Anda di halaman 1dari 28

INTEGRASI ISLAM DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT

A. PENDAHULUAN
Kata "filsafat" berasal dari kata Yunani philosophia: philein adalah cinta, cinta, pecinta
philos, kebijaksanaan atau kebijaksanaan sophia. Jadi filsafat adalah "cinta kebijaksanaan".
Cinta merupakan cita-cita yang akbar ataupun yang membara. Kebijaksanaan yakni
kebenaran yang sesunggguhnya. Filsafat maksudnya cita-cita dan kemauan yng sangat
hendak kebenaran sejati. Secara harfiah, filsafat maksudnya cinta hendak kebijaksanaan.
Oleh sebab itu, dinyatakan kalau insan tidak sempat sempurna mempunyai definisi merata
Mengenai seluruh suatu yang dimaksudkan kebijaksanaan, tetapi wajib mengejarnya. Filsafat
mengacu pada titik terakhir dari pengetahuan yang berjalan melalui semuanya. Filsafat
berjuang dengan semua realitas, terutama keberadaan dan tujuan manusia (Bagus, 1996).
Cinta yang bijak harus ditatap jadi sesuatu wujud proses, yang berarti seluruh perjuangan
pemikiran senantiasa terencana buat mencari intensitas. Orang yang bijaksana senantiasa
membagikan sesuatu kebenaran sehingga bijaksana memiliki dua arti ialah baikserta shahih.
Suatu dikatakan baik bila suatu itu berukuran etika, serta shahih ialah suatu yang berukuran
rasional, sehingga suatu yang bijaksana yakni suatu yang etis dan logis.

Berfilsafat berarti senantiasa berupaya buat berfikir guna menggapai kebaikan dan kebenaran,
berfikir dalam filsafat yakni berpikir secara radikal sampai ke akar-akarnya, hingga sebab itu
walaupun berfilsafat memiliki kegiatan berfikir, hendak namun tidak tiap aktivitas berfikir
maksudnya filsafat ataupun berfilsafat. Sutan Takdir Alisjahbana berkata kalau kegiatan
berfilsafat itu yaituu berfikir, dan cuma insan yang telah datang pada taraf berfikir, yang
berfilsafat (Alisyahbana, 1981). Untuk mengetahui lebih jauh tentang pengertian filsafat.
Berikut pengertian filsafat dari seorang filosof adalah:

1. Plato adalah seorang siswa Socrates yang hidup antara 427 dan 347 SM.

2. Murid Plato Aristoteles (38 2322 SM) menyatakan bahwa filsafat cenderung menjadi ilmu
universal (2004). Filsafat berhubungan dengan penyebab dan prinsip dari semua komoditas
yang sibuk (Gazalba, 1992).

1
3. Ciicero (10643 SM). Filsafat adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan global. Filsafatlah
yang mempromosikan dan menghasilkan berbagai jenis pengetahuan yang menarik para
peneliti (Gazalba, 1992).

4. Navy (AL) Farabi (870950 meter) adalah seorang filosof Islam yang menggambarkan
filsafat sebagai ilmu alam dan hakikatnya yang sebenarnya (Suharsaputra, 2004).

5. Immanuel Kant (1724–1804) menjelaskan filsafat sebagai pengetahuan tertinggi dan tujuan
dari semua pengetahuan. Ia memiliki empat elemen:

a. metafisika (yang kita ketahui)

b. Etika (apa yang bisa dilakukan)

c. Iman (Di mana harapan kita)

d. Antropologi (Apa itu manusia)

6. H.C. Webb mengajarkan dalam bukunya “History of Philosophy” bahwa filsafat adalah
arti dari penelitian. Suatu studi tentang hakikat dan hakikat dua dunia, atau cara hidup yang
harus dipraktikkan di dunia itu, dan studi tentang hal-hal tertentu yang spesifik (Suharsaputra,
2004).

7. Harold H. Titus menetapkan beberapa konsep filsafat dalam bukunya "Masalah Kehidupan
dalam Filsafat".

a. Filsafat adalah sikap terhadap kehidupan dan alam semesta.

b. Filsafat adalah metode berpikir dan bernalar reflektif dalam sistem penyelidikan
(Suharsaputra, 2004).

Dari beberapa pengertian di atas, jika ada maksud, pengertian tersebut berasal dari seorang
ahli yang menekankan hal-hal sebagai berikut:

a. Substansi, ruang lingkup, dan upaya untuk mencapai asal usul pemikiran filosofis.

b. Upaya menyelidiki substansi kebaikan sebagai kebutuhan hidup di dunia.

c. Dimensi filosofis didasarkan pada tindakan, gagasan, entitas konflik, dan sistem
pemikiran.

2
Jika dicermati lebih dekat, pengertian di atas tampak lebih memenuhi, sehingga dapat
dikatakan bahwa filsafat menyelidiki apa, bagaimana, dan apa yang harus dilakukan. Bila
relevan, dalam konteks ciri-ciri pemikiran filosofis yang menggunakan istilah-istilah
filosofis, mencakup ontologi (apa), epistemologi (metode), dan teori nilai (mengapa). [1]

Filsafat, Jurnal Filsafat Vol. 40, Number 2, Agustus 2006 132 Dalam bahasa Arab, kita
menggunakan dua kata: filsafat dan alhikuma. Ini, dari segi istilah, ditafsirkan sebagai ide
mendasar dan komprehensif. Kedalaman (Jujun S. Suriasumantri, 1999: 4). Dalam pengertian
lain, filsafat adalah sistem kebenaran tentang semua masalah, bukan apa yang terjadi melalui
pemikiran mendasar, sistematis dan umum. (Gazalba, 1992: 24).

Filsafat sebenarnya tak sendirian buat merespon aneka macam masalah mendasar tersebut.
Kepercayaan serta ilmu ialah dua indera lain yang mampu dipergunakan insan untuk
menjawab aneka macam permasalahan tadi (Anshari : 1982, 171). Pada konteks ini
ketiganya, baik filsafat, ilmu, juga kepercayaan mampu dijadikan pilihan sang insan buat
menanggapi persoalan kehidupannya. [2]

Dari penjelasan di atas, filsafat mencakup pengertian rasa ingin tahu yang kuat atau cinta
akan kebijaksanaan. Selain itu, filsafat juga berarti mencari hakikat sesuatu, mencoba
menghubungkan sebab akibat, dan mencoba menjelaskan pengalaman seseorang. Filsafat
juga memiliki pengertian istilah, yaitu berpikir secara sistematis, menyeluruh, dan universal
untuk menemukan hakikat segala keberadaan, seperti hakikat alam, hakikat manusia, hakikat
masyarakat, dan hakikat ilmu pengetahuan.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat pula dipahami bahwa falsafah psda pada hakikatnya
menjelaskan hakikat, hakekat, dan kebijaksanaan hal-hal di balik objek-objek formalnya.
Filsafat mencari beberapa hal mendasar, yaitu prinsip dan inti rumah, yaitu eksternal. Dalam
Islam, kata filsafat biasanya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan menjadi filsafat dan
nasehat (Seyyed Hossein Nasr, 2003). Definisi filosofis yang dikemukakan al-Kindi adalah
menggunakan segala kemungkinan untuk memahami realitas keberadaan, karena tujuan akhir
seorang filosof adalah memperoleh kebenaran dalam pengetahuan teoretisnya, tetapi dalam
pengetahuan praktisnya mengikuti kebenaran itu (ibid, 36). Istilah informasi implisit
memiliki pengertian yang mendalam tentang struktur dan hakikat Islam. Wahyu Islam
1
Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan Volume 11 No. 1 Juli 2013
2
Jurnal Filsafat Vol. 40, Nomor 2, Agustus 2006
3
memiliki dimensi yang berbeda-beda, dan menghadap semua manusia pada tataran dasarnya,
yaitu al-Islam, aliman, dan al-ihsan atau dalam perspektif lain dikenal dengan al-shari’ah,
altariqah, dan al-haqiqah. (M. Syarif, 1993). [3]

