Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

FARMAKOLOGI - II

SISTEM KARDIOVASKULER (ANTIHIPERLIPIDEMIA)

OLEH :

KELOMPOK I :
HAJAH NINGSIH INTA (F201902008)
SURIA (F201902011)
SAMHARIRA (F201902013)
SINARITTA (F201902014)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan
seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada
terkira besarnya, sehingga peyusun dapat menyelesaikan Makalah “Sistem
kardiovaskuler Antihiperlipidemia”.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun memperoleh referensi yang
berasal dari buku-buku kefarmasian serta website dan blog-blog yang kompeten di
bidang farmasi. Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen pengampu yang telah memberikan tugas ini demi
memenuhi salah satu penilaian dalam mata kuliah interaksi obat.
Meskipun penyusun berharap Makalah “Sistem kardiovaskuler
Antihiperlipidemia”.
ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun penyusun tetap menyadari
bahwa setiap hasil karya manusia selalu memiliki kekurangan. Oleh karena itu,
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini
dapat menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata penyusun berharap agar ““Sistem kardiovaskuler
Antihiperlipidemia”.
” ini bermanfaat bagi semua pembaca. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.

Kendari, februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................5
C. Tujuan.............................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................7
A. Definisi Hiperlipidemia..................................................................................7
B. Etiologi Hiperlipidemia..................................................................................8
D. Gejala dan Tanda Hiperlipidemia...................................................................8
E. Tatalaksana terapi farmakologi....................................................................11
F. Terapi Non-Farmakologi................................................................................9
BAB III PENUTUP...............................................................................................18
A. Kesimpulan...................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperlipidemia merupakan kondisi dimana  kadar lipid darah yang
melebihi kadar normalnya. Hiperlipidemia disebut juga peningkatan lemak
dalam darah dan karena sering disertai peningkatan beberapa fraksi
lipoprotein, disebut juga hiperlipoproteinemia. Hiperlipidemik dapat berupa
hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia. Obat-obat antihiperlipidemik
(hipolipidemika) adalah golongan obat yang digunakan untuk menurunkan
kadar lipida darah yang melebihi ambang batas normal. Lipida darah (lipid
plasma) terdiri dari lemak-lemak netral (trigliserida), kolesterol (kolesterin)
dan fosfolipida. Karena lipid tidak larut dalam air, zat tersebut dibawa
dalam plasma dari jaringan ke jaringan dengan cara terikat pada protein.
Lipid plasma yang utama terdiri atas kolesterol, trigliserid, fosfolipid
dan asam lemak bebas. Lipid plasma ini tidak larut dalam cairan plasma.
Agar lipid plasma dapat diangkut dalam sirkulasi, maka susunan molekul
lipid tersebut perlu dimodifikasi, yaitu dalam bentuk lipoprotein yang
bersifat larut dalam air. Lipoprotein ini bertugas mengangkut lipid dari
tempat sintesisnya menuju tempat penggunaannya. Apolipoprotein
berfungsi untuk mempertahankan struktur lipoprotein dan mengarahkan
metabolisme lipid tersebut.
Diagnosa hiperlipidemia aterogenik yang tepat membutuhkan
penentuan abnormalitas lipoprotein yang spesifik dan pengobatan diarahkan
untuk memperbaiki kelainan lipoprotein bukan hanya menurunkan kadar
total kolesterol dan trigliserida plasma saja.
Dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam
pengobatan pada saat ini, dan berkembangnya polifarmasi maka
kemungkinan terjadinya interaksi obat makin besar. Interaksi obat perlu
diperhatikan karena dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap
pengobatan.
Interaksi dikatakan terjadi ketika efek dari satu obat diubah
oleh obat lain, makanan , minuman, atau oleh beberapa bahan kimia
lingkungan. Mekanisme yang tidak biasa atau  khas bagi pasangan
obat  tertentu yang rinci terdapat dalam monograf. Sangat banyak obat yang
berinteraksi, bukan oleh mekanisme tunggal, tetapi sering oleh dua atau
lebih mekanisme, meskipun untuk kejelasan sebagian besar mekanisme
yang dibahas di sini seolah-olah mereka terjadi dalam isolasi. Untuk
kenyamanan mekanisme interaksi dapat dibagi menjadi interaksi yang
melibatkan farmakokinetik obat dan yang melibatkan farmakodinamik.
Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian.
Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000
orang harus masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama
dari pada seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi
dan/atau efek samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering
mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai
subjek untuk lebih dari satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi
interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau
usia.
Interaksi obat yang tidak diinginkan dapat dicegah bila kita
mempunyai pengetahuan farmakologi tentang obat-obat yang
dikombinasikan. Tetapi haruslah diakui bahwa pencegahan itu tidaklah
semudah yang kita bayangkan, mengingat jumlah interaksi yang mungkin
terjadi pada orang penderita yang menerima pengobatan polypharmacy
cukup banyak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hiperlipidemia?
2. Bagaimanakah etiologi hiperlipidemia?
3. Bagaimanakah patofisiologi hiperlipidemia?
4. Bagaimanakh tanda dan gejala hiperlipidemia?
5. Bagaimana tata laksana terapi farmakologi antihiperlipidemia?
6. Bagaimana tata laksana terapi non farmakologi antihiperlipidemia?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui dan memahami pengertian hyperlipidemia.
2. Dapat mengetahui etiologi hiperlipidemia.
3. Dapat mengetahui dan memahami Patofisiologi hiperlipidemia.
4. Dapat mengetahui tanda dan gejala hiperlipidemia.
5. Dapat mengetahui tatalaksana terapi farmakologi terhadap hiperlipidemia.
6. Dapat mengetahui terapi non farmakologi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah suatu kondisi kelebihan lemak dalam sirkulasi
darah. Dapat disebut juga dengan hiperlipoproteinemia karena substansi lemak
yang mengalir di peredaran darah terikat oleh protein karena lemak merupakan
partikel yang tidak larut air. Secara umum, hiperlipidemia dapat dibedakan
menjadi 2 sub kategori yaitu hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia
(Harikumar, dkk., 2013).
Hiperlipidemia juga dapat didefinisikan sebagai peningkatan kadar plasma
kolestrol atau trigliserida atau keduannya (Roy, 2011; Talbert, 2008). Sehingga
jika ingin membahas penyakit yang berhubungan dengan abnormalitas lipid, lebih
tepat jika menggunakan istilah displidemia.

