Anda di halaman 1dari 19

Pertemuan 17

Tutor : Ns. Deky Ardiyasri, S.kep

Submateri pertemuan:
1. Terapi Oksigen dan Nebulizer serta komplikasinya
2. Pemasangan OPA dan komplikasinya
3. Perawatan WSD dan komplikasinya
4. Suction dan komplikasinya

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 1


TERAPI OKSIGEN
Pengertian
Terapi oksigen diindikasikan bagi penderita yang mengalami kondisi hipoksemia (PaO2 <60 mmHg
atau SaO2 <90%) dan diperuntukkan bagi berbagai kondisi yang memberikan gejala hipoksemia
kronis dan peningkatan kerja kardiovaskular.
Tujuan
1. Mengatasi hipoksemia
2. Menurunkan usaha napas
3. Mengurangi kerja miokardium
Metode Pemberian
1. Sistem Aliran Rendah
a. Kanula Nasal (Nasal prong)
- Berbentuk selang yang dimasukkan ke lubang hidung
- Di indikasikan untuk aliran rendah O2, tambahan dengan
persentase rendah.
- Kecepatan aliran 1 – 6 L/menit
- Memberikan oksigen dengan FiO2 25 – 45%
- Pemberian yang lama dapat membuat mukosa kering,
sehingga pemberian harus menggunakan pelembab
- Pasien dapat makan, minum, berbicara saat pemasangan

b. Sungkup Muka Sederhana (Simple Face Mask)


- Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang-seling
- Diindikasikan untuk suplementasi oksigen dengan persentase
lebih tinggi
- Memberikan oksigen 35 – 60%
- Kecepatan aliran 6 – 10 L/menit

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 2


c. Sungkup Muka Non-Rebreathing Mask (NRM)
- Merupakan teknik pemberian O2 dengan konsentrasi O2 dimana udara inspirasi tidak
bercampur dengan udara ekspirasi. Dindikasikan untuk persentase FiO2 yang lebih
tinggi
- Digunakan bersama kantung reservoar
- Kecepatan aliran 10 – 15 L/menit
- Memberikan oksigen sampai 100%
- Katup satu arah mencegah masuknya udara kamar selama
inspirasi dan retensi gas yang dihembuskan yaitu CO2 selama
ekspirasi.
- Kedua katup dilepaskan menghasilkan FiO2 yang lebih rendah (8 – 85%)
- Satu katup dilepaskan menghasilkan FiO2 yang lebih tinggi (85 – 90%)
- Kedua katup yang digunakan menghasilkan FiO2 maksimal (95 – 100%)

d. Sungkup muka parsial rebreathing


- Suatu teknik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 50
– 60% dengan aliran 6 – 10 L/mnt.
- Kantong reservoar oksigen yang dipasang memungkinkan
pasien menghirup udara kembali sepertiga udara yang telah
diekshalasikan
2. Sistem aliran Tinggi
a. Sungkup Muka Venturi
- Diindikasikan untuk titrasi persentase oksigen yang lebih
tepat
- Kecepatan aliran 4 – 8 L/menit
- Memberikan Oksigen 24 – 60%

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 3


- Menggunakan set FiO2 yang diinginkan secara bertahap atau adaptor bewarna yang
dapat dipilih untuk memberikan FiO2 yang diinginkan
- Sungkup venturi mempunyai katup dengan ukuran dan kode warna berbeda. Setiap
alat memerlukan aliran gas tertentu untuk menghasilkan konsentrasi oksigen yang
tetap
- Kode Warna:

b. Aerosol /Large Volume Nebulizer


- Membutuhkan aliran oksigen 10-15 L/menit
- Dapat menghantarkan konsentrasi oksigen 28-100%
- Menghantarkan uap dalam jumlah besar
- Di indikasikan untuk secret kental
c. Kotak Oksigen (Oxyhood)
- Digunakan pada bayi baru lahir/ bayi kecil
- Dapat digunakan untuk menyediakan aliran oksigen yang dihumidifikasi secara terus
menerus dalam suatu lingkungan dengan temperature udara yang terkontrol.
- Oksigen yang diberikan dapat membentuk suatu lapisan, sehingga menciptakan
gradient mencapai 20% → O2 Analyzer

