PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian kesehatan mental secara etimologi dan terminologi ?
2. Bagaimanakah pengertian mental sebagai objek kajian kesehatan mental ?
3. Bagaimakah pengertian jiwa yang sehat ?
4. Bagaimanakah stres dan gejala fisik yang mungkin menyertai masalah
gangguan kecemasan ?
5. Bagaimanakah depresi dan gejala psikologi seseorang yang mengalami
depresi?
1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kesehatan mental secara etimologi dan
terminologi
2. Untuk mengetahui pengertian mental sebagai objek kajian kesehatan mental
3. Untuk mengetahui pengertian jiwa yang sehat
4. Untuk mengetahui stres dan gejala fisik yang mungkin menyertai masalah
gangguan kecemasan
5. Untuk mengetahui depresi dan gejala psikologi seseorang yang mengalami
depresi
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4. Zakiah Daradjat “Kesehatan mental adalah terhindar dari gangguan
dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup
menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan- kegoncangan biasa,
adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa
bahwa dirinya berharga, berguna dan bahagia, serta dapat
menggunakan potensi yang ada adanya seoptimal mungkin”.
(Daradjat, 1982: 9).
4
Ilmu Kesehatan mental lebih bersifat preventif dan memiliki tujuan
untuk mencegah ketidakmampuan penyesuaian diri serta peningkatan
kesehatan mental.
Objek kajian utama : kondisi mental manusia
5
menemukan, menjaga, dan mengoptimalkan kondisi sehat mentalnya
dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Paradigma yang ingin
ditekankan pada mata kuliah Kesehatan Mental ini adalah bahwa
sebetulnya setiap individu memiliki kebutuhan untuk menjadi sehat secara
mental, hidup dan berfungsi optimal dalam kesehariannya meskipun
mereka memiliki keterbatasan fisik maupun mental (seperti: cacat tubuh,
sakit kronis, mantan pecandu atau penderita gangguan mental).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa Pasal 1 menyebutkan bahwa
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Pieper dan Uden (2006), kesehatan mental adalah suatu keadaan
dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya
sendiri, memiliki estimasi yang realistis terhadap dirinya sendiri dan dapat
menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi
masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan
sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.
Notosoedirjo dan Latipun (2007), mengatakan bahwa terdapat
banyak cara dalam mendefenisikan kesehatan mental (mental hygene)
yaitu:
Sehat mental karena tidak mengalami gangguan mental
Sehat mental jika tidak sakit akibat adanya stressor
Sehat mental jika sejalan dengan kapasitasnya dan selaras dengan
lingkungannya
Sehat mental karena tumbuh dan berkembang secara positif
6
jenis stres. Pertama adalah Eustress atau stres yang positif. Disebut positif
karena dapat memotivasi individu untuk melakukan suatu tindakan. Kedua
adalah Distress atau stres yang negatif. Distress terjadi jika tingkat stres
cukup tinggi atau cukup rendah dan tubuh bereaksi secara negatif terhadap
penyebab stres tersebut.
Ada macam-macam penyebab atau sumber stres, antara lain
lingkungan, pekerjaan, sekolah, keluarga, diri pribadi, ekonomi, dan masih
banyak lagi. Semua sumber stres disebut dengan istilah stressor. Stres
dapat mengakibatkan timbulnya gejala fisik, gejala psikis, dan gejala
perilaku. Gejala fisik seringkali timbul di awal stres. Contohnya saat
cemas menunggu ujian maka tangan dan kaki terasa dingin, atau ingin
buang air kecil. Hal ini berarti saat timbul stres tubuh segera bereaksi
sebagai respon terhadap stressor. Apabila stres dibiarkan tanpa ditangani
dengan baik maka dapat timbul perubahan pada perasaan, pikiran, dan
perilaku. Contohnya pada keadaan cemas berkepanjangan, atau pikiran
yang menjadi terkondisi selalu berpikir negatif, atau menarik diri dari
lingkungan sekitar. Apabila perubahan tersebut bertambah berat sehingga
menimbulkan penderitaan dan mengganggu rutinitas harian maka bisa jadi
telah timbul suatu gangguan jiwa.