Ciri-ciri filosofisnya adalah:

a. Sama, itu adalah pikiran terbuka karena tidak mengganggu dirinya sendiri dan tidak
hanya dilihat dari sudut pandang eksklusif. Pemikiran filosofis berusaha
mengidentifikasi hubungan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya, dan tujuan ilmu
pengetahuan dan moralitas, seni, dan biologi.

b. Dasar-dasar; gagasan-gagasan yang sesuai dengan pokok-pokok atau pokok-pokok


mata pelajaran yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan landasan bagi semua nilai
dan pengetahuan. Filosofi tidak hanya berakhir pada kulit (pinggiran) kulit, tetapi juga
menembus kedalamannya (esensi).

c. Spekulatif Ide-ide yang diperoleh, yang seharusnya terjalin, menjadi dasar dari ide-ide
berikut. Hasil pemikiran filosofis harus selalu menjadi kekuatan utama untuk
mempelajari bidang pengetahuan baru. Namun bukan berarti pemikiran filosofis
meragukan kebenarannya karena tidak sempat mengendurkan diri.

Berpikir secara kefilsafatan dari Ali Mudhofir ialah selaku berikut :

a. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal. Radikal dari berasal bahasa
Yunani, Radix maksudnya pangkal. Berpikir secara radikal merupakan berpikir
sampai ke akar akarnya, berpikir sampai pada hakikat, esensi ataupun sampai ke
substansi yang dipikirkan. Sesorang yang berfilsafat memakai akalnnya berupaya buat
menangkap ilmu hakiki, ialah ilmu yang mendasari seluruh pengetahuan indrawi.

b. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara umum (universal). Berpikir secara umum
adalah memikirkan hal-hal dan proses-proses yang pada hakikatnya bersifat universal
atau umum, dalam arti kita tidak memikirkan hal-hal yang parsial. Filsafat yang
dimaksud menggunakan pengalaman umum asal usul manusia. Dengan pertanyaan
radikal ini, filsafat berusaha mencapai berbagai kesimpulan universal (umum).

3
JURNAL PILAR Volume 11, No. 1, Tahun 2020
4
c. Pemikiran filosofis dibentuk secara konseptual. Konsep-konsep di sini adalah hasil
generalisasi dari pengalaman dengan masalah dan proses individu. Gerakan
konseptual ini mendorong pemikiran filosofis melampaui batas pengalaman biologis
sehari-hari.

d. Pemikiran filosofis dikategorikan sebagai koheren dan tidak berubah. Koheren berarti
mengikuti kaidah berpikir (logis). Tidak berubah berarti tidak ada kontradiksi.

e. Pemikiran filosofis dibentuk secara sistematis. Sistematis berasal dari kata system.
Sistem di sini berarti kombinasi dari beberapa elemen yang bekerja sama, mulai dari
tindakan pencegahan hingga pencapaian tujuan atau melakukan peran tertentu. Saat
mengajukan jawaban atas suatu masalah. Pendapat tersebut harus berupa pernyataan
filosofis, terkait secara tertib, dan menunjukkan adanya maksud atau tujuan eksklusif.

f. Pemikiran filosofis dicirikan secara komprehensif. Komprehensif berarti cakupan


yang merata. Pemikiran filosofis berusaha menjelaskan seluruh alam semesta.

g. Pemikiran filosofis dibentuk oleh kebebasan. Secara garis besar dapat dikatakan
bahwa semua filsafat dapat dijalin dari pemikiran bebas. Bebas dari segala prasangka
sosial, sejarah, budaya dan agama.

h. Pemikiran filosofis ditandai dengan pemikiran yang bertanggung jawab. Orang yang
berfilsafat adalah orang yang bertanggung jawab sambil berpikir. Tanggung jawab
pertama berarti hati nurani Anda. Mari kita lihat hubungan antara kebebasan berpikir
dalam filsafat dan etika yang mendasarinya. Langkah selanjutnya adalah bagaimana
membentuk berbagai idenya sehingga ia dapat menyampaikannya kepada orang lain.[4]

FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu dapat diartikan sebagai penggunaan pengetahuan atau filsafat yang
berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat ilmu
umum, karena ilmu itu sendiri merupakan bentuk pengetahuan dengan ciri-ciri khusus.
Menjelaskan arti kata tertentu dan memberikan informasi. Peter Caws mendefinisikan
filsafat ilmu sebagai bagian dari asal usul filsafat, yang tugasnya mengeksplorasi ilmu
pengetahuan dalam konteks seluruh pengalaman manusia. Stephen R. Toulmin
menggambarkan filsafat ilmu dan mendefinisikannya sebagai bidang yang dirancang untuk
4
Filsafat Umum Cetakan Pertama, Juli 2020
5
menjadi ilmiah. Mekanisme Penelitian dan Diskusi Keputusan terkait halhar dan hipotesis
fiksi ilmiah membentuk dasar untuk menilai validitas ilmiah dalam hal rasionalitas formal,
metodologi praktis, dan metafisika.

Selain itu, White Baker memandang filsafat ilmu sebagai studi dan evaluasi metode ilmiah
untuk memahami arti ilmu secara keseluruhan.Michael V. Berry (Michael V. Berry) juga
mengusulkan studi metode ilmiah sesudahnya. Disediakan dua studi lain, termasuk
penalaran teoretis ilmiah dan korelasi antara teori dan eksperimen, dan Benjamin, selain
posisi sains itu sendiri dalam keseluruhan disiplin ilmu (sains), ia juga memasukkan
masalah metodologis dalam studi filsafat ilmu.

Filsafat ilmu mengacu pada pemikiran reflektif tentang sifat dasar ilmu pengetahuan,
termasuk konsep dasar, asumsi dasar, prinsip awal, struktur teoritis, dan pengukuran
kebenaran ilmiah (Liang Jie, 1978). Definisi ini sangat umum dan cakupannya luas. Penting
untuk dipahami bahwa filsafat ilmu mengacu pada studi filosofis tentang sains atau masalah
yang terkait dengan sains, daripada studi tentang struktur sains itu sendiri.