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 4


Intervensi Pemberian Oksigen Berdasarkan SpO2

SpO2 Intervensi Pemberian Oksigen

> 95% Dianggap normal, hanya monitoring, tidak perlu terapi

Mulailah dengan pemberian O2 Nasal Canul 2 liter/menit,


91 – 94%
dititrasi sampai SpO2 > 95%
Intervensi segera pada SpO2 <91 %. Elevasi kepala dan minta
pasien bernapas dalam
Titrasi pemberian O2 sampai SpO2 > 95%,
85 – 90%
Gunakan Simple mask atau NRM
Nilai pernapasan, kapan perlu lakukan suction
Persiapakan ventilasi manual dan intubasi
Berikan oksigen 100%,
< 85% Atur tempat duduk pasien, suction, napas dalam
Berikan ventilasi manual dan lakukan intubasi

KOMPLIKASI
1. PaO2>60 pada pasien dengan peninggian CO2 kronis (dapat terjadi depressi pernafasan)
2. FiO2 >50%, dapat terjadi keracunan oksigen, timbul atelektasis atau depressi ciliary dan/atau
penurunan fungsi lekosit

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 5


PROSEDUR MELAKUKAN TERAPI NEBULISASI
Pengertian
Proses memencarkan obat cair menjadi partikel-partikel mikroskopik (aerosol) dan memasukkannya
ke dalam paru-paru ketika pasien melakukan inspirasi.
Tujuan
1. Memberikan obat langsung ke saluran pernapasan untuk mengeluarkan sputum.
2. Mengurangi kesulitan mengeluarkan sekret pernapasan yang kental dan lengket.
3. Meningkatkan kapasitas vital.
4. Meringankan sesak napas.
Prosedur
1. Identifikasi pasien dan periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan.
2. Pantau denyut jantung sebelum dan sesudah terapi pada pasien yang memakai obat
bronkodilator.
3. Jelaskan prosedur pada pasien. Terapi ini bergantung pada usaha pasien.
4. Posisikan pasien pada posisi duduk yang nyaman atau posisi semi fowler.
5. Tambahkan obat dan NaCl atau air steril sesuai dosis yang diresepkan ke dalam nebulizer.
Sambungkan selang ke kompresor. Akan terlihat uap halus keluar dari alat.
6. Pasang sungkup pada wajah pasien untuk menutupi mulut dan hidungnya serta instruksikan
pasien untuk menarik napas dalam dan perlahan lewat mulut, tahan napas kemudian
hembuskan napas beberapa kali.
7. Amati pengembangan dada untuk memastikan pasien menarik napas dalam.
8. Instruksikan pasien untuk bernapas perlahan dan dalam sampai semua obatnya habis
dinebulisasi.
9. Setelah selesai terapi, anjurkan pasien untuk batuk setelah beberapa tarikan napas dalam.
10. Amati pasien apakah ada efek samping akibat terapi tadi atau tidak.
11. Catat obat-obat yang digunakan dan jelaskan sekret yang dikeluarkan.
12. Bongkar dan bersihkan nebulizer setiap selesai digunakan. Simpan alat di kamar pasien.
Selang diganti setiap 24 jam.
13. Cuci tangan.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 6


KOMPLIKASI PENGGUNAAN NEBULIZER

1. Henti Napas
2. Iritasi orofaringeal menyebabkan penyumbatan, nausea, vomitus, dan aerofagi.

3. Pemberian dosis tinggi dari beta agonis seperti salbutamol (short acting beta-2 agonist)
akan menyebabkan efek yang tidak baik pada sistem sekunder penyerapan dari obat.
Hipokalemia dan atrial atau ventricular disritmia dapat ditemui pada klien dengan
kelebihan dosis.
4. Spasme bronkus atau iritasi pada saluran pernapasan.