Apabila sudah terjadi gangguan jiwa sebaiknya kita mencari
pengobatan sebelum gangguan bertambah berat atau kronis. Pengobatan
gangguan jiwa bisa didapatkan di Rumah Sakit Jiwa atau di rumah sakit yg
membuka klinik kesehatan jiwa atau di praktek pribadi psikiater (dokter
jiwa) atau psikolog.
Sedangkan cara untuk mengatasi stres yang paling utama adalah
mengatasi penyebabnya atau sumbernya. Tetapi sering kali diperlukan
waktu atau proses panjang untuk mengatasi stres. Dalam menjalani proses
itu biasanya timbul keluhan seperti perasaan tertekan atau keluhan fisik
misalnya otot kaku tegang dan pegel-pegel. Untuk mengatasi keluhan-
keluhan tersebut bisa dilakukan olahraga ringan, yoga, atau massage
(pijat) yang bertujuan merilekskan tubuh. Keluhan fisik lain yang sering
timbul saat stres adalah nyeri kepala dan maag. Untuk mengatasi gejala
7
tersebut boleh saja minum obat nyeri kepala atau maag yang banyak dijual
di pasaran. Tetapi bila gejala sering kambuh kembali maka kemungkinan
stres psikologis belum teratasi.
Bila keluhannya tekanan perasaan bisa dilakukan cara-cara
spiritual untuk meringankan keluhan seperti meditasi atau lebih bertekun
dalam doa, atau bersosialisasi dengan teman dekat, kerabat, atau keluarga.
Bisa juga dengan mencari suasana baru, hobi baru, dan rutinitas baru. Pada
intinya dalam proses mengatasi stres kita bertujuan untuk merasa lebih
rileks, tenang, senang, dan nyaman. Apabila usaha-usaha yang kita
lakukan belum berhasil mengusir stress secara tuntas maka tidak ada
salahnya untuk mencari pembimbing yang lebih berpengalaman atau
segera berkonsultasi dengan petugas medis.
Berikut lima gejala fisik yang muncul ketika kita mengalami gangguan
kecemasan:
1. Ketegangan otot
Salah satu gejala gangguan kecemasan yang dapat dilihat secara
fisik adalah munculnya rasa sakit di sekujur tubuh. Sakit yang
dirasakan mulai dari migrain hingga nyeri pada persendian. Hal ini
akan terlihat jelas saat penderita secara tidak sadar menggertakan atau
menekankan rahang, mengepalkan jari, atau menunjukkan posisi tubuh
yang buruk.
2. Muncul jerawat
Salah satu penelitian menyebutkan bahwa orang dewasa dengan
masalah jerawat ditemukan mengalami kecemasan yang relatif tinggi.
Ini disebabkan karena hormon stres saat dalam kondisi cemas
cenderung meningkat sehingga produksi minyak di wajah pun ikut
meningkat. Akibatnya, muncul jerawat-jerawat di sekitar wajah.
Dilansir dari Medical Daily, menurut Sandhya Ramrakha dari
University of Otago, Selandia Baru, jerawat dan kecemasan adalah dua
hal yang berbeda, tetapi memiliki kaitan satu sama lain. Orang yang
mengalami gangguan kecemasan memiliki kebiasaan untuk menyentuh
8
wajah dan menyebabkan iritasi. Maka tidak heran bila kemudian
jerawat mulai tumbuh subur di wajah.
3. Perilaku kompulsif
Gangguan obsesif kompulsif (OCD) jelas ditandai dengan gejala
pikiran dan perilaku kompulsif yang sulit dikendalikan. Perilaku
kompulsif ini akan terus dilakukan sampai mereka merasakan sensasi
ketenangan tersendiri.
Contohnya adalah mengecek kunci pintu rumah, mematikan
kompor atau lampu, mencuci tangan secara berulang-ulang sampai
aktivitas harian Anda terhambat dan Anda tidak bisa mengendalikan
rasa cemasnya.