B. Etiologi Hiperlipidemia
Hiperlipidemia berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi tiga yaitu,
dislipidemia primer yang disebabkan karena kelainan genetik spesifik dan
dislipidemia sekunder yaitu, dislipidemia yang terjadi karena penyakit lain yang
menyebabkan kelainan metabolism lemak dan lipoprotei.
1. Dislipidemia Primer
Dislipidemia primer diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi
Fredrickson, yang berdasarkan pada elektroforesis atau ultrasentrifugasi
lipoprotein.
a. Tipe I, yaitu kenaikan kolesterol dengan kadar trigliserida yang tinggi.
b. Tipe II, yaitu kenaikan kolesterol dengan kadar trigliserida yang normal.
c. Tipe III, yaitu kenaikan kolesterol dan trigliserida 7.
d. Tipe IV, kenaikan trigliserida, munculnya aterom dan kenaikan asam urat.
e. Tipe V, kenaikan trigleserida saja
(Harikumar, dkk., 2013)
2. Dislipidemia Sekunder
Dislipidemia sekunder atau dislipidemia didapat memiliki bentuk yang
mirip dengan dislipidemia primer. Dislipidemia sekunder dapat meingkatkan
resiko aterosklerosis dini, pancreatitis, atau berbagai komplikasi lainnya.
Penyebab tersering dari dislipidemia sekunder ini adalah diabetes mellitus,
penggunaan obat diuretik, beta bloker, dan esterogen jangka panjang.
Dislipidemia sekunder dapat juga disebabkan oleh penyakit hipotiroidisme,
gagal ginjal, nefrotik sindrom, ikterik obstruktif, cushing syndrome, anoreksia
nervosa, konsumsi alcohol, serta dapat pula disebabkan oleh penyakit endokrin
yang langka atau penyakit gangguan metabolisme lainnya (Harikumar, dkk.,
2013).