OROPHARINGEAL AIRWAY (OPA)


Pengertian
Oropharingeal airway adalah salah satu jenis jalan napas buatan pasien yang dimasukkan melalui
mulut sampai ke faring.
Tujuan
1. Membuka Jalan napas
2. Terapi Oksigen
Metode dan Prinsip Pemberian
1. Diindikasikan untuk pasien tidak sadar dan tidak memiliki refleks muntah/ tersedak (Ggn
refleks). Sedangkan pasien sadar atau setengah sadar yang memiliki gangguan refleks
merupakan indikasi dari pemasangan Nasopharingeal airway (NPA).
2. Ukuran OPA berbeda-beda, sebelum pemasangan diharuskan mengukurkan OPA dari sudut
mulut sampai ke telinga untuk mengetahui ukuran OPA yang akan digunakan tepat untuk
pasien
3. OPA dimasukkan terbalik lalu putar 180 derajat
4. Metode alternatif pemasangan OPA (semua usia, terutama pasien anak), gunakan penekan
lidah, masukkan ke kanan atas, ikuti lengkung normal rongga mulut
5. NPA dimasukkan tegak lurus dengan garis permukaan wajah sesuai sisi hidung dengan
memberikan jelly atau pelumas terlebih dahulu untuk menghindari trauma di hidung.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 7


Pengukuran OPA

Gambar 13.2 Prosedur insersi OPA

Hal-Hal Penting yang harus diperhatikan:


1. OPA
a. Bila OPA yang dipilih terlalu besar dapat menyumbat laring dan menyebabkan trauma
pada struktur laring

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 8


b. Bila OPA terlalu kecil atau tidak dimasukkan dengan tepat dapat menekan dasar lidah dari
belakang dan menyumbat jalan napas
c. Masukkan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya trauma jaringan lunak pada bibir
dan lidah
d. Merangsang muntah pada pasien sadar/ setengah sadar

NASOPHARINGEAL AIRWAY (NPA)


Pengertian
Nasopharingeal airway adalah salah satu jenis jalan napas buatan pasien yang dimasukkan melalui
hidung sampai ke belakang lidah
Tujuan
1. Membuka Jalan napas
2. Fasilitas Suction

Metode dan Prinsip Pemberian


1. Diindikasikan untuk pasien sadar atau setengah sadar yang memiliki gag refleks merupakan
indikasi dari pemasangan Nasopharingeal airway (NPA). NPA lebih dapat ditoleransi pasien
daripada OPA, kecil kemungkinan rangsang muntah.
2. Pilih ukuran NPA yang tepat untuk pasien, lalu beri lubricant atau pelicin
3. NPA dimasukkan dengan cara didorong memasuki lubang hidung hingga ujung pipa terletak
di orofaring

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 9


4. Arah ujungnya datar menyusur dasar rongga hidung, arah menuju anak telinga (tragus)

Pengukuran NPA

Hal-Hal Penting yang harus diperhatikan dalam pemasangan NPA


a. Usahakan memasukkan NPA dengan lembut untuk menghindari terjadinya aspirasi. NPA
dapat mengiritasi mukosa atau merobek jaringan adenoid yang menyebabkan
pendarahan, dengan kemungkinan terjadinya aspirasi gumpalan ke trakea. Suction dapat
dilakukan untuk mengeluarkan darah atau sekret.
b. NPA dengan ukuran yang tidak tepat dapat masuk ke dalam esofagus, dengan ventilasi
yang aktif seperti ventilasi kantung napas sungkup muka, NPA dapat menyebabkan
terjadinya pemompaan lambung dan kemungkinan hipoventilasi.
c. NPA dapat menyebabkan laringospasme dan muntah, walaupun secara umum NPA dapat
ditoleransi oleh pasien dalam keadaan setengah sadar.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 10


d. Pada pasien yang mengalami trauma wajah karena adanya risiko terjadinya penempatan
yang salah ke dalam rongga tengkorak, maka NPA tidak boleh dipasang pada pasien ini.

OPA VS NPA Insertion

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 11


PROSEDUR MELEPASKAN OROPHARINGEAL ARIWAY (OPA)

1. Informasikan ke pasien bahwa OPA akan dilepaskan

2. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan

3. Saat pasien menghembuskan napas (ekshalasi), pegang flenge (ujung/bibir) OPA dan

tarik keluar mulut dalam satu gerakan ke arah bawah mulut.