4. Sulit tidur
Mengalami masalah tidur dapat dikaitkan dengan berbagai
gangguan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis. Jika Anda
sering terbangun di tengah malam dengan keadaan gelisah tanpa sebab,
ini mungkin merupakan salah satu gejala gangguan kecemasan.
Pasalnya, gangguan kecemasan sangat erat dengan kejadian
insomnia, bahkan hampir separuh dari semua penderita gangguan
kecemasan mengalami masalah tidur di malam hari. Penderita
gangguan kecemasan akan sering terbangun di tengah malam dengan
pikiran yang terus berjalan dan tidak bisa tenang.
5. Takut dan tidak percaya diri
Menjadi hal yang wajar bila Anda merasa takut atau tidak percaya
diri saat hendak wawancara kerja atau berbicara di muka umum. Akan
tetapi jika ketakutan ini terlalu kuat sehingga Anda malah
menghindarinya, bisa jadi Anda mengalami gejala gangguan
kecemasan sosial (fobia sosial).
Fobia sosial adalah gangguan kecemasan yang membuat seseorang
anti bersosialisasi, misalnya menjadi enggan berbicara melalui telepon
atau mengobrol dengan orang lain di sebuah acara. Penderita fobia
sosial akan terus berusaha untuk menghindari keramaian dan memilih
untuk menyendiri. Atau bila penderitanya berhasil melewati masa-
9
masa sulit dalam berinteraksi, mereka cenderung memikirkannya dan
bertanya-tanya tentang penilaian orang lain terhadapnya.
Orang yang mengalami fobia sosial biasanya menunjukkan gejala
gangguan kecemasan secara fisik dan mudah dikenali. Gejala-gejala
fisik tersebut di antaranya denyut jantung meningkat, berkeringat,
mual, gagap, dan tangan gemetar.
10
Mengidap penyakit kronis atau serius, seperti gangguan hormon
tiroid, cedera kepala, HIV/AIDS, diabetes, kanker, stroke, nyeri
kronis, atau penyakit jantung.
Mengonsumsi obat-obatan tertentu seperti beberapa obat tekanan
darah tinggi atau obat tidur.
Mengalami kejadian traumatik, seperti kekerasan seksual,
kematian, kehilangan orang yang dicintai, atau masalah keuangan.
c. Penyebab depresi
d. Gejala depresi
11
Gerakan tubuh dan bicara yang lebih lambat dari biasanya.
Hilang gairah seksual.
Gangguan tidur.
Perubahan berat badan dan selera makan.
e. Diagnosis Depresi
f. Komplikasi Depresi
Penyakit fisik.
Pelarian berupa alkohol atau penyalahgunaan narkoba.
Kecemasan, gangguan panik atau fobia sosial.
Menimbulkan konflik keluarga, kesulitan hubungan, dan masalah
pekerjaan atau sekolah.
Isolasi sosial.
Muncul perasaan ingin bunuh diri, percobaan bunuh diri, atau
bunuh diri.
Keinginan untuk mutilasi diri.
Kematian dini akibat kondisi medis.
12
g. Pengobatan Depresi
Psikoterapi.
Cognitive behavior therapy (CBT). Terapi ini bertujuan untuk
membantu pengidap melepaskan pikiran dan perasaan negatif, serta
menggantinya dengan respon positif.
Problem-solving therapy (PST), untuk meningkatkan kemampuan
pengidap menghadapi pengalaman yang memicu rasa tertekan.
Interpersonal therapy (IPT) untuk membantu mengatasi masalah
yang muncul saat berhubungan dengan orang lain.
Terapi psikodinamis untuk membantu pengidap memahami apa
yang dirasakannya dan bagaimana merespon perasaan tersebut.
Obat antidepresan, seperti escitalopram, paroxetine, sertraline,
fluoxetine, citalopram, venlafaxine, duloxetine, dan bupropion.
Penggunaan obat-obatan ini harus selalu dalam pengawasan dokter
karena efek samping yang cukup banyak.