Ada beberapa kata dalam literatur yang disamakan dengan filsafat ilmu. Misalnya filsafat
ilmu, metasains, metodologi, sains dan sains. Semua kata-kata ini tampaknya membuktikan
perbandingan dengan sorotan ulasan, tetapi pada dasarnya semuanya. Termasuk dalam kajian
Filsafat Ilmu. Filsafat ilmu memiliki substansi khusus, tetapi merupakan bidang campuran
pengetahuan, dan perkembangannya tergantung pada interkoneksi dan interaksi antara filsafat
dan sains. Oleh karena itu, uraian bidang filsafat dan uraian ilmu sangat bermakna, apalagi
jika filsafat ilmu merupakan bidang yang khusus dan otonom dalam perkembangannya,
keterkaitannya dilihat dari objeknya. (Liang Gie, 1978). Selain itu, Gahral Adian menjelaskan
filsafat ilmu sebagai suatu disiplin ilmu filsafat yang berupaya menelusuri ilmu (sains)
dengan ciri-ciri dan metode perolehannya. Filsafat ilmu selalu menanyakan pertanyaan dasar
atau fundamental ilmu pengetahuan. Misalnya, pertanyaan-pertanyaan ini bertujuan untuk
memecahkan dan mengejar asumsi ilmiah umum tentang detail yang diperhitungkan sains
dan perbedaan antara sains yang menggunakan pengetahuan biasa dan cara memperolehnya.

Filsafat Ilmu Oleh karena itu merupakan jawaban filosofis terhadap masalah ilmu
pengetahuan, atau Filsafat Ilmu merupakan upaya untuk menguraikan dan menyelidiki
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penerapan ilmu pengetahuan (Suharsaputra,
2004). Tuntutan dan kemandirian ilmu yang mereka hadapi masih banyak konflik kehidupan
6
yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan, dan filsafat menjadi landasan untuk
menjawabnya. Filsafat memberikan penjelasan atau jawaban yang substantif dan mendasar
atas pertanyaan ini. Ilmu pengetahuan, di sisi lain, terus meningkat dalam batas-batasnya
melalui kritik berulang dan radikal. Suatu proses atau hubungan pada dasarnya merupakan
bidang kajian epistemologis, suatu upaya untuk menutup jurang pemisah antar filsafat.

Oleh karena itu, sains selalu merupakan masalah filsafat. Interaksi yang terjalin antara filsafat
ilmu karena ilmu lebih bersifat filosofis dan filsafat lebih bersifat ilmiah. Seperti yang
dinyatakan Arthur Pap, hasil dari kedekatan antara keduanya muncul dalam filsafat ilmu. [5]

“Di sisi lain, ilmuwan harus menjadi lebih filosofis karena kesulitan konseptual atau
metodologis. Kesulitan metodologis dalam fisika kuantum, terutama dalam psikologi dan
ilmu-ilmu sosial, sedangkan munculnya filsafat analitik lebih serius di mata para ilmuwan”.

Dari kutipan di atas, kita dapat melihat bahwa ada hubungan antara sains dan filsafat. Para
ahli menghadapi masalah konseptual atau metodologis yang serius. Tentu saja, tidak ada ilmu
yang lepas dari prinsip-prinsip metodologis yang digunakan untuk mengevaluasi evaluasi
ilmiah suatu penelitian. Model yang diajukan oleh Arthur Pap adalah persamaan kuantum,
psikologi, dan ilmu sosial. Misalnya, dalam ilmu-ilmu sosial, penelitian yang dilakukan harus
dikaitkan dengan perspektif filosofis yang valid melalui positivis, fenomenologis, kebenaran
sosial, perilaku sosial, dan sebagainya. Di sisi lain, dapat dikatakan bahwa filsafat memiliki
kelemahan. Misalnya, kita dapat mengatakan bahwa kita terjebak dalam spekulasi metafisik,
seperti diskusi tentang keberadaan Tuhan dalam metafisika oleh berbagai teori ilmiah seperti
teori Big Bang. Filsafat ilmu menyampaikan objek-objek ini serta “tanda-tanda pengetahuan
amatir.”

Namun tatanan dan taksonomi yang ada dalam ilmu pengetahuan secara teoritis dan refleksif
dapat dipahami dan memerlukan pembahasan filosofis dalam bentuk filsafat ilmu. Dengan
kata lain, metode ilmiahlah yang mencirikan sains. Inleiding tot de Weteshasleer [6]
Beerling,
Kwee Mooij, dan Van Peursen membedakan filsafat ilmu dalam dua bidang. Pertama,
kontroversi arti luas filsafat ilmu, seperti ontologi metafisik yang muncul dari pandangan
dunia ilmiah, aspek aksiologi dan etika penerapan ilmu pengetahuan, dan hubungan eksternal

5
The Liang Gie, Philosophy, h. 157

6
Beerling, Kwee Mooij dan Van Peursen dalam Inleiding tot de Weteshasleer, terj. Soejono Soemargono
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h. 3-4.
7
perilaku ilmiah berdasarkan konsekuensi praktis. Penyelenggara sains dan lain-lain. Kedua,
filsafat ilmu dalam arti sempit. Ini mengungkapkan kategori dan metode yang digunakan oleh
ilmu tertentu atau kelompok ilmu eksklusif, seperti kelompok ilmu alam, kelompok ilmu
teknis, dan sebagainya. Ada tiga jenis ilmu sosial. Bidang filsafat yaitu metaideologi,
metafisika, dan metodologi. Kata meta berkembang dari transendental (spekulatif) menjadi
teoretis (positivis) dan sekarang etis (metaphistik). Dalam arti normatif dan moral
(spekulatif), filsafat ilmu berkembang menjadi etika objektif universal (realisme). [7]

Filsafat ilmu berkembang dengan dua fungsi: teori konfirmasi dan teori penjelas. Upaya
pertama untuk menjelaskan hubungan normatif antara hipotesis dan bukti. Upaya kedua
untuk menyebutkan banyak realitas besar dan kecil dengan kata-kata sederhana. Dalam
konteks kritik filosofis, filsafat ilmu tidak boleh terbatas pada penelitian filosofis oleh
seorang ahli metodologi, dan menurut Franz Magnis Suseno, klasifikasi "ilmu sekunder",
juga dikenal sebagai "metasains". untuk satu. Ini adalah dasar dari ide umum.

Perdebatan epistemologis menghadapi dua wacana. Artinya, (a) sekolah umum dengan
semua dasar evaluasi filosofis mendominasi, dan (b) berbagai pendekatan yang menonjol
dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, kajian filsafat ilmu tidak hanya
bersifat “historis” tetapi juga “sistematis” dan “fungsional”. Untuk itu, Filsafat Ilmu
menghasilkan hasil yang positif dengan memperluas ilmu pengetahuan dan memperluas
ruang lingkup pemikiran filosofis, teoretis, metodologis, dan teknik operasional. Filsafat
ilmu mengkaji hakikat ilmu baik secara lahiriah maupun batiniah. Penelitian ini bersifat
analitis, kritis, dan komprehensif . Polling analitik berarti berusaha mengidentifikasi ciri,
[8]

ciri, dan fungsi komponen ilmiah. Analisisnya bersifat mendasar dan bertujuan untuk
mengidentifikasi esensi kompromi eklektik antara berbagai elemen pemikiran yang ada.
Pembelajaran kritis adalah proses berpikir evaluatif yang menarik kesimpulan yang
memperhitungkan kekuatan dan kelemahan subjek studi. Studi tentang esensi ilmu analitis
dan sintetik membutuhkan pengakuan esensi berpikir kritis. Mengetahui kekuatan dan
kelemahan sains, kami menempatkannya pada tempatnya. Oleh karena itu, penelitian tidak
menjadi “ilmuwan” atau ilmu yang diprioritaskan dalam bidang berpikir.

