberapa
macam metode yang digunakan, meliputi high-performance liquid
chromatography, gas chromatography/mass spectrometry, dan
immunostaining biopsi pankreas. Prooksidan dan penanda kerusakan
oksidatif jaringan, seperti 8-hydroxydeoxyguanine, 4-hydroxy-2-nonenal
(HNE) proteins, 8-epi-prostaglandin F2α, hidroperoksida, dan oksidasi
basa DNA telah dilaporkan meningkat pada serum, plasma, sel darah
merah, dan biopsi pankreas pada penderita diabetes. Dibandingkan dengan
kontrol non-diabetes, penanda-penanda tersebut meningkat lima kali lipat
diambang batas normal. Oleh karena itu terapi yang ditujukan untuk
mengurangi stress oksidatif akan menguntungkan bagi penderita diabetes

3
dan bagi mereka yang berisiko tinggi terhadap diabetes (Wright et al.,
2007).
Berubahnya sistem endokrin pada lansia bisa disebabkan perubahan
jumlah hormon yang dikeluarkan atau gangguan sensitivitas pada target
organ. Perubahan ini juga berlaku pada fungsi tiroid, sehingga dapat
menyebabkan disabilitas, gangguan kognitif, risiko kardiovaskular, dan
penurunan massa serta kekuatan otot pada lansia. Secara fisiologis
beberapa perubahan terjadi pada konsentrasi hormon tiroid seiring proses
penuaan, yaitu: penurunan kadar TSH, berkurangnya kadar T3 total dan
T3 bebas, serta terjadi peningkatan rT3 yang merupakan metabolit inaktif
dari T4 di dalam serum. Meskipun begitu, kadar T4 bebas dan T4 total
sering dijumpai tidak mengalami perubahan kecuali pada individu yang
sakit. Oleh karena itu, dengan diagnosis dan penanganan yang tepat,
diharapkan dapat meminimalisir kerugian yang dirasakan oleh penderita
akibat penurunan kemampuan mobilitas fungsional (Rumaropen, 2019).
B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Diabetes Melitus dan Tiroid Berkaitan
dengan Proses Menua
1. Pankreas
Produksi enzim amilase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga
kapasitas metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga akan
menurun. Pada lansia sering terjadi pankreatitis yang dihubungkan
dengan batu empedu. Batu empedu yang menyumbat ampula Vateri
akan menyebabkan oto-digesti parenkim pankreas oleh enzim elastase
dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin dan/ atau asam empedu
(Darmojo & Martono, 2006).
Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di
bawah lambung dalam abdomen (Sloane, 2003). Pankreas merupakan
kelenjar retroperitoneal dengan panjang sekitar 12-15 cm (5-6 inchi)
dan tebal 2,5 cm (1 inchi). Pankreas berada di posterior kurvatura
mayor lambung. Pankreas terdiri dari kepala, badan, dan ekor dan
biasanya terhubung ke duodenum oleh dua saluran, yaitu duktus

4
Santorini dan ampula Vateri (Tortora & Derrickson, 2012). Pankreas
terletak di perut bagian atas di belakang perut. Pankreas adalah bagian
dari system pencernaan yang membuat dan mengeluarkan enzim
pencernaan ke dalam usus, dan juga organ endokrin yang membuat
dan mengeluarkan hormon ke dalam darah untuk mengontrol
metabolisme energi dan penyimpanan seluruh tubuh (Daniel, 2014).
Jaringan penyusun pankreas (Guyton dan Hall, 2006) terdiri dari:
a. Jaringan eksokrin terdiri dari sel sekretorik yang berbentuk seperti,
anggur dan disebut sebagai asinus/Pancreatic acini merupakan
jaringan yang menghasilkan enzim pencernaan ke dalam
duodenum.
b. Jaringan endokrin yang terdiri dari pulau-pulau Langerhans/Islet of
Langerhans yang tersebar di seluruh jaringan pankreas, yang
menghasilkan insulin dan glukagon ke dalam darah.
Pulau-pulau Langerhans tersebut terdiri dari beberapa sel
(Mescher, 2010) yaitu:
a. Sel α (sekitar 20%), menghasilkan hormon glucagon
b. Sel ß (dengan jumlah paling banyak 70%), menghasilkan hormone
insulin.
c. Sel δ (sekitar 5-10%), menghasilkan hormon Somatostatin
d. Sel F atau PP (paling jarang), menghasilkan polipeptida pankreas.
2. Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang terletak di leher dan
terdiri atas sepasang lobus di sisi kiri dan kanan. Terletak di leher
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kelenjar
ini tersusun dari zat hasil sekresi bernama koloid yang tersimpan
dalam folikel tertutup yang dibatasi oleh sel epitel kuboid. Koloid ini
tersusun atas tiroglobulin yang akan dipecah menjadi hormon tiroid
(T3 dan T4) oleh enzim endopeptidase. Kemudian hormon ini akan
disekresikan ke sirkulasi darah untuk kemudian dapat berefek pada
organ target.

5
Mekanisme sekresi hormon tiroid sendiri diatur oleh suatu axis
hipothalamus hipofisis-tiroid. Hipotalamus akan mensekresikan
Thyroid Releasing Hormon (TRH) yang akan merangsang hipofisis
untuk mengeluarkan Thyroid Stimulating Hormon (TSH). Kemudian
TSH merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid.
Hormon tiroid terutama dalam bentuk T3 dan T4. Biosintesis hormon
tiroid terbagi dalam beberapa tahap :
a. Tahap trapping
b. Tahap oksidasi
c. Tahap coupling
d. Tahap penimbunan atau storage
e. Tahap deyodinasi
f. Tahap proteolisis
g. Tahap sekresi
C. Pengertian
1. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia kronik akibat gangguan sekresi dan atau
kerja insulin atau keduanya (American Diabetes Association, 2020;
Perkeni, 2019). Diabetes melitus merupakan penyakit yang serius,
dalam jangka panjang dapat menjadi kronik dengan peningkatan kadar
gula darah akibat tubuh tidak bisa memproduksi insulin yang cukup,
atau penggunaan insulin yang tidak efektif (International Diabetic
Federation, 2019).
2. Tiroid
Tiroid merupakan kelenjar endokrin murni terbesar dalam tubuh
manusia yang terletak di leher bagian depan, terdiri atas dua bagian
(lobus kanan dan kiri). Panjang kedua lobus masing-masing 5 cm dan
menyatu di garis tengah berbentuk kupu-kupu. Penyakit atau gangguan
tiroid adalah usatu kondisi kelainan pada seseorang akibat adanya
ganguan kelenjar tiroid, baik berupa perubahan bentuk kelenjar

6
maupun perubahan fungsi (berlebihan, berkurang atau normal)
(Kemenkes RI, 2015).
Hipertiroid atau hipertiroidisme adalah suatu keadaan atau
gambaran klinisakibat produksi hormon tiroid yang berlebihan oleh
kelenjar tiroid yang terlaluaktif. Karena tiroid memproduksi hormon
tiroksin lodium, maka lodiumradiaktif dalam dosis kecil dapat
digunakan untuk mengobatinya (mengurangiintensitas fungsinya).
(Amin, Hardi, 2013)
D. Klasifikasi
1. Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes melitus menurut Perkeni (2019) adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus (Perkeni, 2019)

Klasifikasi Deskripsi
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya berhubungan
dengan defisiensi insulin absolut
- Autoimun
- Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin


disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin.