4. Lakukan perawatan mulut setelah OPA dilepaskan. Kaji area sekitar mulut dan bibir

untuk tanda-tanda pembengkakan dan cidera

5. Jelakan ke pasien bahwa prosedur tindakan sudah selesai dilakukan

6. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

7. Dokumnetasikan prosedur yang sudah di lakukan

KOMPLIKASI PEMASANGAN OROPHARINGEAL ARIWAY (OPA) (Rini, Dkk, 2018)

1. Trauma mulut, gigi, lidah, dan mukosa mulut


2. Muntah yang dapat menyebabkan terjadinnya aspirasi
3. Obstruksi jalan napas

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 12


WATER SEAL DRAINAGE (WSD)
Pengertian
WSD adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengeluarkan dan menampung cairan/
darah/pus/udara dari rongga toraks dengan tujuan agar paru tidak kolaps.
Tujuan Pemasangan WSD:
1. Mengeluarkan udara maupun cairan atau darah dari rongga thoraks dan mencegah kembali
ke dalam rongga thoraks.
2. Membantu berkembangnya jaringan paru dengan mengembalikan pada tekanan negatif.
3. Mencegah perubahan daerah mediastinal dan kolaps paru
Tujuan Perawatan WSD:
Untuk mempertahankan sistem drainage agar berfungsi optimal
Metode dan Prinsip Perawatan
1. Indikasi pemasangan WSD
- Pneumothoraks adanya udara dalam rongga toraks sehingga tekanan menjadi positif
sehingga paru mengalami kolaps
- Hemothoraks adanya darah atau cairan/pus dalam rongga toraks yg berakibat
meningkatnya tekanan dalam rongga toraks sehingga paru mengalami kolaps
- Tension pneumotoraks merupakan komplikasi yang lebih serius dimana tekanan intra
pleura sangat tinggi sering kali menimbulkan bergesernya mediatinum
2. Posisi Insersi
- Pneumothorak letak insersi pada intercostal ke-2 atau 3 karena udara akan menempati
lobus atas.
- Hemothorak atau pleural efusi insersi pada intrcostal ke-4 atau 5 karena cairan akan
menempati level bawah.
3. Perawatan
- Perawat bertanggung jawab menjaga sistem WSD
- Jika pasien bergerak atau dipindahkan, pertahankan posisi sistem drainase berada di
bawah level dada pasien.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 13


- Usahakan jangan melakukan striping karena menghasilkan tekanan lebih negatif (> - 100
cm H2O)
- Jangan melakukan klem pada tubung bila tidak ada indikasi yang jelas
- Kedalaman tubing pada Water seal harus dipertahankan 2 cm H2O
- Sistem Water Seal harus kedap udara dan pertahankan ventilasi udara tetap terbuka
- Bila tubing diklemp observasi tana tension pneumothorax
- Lakukan teknik aseptik dan antiseptik saat merawat luka
- Sedapat mungkin pertahankan slang berada dibawah level dada
- Yakinkan bahwa sambungan selalu dalam keadaan tersambung baik, kapan perlu
diplester agar tidak bocor
- Pertahankan cairan dalam botol water seal dan botol penentu tekakanan karena air
dapat berkurang akibat penguapan
- Observasi gelembung udara pada botol water seal dan fluktuasi pada slang water seal
atau slang dada, bila gelembung udara meningkat kemungkinan bocor disekitar
sambungan slang atau tempat pemasangan
- Pantau keadaan klinis pasien, tanda vital, pengembangan dada (simetris/tidak)
- Jangan pernah meletakkan botol WSD sejajar atau lebih tinggi dari dada pasien karena
akan menyebabkan darah dalam botol/slang masuk ke rongga dada.
- Anjurkan pasien untuk tarik napas dalam secara periodik untuk membantu
pengembangan paru
- Monitor posisi botol agar tidak roboh, bila hal ini terjadi, perbaiki posisi botol dan
anjurkan untuk tarik napas dalam, diikuti dengan ekspirasi paksa beberapa kali dengan
diakhiri batuk
- Observasi selang dada
Prosedur Perawatan WSD
1. Periksa order dokter dan rencana asuhan keperawatan
2. Identifikasi pasien dan jelaskan prosedur
3. Pantau tanda-tanda vital
4. Kumpulkan peralatan
5. Berikan privasi