7
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Telaah Sistematis, Fungsional, Komparatif, (Yogyakarta: Penerbit Rake
Sarasih, 1998), h. 1
8
Lihat uraian tentang ini dalam Jujun S. Surasumantri, “Kata Pengantar”, dalam Ilmu Pengetahuan dan
Metodenya, ed. C.A. Qadir, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995), h. viii.
8
FILSAFAT ISLAM

Filsafat Islam ialah perkembangan pemikiran umat Islam pada persoalan ketuhanan,
kenabian, insan, dan alam semesta yang diterangi ajaran Islam. Adapun definisinya secara
spesifik diantaranya : [9]

1. Menurut Ibrahim Madkur, filsafat Islam yaitu pemikiran yang lahir pada global Islam buat
menjawab tantagan masa, yanh terdapat Allah dan alam semesta, wahyu dan logika,
kepercayaan serta filsafat.

2. Sedangkan menurut Ahmad Fuad Al-Ahnwany, filsafat Islam yakni pembaahasan tentang
alam srta insan yang disinari ajaran Islam.

3. Muhammad Atif Al-Elraqy, filsafat Islam secara umun pada dasarnya mencakup ilmu
kalam, ilmu ushuq fiqh, ilmu tasawuh, serta ilmu pengetahuan lainnya yang diciptakan
sang intelektual Islam. Sedangkan maknanya secara tertentu ialah pokok pemikiran
filosofis yang dikemukakan oleh para filosof muslim.

Terdapat banyak opini yang muncul terkait definisi filsafat Islam. Seyyed Hossein Nasr
contohnya, beliau menyatakan bahwa filsafat Islam merupakan filsafat yang bersumber pada
dasar agama Islam, yaitu Al-Qur’an serta Hadits. Berdasarkan Nasr, filsafat Islam sejatinya
merupakan hermneutika filosofis atas Al-Qur’an disamping dengan khazanahi filsafat masa
purba[10]. Hampir mirip menggunakan Nasr, H. Corbin mengatakan filsafat Islam
menggunakan panggilan la philosophie propbetique (filsafat kenabian) . Hal ini beliau
[11]

katakan tak lain karena kebertumpuan filsafat Islam pada dimensi-dimensi kenabian (Al-
Qur’an serta Hadits). Meskipun mempunyai keterkaitan menggunakan tradisi filsafat
biasanya, filsafat Islam tumbuh serta berkembang pada kebudayaan situasi keIslaman. [12]

9
Hasyimah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 17.

10
Seyyed Hossein Nasr, “The Qur’an and Hadith as Source and Inspiration of Islamic Philosophy” dalam
Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed.), History of Islamic Philosophy (London and New York:
Routlege, 1996), hlm. 27-39.
11
Seyyed Hossein Nasr, “Introduction”, dalam dalam Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed.), History of
Islamic Philosophy, hlm. 16.
12
Oliver Leaman“Introduction”, dalam dalam Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed.), History of Islamic
Philosophy, hlm. 6.
9
Fazlur Rahman juga menceritakan hal lain kepada saya. Menurutnya, filsafat Islam adalah
suatu siklus filsafat yang mencerminkan keyakinan (Islam) terhadap filsafat itu, khususnya
filsafat Yunani. Ini seperti filosofi umum, tetapi memakai merek Islam asli . Selain makna
[13]

filsafat Islam yang kompleks, berbagai metode kajian filsafat Islam telah dikembangkan.
Gaya penelitian yang mudah ditemukan dalam filsafat Islam adalah penelitian sejarah atau
tematik. Buku-buku Filsafat Islam yang tersebar terutama mengulas pemikiran, pemikiran
dan sejarah para filosof besar Islam dan menempatkannya dalam konteks waktu sebanyak
mungkin. Gaya kajian filsafat ini tentu sangat membantu dalam mengenalkan dan
menjelaskan keterkaitan tradisi filsafat Islam yang kadang masih hidup. Gaya kajian filosofis
ini hanya memahami tradisi filosofis secara normatif atau menjadikannya empirisis sejarah.
Ini mengabaikan aspek relevansi asal usul filsafat Islam.

PENGERTIAN INTEGRASI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integrasi dibingungkan sampai


terintegrasi utuh atau bulat. Integrasi dalam bahasa Inggris berasal dari istilah integration
yang berarti kelengkapan atau holisme. KBBI juga mengatakan bahwa integrasi adalah
pengelompokan kelompok yang berbeda menjadi satu kesatuan wilayah untuk membuat
biodata. Dalam kamus Cambridge, integrasi berasal dari istilah integration (kata kerja). Ini
berarti menghubungkan dan berpartisipasi dalam orang atau kelompok orang yang sering
berubah tergantung pada metode biologis mereka, baik dalam bentuk kebiasaan atau pakaian.
Soerjono Soekanto berbasis integrasi berarti mengendalikan konflik dan gangguan dalam
sistem sosial dan menciptakan seperangkat elemen eksklusif. Integrasi budaya, di sisi lain,
berarti ketergantungan fungsional unsur-unsur budaya.

Integrasi berdasarkan Soedjati Djiwadono adalah cara untuk menyelaraskan keberlanjutan


nasional dengan penentuan nasib sendiri dalam arti yang seluas-luasnya. Integrasi menurut
Nazaruddin Sjamsuddin adalah proses pemersatu negara, termasuk semua pendekatan
kehidupan, termasuk aspek sosial, politik, ekonomi dan budaya. Bagi Yron Weiner,
integrasi adalah proses mengintegrasikan negara-negara yang mencakup semua pendekatan
kehidupan, termasuk aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Integrasi adalah sebuah
konsep yang menunjukkan bahwa integrasi ilmiah yang diinginkan bukanlah model integrasi
wadah di mana integrasi hanya dipahami dalam hal ruang tidak berwujud. Keterpaduan
13
Budhi Munawar-Rahman, Islam Pluralis, Wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta: Paramadina, 2001),
hlm 175-176.
10
masalah merupakan contoh kesatuan di antara mereka, yang memiliki hubungan yang kuat
dan membuat mereka tampil sebagai satu kesatuan yang utuh. Hal ini diperlukan karena
perintisan perkembangan ilmu pengetahuan dalam semangat modernitas dan sekularisme,
yang telah dirintis di Barat selama 500 tahun, cenderung memecah-belah ilmu dan
mengembalikan ilmu ke wilayah eksklusif. [14]

