Anda di halaman 1dari 6

FAKTOR RESIKO DAN PATOGENESIS/PATOFISIOLOGI

1. Factor resiko
Faktor Resiko Infeksi pada Pasien Terpasang Kateter :
 Usia
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Vincitorio, Barbaradoro, Pennacchietti,
Pellegrini, David, Ponzia, et al (2014) dengan menggunakan metode survei
mulai Oktober 2011 – April 2012 di Italia bahwa pasien dengan usia >90
tahun beresiko menderita infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter
2,75 kali dibandingkan dengan pasien dengan usia
 Jenis Kelamin
Insiden infeksi saluran kemih mayoritas diderita oleh perempuan. Perempuan
lebih beresiko menderita infeksi saluran kemih karena uretra lebih pendek dan
secara anatomi dekat dengan vagina, kelenjar periuretral dan rektum. (Potter,
Perry, Stockers & Hall, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Alvarez,
Demzik, Alvi, Harst dan Manning (2016) bahwa terjadi infeksi saluran kemih
akibat pemasanga kateter diderita oleh perempuan 98%.
Pada penelitian lain menunjukkan bahwa infeksi saluran kemih akibat
pemasangan kateter lebih banyak terjadi pada laki – laki dari pada perempuan.
Hal ini disebabkan karena perilaku hygiene pada laki – laki pada umumnya
kurang baik. Perilaku hygiene yang kurang baik misalnya tidak menjaga
kebersihan diri dengan baik terutama kebersihan area genitalia maka akan
berisiko untuk terkena dan terpajan penyakit terutama yang berhubungan
dengan area gentitalia seperti infeksi saluran kemih.
 Imobilisasi
Pasien yang memasang kateter terus menerus dan tirah baring dapat
mempersulit infeksi. Kami menemukan imobilisasi memiliki hubungan
dengan infeksi saluran terkait kateter. Imobilisasi dapat menyebabkan aliran
urin menjadi statis. Urine mengalir dari pelvis ginjal ke kandung kemih
melalui ureter karena gravitasi dalam posisi tegak. Saat pasien dalam posisi
terlentang, peristaltik ureter tidak mampu menghasilkan gravitasi. Urine akan
refluks dari kandung kemih ke ginjal
 Sistem drainase
Pasien yang terpasang kateter, insiden ISK pada sebagian besar rumah sakit
lebih besar dari 50% bahkan ada beberapa melaporkan setinggi 100%. Kateter
dapat menyebabkan masuknya bakteri ke saluran kemih yang dapat
menimbulkan tanda dan gejala adnaya infeksi. Angka kejadian infeksi
meningkat jika sistem drainasenya terbuka (Black & Hawks, 2014). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Dawa (2014) didaptkan bahwa sistem drainase
berpengaruh terhadap terjadinya infeksi saluran kemih akibat pemasangan
kateter (p<0,000).
 Indikasi Penggunaan Kateter
 Perawatan Kateter
 Diabetes
Diabetes Mellitus adalah sebagai faktor independen untuk infeksi saluran
kemih terkait kateter dan telah ditunjukkan dalam penelitian lain [23]. Kami
menemukan bahwa pasien diabetes mellitus memiliki risiko 8,92 kali
mengalami infeksi saluran kemih terkait kateter. Peningkatan tersebut akan
berlanjut dengan lama menderita diabetes mellitus. Pasien Diabetes Mellitus
memiliki risiko menderita infeksi saluran kemih akibat kateter karena
neuropati otonomik [24]. Masalah ini dapat menyebabkan pengosongan
kandung kemih yang tidak lengkap dan menyebabkan kolonisasi
mikroorganisme. Selanjutnya, pasien diabetes Mellitus mengalami kerusakan
sel cupang pankreas atau tidak menghasilkan cukup insulin dan menyebabkan
hiperglikemia. Jika terjadi kondisi hiperglikemia, ginjal tidak dapat menyerap
kembali glukosa. Kadar glukosa akan tinggi dalam urin. Glukosuria
mempengaruhi fungsi leukosit dan berperan sebagai media pertumbuhan
mikroorganisme patogen. Kontrol yang buruk dan penurunan daya tahan tubuh
menjadi faktor risiko pasien diabetes mellitus menderita infeksi saluran kemih
akibat pemasangan kateter