C. Patofisiologi Hiperlipidemia
Hiperlipidemia dapat terjadi karena dua mekanisme. Mekanisme pertama
adalah kelebihan produksi VLDL oleh hati sebagai akibat dari kenaikan asam
lemak bebas yang melewati hati. Mekanisme kedua adalah adanya gangguan pada
pemecahan VLDL dan kilomikron oleh lipoprotein lipase. Ketika aktifitas
lipoprotein lipase menurun, trigliserida gagal dihidrolisa, diubah, atau 10
dihancurkan, dan metabolism kilomikron serta VLDL remnan tertunda
(Harikumar, dkk., 2013).

D. Tanda dan Gejala Hiperlipidemia


Hiperlipidemia biasanya tidak terdeteksi dini sehingga baru ditemukan
ketika evaluasi atau pemeriksaan penyakit aterosklerosis atau penyakit
kardiovaskuler. Tanda dan gejalanya yaitu xantoma, xanthelasma, nyeri dada,
nyeri perut, hepatosplenomegali, kadar kolesterol atau trigliserida tinggi, serangan
jantung, obesitas, intoleransi glukosa, lesi menyerupai jerawat pada sekujur tubuh,
plak ateromatosus pada pembuluh darah arteri, arkus senilis, dan xantomata
(Harikumar, dkk., 2013).

E. Tatalaksana Terapi Farmakologi


Terapi obat diindikasikan setelah dilakukan perubahan gaya hidup terapetik
yang adekuat. Walaupun telah banyak obat penurun lipid yang efikasius, tidak
satupun yang yang efektif untuk semua gangguan lipoprotein dan setiap obat
memiliki efek samping. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat penurun lipid
secara umum dapat dibedakan menjadi obat yang dapat menurunkan sintesis
VLDL dan LDL, obat yang dapat meningkatkan klirens VLDL, obat yang
meningkatkan katabolisme LDL, obat yang dapat menurunkan absorpsi kolesterol,
obat yang dapat meningkatkan HDL dan kombinasinya (Talbert, 2008).
1. Niacin (Nicotinic acid)
Niacin merupakan obat penurun lipid pertama yang dihubungkan
dengan penurunan mortalitas total. Niacin menurunkan produksi partikel
VLDL, menurunkan level LDL dan meningkatkan level HDL kolesterol. Efek
rata – rata dari dosis penuh 3 – 4,5 g/hari terapi niasin adalah penurunan LDL
kolesterol sebesar 15 – 25% dan peningkatan HDL kolesterol sebesar 25 – 35%.
Dosis penuh dibutuhkan untuk mendapatkan efek LDL, namun efek HDL telah
ditunjukan pada dosis yang lebih rendah yaitu pada dosis 1g/hari. Niacin juga
dapat menurunkan trigliserida dan lipoprotein A dan akan meningkatkan level
homosistein. Intoleransi terhadap niacin sering terjadi, hanya sekitar 50 – 60%
pasien yang dapat menerima dosis penuh. Niacin dapat menyebabkan flushing
yang dimediasi prostaglandin yang dideskripsikan pasien sebagai ”hot flashes”
atau pruritus dan dapat diturunkandengan pemberian pretreatment dengan
aspirin (81 – 325 mg/hari) atau obat NSAID lainnya. Flushing juga dapat
diturunkan dengan memulai terapi niacin dengan dosis yang sangat kecil
misalnya 100 mg pada waktu makan malam. Dosis kemudian dapat digandakan
setiap minggunya sampai dosis 1,5 g/hari ditoleransi. Setelah cek ulang lipid
darah, dosis kemudian dapat dibagi dan ditingkatkan sampai target 3 – 4,5
g/hari tercapai. Niacin extended release juga tersedia dan lebih ditoleransi
dengan baik pada kebanyakan pasien. Niacin juga dapat menyebabkan
eksaserbasi gout dan penyakit peptik ulcer. Walaupun niacin mungkin dapat
meningkatkan gula darah pada beberapa pasien, percobaan klinik menunjukan
bahwa niacin aman digunakan pada pasien diabetik (Baron , 2006).