PENGERTIAN PERSPEKTIF

Perspektif berarti melihat suatu fenomena dimana seseorang muncul dari sudut pandang
seseorang yang sebelumnya memiliki keyakinan tertentu terhadap fenomena tersebut.
Perspektif memainkan peran yang sangat penting dalam menilai suatu kejadian, karena
perspektif dapat mempengaruhi sikap seseorang. Beberapa hal mempengaruhi perspektif
yang sebenarnya, yang dapat mendistorsi perspektif Anda. Dampak perspektif tergantung
pada, misalnya, pengalaman, keahlian, kepercayaan, orang tua, latar belakang, hubungan
dengan orang lain, selera dan hobi, dan budaya. Berdasarkan kamus bahasa Indonesia terbaru,
orang yang memutuskan pendapat dan agama tentang apa artinya. Perspektif juga
ditampilkan menggunakan perspektif. Dalam kesimpulannya, pengertian perspektif dunia
adalah cara pandang atau wawasan komprehensif yang dikenal secara global, dan secara
ilmiah perspektif global diartikan sebagai cara pandang yang komprehensif. Perspektif
menurut Sumaatmadja dan Winardit (1999) berarti cara pandang dan perilaku seseorang
terhadap suatu dilema atau peristiwa. Menurut Suhanadji dan Waspada Ts (2004), pengertian
perspektif adalah cara pandang atau wawasan yang digunakan untuk melihat dunia dari
berbagai aspek seperti politik, ekonomi, dan budaya. Menurut Martenot, perspektif adalah
apa yang digunakan orang ketika mereka melihat apa yang terjadi atau apa yang salah. Dari
sudut pandang Joel M. Charon, itu berarti kerangka kerja konseptual, seperangkat perkiraan,
seperangkat nilai, dan seperangkat ide yang memengaruhi persepsi dan perilaku dalam situasi
tertentu. Menurut Kamus Collins, perspektif memiliki beberapa arti. Singkatnya, ini adalah
cara seseorang berpikir tentang sesuatu yang ditentukan oleh keyakinan dan pengalaman. Di
bidang seni, perspektif memungkinkan beberapa objek dalam gambar menjadi sangat dekat
dengan yang lain. Dari berbagai pendapat para ahli, dapat kita simpulkan bahwa perspektif
berarti suatu pandangan atau cara pandang yang membantu kita untuk menafsirkan atau
mengetahui tentang suatu peristiwa atau pertempuran tertentu. Perspektif berasal dari kata

14
Team, Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN SUKA,
2006), 14-15.
11
latin “perspicere” yang berarti “lihat, gambar”. Secara istilah perspektif berarti cara pandang
untuk memahami atau memaknai perjuangan. Dalam pengertian perspektif di atas, jelas
bahwa perspektif berarti melihat suatu fenomena yang muncul dari sudut pandang seseorang
yang sebelumnya memiliki pandangan

B. INTEGRASI ISLAM PADA PERSPEKTIF FILSAFAT

FILSAFAT ILMU

Dalam rangka membedakan Islam normatif dan Islam historis, pengintegrasian ilmu dari
perspektif filosofis memerlukan kajian Islam yang komprehensif dan komprehensif, tidak
sepihak, dengan menggunakan pemahaman pengetahuan dasar, asal usul, metode, dan
dimensi norma-historis. Hasilnya, Islam secara keseluruhan menjadi pandangan dunia yang
dapat dipahami dengan benar. Pemahaman Islam yang komprehensif juga membutuhkan
pikiran yang terbuka terhadap kritik. Kajian kritis Rahman terhadap sains Islam dapat
diungkapkan dalam bahasa filosofis sains kontemporer, seperti karya-karya Karl R. Popper,
Thomas S. Khun dan Imre Lakatos. Kami akan menyajikan pemikiran tiga filsuf sains di abad
ke-20 secara kronologis. Karl R. Poper memperkenalkan "The Epistemology of Solving
Dilemmas". Kemajuan ilmu pengetahuan adalah melalui proses menghilangkan kesalahan.

Sebuah teori ilmiah harus dapat difalsifikasi atau terbukti salah. Thomas S. Khun menyatakan
bahwa peralihan dari satu materi ke materi lainnya bukan karena pendapat dan nalar yang
logis, melainkan karena adanya pergeseran paradigma. Transformasi inilah yang disebutnya
sebagai "revolusi ilmiah". Tidak seperti menggunakan Popper, dan lebih sesuai dengan sudut
pandang Thomas S. Khun, Imre Lakatos menyangkal kemungkinan persilangan
eksperimental (pemalsuan akan menghancurkan teori). Dalam pandangannya, pembaharuan
suatu ilmu sebenarnya berarti transformasi dari teori ke teori. Dengan kata lain, apa yang
terjadi adalah "rencana penelitian" yang terdiri dari tiga elemen: pendekatan dasar hard core
(heuristik negatif), heuristik positif dan seperangkat teori. [15]
Mungkin, makna penerapan
filsafat ilmu pengetahuan saat ini dan sudut pandang kontroversialnya atau asumsi dasarnya
pada kerangka penelitian Islam pribadi tidaklah sama.

Namun, kesamaan yang menghubungkan perbedaan-perbedaan ini berarti bahwa perlu untuk
menyelidiki kembali, mengevaluasi kembali, mengkritik, mempertanyakan kembali, atau
15
Abdullah, “A Preliminary Remark…”, 4. Juga C. A van Peursen, Susunan Ilmu Pengetahuan: Sebuah
Pengantar Filsafat Ilmu (Jakarta: Gramedia, 1985), h. 86
12
sampai batas tertentu "menmentalkan" istilah Khun dalam ilmu pengetahuan Islam. Hal ini
karena sebagai produk dan arsitektur manusia, ilmu-ilmu keislaman bersifat historis karena
bersumber dari pemahaman manusia tentang batas-batas ruang dan waktu yang
melingkupinya. Selain itu, tidak ada pembedaan yang tegas antara Islam historis dan Islam
normatif, sepanjang yang terakhir ini tidak diidentifikasi menggunakan wahyu. Pemetaan
kasar pandangan dan prediksi filsafat ilmu dan penerapannya dalam bidang studi Islam dapat
dikemukakan sebagai berikut. Pertama, kajian al-Qur'an dapat menerapkan asumsi-asumsi
filsafat hermeneutik, yang beberapa di antaranya juga telah dikembangkan di Mazhab
Frankfurt. Gadamer, penulis “Truth and Method”, ia memperkenalkan “peleburan dua batas
cakrawala” (fusing horizon) antara pembaca serta penulis, antara teks serta konteks [16]
,
misalnya sebagaimana yg diadopsi oleh Fazlur Rahman, sanggup digunakan menjadi
paradigma untuk kepentingan kontekstualisasi teks-teks Al-Qur’an. Kedua, seliruh penelitian
wacana Islam historis sanggup melandaskan diri atas pendekatan-pendekatan yg prakiraan
filosofinya dijelaskan dalam filsafat ilmu. Ketiga, kajian wacana perbandingan agama
tampaknya mengharuskan diterapkannya landasan fenomenologisnya dalam filsafat ilmu.

FILSAFAT ISLAM

Korelasi konteks integratif dan filsafat Islam menjadi sangat penting pada merumuskan
kajian-kajian keIslaman, di mana posisi Islam menjadi nilai-nilai yang fundamental serta
mengikat setiap ajaran Islam yang terdapat dalam aneka macam aspek kebudayaan, baik
kebudayaan menjadi sistem nilai, produk juga keberadaan manusia.