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 14


6. Cuci tangan dan pakai handscoon steril
7. Persiapkan botol drainase dada
a. Sistem satu botol : terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang.
b. Sistem dua botol : botol I digunakan untuk menampung cairan dan udara dari rongga
pleura, dan botol II sebagai ruang segel air.
c. Sistem tiga botol : sama dengan sistem dua botol, dan botol III untuk mengontrol
jumlah pengisapan.
8. Pastikan botol tersimpan dalam tempat botol
9. Posisikan pasien duduk secara nyaman
10. Klem selang drainase dada dengan menggunakan 2 buah klem. Klem I pada 4 – 6,5 cm dari
lokasi penusukan dada dan klem II 2,5 cm di bawah klem I
11. Lepaskan sambungan botol lama dari selang dada
12. Sambung kembali botol baru dengan selang dada
13. Posisikan botol 0,5 – 1 meter di bawah dada pasien
14. Lepaskan klem selang dada
15. Amati adanya fluktuasi berulang ketinggian air pada ujung distal selang dada.
16. Rekatkan secara longgar selang drainase pada pakaian pasien
17. Posisikan kembali pasien secara nyaman di atas ranjangCuci tangan
18. Catat prosedur
19. Lanjutkan pemantauan pasien

Gambar 13.3 Water seal drainage

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 15


KOMPLIKASI PEMASANGAN WSD:
1. Tube malposition : Yakni peletakan selang WSD yang tidak sesuai dengan tempat seharusnya.
Beberapa jenis tube malposition meliputi, intraparenchymal tube placement, fissural tube
placement, chest wall tube placement, mediastinal tube placement dan abdominal placement.
2. Blocked drain : Adanya blokade pada selang WSD yang menyebabkan drainase menjadi tidak
lancar, dapat disebabkan oleh karena kekakuan, terbentuknya gumpalan cairan, adanya
puntiran, terdapat sisa debris atau ikut terbawanya jaringan paru yang mengakibatkan selan
WSD menjadi tersumbat
3. Chest drain dislodgement : Yakni terlepasnya selang WSD dari cavum pleura pasien, dapat
dihindari dengan prosedur yang baik dan harus segera diatasi dengan memasangkan kembali
selang WSD melalui prosedur yang asepsis.
4. Udema pulmonum reekspansi (REPE) : Terjadinya udema pulmonum setelah paru yang tadinya
kolaps mengembang. Patogenesis yang mendasarinya antara lain yakni adanya peningkatan
permeabilitas kapiler, adanya radikal bebas oksigen yang menyebabkan kerusakan kapiler dan
adanya penurunan produksi surfactan.Tindakan pencegahannya diduga dapat dilakukan dengan
melakukan drainase tanpa suction, dan melakukan drainase secara perlahan – lahan.
5. Emfisema subkutis : adalah terebentuknya akumulasi udara pada ruang subcutan pada dinding
dada. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan krepitasi pada palpasi dinding dada.
6. Cedera saraf : pada pemasangan WSD yang kurang berhati – hati dapat juga menyebabkan
cedera pada saraf di sekitar lokasi pemasangan WSD, cedera saraf yang pernah terjadi akibat
pemasangan WSD antara 21 lain yakni, horner’s syndrome, phrenic nerve inury, long thoracic
nerve injury dan ulnar neuropathy.
7. Cedera kardiovaskular : pada pemasangan WSD juga dapat menagkibatkan cedera vascular yakni
berupa perdarahan dan juga dapat memicu komplikasi ke arah cedera jantung.
8. Residual / post extubation pneumothoraks : yakni terjadinya pneumothoraks akibat tidak
terdrainasenya udara secara optimal dan atau pneumothoraks yang terjadi karena prosedur
pelepasan WSD yang kurang baik.
9. Fistula : yakni terbentuknya fistula yang dapat menghubungkan pleura dengan subcutis atau
bahkan fistula yang dapat menghubungkan bronkus beserta cabangngnya dengan cavum pleura
dan dengan subcutis.
10. Infeksi : Pada pemasangan WSD dapat terjadi infeksi yang bersifat lokal pada sekitar lokasi
terpasangnya selang WSD, dan yang lebih parah dapat juga teradi infeksi di dalam cavum pleura
hingga mengakibatkan terbentuknya cairan pus pada cavum pleura, dikenal juga dengan istilah
empyema thoracis.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 16