Diabetes Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua


melitus atau ketiga kehamilan dimana sebelum
gestasional kehamilan tidak didapatkan diabetes.

Tipe spesifik - Sindroma diabetes monogenik (diabetes


yang neonatal, maturity-onset diabetes of the
berkaitan

7
dengan young (MODY).
penyebab lain - Penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik,
pankreatitis).
- Disebabkan oleh obat atau zat kimia
(misalnya penggunaan glukokortikoid pada
terapi HIV/AIDS atau setelah transplantasi
organ).

2. Tiroid
Menurut kelainan bentuknya, gangguan tiroid dapat dibedakan
dalam 2 bentuk (Kemenkes RI, 2015):
a. Difus
Pembesaran kelenjar yang merata, bagian kanan dan kiri kelenjar
sama-sama membesar dan disebut struma difusa (tiroid difus)
b. Nodul
Terdapat benjolan seperti bola, bisa tunggal (monodosa) atau
banyak (multinodosa), bisa padat atau berisi cairan (kista) dan bisa
berupa tumor jinak/ganas.

Menurut kelainan fungsinya, gangguan tiroid dibedakan dalam 3


jenis (Kemenkes RI, 2015)

a. Hipotiroid
Kumpulan manifestasi klinis akibat berkurang atau berhebtinya
produksi hormon tiroid.
b. Hipertiroid
Disebut juga tirotoksikosis, merupakan kumpulan manifestasi
klinis akibat kelebihan hormon tiroid.
c. Eutiroid
Keadaan tiroid yang berbentuk tidak normal tapi fungsinya normal.
E. Etiologi/Predisposisi

8
1. Diabetes Melitus
Etiologi diabetes melitus meliputi banyak faktor salah satunya
adalah faktor genetik atau keturunan. Faktor genetik seperti kelainan
pada sel beta pankreas dapat memengaruhi produksi insulin, selain itu
kerusakan sel beta juga dipengaruhi oleh proses autoimun yang terjadi
pada diabetes tipe 1 (International Diabetic Federation, 2019). Berat
badan berlebih dan obesitas menjadi faktor risiko terjadinya diabetes
melitus tipe 2. Seiring dengan bertambahnya usia, kondisi obesitas dan
kurangnya aktivitas fisik maka akan risiko terjadinya diabetes melitus
semakin meningkat (American Diabetes Association, 2020). Beberapa
faktor risiko lain yang menyebabkan diabetes melitus adalah sebagai
berikut (Hinkle & Cheever, 2018) :
a. Riwayat keluarga dengan diabetes melitus.
b. Obesitas, berat badan >20% berat badan ideal atau indeks masa
tubuh ≥23 kg/m2.
c. Usia ≥45 tahun.
d. Teridentifikasi mengalami gangguan glukosa puasa atau toleransi
glukosa terganggu.
e. Hipertensi ≥140/90 mmHg.
f. High-density lipoprotein (HDL) ≤35 mg/dL dan atau trigliserida
≥250 mg/dL.
g. Riwayat diabetes gestasional.
2. Tiroid
Menurut Tarwoto,dkk (2012) penyebab hipertiroid diantaranya
adenoma hipofisis, penyakit graves, modul tiroid, tiroiditis, konsumsi
banyak yodium dan pengobatan hipotiroid.
a. Adenoma hipofisis
Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang
terjadi.
b. Penyakit graves

9
Penyakit graves atau toksi goiter diffuse merupakan penyakit yang
disebabkan karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibody
yang disebut thyroid-stimulatin immunoglobulin (TSI) yang
melekati sel-sel tiroid. TSI merinu tindakan TSH dan merangasang
tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu banyak. Penyakit ini
dicirikan adanya hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid atau
(goiter) dan eksoftalmus (mata yang melotot).
c. Tiroditis
Tiroditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya
disebabkan oleh bakteri seperti streptococcus pyogenes,
staphycoccus aureus dan pnemucoccus pneumonia. Reaksi
peradangan ini menimbulkan pembesaran pada kelenjar tiroid,
kerusakan sel dan peningkatan jumlah hormon tiroid. Tiroditis
dikelompokan menjadi tiroiditis subakut, tiroiditis posetpartum,
dan tiroiditis tersembunyi. Pada tiroiditis subakut terjadi
pembesaran kelenjar tiroid dan biasanya hilang dengan sendirinya
setelah beberapa bulan. Tiroiditis pesetpartum terjadi sekitar 8%
wanita setelah beberapa bulan melahirkan. Penyebabnya diyakini
karena autoimun. Seperti halnya dengan tiroiditis subakut, tiroiditis
wanita dengan posetpartum sering mengalami hipotiroidisme
sebelum kelenjar tiroid benar-benar sembuh. Tiroiditis tersembunyi
juga disebabkan juga karna autoimun dan pasien tidak mengeluh
nyeri, tetapi mungkin juga terjadi pembesaran kelenjar. Tiroiditis
tersembunyi juga dapat mengakibatkan tiroiditis permanen.
d. Konsumsi yodium yang berlebihan, yang mengakibatkan
peningkatan sistesis hormon tiroid.
e. Terapi hipertiroid, pemberian obat obatan hipotiroid untuk
menstimulasi sekresi hormon tiroid. Penggunaan yang tidak tepat
menimbulkan kelebihan jumlah hormon tiroid.