Bersumber pada Sidi Gazalba (1992: 24), baik filsafat ataupun keyakinan keduanya
memastikan norma baik dan kurang baik, namun keduanya tidak sama dalam kriteria suatu
itu diklaim baik dan kurang baik. Disatu pihak, agama pada mengukur kriteria baik- jelek dan
sahih- keliru mendasarkan atas ajaran Wahyu, sebaliknya dipihak yang lain, filsafat mencari
kriteria dengan melaksanakan proses berpikir buat mencari pengetahuan dengan memakai
logika benak insan. Maksudnya suatu perihal bisa disepakati kalau ide insan kendati juga
mempunyai energi jangkau dan energi analisis yang bertenaga, namun dia permanen bertabiat
relatif dan terbatas karena tidak sanggup menjangkau seluruh duduk masalah yang dialami
insan secara berakhir. Nalar manusia bisa hadapi pergantian sehingga keputusan yang
dihasilkannya pula sanggup hadapi pergantian. Suatu teori yang dikira sahih si nalar pada
16
Lihat C. Verhaak dan R. Haryono Imam, “Pengantar”, h. 176-177; T.K. Seung, Semiotics and Thematics in
Hermeneutics (New York: Columbia University Press, 1982), h. 188
13
tahun ini dapat saja sebagian tahun ataupun dikala yang lain tidak lagi dikatakan sahih,
apalagi kebalikannya diklaim jadi teori yang keliru, semacam yang dirasakan si teori
Geosentris Aristotelian waktu dibatalkan si teori Heliosentrisnya Copernicus dan Gelileo.

Berdasarkan batasan semacam ini, kebenaran yang dihasilkan oleh logika adalah kebenaran
yang diklaim oleh Endang Saifudin Anshari (1982: 174) sebagai kebenaran yang cukup
(relatif) atau spekulatif. Untuk melihat hubungan antara filsafat dan kepercayaan ini, kita
perlu mengajukan beberapa pertanyaan: apa yang dapat diketahui dengan kecerdasan murni
dalam pencarian kebenaran, dan tentang wahyu yang merupakan sumber pengetahuan. Ia
berasal dari luar manusia, asal-usul Tuhan, Pencipta manusia (Isnanto, 1998: 183). Secara
epidemiologis, agama dan filsafat selalu berada pada wilayah yang tidak selaras, saling
bertentangan, atau tidak sejalan. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa kedua landasan
epistemologis tersebut sebenarnya tidak sinkron, karena filsafat pada umumnya didasarkan
pada rasionalitas manusia, sedangkan keyakinan berasal dari keyakinan terhadap wahyu ilahi.
Dua ruang yang tidak setara ini membuat perdebatan tentang hubungan antara keduanya tidak
pernah membosankan dan tidak terselesaikan. Apalagi rumusan akhir dari dua asal usul
kepercayaan dan filsafat itu belum mencapai rumusan yang disepakati. Dapat dikatakan
bahwa banyaknya rumusan makna keduanya ialah sebesar orang yang memaknainya. Pada
bukunya Falsafah Kalam pada Era Postmodernisme, M. Amin Abdullah (1995: 117)
mendeskripsikan hubungan antara Filsafat dan kepercayaan menggunakan apa yang dia kenal
dengan The First Level Of Discourse, yakni pada tingkat tentang keilmuan yang bersifat
umum.

Mengikuti kata-kata Wittgenstein, Abdullah mengungkapkan bahwa baik filsafat maupun


kepercayaan sudah memiliki gaya hidup masing-masing, sehingga relatif sulit bagi kita
untuk mengidentifikasi pasangannya. Berdasarkan kajian ini, Abdullah berkesimpulan bahwa
lebih teliti dari pada gagasan tentang keyakinan dan lebih sulit untuk berhati-hati daripada
gagasan tentang agama. Bahkan ada aliran filsafat tertentu yang menghilangkan dan
mengurangi peran metafisika dan etika. Keduanya sangat terlihat dalam sistem kepercayaan.
Ketika keyakinan dan disonansi mitra filosofis kita mencapai tingkat berikutnya, menjadi
semakin jelas bahwa kita berada dalam wacana kedua, situasi disonansi. Abdullah
mencontohkan sejarah pengalaman keagamaan Islam, terutama setelah memudarnya
semangat dan cahaya pemikiran filosofis, khususnya di kalangan umat Islam, dan terutama
setelah berkuasanya pemikiran Islam ortodoks. Penolakan terhadap filsafat Ghazary pada
14
tahun dan penolakan terhadap filosof Islam seperti Ibnu Sina dan Faraby berdampak besar
dan mengharamkan situasi traumatis pemikiran filsafat Islam. [17]

C. PENJELASAN INTEGRASI DARI ASPEK BAYANI, BURHANI, IRFANI

Q.S Al-Baqarah : 269

۟ ُ‫يُْؤ تِى ْٱل ِح ْكمةَ من يَ َشٓا ُء ۚ َومن يُْؤ تَ ْٱل ِح ْكمةَ فَقَ ْد ُأوتِى َخ ْيرًا َكثِيرًا ۗ َوما يَ َّذ َّك ُر ٓاَّل ُأ ۟ول‬
ِ َ‫وا ٱَأْل ْل ٰب‬
‫ب‬ ‫ِإ‬ َ َ َ َ َ َ

BAYANI

Yang digambarkan adalah bahwa Allah sebagai hamba memberikan kebenaran dalam
perkataan dan perbuatan yang dikehendaki Allah. Dan siapa yang memberinya sampai
menjadi benar bahwa Allah telah memberinya banyak kebaikan. Dan manusia yang
mengingatnya dan mengambil hikmah darinya tidak terkecuali orang-orang yang memiliki
akal sehat yang bersinar dengan cahaya Allah dan karunia Allah.

Dalam Al-Qur'an Surat al-Baqarah ayat 269, artinya sebagai hamba Allah yang menerima ide
darinya, dia bisa berhasil menerapkan ide-ide yang kita miliki dan menggunakan logika untuk
mengamalkan ilmu yang diterima. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang kita amalkan
untuk diri kita sendiri dan orang lain.

Mufrodat :