2. Bile acid-binding resin


Golongan resin pengikat asam empedu termasuk di dalamnya adalah
kolestiramin, kolesevelam dan kolestipol. Terapi dengan obat ini dapat
menurunkan insidensi dari kejadian koroner pada pria usia pertengahan
sebanyak 20%, tanpa perbedaan signifikan pada efek mortalitas total. Resin
bekerja dengan cara mengikat asam empedu pada intestin. Mekanisme yang
bersamaan adalah penurunan sirkulasi enterohepatik yang kemudian
menyebabkan hati meningkatkan produksi asam empedunya, menggunakan
kolesterol hepatik. Aktivitas reseptor hepatik LDL akan meningkat,
menyebabkanterjadinya penurunan level LDL plasma.
Level trigliserida dapat meningkat sedikit pada beberapa pasien yang
diterapi dengan resin pengikat asam empedu, sehingga penggunaan obat ini
harus dengan peringatan pada pasien yang mengalami peningkatan trigliserida
dan tidak diberikan pada semua pasien dengan kadar trigliserida diatas 500
mg/dL. Klinisi dapat mengharapkan penurunan sebanyak 15-25% pada level
LDL kolesterol, dengan efek yang signifikan pada level HDL. Dosis lazim dari
kolestiramin adalah 12 – 36 g resin per hari dalam dosis terbagi dengan
makanan, dicampur dalam air atau dalam jus.Dosis kolestipol 20% lebih tinggi
(tiap bungkus mengandung 5 g resin). Dosis dari kolesevelam adalah 625 mg
per tablet, 6 – 7 tablet per hari. Obat – obat golongan ini dapat menyebabkan
gejala gastrointestinal, misalnya konstipasi dan gas. Dapat mengganggu
absorpsi vitamin larut lemak (sehingga sangat complicating pada managemen
pasien yang mendapatkan warfarin) dan dapat juga berikatan dengan obat lain
pada saluran cerna (Baron, 2006).