10
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid,
hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi
kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh
peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik
negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila
hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang
rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus
tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun
HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan
menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH. Penyebab
Hipotiroidisme antara lain :

a. Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat


adanya otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini
menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan
TRH akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis
otoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan
genetik untuk mengidap penyakit ini. Penyebab yang paling sering
ditemukan adalah tiroiditis. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar
tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa
bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih
berfungsi.
b. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap
hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan
cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
c. Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium
dalam makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada
defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif
berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua
iodium yang tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan
disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan
balik.Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan,

11
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif
(hipotiroidisme goitrosa).
d. Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering
dari hipotiroidisme di negara terbelakang. Karsinoma tiroid dapat,
tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi
untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah
tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau terapi iodium
radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua
pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke
radiasi, terutama masa anak-anak, adalah penyebab kanker tiroid.
Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan risiko pembentukan
kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan
hiperplasia sel tiroid.
F. Patofisiologi dan Pathways Keperawatan
1. Diabetes Melitus
Insulin merupakan hormon yang disekresikan oleh sel beta yang
berfungsi sebagai agen anabolik atau hormon penyimpanan. Saat
sesorang makan maka sekresi insulin akan meningkat dan memasukan
glukosa dari darah ke dalam otot, hati dan sel lemak. Setelah berada di
dalam sel maka insulin akan melakukan tugasnya berupa; 1) transport
dan metabolisme glukosa untuk energi; 2) menstilumlasi penyimpanan
glukosa dalam hati dan otot; 3) memberi sinyal kepada hati agar
memberhentikan pengeluaran glukosa; 4) menambah cadangan lemak
di jaringan adiposa; 5) trasnport asam amino ke dalam sel; 6)
mencegah pemecahan cadangan glukosa, protein dan lemak.
Dalam keadaan puasa pankreas akan mengeluarkan sedikit insulin
(insulin basal), hormon lain yang dikeluarkan adalah glukagon yang
disekresikan oleh sel alfa pankreas saat gula darah mulai menurun,
yang akan menstimulasi hati untuk mengeluarkan cadangan glukosa.
Insulin dan glukosa menjaga glukosa darah tetap konstan dalam darah
dengan menstimulasi pelepasan glukosa dari hati. Produksi glukosa

12
dari hati adalah hasil pemecahan dari glikogen atau dikenal dengan
istilah glikogenolisis, setelah 8-12 jam makanan maka hati akan mulai
memecah substansi selain karbohidrat sebagai sumber glukosa seperti
asam amino atau terjadi proses glukoneogenesis (Hinkle & Cheever,
2018). Proses inilah yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia pada
diabetes melitus.
Selain itu keadaan resistensi insulin pada sel otot dan hati pada
diabetes melitus tipe 2, serta kegagalan sel beta merupakan
patofisiologi dari diabetes melitus. Organ lain yang terlibat dalam
patofisiologi diabetes melitus adalah jaringan lemak dengan
meningkatnya lipolisis, gastrointestinal dengan defisiensi inkretin yang
menyebabkan terganggunya stimulasi insulin, sel alfa yang
menyebabkan hiperglukagonemia, ginjal yang meningkatkan absorsi
glukosa dan otak yang mengalami resistensi insulin ikut berperan
dalam gangguan toleransi glukosa (Perkeni, 2019).
2. Tiroid
Pasien dengan hipertiroid menunjukan adanya sekresi hormon
tiroid yang lebih banyak, pernah berbagai faktor penyebab yang tidak
dapat dikontrol melalui mekanisme normal. Peningkatan hormon tiroid
menyebabkan peningkatan metabolisme rate, meningkatnya aktivitas
saraf simpatis. Peningkatan metabolisme rate menyebabnya
peningkatan produksi panas tubuh sehingga pasien mengeluarkan
banyak keringat dan penurunan toleransi terhadap panas. Laju
metabolisme yang meningkat menimbulkan peningkatan kebutuhan
metabolik, sehingga berat badan pasien akan berkurang karena
membakar cadangan energi yang tersedia. Keadaan ini menimbulkan
degradasi simpanan karbohidrat, lemak dan protein sehingga cadangan
protein otot juga berkurang.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat terjadi pada sistem
kardiovaskuler yaitu dengan menstimulasi peningkatan reseptor beta
adrenergik, sehingga denyut nadi lebih cepat, peningkatan kardiak

13
output, stroke volume, aliran darah perifer serta respon adenergik
lainnya. Peningkatan hormon tiroid juga berpengaruh terhadap sekresi
dan metabolisme hipothalamus, hipofisis dalam mensekresi hormon
gonad, sehingga pada individu yang belum pubertas mengakibatkan
keterlambatan dalam fungsi seksual, sedangkan pada usia dewasa
mengakibatkan penurunan libido, infertile dan menstruasi tidak teratur.
(Tarwoto,dkk.2012).
Hormon tiroid dibentuk dari tirosin dan yodium. Ion yodium
ditangkap sel folikular kelenjar tiroid melalui sistem transpor aktif,
kemudian dioksidasi oleh enzim thyroid peroxidase menjadi yodium
yang aktif. Yodium aktif masuk kedalam koloid kelenjar tiroid
kemudian bersatu dengan tirosin yang menempel pada protein
tirogobulin membentuk monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin
(DIT). Kegagalan proses transpor aktif ion yodium kedalam sel
folikular tiroid, oksidasi ion yodium, penggabungan molekul MIT dan
DIT serta abnormalitas protein tiroglobulin telah dilaporkan sebagai
penyebab 2/3 kasus hipotiroid kongenital yang diturunkan.
Hormon tiroid bekerja mempengaruhi metabolisme yaitu
menstimuli hampir semua jaringan tubuh untuk memproduksi protein
dan meningkatkan jumlah oksigen yang digunakan oleh tubuh.
Hormon tiroid mempengaruhi fungsi tubuh vital seperti, denyut
jantung, frekuensi nafas, kecepatan pembakaran kalori tubuh,
pemeliharaan kulit, pertumbuhan, produksi panas tubuh, fertilitas dan
pencernaan. Efek-efek tersebut meningkat pada individu dengan
hipertiroidisme dan menurun pada hipotiroidisme. Setiap tahap
dikontrol oleh enzim spesifik dan defisiensi kongenital dari enzim-
enzim ini akan mengakibatkan hipotiroidisme pada keadaan berat.
Regulasi hormon tiroid dalam tubuh diperankan oleh suatu
mekanisme umpan balik atau “feedback mechanism”. Ketika kadar
hormon tiroid dalam darah (T3 dan T4) menurun, kelenjar hipofise
(pituitary) mengeluarkan TSH yag bekerja menstimulasi kelenjar tiroid