SUCTION
Pengertian
Penghisapan lendir atau suction adalah aspirasi lendir (sekret) melalui sebuah kateter yang
dihubungkan ke mesin penghisap atau saluran penghisap dengan tekanan tertentu.
Tujuan
1. Membantu pengeluaran sekret pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret sendiri
2. Membersihkan dan memelihara jalan napas agar tetap bersih
3. Memenuhi suplai oksigen dengan jalan napas yang adekuat
Prinsip dan Metode Pemberian
1. Indikasi:
- Pasien dengan sputum kental dan lengket yang tidak dapat dikeluaran sendiri
- Pasien yang terpasang Endo Tracheal Tube ( ETT)
- Pasien yang tidak dapat batuk karena kelumpuhan otot pernapasan
- Pasien tidak sadar

2. Pengaturan Tekanan
- Dewasa: 100- 120 mmHg
- Anak : 95 – 110 mmHg
- Bayi : 50 50 -95 mmHg

3. Pengaturan Posisi Pasien


- Oral : Posisi terlentang dengan kepala miring ke perawat
- Nasal dan selang ETT: Leher hiperekstensi, perawat berada di atas kepala pasien

4. Pertahankan prinsip suction


Berikut prinsip tindakan suction:
a. Aseptik
- Alat steril
- Cara steril (standar precaution)

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 17


b. Atraumatik (idak menimbulkan trauma)
- Kateter masuk tidak kasar
- Kateter sampai ujung karina dan ditarik 1 – 2 cm
- Dikeluarkan dengan cara memutar
- Tekanan suction sesuai usia
o Dewasa: 100- 120 mmHg
o Anak : 95 – 110 mmHg
o Bayi : 50 50 -95 mmHg
c. Acianotik
- Dilakukan tidak lebih 15 Detik
- Kateter suction tidak menutup total ETT
- Oksigenisasi 100% sebelum dan sesudah tindakan
Prosedur Tindakan Suction
a. Identifikasi pasien
b. Jaga privacy dan siapkan lingkungan aman dan nyaman
c. Jelaskan prosedur tentang tindakan yang akan dilakukan
d. Suction set (pipa pengisap I, wadah penampung sekret berisi larutan desinfektan)
e. Dekatkan alat pada pasien
f. Cuci tangan dan gunakan APD sesuai kebutuhan
g. Atur posisi yang nyaman sesuai kebutuhan
Pengaturan Posisi Pasien
- Suction via oral : Posisi terlentang dengan kepala miring ke perawat
- Suction via nasal atau selang ETT: Leher Hiperekstensi, perawat berada di atas kepala
pasien
h. Sambungkan pipa pengisap I dengan pipa pengisap ke II (dalam keadaan terbuka) sesuai
kebutuhan
i. Putar regulator sesuai tekanan yang dibutuhkan, nilai efektivitas pengisapan dengan cara
mengisap cairan (aquadest steril)
j. Lakukan pengisapan lendir selama 10 – 15 detik dengan cara, masukkan pipa pengisap II
melalui hidung hingga batas orofaring (telinga – hidung), tutup lubang pengisap ke II dengan
penutup atau tangan non dominan kemudian tarik dan putar perlahan pipa pengisap ke II

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 18


k. Bilas suction cateter dengan aquadest steril
l. Nilai efektivitas/ kepatenan jalan napas
m. Ulangi pembersihan jalan napas sesuai kebutuhan
n. Putar regulator ke kiri dalam posisi off
o. Lepaskan pipa pengisap ke II, tempatkan pada larutan desinfektan atau dibuang
p. Monitor keadaan umum pasien setelah tindakan
q. Bereskan alat- alat, lepaskan APD dan cuci tangan
r. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

KOMPLIKASI
Dalam melakukan tindakan hisap lender perawat harus memperhatikan komplikasi yang mungkin
dapat ditimbulkan, antara lain yaitu (Kozier & Erb, 2002):
1. Hipoksemia
2. Trauma jalan nafas
3. Infeksi nosokomial
4. Respiratory arrest
5. Bronkospasme
6. Perdarahan pulmonal
7. Disritmia jantung
8. Hipertensi/hipotensi
9. Nyeri
10. Kecemasan.

Bimbingan Belajar Appskep Indonesia | Hal. 19

Anda mungkin juga menyukai