3. Hydroxymethylglutaryl-Coenzyme A (HMG-CoA)
Reductase Inhibitors (Statin) HMG-CoA reductase inhibitors termasuk
di dalamnya adalah atorvastatin, fluvastatin, lovstatin, pravastatin, rosuvastatin
dan simvastatin. Mekanisme obat golongan ini adalah dengan menghambat rate
limiting enzymepada pembentukan kolesterol. Obat golongan ini dapat
menurunkan infark mikard dan mortalitas total pada pencegahan sekunder,
sama halnya pada pencegahan untuk pasien pria usia pertengahan yang bebas
penyakit jantung koroner. Penelitian meta analisis menunjukan bahwa
penggunaan obat ini dapat menurunkan resiko terjadinya stroke. Sintesis
kolesterol dapat diturunkan, dengan kompensasi berupa peningkatan aktivitas
reseptor LDL hepatik (dengan asumsi bahwa kemudian hati dapat lebih
mengambil kolesterol yang dibutuhkan dari darah) dan terjadi penurunan level
LDL kolesterol dalam sirkulasi sampai dengan 35%. Juga terjadi peningkatan
sedang level HDL dan penurunan level trigliserida.
Dosis lazim atorvastatin, 10–80 mg/hari; fluvastatin, 20–40 mg/hari;
lovastatin, 10–80 mg/hari; pravastatin, 10–40 mg/hari; rosuvastatin, 5–40
mg/hari; dan simvastatin, 5–40 mg/hari. Obat – obat golongan ini biasanya
diberikan satu kali sehari pada saat malam hari (dimana sebagian besar sintesis
kolesterol terjadi pada malam hari).Pada rentang dosis akhir yang tinggi, dosis
bagi dua kali sehari dapat digunakan. Efek sampingnya antara lain miositis,
yang kejadiannya dapat lebih tinggi pada pasien yang juga mendapatkan fibrat
atau niasin bersamaan dengan statin. Produsen merekomendasikan untuk
melakukan monitoring enzim hati dan otot.Beberapa obat (eritromisin,
siklosporin danantijamur azole) menurunkan metabolisme obat ini (Baron,
2006).
4. Fibric acid derivatives
Derivat asam fibrat termasuk gemfibrozil, fenofibrat dan klofibrat.
Fibrat dapat menurunkan sintesis dan meningkatkan pemecahan partikel VLDL,
dengan efek sekunder pada level LDL dan HDL. Obat golongan ini
menurunkan level LDL sampai dengan 10 – 15% dan level trigliserida sampai
dengan 40% dan meningkatkan level HDL sampai 15 – 20%. Dosis lazim
gemfibrozil adalah 600 mg satu atau dua kali sehari.Efek sampingnya termasuk
kholelithiasis, hepatitis dan miositis.Insidensi hepatitis dan miositis dapat
meningkat pada pasien yang juga mendapatkan obat penurun lipid lainnya.Hasil
penelitian klinik yang besar menunjukan bahwa penggunaan klofibrat
menunjukan kematian yang lebih tinggi secara signifikan, terutama karena
kanker, pada kelompok perlakukan, sehingga sebaiknya tidak digunakan
(Baron, 2006).

5. Ezetimibe
Ezetimibe merupakan obat penurun lipid baru yang mekanisme kerjanya
dengan menghambat absorpsi kolesterol dari diet dan bilier dengan memblok
penyebrangan (passage) melewati dinding saluran cerna. Ezetimibe dapat
menurunkan LDL kolesterol antara 15 – 20% saat digunakan sebagai
monoterapi dan dapat membantu menurunkan level LDL pada pasien yang
mendapatkan statin yang belummencapai target terapetik.Efek dari ezetimide
pada penyakit jantung koroner dan keamanan jangka panjangnya belum
diketahui secara pasti.Dosis lazim ezetimide adalah 10 mg/hari (Baron, 2006).

6. Suplemen minyak ikan (N-3 Polyunsaturated Fatty Acids atau N-3 PUFA
atau Omega-3 Fatty Acids)
Penggunaan suplementasi minyak ikan (ikan, minyak ikan, atau minyak
asam linolenik tinggi) pada dosis rendah (1 – 2 g/hari) disebutkan untuk
pencegahan penyakit jantung koroner. Berdasarkan bukti klinis, penggunaan
suplemen minyak ikan pada dosis 3 – 4 gram perhari adalah aman dan
effikasius dalam menurunkan trigliserida dan merupakan alternatif terhadap
fibrat atau asam nikotinat dalam terapi hipertrigliseridemia (Blackmore, dkk,
2004)

Tabel 1. Menunjukan rangkuman efek terapi obat penurun lipid dan lipoprotein
Tabel 2. Pilihan obat yang direkomendasikan dalam penanganan berbagai tipe
hiperlipidemia.