14
untuk memproduksi hormon tiroid lebih banyak lagi. Dibawah
pengaruh TSH inilah tiroid akan membentuk dan mensekresikan T3
dan T4 untuk menaikkan kadarnya dalam darah menjadi normal
kembali. Kelenjar hipofise selanjutnya akan mendeteksi kadar hormon
yang telah normal ini untuk kemudian menurunkan produksi TSH.
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada usia gestasi 3-4 minggu.
Kelenjar tiroid janin mulai mensintesis dan mensekresi thyroxine (T4)
dan triiodothyronine (T3) sejak usia gestasi 12 minggu. Aksis
hypotalamus-pituitary-thyroid (HPT) mulai berkembang pada awal
trimester pertama, thyrotropin-releasing hormone (TRH) dan thyroid
stimulating hormone (TSH) mulai dapat dideteksi pada akhir trimester
pertama. Sebelum mencapai usia gestasi 18-20 minggu, aktifitas HPT
masih rendah dan produksinya masih belum mencukupi. Sehingga
pada trimester pertama ini janin masih bergantung pada hormon tiroid
transplacental. Namun pada pertengahan kehamilan trimester kedua,
kadar T4 dan TSH meningkat secara progresif.
Setelah dilahirkan, pada bayi yang aterm akan terjadi peningkatan
TSH sebagai respon fisiologis terhadap lingkungan yang dingin (dalam
proses kelahiran). Konsentrasi TSH dapat meningkat hingga 80 mU/L
dan menurun dengan cepat pada 24 jam pertama kelahiran dan diikuti
dengan penurunan yang lebih lambat hingga mencapai dibawah 10
mU/L setelah minggu pertama postnatal. Peningkatan TSH ini
mengawali peningkatan T4 (17mg/dL) dan free T4 (3,5 mg/dL),
setelah 24-36 jam setelah kelahiran, yang selanjutnya juga akan
menurun lambat hingga mencapai kadar orang dewasa setelah 4-5
minggu. Bayi yang preterm juga menunjukkan hal yang serupa namun
tidak setajam seperti bayi aterm sehubungan dengan imaturitas aksis
HPT.
Pada kebanyakan kasus, hipotiroid kongenital bersifat permanen
akibat perkembangan kelenjar tiroid yang tidak normal (disgenesis)
dan dishormogenesis. Tiroid disgenesis dapat berupa tidak

15
ditemukannya jaringan tiroid sama sekali (agenesis/aplasia),
hipoplasia, atau kelenjar ektopik. Lokasi tiroid ektopik bisa terdapat
dimana saja dibagian bawah lidah, tiroid lingual, sublingual dan
subthyroid. Hipotiroid akibat disgenesis terjadi secara sporadik, acak
dan tidak berhubungan dengan daerah endemik defisiensi iodium.
Dishormogenesis meliputi kelainan proses sintesis, sekresi, dan utilasi
hormon tiroid sejak lahir. Dishormogenesis disebabkan oleh defisiensi
enzim yang diperlukan dalam sintesis hormon tiroid. Kelainan ini
mencakup 10-15% kasus hipotiroid kongenital dan umumnya
diturunkan secara autosom resesif. Kelainan ini dapat terjadi karena
kelainan reseptor TSH, kegagalan menangkap yodium, kelainan
organifikasi, defek coupling, kelainan deiodonasi, produksi dan sekresi
tiroglobulin abnormal, kegagalan sekresi hormon tiroid, kelainan
reseptor hormon tiroid perifer. Dishormogenesis yang paling sering
terjadi yaitu berhubungan dengan kelainan aktivitas tiroid peroksidase.
Pada kelainan ini terjadi defisiensi enzim tiroid peroksidase yang
menyebabkan yodida tidak dapat dioksidasi (diorganifikasi).
Pada hiporitoid kongenital sekunder terjadi kelainan pada jaras
hipotalamus-pituitaritiroid, akibat adanya kelainan pada hipotalamus
maupun pituitari yang menyebabkan tiroid menjadi terganggu. Antara
lain pada Sindrom DeMorsier, hipopituitarisme kongenital. Hipotiroid
transien dapat disebabkan oleh faktor ibu maupun neonatal.
Penyebabnya antara lain : defisiensi yodium, transfer antibodi
antitiroid dari ibu, janin yang terpapar obat antitiroid dari ibu, paparan
yodium pada janin. Bayi yang terpapar dengan obat-obatan seperti
potassium iodida, amiodaron, dan cairan antiseptik (povidon iodine)
untuk membersihkan vagina saat hamil, dapat menyebabkan
hipotiroidisme pada bayi yang bersifat transien. Ibu dengan penyakit
Grave, yang mendapat terapi 200 mg propylthiouracyl (PTU) perhari
dapat menyebabkan hipotiroid kongenital yang bersifat transien. Bayi
biasanya menunjukkan adanya pembesaran kelenjar. Setelah obat

16
dapat dibersihkan dari sirkulasi bayi, biasanya hipotiroidisme dan
kelenjar yang membesar akan kembali normal, dan tidak diperlukan
pengobatan.
G. Manifestasi Klinik
1. Diabetes Melitus
Manifestasi klinis diabetes melitus menunjukkan karakteristik
klasik seperti poliuria (meningkatnya miksi), polidipsi (meningkatnya
rasa haus) dan polifagia (meningkatnya rasa lapar). Poliuria dan
polidipsi disebabkan oleh kehilangan cairan berlebih yang
berhubungan dengan diuretik osmosis sedangkan polifagia disebabkan
oleh katabolisme lemak dan protein yang berhubungan dengan
defisiensi insulin. Gejala lain yang ditimbulkan adalah kelemahan,
keletihan, perubahan penglihatan, luka lambat sembuh, mati rasa pada
tangan atau kaki (Hinkle & Cheever, 2018). Manifestasi lain dari
diabetes melitus dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Manifestasi akut
1) Krisis hiperglikemia akan menyebabkan ketoasidosis diabetik
yaitu komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah 300-600 mg/dL disertai tanda
dan gejala asidosis dan plasma keton positif kuat. Osmolaritas
plasma meningkat 900-320 mOs/mL dan terjadi peningkatan
anion gap. Selain itu juga dapat menyebabkan status
hiperglikemia hiperosmolar (SHH) yang ditandai dengan
peningkatan glukosa darah sangat tinggi 600-1200 mg/dL tanpa
tanda dan gejala asidosis osmolaritas plasma sangat meningkat
330-380 mOs/mL, plasma keton (+/-), anion gap normal atau
sedikit meningkat (Perkeni, 2019).
2) Hipoglikemia, ditandai dengan menurunnya kadar glukosa
darah <70 mg/dL. Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi
glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem
autonom, seperti adanya whipple’s triad; 1) terdapat gejala-

17
gejala hipoglikemia; 2) kadar glukosa darah yang rendah; 3)
gejala berkurang dengan pengobatan.
Tabel 2.2 Tanda dan Gejala Hipoglikemia pada Orang
Dewasa (Perkeni, 2019)

Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, Pucat,
berkeringat, gelisah, takikardia,
parasthesia, palpitasi, widened pulse
tremulousness pressure

Neuroglikopeni Lemah, lesu, Cortical-


k dizziness, confusion, blindness,
pusing, perubahan hipotermia,
sikap, gangguan kejang dan
kognitif, pandangan koma
kabur, diplopia