Studi ini mengidentifikasi diabetes sebagai faktor dalam perkembangan


CAUTI, dan diabetes sebagai faktor dalam perkembangan ISK telah
dikonfirmasi dalam banyak penelitian lain. Geerlings dan Hoepelman [24]
mencatat bahwa pada pasien dengan diabetes, gangguan fungsi granulosit,
peningkatan kepatuhan uropatogen ke sel epitel kandung kemih, dan efek
glukosuria pada pertumbuhan uropatogen pada pasien diabetes berkontribusi
pada prevalensi ISK yang lebih tinggi. Platt dkk. juga mendokumentasikan
adanya diabetes sebagai faktor risiko dan mengusulkan dua kemungkinan
mengapa pasien diabetes berada pada peningkatan risiko tertular infeksi:
peningkatan prevalensi kolonisasi perineum oleh patogen potensial dan
peningkatan kemampuan urin beberapa pasien diabetes untuk mendukung
mikroba. pertumbuhan [20]. Efek diabetes ini mendorong kolonisasi
uropatogen pada permukaan kateter saat kateter urin terpasang dan
mempengaruhi sintesis biofilm. Selain itu, keadaan immunocompromised,
yang merupakan karakteristik pasien ini, memungkinkan bakteriuria dengan
mudah meluas ke saluran kemih bagian atas. Pasien dengan diabetes, terutama
yang dirawat di ICU dengan kateter menetap, lebih rentan terhadap
perkembangan urosepsis; dengan demikian, pasien ini memerlukan
pemantauan glukosa darah yang ketat untuk mencegah terjadinya dan
perkembangan CAUTI. terutama mereka yang dirawat di ICU dengan kateter
menetap, lebih rentan terhadap perkembangan urosepsis; dengan demikian,
pasien ini memerlukan pemantauan glukosa darah yang ketat untuk mencegah
terjadinya dan perkembangan CAUTI
 Lama Pemasangan Kateter
Durasi kateterisasi adalah faktor independen yang paling berpengaruh dengan
infeksi saluran kemih terkait kateter. Telah ditunjukkan dalam penelitian lain
[21], [28], [29]. Kemungkinan durasi kateterisasi 32,85 lebih tinggi untuk
pasien yang memasang kateter selama lima hari atau lebih. Semakin lama
pemasangan kateter, semakin rentan terhadap infeksi [30]. Pasien yang
memasang indwelling catheter memiliki risiko untuk berkembang menjadi
bakteriuria [31]. Urin kateter akan membentuk biofilm. Bakteri dapat masuk
setelah pemasangan kateter atau setelah tiga hari [32]. Perkembangan biofilm
terjadi ketika sel (planktonic) kontak dengan permukaan kateter dengan
lapisan tipis [33].
2. Pathogenesis
Kateter urin merusak mekanisme pertahanan imun innate untuk pencegahan
perlekatan dan migrasi patogen ke kandung kemih, mekanisme ini termasuk panjang
uretra dan aktivitas berkemih (Chenoweth and Saint, 2013). Penggunaan kateter uretra
menjadikan pasien cenderung terinfeksi CAUTI dengan merangsang inflamasi dan
membuat mukosa uretra dan leher kandung kemih mengalami trauma. Inflamasi dan
kerusakan mekanis pada epitelium saluran kemih bukan hanya meningkatkan risiko
ISK tetapi juga mempengaruhi kemampuan pasien untuk repon imun terhadap bakteri
di kandung kemih (Assanga et al., 2016). Meskipun pada saluran kemih intak terdapat
mekanisme pertahanan imun innate melawan infeksi mikroba, organisme spesifik
tetap mampu berkolonisasi dan bertahan di lingkungan ini. Sama halnya dengan
patogen mukosa lainnya, uropatogen memiliki strategi spesifik untuk menginfeksi