1. Pilihan Terapi Farmakologi pada Berbagai Kondisi


Obat penurun lipid, seperti yang dijelaskan sebelumnya, tidak efektif
untuk menangani semua tipe abnormalitas lipid, sehingga dalam pemilihannya
perlu memperhatikanabnormalitas lipid yang terjadi pada pasien, faktor
resiko, penyakit penyerta dan kondisi klinis pasien.
a. Hiperkolesterolemia primer (hiperkolesterolemia familial, hiperlipidemia
familial kombinasi, hiperlipoproteinemia tipe IIa), dapat diterapi dengan
resin asam empedu, HMG-CoA reduktase inhibitor, niacin atau
ezetimibe. Mempertimbangkan kepatuhan, adverse effect, dan efektifitas
untuk pasien dengan hiperkolesterolemia, statin merupakan obat pilihan
karena merupakan obat penurun LDL yang paling poten sebagai
monoterapi dan cost effective pada pasien dengan penyakit arteri koroner
atau faktor resiko ganda dan pada pasien pencegahan primer resiko tinggi.
Pada pasien yang tidak respon dengan monoterapi statin, dapat diterapi
dengan terapi kombinasi namun perlu pemantauan yang ketat karena
dapat meningkatkan resiko efek samping dan interaksi obat. Contoh
kombinasi terapi yang rasional salah satunya adalah resin pengikat asam
empedu dan lovastatin, dimana terjadi peningkatan jumlah reseptor LDL
menyebabkan degradasi LDL-C yang lebih besar; sintesis intraselular
kolesterol dihambat; dan siklus enterohepatik dari asam empedu
diinterupsi.
b. Hiperlipoproteinemia kombinasi (tipe IIb) dapat diterapi dengan statin,
niacin atau gemfibrozil untuk menurunkan LDL-C tanpa meningkatkan
VLDL dan trigliserida. Niacin merupakan obat yang paling efektif dan
dapat dikombinasikan dengan resin pengikat asam empedu. Penggunaan
resin pengikat asam empedu sebagai monoterapi untuk gangguan ini
dapat meningkatkan VLDL dan trigliserida sehingga penggunaanya
sebagai obat tunggal harus dihindari.
c. Hiperlipoproteinemia tipe III dapat diterapi dengan asam fibrat dan
niacin. Walaupun asam fibrat telah dianjurkan sebagai obat pilihan untuk
tipe ini, namun kurangnya data utama mengenai effikasinya dalam
mempengaruhi mortalitas kardiovaskular dan sejumlah efek samping
serius yang telah terdokumentasi dalam pemakaiannya, membuat
penggunaan niacin juga dapat dipertimbangkan.
d. Hipertrigliseridemia, penting untuk diingat bahwa pola gangguan
lipoprotein tipe I, III, IV dan V diasosiasikan dengan hipertrigliseridemia.
Trigliserida serum yang tinggi harus diterapi dengan mencapai berat
badan yang diharapkan, konsumsi diet rendah lemak jenuh dan kolesterol,
latihan fisik yang reguler, berhenti merokok dan retriksi alkohol.Obat
yang berguna untuk terapi hiperkolesterolemia termasuk di dalamnya
adalah gemfibrozil, niacin dan statin potensi tinggi (atorvastatin,
rosuvastatin, dan simvastatin). Gemfibrozil merupakan obat pilihan pada
pasien diabetes karena efek niacin terhadap kontrol glikemik
kecualibentuk sediaan baru extended release digunakan. Fenofibrat dapat
dipilih dalam kombinasi dengan statin karena tidak mengganggu
glukuronidasi dan meminimalkan interaksi obat potensial. Terapi yang
sukses didefinisikan apabila terjadi penurunan trigliserida < 500 mg/dL.
e. HDL-C rendah merupakan resiko prediktor bebas yang kuat terhadap
penyakit jantung koroner. Managemen yang dapat dilakukan antaranya
adalah reduksi berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, berhenti
merokok dan apabila dibutuhkan terapi obat, dapat digunakan fibrat dan
niacin. Niacin merupakan obatyang potensial untuk peningkatan yang
paling besar dari HDL, efeknya lebih tampak pada bentuk sediaan reguler
atau immediate release dibandingkan bentuk sediaan sustained release.
f. Diabetik dislipidemia dikarakterisasi dengan hipertrigliseridemia, HDL