Terapi kejut listrik atau electroconvulsive therapy (ECT) untuk
pengidap depresi yang tidak membaik setelah diberi obat-obatan,
mengalami gejala psikosis, serta pengidap yang mencoba bunuh
diri.
h. Pencegahan depresi
13
i. Kapan harus ke dokter?
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara etimologi kesehatan mental yang biasanya disebut dengan mental
hygiene, berasal dari dua kata yaitu mental dan hygeia. Hygeia adalah nama
dewi kesehatan Yunani dan hygiene berarti “ilmu kesehatan”. Sedangkan
mental (dari kata Latin mens, mentis) artinya jiwa, nyawa, sukma, roh,
semangat. Mentalhygienesering disebut pula psikohygiene. Psyche (dari kata
Yunani psuche) artinya nafas, kehidupan, hidup, roh, sukma, semangat
(Kartono dan Andari, 1989: 3). Jadi, pengertian kesehatan mental secara
etimologi adalah jiwa yang sehat atau ilmu yang mempelajari tentang
kesehatan jiwa.
Sehat (Health) secara umum dapat dipahami sebagai kesejahteraan secara
penuh (keadaan yang sempurna) baik secara fisik, mental, maupun sosial,
tidak hanya terbebas dari penyakit atau keadaan lemah. Sedangkan di
Indonesia, UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 menyatakan bahwa sehat adalah
suatu keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial dimana memungkinkan
setiap manusia untuk hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis
Yang dimaksud dengan stres secara definisi adalah kondisi atau keadaan
tubuh yang terganggu karena tekanan psikologis. Ada 2 (dua) jenis stres.
Pertama adalah Eustress atau stres yang positif. Disebut positif karena dapat
14
memotivasi individu untuk melakukan suatu tindakan. Kedua adalah Distress
atau stres yang negatif. Distress terjadi jika tingkat stres cukup tinggi atau
cukup rendah dan tubuh bereaksi secara negatif terhadap penyebab stres
tersebut. Gejala fisik yang muncul ketika kita mengalami gangguan
kecemasan yaitu ketegangan otot, muncul jerawat, perilaku kompulsif, sulit
tidur, takut dan tidak percaya diri.
Depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan
suasana hati yang terus-menerus merasa tertekan atau kehilangan minat dalam
beraktivitas, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup sehari-hari.
Dokter akan mendiagnosis depresi dengan melakukan wawancara medis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikologis, serta pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan darah jika diperlukan. Pemeriksaan tersbeut dilakukan
untuk mengetahui penyebab depresi.
A. SARAN
Akibat perubahan hormon dan tekanan yang dihadapi, ibu hamil memang
rentan stres. Apalagi kondisi fisik ibu hamil berbeda dengan mereka yang
tidak hamil. Misalnya saja ibu hamil jadi gampang lelah, karena itu hal-hal
sepele terkadang membuat emosinya meletup. Namun jangan jadikan
kehamilan sebagai pembenar untuk uring-uringan. Agar lebih rileks, ibu hamil
bisa mendengarkan musik-musik yang menenangkan atau melakukan hobi
yang bisa membuat mood positif. Alangkah lebih baik lagi jika bergabung ke
klub atau forum ibu hamil, atau bisa juga sharing dengan sesama teman yang
sedang hamil. Hal ini dilakukan, sehingga ibu tidak akan merasa bahwa dia
sendirian yang mengalami ketidaknyamanan tersebut
Selain mendengarkan musik, ibu hamil juga bisa lebih rileks dengan
berjalan-jalan atau melakukan olahraga khusus ibu hamil. Selain itu menurut
jika ibu hamil mendapat istirahat cukup dan mengonsumsi makanan yang
bergizi, bisa membantu mendapatkan mood yang baik. Orang-orang sekitar
juga perlu membantu menghindarkan ibu hamil dari perasaan khawatir dan
15
cemas. Keluarga juga dapat memberikan support dengan menciptakan kondisi
yang kondusif selama Ibu menjalani kehamilannya.
DAFTAR PUSTAKA
Cook, J.R., & Kilmer, R.P. 2012. Systems of care: New partnerships for
community psychology. American Journal Community Psychology, 49, 393-403.
16