salura kemih, termasuk berkolonisasi di kateter urin atau di mukosa (sel uroepitel),
menggelak dari pertahanan host, replikasi, dan kerusakan sel host. Insersi benda
asing, seperti kateter urine, ke vesika urinaria meningkatkan kerentanan pasien
terhadap ISK. Sebagaimana peralatan ini menginisiasi situs infeksi dengan
memperkenalkan organisme opportunistik ke saluran kemih. Mayoritas uropatogen ini
kontaminan pada feses atau kulit dari pasien itu sendiri atau yang berkolonisasi pada
area periuretra. Mikroflora transitori yang berasal dari personel rumah sakit atau
kontak dengan pasien lainnya dapat merepresentasikan strain nosokomial yang
resisten terhadap antibiotik (Jacobsen et al.,2008). Bakteri berkolonisasi pada vesika
urinaria pasien dalam tiga hari pertama kateterisasi. Terpaparnya bakteri dengan
penggunaan kateter sering berhubungan dengan biofilm. Biofilm adalah struktur
kompleks yang terdiri dari bakteri, sel host, dan produk seluler. Biofilm terdiri dari
kelompok mikroorganisme dan matriks ekstraselular (umumnya materi polisakarida),
baik dari lumen internal dan permukaan eksternal kateter urin (Chenoweth and Saint,
2013). Pembentukan biofilm patogen pada permukaan kateter dan sistem drainase
terjadi secara universal dengan perpanjangan durasi kateterisasi. Sejalan waktu,
kateter urin menjadi tempat koloniasi mikroorganisme di dalam biofilm, membuat
mereka resisten terhadap antimikroba dan mekanisme pertahanan host dan sebenarnya
tidak mungkin mengeradikasi tanpa melepas kateter tersebut terlebih dahulu. Peranan
bakteri di dalam biofilm bagi patogenesis CAUTI tidak diketahui dan masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut (Gould et al.,2009). Biofilm khususnya terdiri
dari satu tipe mikroorganisme, meskipun demikian masih mungkin terdiri dari
polimikroba. Organisme tumbuh lebih lamban pada biofilm daripada di urin, dan
mikroorganisme di biofilm dapat bergerak naik dalam 1-3 hari (Chenoweth and Saint,
2013). Biofilm juga penting karena menyediakan lingkungan proteksi dari sel imun.
Antimikroba sulit masuk ke dalam biofilm, dan mikroorganisme tumbuh lebih lamban
di biofilm sehingga menurunkan efektivitas dari banyak antimikroba (Chenoweth and
Saint, 2013). Sebagian besar mikroorganisme penyebab CAUTI yang berasal dari
perineum memasuki kandung kemih secara ascending ke uretra. Biasanya (sekitar
66%), organisme berpindah dari biofilm ke permukaan luar kateter. Organisme ini
adalah organisme endogen primer yang berkolonisasi pada perineum dan usus pasien
(Chenoweth and Saint, 2013). Proporsi kecil infeksi (34%) terjadi akibat kontaminasi
intraluminal dari sumber eksogen, sebagai hasil dari transmisi silang tangan personel
kesehatan (Chenoweth and Saint, 2013). Pada beberapa kejadian, CAUTI diakibatkan
mikroorganisme yang berasal dari saluran cerna pasien. Sekitar 15% peristiwa
bakteriuria terkait petugas kesehatan terjadi pada transmisi dalam rumah sakit dari
satu pasien ke pasien lainnya (Chenoweth and Saint, 2013). Sebagian besar kasus
perjangkitan di rumah sakit berhubungan dengan kebersihan yang kurang pada tangan
personel kesehatan (Chenoweth and Saint, 2013).