rendah dan LDL meningkat sedikit. Diabetes memiliki resiko yang setara
dengan penyakit jantung koroner. Target utama pada diabetik
dislipidemia adalah menurunkan LDL-C < 100 mg/dL. Bilamana LDL >
130 mg/dL, sebagian besar pasien membutuhkan perubahan gaya hidup
terapetik dan terapi obat. Apabila LDL-C berkisar antara 100 – 129
mg/dL, intensifkan kontrol glikemik, pilihannya termasuk menambahkan
obat untuk dislipidemia atherogenik (fibrat, niacin) dan mengintensifkan
terapi penurun LDL-C. Karena target utama pada pasien diabetik
dislipidemia adalah LDL-C, terapi statin dipertimbangkan sebagai obat
pilihan pertama.
g. Pasien usia lanjut, hiperkolesterolemia merupakan faktor resiko
independen terhadap terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien usia
lanjut (> 65 tahun) sama halnya dengan pasien yang lebih muda. Terapi
obat pada pasien usia lanjut prinsipnya hanya berbeda sedikit dengan
pasien yang lebih muda. Pasien lansia memberikan respon sebaik pasien
yang lebih muda terhadap obat penurun lipid. Karena ada perubahan
dalam komposisi tubuh, fungsi renal, danperubuhan fisiologik lainnya
karena usia menyebabkan pasien usia lanjut lebih sensitif terhadap
terjadinya efek samping obat penurun lipid. Pasien usia lanjut lebih sering
mengalami konstipasi (resin pengikat asam empedu), gangguan kulit dan
mata (niacin), gout (niacin), gallstones (fibrat), dan gangguan
tulang/sendi (fibrat, statin). Untuk meminimalkan resiko efek samping,
terapi harus dimulai dengan dosis rendah dan peningkatan dosis dititrasi
secara perlahan. Karena kebanyakan wanita dengan penyakit jantung
koroner adalah usia lanjut dan memiliki resiko osteoporosis, mereka
merupakan kandidat untuk terapi diet dengan pertimbangan intake
kalsium yang konsisten dengan pencegahan osteoporosis, latihan, dan
kemungkinan terapi penggantian estrogen. Bukti menunjukan bahwa
penggunaan obat penurun lipid statin dapat menurunkan resiko
osteoporosis, namun data dari berbagai penelitian masih bertentangan.
h. Wanita hamil, kolesterol dan trigliserida dapat meningkat pada masa
kehamilan, dengan rata – rata peningkatan kolesterol 30 – 40 mg/dL yang
muncul pada minggu 36 sampai dengan 39. Trigliserida dapat meningkat
sampai dengan 150 mg/dL.Terapi obat tidak dianjurkan, ataupun
dilanjutkan selama kehamilan.Bilamana pasien memiliki resiko yang
sangat tinggi, resin pengikat asam empedu dapat dipertimbangkan karena
tidak munculnya eksposure obat sistemik. Terapi diet merupakan terapi
utama.
i. Anak – anak, terapi obat pada anak – anak tidak dianjurkan sampai
mereka berusia 10 tahun dan lebih dewasa. Statin menunjukan tingkat
keamanan dan keefektifan pada anak dan memberikan penurunan lipid
yang lebih baik dibandingkan obat penurun lipid sebelumnya yang
direkomendasikan (resin pengikat asam empedu).
j. Penyakit seperti sindrom nefrotik, gagal ginjal tahap akhir dan hipertensi
merupakan salah satu resiko terjadinya dislipidemia dan dapat
menimbulkan kesulitan untuk menterapi abnormalitas lipid. Statin
menunjukan keefektifan dalam menurunkan kolesterol total dan LDL-C
padapasien sindrom nefrotik, walaupun tidak bisa mengembalikannya ke
level normal. Statin muncul sebagai obat yang aman dan efektif pada
insufisiensi renal.Koreksi abnormalitas lipid dapat memperbaiki
hemodinamik renal, dimana pravastatin dan fluvastatin dapat lebih aman
dari statin yang lainnya, namun harus divalidasi dengan penelitian yang
lebih besar.Rekomendasi untuk pasien dengan hipertensi dan
hiperkolesterolemia termasuk didalamnya adalah menghindari
penggunaan obat yang dapat meningkatkan kolesterol seperti diuretik dan
beta bloker (Baron, 2006; Talbert, 2008).