Hipoglikemia dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat


keparahannya yaitu :
a) Ringan : pasien tidak membutuhkan bantuan orang lain
untuk pemberian glukosa per-oral.
b) Berat : pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk
pemberian glukosa intravena, glukagon, atau resusitasi
lainnya (Perkeni, 2019).
b. Manifestasi kronik
1) Makrovaskuler
a) Pembuluh darah jantung : penyakit jantung koroner.
b) Pembuluh darah tepi : penyakit arteri perifer, gejala yang
sering muncul adalah nyeri pada saat beraktivitas dan

18
berkurang saat istirahat (claudicatio intermitten). Dapat
berkembang menjadi luka kaki diabetik.
c) Permbuluh darah otak : stroke iskemik atau hemoragik.
2) Mikrovaskuler
a) Retinopati diabetik
Retinopati merupakan komplikasi mikrovaskuler yang
terjadi pada mata yang menyebabakan kebutaan. Kontrol
glikemik yang buruk dan durasi diabetes melitus
merupakan penyebab dari retinopati. Komplikasi seperti
glaukoma, katarak dan gangguan mata lainnya merupakan
akibat dari retinopati diabetik (American Diabetes
Association, 2020).
b) Nepropati
Merupakan komplikasi pada ginjal yang ditandai dengan
meningkatnya eksresi albumin pada urin atau albuminuria
(≥30 mg/g) dan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)
(<60 mL/min) (American Diabetes Association, 2020).
c) Neuropati
Diabetik neuropati merupakan kehilangan fungsi sensori
akibat kerusakan saraf yang diakibatkan oleh berbagai
faktor seperti sindrom metabolik, kelainan vaskular,
mekanisme imun dan lainnya (Feldman et al., 2019).
Diabetik neuropati juga disebut sebagai sekelompok
penyakit yang memengaruhi semua tipe saraf termasuk
perifer, autonomik dan spinal (Hinkle & Cheever, 2018).
Neuropati perifer menyebabkan penurunan sensasi pada
ekstremitas dan sering mengakibatkan luka kaki diabetes.
Sedangkan neuropati otonom menyebabkan gangguan pada
berbagai organ seperti cardiovaskular, gastrointestinal dan
renal (Hinkle & Cheever, 2018).
2. Tiroid

19
Menurut Tarwoto,dkk (2012) gejala-gejala klinis hipertiroid yaitu
jantung berdebar debar meski dalam keadaan istirahat, badan panas
meski udara dingin, berat badan turun padahal banyak makan, sering
buang air besar dan mudah tersinggung atau sensitive dan mudah
emosi. Sedangkan gejala hipotiroid yaitu lambat menangkap pesan,
berat badan meningkat, sembelit atau susah buang air besar, bibir tebal
dan wajah bengkak atau sembab.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Diabetes Melitus
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui
diabetes melitus adalah pemeriksaan dengan plasma darah vena dan
untuk pemantauan dapat menggunakan pemeriksaan GDS kapiler
dengan glukometer (Perkeni, 2019).

Tabel 2.3 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus (American Diabetes


Association, 2020; Perkeni, 2019)

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL. Puasa adalah


kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dL 2-jam setelah Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75gr.
atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL dengan
keluhan klasik.
atau
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP).
2.

20
Tabel 2.4 Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis
Diabetes dan Prediabetes (Perkeni, 2019)

HbA1c Glukosa darah Glukosa plasma 2


(%) puasa (mg.dL) jam setelah TTGO
(mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Pre- 5,7-6,4 100-125 140-199
Diabetes
Normal < 5,7 70-99 70-139

2. Tiroid
I. Penatalaksanaan
1. Diabetes Melitus
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada diabetes melitus melitputi
non farmakologi dan tatalaksana farmakologis sebagai berikut :
a. Non farmakologis
1) Edukasi
Edukasi pada penyandang diabetes melitus tujuannya adalah
promosi hidup sehat sebagai upaya pencegahan dan
pengelolaan diabetes melitus. Materi yang disampaikan adalah
materi dasar tentang pengenalan diabetes melitus bagi pasien
yang baru di diagnosa dan materi tentang pencegahan penyulit
diabetes melitus hingga perawatan kaki untuk edukasi lanjutan
(Perkeni, 2019).
2) Terapi nutrisi
Pada diabetes melitus perlu penekanan terkait jadwal, jenis dan
jumlah kalori yang dibutuhkan antara lain; 1) karbohidrat (45-
65%) total asupan energi; 2) lemak (20-25%) kebutuhan kalori;
3) protein (10-20%) total asupan energi; 4) kebutuhan kalori

21
25-30 kal/kgBB ideal disesuaikan dengan faktor aktivitas, jenis
kelamin, usia, berat badan dan lainnya (Perkeni, 2019).
3) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang dilakukan minimal 150 menit per minggu
dapat menurunkan kadar HbA1C pada orang diabetes melitus.
Aktivitas fisik yang bisa dilakukan adalah latihan aerobik
seperti berjalan, berlari atau berenang. Latihan lainnya yang
juga bisa dilakukan adalah resistance training (Colberg et al.,
2016).
b. Farmakologis
1) Obat antihiperglikemia oral
a) Pemacu sekresi insulin (insulin secretagogue) :
sulfonilurea, glinid.
b) Peningkat sensivisitas terhadap insulin : metformin,
tiazolidinedion (TZD).
c) Penghambat alfa glukosidase.
d) Penghambat enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4
inhibitor) : vildaglipin, linagliptin, sitagliptin, saxagliptin
dan alogliptin.
e) Penghambat enzim Sodium Glucose co-Transporter 2
(SGLT-2 inhibitor).
2) Insulin
Syarat penggunaan insulin :
a) HbA1c saat diperiksa ≥7,5% dan sudah menggunakan satu
atau dua obat antidiabetes.
b) HbA1c saat diperiksa >9%.
c) Penurunan berat badan yang cepat.
d) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.
e) Krisis hiperglikemia.
f) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.

22
g) Stres berat (infeksi, operasi besar, infark miokard akut,
stroke).
h) Kehamilan dengan DM yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan.
i) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
j) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
k) Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi.