Gambar. Rute masuk mikroorganisme ke saluran kateter urin Kateter urin


menyediakan pintu masuk menuju saluran kemih.
Bakteri dapat bergerak naik menuju saluran kemih melalui permukaan eksternal
maupun internal kateter. Gerakan ascending bakteri secara eksternal (ekstraluminal),
via migrasi sepanjang permukaan luar kateter pada sarung mukosa periuretral :
 Mikroorganisme berkolonisasi pada permukaan eksternal kateter (paling
sering membentuk biofilm).
 Bakteri bergerak naik saat insersi kateter. Hal ini menunjukkan kurangnya
asepsis selama insersi awal
 Bakteri juga bergerak naik satu-tiga hari setelah kateterisasi, umumnya karena
pergerakan kapiler. Gerakan ascending bakteri secara internal (intraluminal),
via pergerakan sepanjang lumen internal kateter dari kantong urin yang
terkontaminasi atau pertemuan kateter dengan pipa drainase (Gould et
al.,2009).
 Bakteri terpapar saat terbukanya sistem drainase urin yang seharusnya
tertutup.
 Mikroba bergerak naik dari kantong urin ke vesika urinaria via refluks.

Infeksi ekstraluminal secara ascending dapat disebabkan baik selama pemasangan


insersi kateter, atau setelahnya oleh organisme dari area perineum yang begerak
upward dengan aksi kapiler mukosa film yang tipis yang menyelimuti permukaan
eksternal kateter. Infeksi intraluminal disebabkan oleh organisme yang memasuki
akses lumen kateter, baik karena kegagalan drainase untuk menutup atau urin pada
kantung pengumpulan terkontaminasi. Naiknya mikroorganisme ekstraluminal
lebih sering dijumpai sebagai penyebab CAUTI walaupun kedua rute sama
pentingnya (Parida and Mishra, 2013). Mekanisme yang lebih memiliki andil
untuk masuknya organisme ke vesika urinaria untuk kasus CAUTI adalah melalui
ekstraluminal (66%), sedangkan intraluminal berkisar 34% (Jacobsen et al.,2008).
Bakteri dapat bergerak ascending ke atas tuba drainase menuju kantung urin dan
dapat dengan mudah mengalir kembali ke kandung kemih. Pengukuran sebaiknya
dilakukan untuk memelihara aliran urin yang tidak terobstruksi dengan mencegah
kondisi tuba kateter dan tuba pengumpulan urin dari posisi kinking. Migrasi
bakteri retrograde dari tuba outlet kantung drainase urin adalah sumber utama
kontaminasi bakteri. Sebuah studi oleh Maki et al menemukan bahwa tuba
drainase yang berada dalam posisi lebih rendah dari kantung drainase
berhubungan dengan risiko kenaikan signifikan CAUTI (Assanga et al., 2016).
Kateter urin memfasilitasi kolonisasi uropatogen dengan menyiapkan permukaan
untuk penempelan ke sel binding reseptor host yang dikenali oleh adhesi bakteri,
yang berlanjut pada proses adhesi mikroba. Selama insersi, kateter.

urin dapat merusak proteksi mukosa uroepitel, yang berlanjut pada tereksposnya
lokasi baru untuk adhesi bakteri. Akhirnya, keberadaan kateter di saluran kemih
merusak mekanisme pertahanan host, menghasilkan over distensi vesika urinaria,
dan tidak sempurnya berkemih yang menyebabkan adanya urin residu untuk
pertumbuhan mikroba. Adhesi bakteri menginisiasi perlekatan dengan dikenalinya
sel binding reseptor host yang berlokasi pada permukaan sel host atau kateter.
Faktor ini mengekspresikan secara berbeda selama infeksi, bukan hanya untuk
mengenali permukaan yang berbeda dan tipe sel yang ditemui uropatogen (seperti
pada saluran kemih dibandingkan dengan ginjal) tetapi juga menginvasi repon
imunitas host. Struktur permukaan sel bakteri ini mengenali secara spesifik
permukaan sel host dan komponen matriks ekstraselular seperti protein,
glikoprotein, glikolipid, dan karbohidrat (Jacobsen et al.,2008).

3. Patofisiologi

Anda mungkin juga menyukai