F. Terapi Non-Farmakologi
1. Mengurangi asupan lemak jenuh
Diet tinggi kolesterol dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL
dalam darah. Makanan tinggi kolesterol dapat ditemukan pada makanan yang
berasal dari hewan, seperti daging dan produk susu, sehingga makanan jenis ini
sebaiknya dikurangi untuk menjaga kadar kolesterol dalam darah tetap normal
(Kerver dkk.,2003). Menurut institutes of health (U.S Department of health an
human service 2002) lemak jenuh merupakan komponen utama makanan yang
menentukan kadar LDL serum. Pengaruh lemak jenuh terhadap kolesterol total
dalam serum telah banyak diteliti. Analisis dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1% kalori dari lemak jenuh akan
disertai peningkatan LDL serum sebesar 2%. Sebaliknya, penurunan 1% asupan
lemak jenuh dapat menurunkan kadar LDL serum sebesar 2%.
2. Memilih sumber makanan yang dapat menurunkan kolesterol
Merekomendasikan untuk memilih buah-buahan (≥2 kali/hari) sayur (≥
3 kali/hari) gandum terutama gandum utuh (≥6 kali/hari) dan makanan yang
rendah lemak seperti susu rendah lemak dapat menurunkan kadar kolesterol
total dalam darah. Diet serat larut seperti oatmeal, kacang-kacangan, jeruk
strawberrry dan apel (wild dkk., 2009).
3. Penurunan berat badan
Obesitas berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinya hiperlipidemia,
CHD, sindrom metabolik, hipertensi,, stroke, diabetes mellitus, serta keganasan.
Panduan dari ATP III menekankan penurunan berat badan pada pasien obesitas
sebagai bagian dari intervensi penurunan berat badan.
4. Meningkatkan aktifitas fisik yang teratur
Aktivitas fisik diketahui dapat menurunkan faktor resiko penyakit
pembuluh perifer dan arteri koroner, termasuk obesitas, stress fisiologis, kontrol
glikemik yang lemah dan hipertensi. Latihan fisik juga dapat meningkatkan
sirkulasi HDL dan fungsi jantung serta pembuluh darah (Stapleton dkk, 2010).
Sebagai contoh, berjalan cepat selama 30 menit tiga sampai empat kali dalam
seminggu dapat berpengaruh pada kadar kolesterol. Akan tetapi, pasien dengan
nyeri dan/atau diduga menderita penyakit jantung harus berkonsultasi dengan
dokter sebelum memulai latihan fisik.
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hiperlipidemia adalah suatu kondisi kelebihan lemak dalam sirkulasi darah,
sebagai peningkatan kadar plasma kolestrol atau trigliserida atau keduannya
2. Dislipidemia primer karena kelainan genetik spesifik dan dislipidemia sekunder
karena penyakit lain yang menyebabkan kelainan metabolism lemak dan
lipoprotei.
3. Mekanisme pertama adalah kelebihan produksi VLDL, kedua adalah adanya
gangguan pada pemecahan VLDL dan kilomikron oleh lipoprotein lipase.
4. Tanda dan gejalanya yaitu xantoma, xanthelasma, nyeri dada, nyeri perut,
hepatosplenomegali, kadar kolesterol atau trigliserida tinggi, serangan jantung,
obesitas, intoleransi glukosa, lesi menyerupai jerawat pada sekujur tubuh, plak
ateromatosus pada pembuluh darah arteri, arkus senilis, dan xantomata.
DAFTAR PUSTAKA

Kerver, Murray R. 2003 Biokimia Klinik Edisi IV. EGC : Jakarta.

Stapleton, A. Phobe, dkk. 2010. Hyperkolesterol. Interventional Strategies, Journal


Of Inflamation 7.

Anda mungkin juga menyukai