Kategori insulin dan lama kerja :


a) Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
b) Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
c) Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
d) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
e) Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
f) Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan
kerja cepat dengan menengah (Premixed insulin)
g) Insulin campuran tetap, kerja ultra panjang dengan kerja
cepat.
2. Tiroid
Hipertiroid
a. Pemeriksaaan laboratorium
1) Serum T3,terjadi peningkatan (N:70-250 ng/dl atau 1,2-3,4 SI
unit)
2) Serum T4,tehrjadi peningkatan (N:4-12 mcg/dl atau 51-154 SI
unit)
3) In deks T4 bebas,meningkat (N:0,8-2,4 ng/dl atau 10-31 SI
unit)
4) T3RU meningkat (N:24-34%)
5) TRH stimulation test,menurun atau tidak ada respon TSH
6) Tiroid antibodi antiglobulin antibodi (TSH-Rab), terjadi
peningkatan pada penyakit graves

23
b. Test penunjang lainnya
1) CT Scan tiroid
Mengetahui posisi,ukuran dan fungsi kelenjar tiroid. Iodine
radioaktif (RAI) diberikan secara oral kemudian diukur
pengambilan iodine oleh kelenjar tiroid.normalnya tiroid akan
mengambil iodine 5-35% dari dosis yang diberikan setelah 24
jam.pada pasien Hipertiroid akan meningkat.
2) USG,untuk mengetahui ukuran dan komposisi dari kelenjar
tiroid apakah massa atau nodule.
3) ECG untuk menilai kerja jantung,mengetahui adanya
takhikardia,atrial fibrilasi dan perubahan gelombang P dan T
(Tarwoto,dkk.2012)
Hipotiroid
1. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH,
dan TRH akan dapat mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah
di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan
laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya
menunjukkan kadar T4 yang rendah dan kadar TSH yang tinggi.
2. Pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot
selama pemeriksaan refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya
kuning, pinggiran alis matanya rontok, rambut tipis dan rapuh,
ekspresi wajahnya kasar, kuku rapuh, lengan dan tungkainya
membengkak serta fungsi mentalnya berkurang. Tanda-tanda vital
menunjukkan perlambatan denyut jantung, tekanan darah rendah
dan suhu tubuh rendah.
3. Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran
jantung.

J. Pengkajian Fokus
1. Diabetes Melitus
Riwayat Kesehatan

24
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan
pada esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala,
menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit
jantung seperti Infark miokard

c. Riwayat kesehatan keluarga


Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
d. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan
persepsi negatif terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama
e. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme
yang dapat mempengarui status kesehatan penderita. Nausea,
vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek , mual muntah.
f. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak
ada gangguan.
g. Pola ativitas dan latihan

25
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren
dan kelemahanotot otot pada tungkai bawah menyebabkan
penderita tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
h. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang
luka,sehingga klien mengalami kesulitan tidur
i. Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan.
j. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang
sukar sembuh , lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan
dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem)
k. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
l. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang kontruktif/adaptif.
j. Nilai kepercayaan

26
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengarui pola ibadah penderita.
Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu.
Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa
tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan
mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah
terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
c. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi
pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP
(Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
d. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f. Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
h. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan
i. Pemeriksaan Ekstremitas

27
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri,
bisa terasa baal
j. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)

2. Tiroid

K. Diagnosa Keperawatan
1. Diabetes Melitus
a. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
c. Infeksi b.d peningkatan Leukosit
d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas

2. Tiroid
1.  Resiko tinggi teradap penurunan curah jantung berhubungan
dengan hipertiroid tidak terkontrol
2. Kelelahan berhubungan dengan  hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan energy.
3. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan peningkatan metabolism (eningkatan nafsu
makan atau pemasukan dengan penurunan berat badan ).
4. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi.

L. Fokus Intervensi
1. Diabetes Melitus

Diagnosa Tujuan Intervensi

28
Ketidakstabilan gula Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen hiperglikemia
darah b.d resistensi selama 1x 24 jam maka ketidakstabilan gula
Observasi :
insulin darah membaik KH :
- dentifikasi kemungkinan
1. Kestabilan kadar glukosa darah
penyebab hiperglikemia
Membaik
- Monitor tanda dan gejala
2. Status nutrisi membaik
hiperglikemia
3. Tingkat pengetahuan meningkat
Terapeutik :

- Berikan asupan cairan oral

Edukasi :

- Ajurkan kepatuhan terhadap


diet dan olah raga

Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian insulin 6


Iu
- Edukasi program pengobatan

Observasi :

- Identifikasi pengobatan yang


direkomendasi

Terapeutik :

- Berikan dukungan untuk


menjalani program pengobatan
dengan baik dan benar

Edukasi:

- Jelaskan mamfaat dan efek

29
samping
Pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat
sesuai indikasi

Nyeri Akut b.d Agen Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 1x24 Manajemen nyeri
cedera Fisik jam diharapkan nyeri menurun KH :
Observasi :
1. Tingkat nyeri menurun
- Identifikasi identifikasi lokasi,
2. Penyembuhan luka membaik
karakteristik, durasi, frekuensi,
3. Tingkat cidera menurun
kualitas,intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri

Terapeutik :

- Berikan teknik non


farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Edukasi:

- Jelaskan penyebab dan periode


dan pemicu nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
analgetik
- Edukasi teknik nafas dalam

Observasi :

- Identifikasi kesiapan dan


kemampuanmenerima

30
informasi

Terapeutik :

- Sediakan materi dan media


pendidikan kesehatan

Edukasi:

- Jelaskan tujuan dan mamafaat


teknik nafas dalam
- elaskan prosedur teknik nafas
dalam

Infeksi b.d Setelah dilakukan tintdakan keperawatan Pengcegahan Infeksi


peningkatan selama 1x 24 jam maka tingkat infeksi
Observasi
Leukosit menurun KH :
- Monitor tanda dan gejala infeksi
1. Tingkat nyeri menurun lokal dan sistematik
2. Integritas kulit dan jaringan Terapetik
membaik - Berikan perawatan kulit pada
3. Kontrol resiko meningkat area edema
- Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien

Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

Perawatan luka

Observasi :

31
- Monitor karakteristik luka
(drainase, warna ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan plester
seccara perlahan
- Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan salaf yang sesuai kekulit
- Pertahan teknik steril saat
melakkanperawtan luka
Edukasi:
- Jelaskan tanda,gejala infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement

Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tintdakan keperawatan Terapi aktivitas


b.d imobilitas selama 1x 24 jam intoleransi aktivitas Observasi :
membaik KH : - Identifikasi defisit tingkat
1. Toleransi aktivitas membaik aktivitas
2. Tingkat keletihan menurun - Identifikasi kemapuan
berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
Terapeutik :
- Fasilitasi pasien dan keluarga
dala menyesuiakan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas
yang di pilih
- Libatkan keluarga dalam
aktivitas
Edukasi:

32
- Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
Manajenen program latihan
Observasi :
- Identifikasi pengetahuan dan
pengalaman aktivitas fisik
sebelumnya
- Identifikasi kemampuan pasien
beraktivitas
Terapeutik :
- Motivasi untuk memulai/
melanjutkan aktivitas fisik
Edukasi:
- Jelaskan mamnfaat aktivitas
fisik