‫ = يُْؤ تِى‬beliau memberikan

َ‫ = ْال ِح ْك َمة‬hikmah

‫ = يَشآ ُء‬dia kehendaki

‫ = خَ ْيرًا‬kebaikan

‫ = يَ َّذ َّك ُر‬merogoh pelajaran

Penerangan Tafsir
17
Jurnal Filsafat Vol. 40, Nomor 2, Agustus 2006
15
269. a.Allah memberikan Alhikuma (pemahaman Al-Qur'an dan Sunnah) yang
diinginkannya. Kebijaksanaan lebih luas dari pengetahuan, dan pamgkal sebagai pengetahuan
menandai awal dari kebijaksanaan. Kebijaksanaan juga dapat diartikan sebagai mengenali
implisit di balik manifestasi, mengejar apa yang tampaknya tidak terlihat dari konkret, dan
mengejar kepastian akhir seperti yang telah kita lihat landasannya. Dari Syekh Muhammad
Abduh, hikmah adalah ilmu yang sah dan dapat dipertanggung jawabkan, dan memiliki
pengaruh yang sangat mendalam pada diri sendiri, karena ia menjamin kehendak dan
keinginan untuk memerintahkan agar efek itu dilakukan. Ketika suatu perbuatan nyata
muncul dari pengetahuan yang nyata, hingga seolah-olah menjadi perbuatan nyata yang
bermanfaat dan membuat orang bahagia. [18]
Allah menganugerahkan kepada hamba-hamba-
Nya ilmu yang bermanfaat yang dapat membangkitkan keinginan. Hal ini memungkinkan dia
untuk membedakan apa yang nyata dan apa yang salah. Allah membagikan hikmah kepada
orang yang dikehendaki-Nya. Dari makhluk-makhluk ini, hanya manusia yang diberkahi
dengan peralatan kebajikan. Hingga akal intelektual berarti alat paling ampuh untuk
memperdalam pengetahuan sejati. Logika berarti peralatan timbangan, dan dengan
memisahkan begitu banyak peralatan, kesimpulan yang sebenarnya dapat ditarik. Bedakan
antara mereka yang siap untuk dilihat dan dipahami dan mereka yang mencari pemikiran
jangka panjang. Ketika akal sehat dan hasil yang baik diperoleh, pemahaman dan teori
relativitas menghilang, dan mudah untuk membedakan pengetahuan mana dan pengetahuan
mana yang dapat dipertanggungjawabkan sampai semua keraguan hilang, saya bisa
melakukannya. Memahami pengetahuan adalah logika memahami interpretasi yang tepat dari
sebuah kalimat dan benar-benar memahaminya. Dan diyakini bahwa mereka yang diberi
pengetahuan yang beragam ini dapat membedakan antara janji Tuhan dan janji Setan,
berpegang pada janji Tuhan, dan membuang janji Setan. [19]

269. b. Dan orang-orang yang diberi nasehat itu benar-benar nyata dan mereka diberkahi
dengan banyak karunia. Benda-benda tersebut diberikan ilmu dan petunjuk yang bermanfaat
tentang cara menggunakan akal dan petunjuk agar seseorang dapat memperoleh petunjuk dan
kebaikan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, ia dapat memanfaatkan makhluk-makhluk
potensial seperti penglihatan, telinga, pikiran, dan pikiran dengan kuat untuk mempersiapkan
kebahagiaan sejati. Dan dia dapat mempercayakan dirinya kepada Tuhan karena dia berasal
18
Amrullah, Abdul Malik Karim, Tafsir Al Azhar juz III, (Jakarta; Pustaka Panjimas, 1983), hal. 74-75.

19
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi penterjemah Drs. M. Thalib, cet.1 (Yogyakarta:
Sumber Ilmu, 1986), hal. 49.
16
dari segala sesuatu dan segalanya berakhir untuknya. Dia mendengar bisikan iblis dan tidak
ingin mencemari dirinya dengan penggunaan yang berdosa. Setiap orang yang telah diberi
Taufik ingin memahami ilmu yang bermanfaat ini. Ia juga ingin menggunakan pikirannya
dengan cara yang sehat dan dibimbing oleh Allah untuk ditempatkan di jalan yang benar.
Artinya dia telah menerima kebaikan duniawi akhirat. [20] Kekayaan sejati adalah hikmat yang
diberikan Tuhan. Kecerdasan logika, luasnya pengetahuan, ketinggian kebijaksanaan,
kemampuan beradab untuk menggunakan orang. Ini adalah kekayaan yang sangat besar.
Bahkan jika seseorang menjadi kaya, kecuali dia diberkati dengan dewa kebijaksanaan,
seorang jutawan kaya seperti orang miskin. Dia tidak mampu membelinya dan memiliki
sedikit penilaian tentang mengapa propertinya harus dilepaskan.

269. c. Dan hanya orang cerdas yang dapat memperoleh hikmat (dari Firman Tuhan). Saya
tidak ingin tenggelam dalam ilmu ini sampai saya dapat memahami kebenaran ilmu,
menguasai kehendaknya dan mengikuti kehendaknya, tetapi dengan pikiran yang sehat dan
jiwa yang mulia, saya siap membenamkan diri. fenomena. Dengan ilmu, mereka bisa
mengungkap fakta kehidupan yang akan membantunya mempersiapkan diri untuk
membahagiakan dirinya sendiri dalam hidup ini, dan mereka semua bisa menaiki Tangga
Kebahagiaan Ukrawi. [21]
Hanya mereka yang memiliki hati yang ingin mengerti apa artinya
itu. Orang yang mengira kekayaan hanyalah kemampuan mengumpulkan pusat perbelanjaan
tidak ingin mengingatnya karena mereka hanya memikirkan mengumpulkan barang. Makna
hidupnya berkisar pada Tuhan dan kekayaan. Oleh karena itu, dia tidak ingin memberi
manfaat dan memberi makan sesama manusia sampai hidupnya dan masa depannya benar-
benar menghitam.

BURHANI

Jika Allah berbicara tentang persembahan orang-orang yang menafkahkan hartanya,


dan membawa mereka masuk dan memberi mereka kekayaan, sehingga memungkinkan
mereka untuk menafkahkan di jalan kebajikan, dengan demikian memberi mereka peran
yang mulia. Jika itu adalah Allah, maka Allah berfirman apa yang lebih besar. Masalahnya
adalah bahwa Allah ingin menyampaikan pesan diam-diam tentang siapa yang dia inginkan

20
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi penterjemah Drs. M. Thalib, cet.2, (Bandung:
ROSDA, 1987), hal. 49-50.
21
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 3 penterjemah Bahrun Abubakar, Lc. Dkk.,
(Semarang: Karya Toha Putra, 1993) hal. 74
17
dengan asal hamba-Nya, dan siapa dia telah menunjukkan niat baik dalam dirinya dari
hamba-Nya. [22]
Hikmah ini adalah ilmu yang bermanfaat, ilmu yang terampil, berpikir terus
menerus, berpikir matang, dan terciptanya kebenaran dalam perkataan dan perbuatan. Ini
adalah hadiah utama dan hadiah terbaik.

Allah mengantarkan hikmah pada siapa yang ia kehendaki. hikmah mempunyai banyak tipe
arti, antara lain: ilmu- ilmu pada Al- Qur’an dan As-sunnah, baik dan kurang baik, uraian
ilmu agama serta praktiknya, ketakwaan, keshalihan, dan lain- lain. Intinya pesan tersirat
yakni suatu yang bisa menjauhkan diri asal kebodohan. Oleh sebab seperti itu ilmu biasanya
dikira dengan pesan tersirat, sebab ilmu telah menjauhkan seseorang dari kebodohan, dan
memakai ilmu itu jua seorang dapat mengenali mana yang baik dan mana yang batil. Begitu
pula memakai orang yang diberi pesan yang tersirat oleh Allah, dia sudah diberi kebaikan
yang poly baik di global ataupun pada akhirat dan sudah diberikan anugerah yang terbaik
berasal seluruh berbagai ilmu ataupun kitab tadinya, asal lembaran apa saja yang diturunkan
kepada para Nabi saat sebelum Nabi terakhir, serta ilmu apapun yang terdapat pada muka
bumi ini. Tidak ada yang bisa merogoh pelajaran dan pesan yang tersirat kecuali orang- orang
yang memiliki logika sehat. Nalar yang sehat dan pintar maksudnya sesuatu indera buat
mendapatkan ilmu, yang dapat memahami suatu cocok dalil-dalil dan bisa mengenali suatu
bersumber pada hakikat yang sesungguhnya. Ini kenapa Allah cuma mengantarkan nasihat
kepada orang- orang eksklusif diantara hamba-Nya yang di kehendaki-Nya.