2. Tiroid

N diagnosa Tujuan dan kriteria intervensi


o keperawatan hasil
1 Resiko tinggi NOC : NIC :
· Cardiac Care
teradap penurunan - Cardiac Pump - Evaluasi adanya
curah jantung - Effectiveness nyeri dada
berhubungan - Circulation Status ( intensitas,lokasi
-  Vital Sign Status , durasi)
dengan hipertiroid
- Catat adanya
tidak terkontrol, disritmia jantung
keadaan - Catat adanya
tanda dan gejala
hipermetabolisme,
penurunan
peningkatan beban cardiac putput
kerja jantung - Monitor status
kardiovaskuler
- Monitor status
pernafasan yang
menandakan

33
gagal jantung
- Monitor
abdomen
sebagai indicator
penurunan
perfusi
- Monitor balance
cairan
- Monitor adanya
perubahan
tekanan darah
- Monitor respon
pasien terhadap
efek pengobatan
antiaritmia
- Atur periode
latihan dan
istirahat untuk
menghindari
kelelahan
- Monitor toleransi
aktivitas pasien
- Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan
ortopneu
- Anjurkan untuk
menurunkan
stress

Fluid Management
- Timbang
popok/pembalut
jika diperlukan
- Pertahankan
catatan intake
dan output yang
akurat
- Pasang urin
kateter jika
diperlukan
- Monitor status
hidrasi
(kelembaban
membran
mukosa, nadi
adekuat, tekanan
darah ortostatik ),

34
jika diperlukan
- Monitor hasil lAb
yang sesuai
dengan retensi
cairan (BUN ,
Hmt , osmolalitas
urin  )
- Monitor status
hemodinamik
termasuk CVP,
MAP, PAP, dan
PCWP
-  Monitor vital sign
sesuai indikasi
penyakit
- Monitor indikasi
retensi /
kelebihan cairan
(cracles, CVP ,
edema, distensi
vena leher,
asites)
- Monitor berat
pasien sebelum
dan setelah
dialisis
-  Kaji lokasi dan
luas edema
- Monitor masukan
makanan / cairan
dan hitung intake
kalori harian
-  Kolaborasi
dengan dokter
untuk pemberian
terapi cairan
sesuai  program
-  Berikan cairan
IV pada suhu
ruangan
- Dorong masukan
oral
- Berikan
penggantian
nesogatrik sesuai
output
- Dorong keluarga
untuk membantu

35
pasien makan
- Tawarkan snack
( jus buah, buah
segar )
- Batasi masukan
cairan pada
keadaan
hiponatrermi
dilusi dengan
serum Na < 130
mEq/l
- Monitor respon
pasien terhadap
terapi elektrolit
- Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
- Atur
kemungkinan
tranfusi
- Persiapan untuk
tranfusi

Fluid Monitoring
·
- Tentukan riwayat
jumlah dan tipe
intake cairan dan
eliminaSi
- Tentukan
kemungkinan
faktor resiko dari
ketidak
seimbangan
cairan
(Hipertermia,
terapi diuretik,
kelainan renal,
gagal jantung,
diaporesis,
disfungsi hati,
dll )
- Monitor berat
badan
- Monitor serum
dan elektrolit
urine

36
- Monitor serum
dan osmilalitas
urine
- Monitor BP<HR,
dan RR
-  Monitor tekanan
darah orthostatik
dan perubahan
irama jantung
- Monitor
parameter
hemodinamik
infasif
- Catat secara
akutar intake dan
output
-  Monitor
membran
mukosa dan
turgor kulit, serta
rasa haus
- Catat monitor
warna, jumlah
dan
- Monitor adanya
distensi leher,
rinchi, eodem
perifer dan
penambahan BB
- Monitor tanda
dan gejala dari
odema
- Beri cairan
sesuai keperluan
- Kolaborasi
pemberian obat
yang dapat
meningkatkan
output urin
- Lakukan
hemodialisis bila
perlu dan catat
respons pasien

Vital Sign
Monitoring
- Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR

37
- Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
- Monitor VS saat
pasien
berbaring,
duduk, atau
berdiri
- Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
- Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas
- Monitor kualitas
dari nadi
- Monitor adanya
pulsus
paradoksus
- Monitor adanya
pulsus alterans
- Monitor jumlah
dan irama
jantung
- Monitor bunyi
jantung
- Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
- Monitor suara
paru
- Monitor pola
pernapasan
abnormal
- Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis
perifer
- Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)

38
- Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign

2 Kelelahan NOC : NIC :


Endurance Energy
berhubungan Concentration Management
dengan  Energ - Observasi
hipermetabolik Conservation adanya
Nutritional status : pembatasan
dengan peningkatan
energy klien dalam
kebutuhan energy melakukan
Kriteria Hasil : aktivitas
v - Dorong anal
untuk
- Memverbalisasikan mengungkapkan
peningkatan energi perasaan
dan merasa lebih terhadap
baik keterbatasan
- Menjelaskan - Kaji adanya
penggunaan energi factor yang
untuk mengatasi menyebabkan
kelelahan kelelahan
- Monitor nutrisi 
dan sumber
energi
tangadekuat
- Monitor pasien
akan adanya
kelelahan fisik
dan emosi
secara
berlebihan
- Monitor respon
kardivaskuler 
terhadap
aktivitas
- Monitor pola
tidur dan
lamanya
tidur/istirahat
pasien

3 Risiko tinggi NOC : NIC :


v  Nutritional Status : food Nutrition
terhadap perubahan and Fluid Intake Management

39
nutrisi kurang dari - Kaji adanya
Kriteria Hasil : alergi makanan
kebutuhan - Adanya peningkatan - Kolaborasi
berhubungan berat badan sesuai dengan ahli gizi
dengan peningkatan dengan tujuan Berat untuk
badan ideal sesuai menentukan
metabolism dengan tinggi badan jumlah kalori dan
(eningkatan nafsu - Mampu nutrisi yang
makan atau mengidentifikasi dibutuhkan
kebutuhan nutrisi pasien.
pemasukan dengan
- Tidak ada tanda tanda - Anjurkan pasien
penurunan berat malnutrisi untuk
badan ). - Tidak terjadi meningkatkan
penurunan berat intake Fe
badan yang berarti - Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan
vitamin C
- Berikan
substansi gula
- Yakinkan diet
yang dimakan
mengandung
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
- Berikan
makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
- Ajarkan pasien
bagaimana
membuat
catatan makanan
harian.
- Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
- Berikan
informasi tentang
kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan

40
Nutrition
Monitoring
- BB pasien dalam
batas normal
- Monitor adanya
penurunan berat
badan
- Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
- Monitor interaksi
anak atau
orangtua selama
makan
- Monitor
lingkungan
selama makan
- Jadwalkan
pengobatan  dan
tindakan tidak
selama jam
makan
- Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor
kulit
- Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah
patah
- Monitor mual
dan muntah
- Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
- Monitor
makanan
kesukaan
- Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan

41
- Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
- Monitor kalori
dan intake
nuntrisi
- Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
- Catat jika lidah
berwarna
magenta, scarlet

4 Ansietas NOC : NIC :


v  Anxiety control Anxiety Reduction
berhubungan v  Coping (penurunan
dengan faktor kecemasan)
fisiologis; status Kriteria Hasil : - Gunakan
- vKlien mampu pendekatan
hipermetabolik. mengidentifikasi dan yang
mengungkapkan menenangkan
gejala cemas ·         Nyatakan dengan
- Mengidentifikasi, jelas harapan
mengungkapkan dan terhadap pelaku
menunjukkan tehnik pasien
untuk mengontol·         Jelaskan semua
cemas prosedur dan apa
- Vital sign dalam batas yang dirasakan
normal selama prosedur
- Postur tubuh, ekspresi·         Temani pasien
wajah, bahasa tubuh untuk memberikan
dan tingkat aktivitas keamanan dan
menunjukkan mengurangi takut
berkurangnya ·         Berikan informasi
kecemasan faktual mengenai
diagnosis, tindakan
prognosis
·         Dorong keluarga
untuk menemani
anak
·         Lakukan back /
neck rub
·         Dengarkan

42
dengan penuh
perhatian
·         Identifikasi tingkat
kecemasan
·         Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
·         Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
·         Instruksikan
pasien
menggunakan teknik
relaksasi
·         Barikan obat
untuk mengurangi
kecemasan

5 Kurang NOC : NIC :


Teaching : disease
pengetahuan - Kowlwdge : disease Process
mengenai kondisi, process - Berikan
prognosis dan - Kowledge : health penilaian tentang
Behavior tingkat
kebutuhanpengobat
pengetahuan
an berhubungan Kriteria Hasil : pasien tentang
dengan tidak - Pasien dan keluarga proses penyakit
menyatakan yang spesifik
mengenal sumber
pemahaman tentang - Jelaskan
informasi. penyakit, kondisi, patofisiologi dari
prognosis dan penyakit dan
program pengobatan bagaimana hal
- Pasien dan keluarga ini berhubungan
mampu melaksanakan dengan anatomi
prosedur yang dan fisiologi,
dijelaskan secara dengan cara
benar yang tepat.
- Pasien dan keluarga - Gambarkan
mampu menjelaskan tanda dan gejala
kembali apa yang yang biasa
dijelaskan perawat/tim muncul pada
kesehatan lainnya penyakit, dengan
cara yang tepat
- Gambarkan
proses penyakit,

43
dengan cara
yang tepat
-  Identifikasi
kemungkinan
penyebab,
dengna cara
yang tepat
- Sediakan
informasi pada
pasien tentang
kondisi, dengan
cara yang tepat
-  Hindari harapan
yang koson
-   Sediakan bagi
keluarga
informasi
tentang
kemajuan pasien
dengan cara
yang tepat
-  Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang
mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi di
masa yang akan
datang dan atau
proses
pengontrolan
penyakit
- Diskusikan
pilihan terapi
atau
penanganan
- Dukung pasien
untuk
mengeksplorasi
atau
mendapatkan
second opinion
dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
- Eksplorasi
kemungkinan

44
sumber atau
dukungan,
dengan cara
yang tepat
- Rujuk pasien
pada grup atau
agensi di
komunitas lokal,
dengan cara
yang tepa
- Instruksikan
pasien mengenai
tanda dan gejala
untuk
melaporkan
pada pemberi
perawatan
kesehatan,
dengan cara
yang tepat

45
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lansia sangat rentan terkena gangguan sistem tubuh, salah satunya
gangguan sistem endokrin. Dimana dari gangguan tersebut bisa
menimbulkan penyakit salah satunya berkaitan dengan hormone, banyak
penurunan dan perubahan hormone yang terjadi pada lansia meskipun itu
dalam keadaan fisiologi yang normal. Seiring pertambahan usia, sel-sel
tubuh menjadi lebih resisten terhadap insulin yang mengurangi
kemampuan lansia untuk memetabolisme glukosa. Selain itu, pelepasan
insulin dari sel beta pankreas berkurang dan melambat. Hasil dari
kombinasi proses ini adalah hiperglikemia. Diabetes terjadi dari lima
orang yang berusia 65 tahun atau lebih, karena gejalanya samar. Banyak
para peneliti percaya lebih banyak pasien lansia yang menderita diabetus
mellitus tipe 2 yang tidak terdiagnosis. Selain itu, lebihari 40% individu
pada usia ini memiliki beberapa bentuk intoleransi glukosa.
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid,
hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar
tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar
TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada
hipofisis anterior dan hipotalamus.
B. Saran

46
Kelompok berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan
dan wawasan tentang “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah
Endokrin (Diabetes Melitus Dan Tiroid)” serta dapat membantu dalam
proses pembelajaran untuk kita semua. Kami sadar bahwa makalah yang
kami susun ini masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami
meminta dan memohon kritik ataupun saran yang membangun kepada
semua pihak yang membaca makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2020). Standards of medical care in diabetes-


2020. The Journal of Clinical and Applied Research and Education, 42(479),
960–1010. https://doi.org/10.1192/bjp.111.479.1009-a

Colberg, S. R., Sigal, R. J., Yardley, J. E., Riddell, M. C., Dunstan, D. W.,
Dempsey, P. C., … Tate, D. F. (2016). Physical activity/exercise and
diabetes: A position statement of the American Diabetes Association.
Diabetes Care, 39(11), 2065–2079. https://doi.org/10.2337/dc16-1728

Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira.

Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah:
Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2006.

Anshori, A.M., Wiraguna, A.A.G.P., dan Pangkahila, W. 2017. Pemberian Oral


Ekstrak Kulit Buah Lemon (Citrus limon) Menghambat Peningkatan
Ekspresi MMP-1 (Matrix metaloproteinase-1) dan Penurunan Jumlah
Kolagen Pada Tikus Putih Galur Wistar Jantan (Rattus norvegicus) yang
Dibawah Sinar UV-B. Jurnal E-Biomedik (Ebm). Vol.5: No.1
Mescher, 2010. Junquira's Basic Histology Text & Atlas 12th ed. New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc
Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

47
Tarwoto, Wartono, Taufiq I. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
SistemEndokrin Jakarta: CV Trans Info Media; 2012.
Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology 13th
Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Perkeni. (2019). Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2
dewasa di indonesia 2019. Jakarta: PB Perkeni.

Wright et al., (2007). Panduan Bagi Penderita Diabetes. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher

48

Anda mungkin juga menyukai