IRFANI

Pelajaran berharga dari ayat:

1. Ketergantungan pada kehendak Tuhan Keputusan tindakan Tuhan sesuai dengan Firman
Tuhan. “Tuhan memberi hikmat”, yang merupakan bagian dari karakter dalam bentuk
tindakan.

2. Memang, sampai semua keutamaan Allah maha kuasa, apa yang dapat digunakan
seseorang dalam bentuk ilmu dan hidayah sejalan dengan firman Allah: “Allah adalah untuk
semua orang (dalam Al-Qur’an dan Sunnah). Berilah hikmah semua dari Allah Taara sampai
Allah memberikan manfaat kepada hamba berupa ilmu, hidayah, kekuatan, ketrampilan,
pendengaran dan penglihatan agar Allah tidak menjadi sombong. Setelah memberikannya

22
M. Quraish shihab. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta : Lentera hati. Hal 43
18
kepada seseorang. Kami siap menjadi Tuhan yang menghilangkan kebijaksanaan tersirat
manusia sehingga semua tindakan kejam, sempurna, dan bebas.

3. Penetapan kehendak untuk Allah taala, ini sinkron memakai firmannya: “yang ia hendaki”
[23]

4. Tujuan Majelis Allah Taara tentu lebih cepat bagi subjek, pada hakikatnya menyampaikan
kesempurnaan, karena hikmah yang tersirat adalah sifat kesempurnaan.

5. Berikan kehormatan yang besar kepada mereka yang telah diberikan Al Hikuma. Ini
sempurna untuk firman Tuhan Yang Mahakuasa. “Dan siapa pun yang diberi Al Hikuma
menerima begitu banyak hadiah.”

6. Mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah diberikan hikmat yang tersirat oleh
Tuhan Yang Maha Esa. Saya membutuhkan rasa syukur yang besar untuk kebaikan itu.

7. Anugra al-Hikuma diberikan kepada manusia dalam banyak cara oleh Allah. Allah ta ala
fitracan, atau prasangka, di mana ia menggunakan subjek (khususnya) dicapai dengan melatih
dan memperlakukan orang yang berilmu.

8. Keutamaan logika diturunkan dari sabdanya: “Dan hanya orang bijak yang dapat
mengambil pelajaran (dari firman Allah).”

9. Ketika meyakinkan mereka yang tidak memahami pelajaran bahwa mereka memiliki cacat
mental, logika adalah ide yang baik untuk membimbing mereka.

10. Mereka yang memahami dan mempelajari hal-hal yang saling terkait datang dari apa yang
mengikuti dan apa yang datang, kecuali mereka yang memiliki logika yang kuat, yang secara
alami dapat mengambil pelajaran dari ajaran Syariah. Mari kita ambil pelajaran darinya
sebagai dampak yang bisa mereka lakukan. Beberapa orang tidak ingat banyak sampai topik
sebelumnya memberi mereka (sama sekali) kebijaksanaan dan pelajaran. [24]

Q.S Al-Baqarah : 256

ِ |‫اَل ِإ ْك| َر| ا|هَ| فِ| ي| ا|ل|د|ِّ| ي| ِن| ۖ| قَ| ْد| تَ| بَ| ي|َّ َ|ن| ا|ل|ر|ُّ| ْش| ُد| ِم| َ|ن| ا| ْل| َغ| ِّي| ۚ| فَ| َم| ْ|ن| يَ| ْك| فُ| ْ|ر| بِ| ا|ل|ط|َّ ا| ُغ| و‬
َ |‫ت| َ|و| يُ| ْؤ ِم| ْ|ن| بِ| ا|هَّلل ِ| فَ| قَ| ِد| ا| ْس| تَ| ْ|م| َس‬
|‫ك‬
|ٌ‫ص| ا| َم| لَ| هَ| ا| ۗ| َو| هَّللا ُ| َس| ِم| ي| ٌع| َع| لِ| ي|م‬ َ |ِ‫بِ| ا| ْل| ُع| ْ|ر| َو| ِة| ا| ْل| ُو| ْث| قَ| ٰ|ى| اَل ا| ْن| ف‬
23
Imam Nawawi. 2011. Alhidayah. Jakarta: Kalim. Hal 89

24
Said Bin Sli Al-Qathani. 1994. Dakwah Islam Dakwah Bijak. Jakarta : Gema Insani Perss. Hal 221
19
BAYANI

Ayat ini menegaskan bahwa tak boleh terdapat paksaan pada memeluk suatu
kepercayaan, sebab sudah nampak bagaimana jalan kebenaran serta kesesatan bila kita mau
berfikir memakai logika sehat melalui aneka macam kekuasaan Allah SWT. Barangsiapa
beriman kepada Allah serta ia mengingkari segala sesuatu yang mematikan logikanya dan
memalingkannya dari kebenaran, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh pada
penyebab terkuat buat tak terjerumus ke pada jalan yang sesat.

Terkait dengat ayat tersebut, Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa ayat ini terus berkaitan
menggunakan seorang teman Anshar yang memaksa dua anaknya utntuk masuk Islam. Ibnu
Abbas berkata, “ayat ini turun bersamaab dengan seorang teman anshar bernama hushain
yang memaksa dua anaknya yang beragama nasrani buat masuk Islam. namun mereka tidak
menerimanya” (Zuhaili, 2009: 43). Menurut salah satu tradisi, sebelum kedatangan Islam,
selalu ada wanita dengan anak-anak. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan
menjadi orang Yahudi jika dia memiliki anak dan kehidupan. Ketika Islam datang dan 4.444
orang Yahudi Bani Nadir diusir dari Medina (karena makar), anak laki-laki dan beberapa
anak lain yang tergabung dalam keluarga Anshar termasuk di antara orang-orang Yahudi.
Anshar berkata: "Jangan abaikan anak-anak kita bersama mereka. “Narasinya adalah Abdaud,
Nasai, Hiban dan sumbernya adalah Ibn Abbas. Menurut tradisi lain, wahyu puisi
sebelumnya menyangkut penggunaan kelompok Anshar Fushein, suku Banisa Kimbin Auf
dengan dua anak yang beragama Kristen sedangkan dia sendiri adalah seorang Muslim. Dia
bertanya kepada Nabi Muhammad Thor: “Dapatkah saya memaksa anak ini karena tidak
menaati saya dan tetap menjadi Kristen?” Allah tidak memiliki paksaan dalam Islam.
Menyebutkan jawaban puisi di atas. Narasi IbnJarir dan IbnAbbas dari Sa'id atau
Ikrimahndatang (Nurcholis, 1997: 83).

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir asal jalur Sa‟id atau Ikrimah, asal Ibnu Abbas mengatakan,
“Tidak ada paksaan pada memasuki kepercayaan Islam” turun pada seorang lelaki berasal
kaum Anshar asal bani Salim bin Auf yang biasa dipanggil Hushain, dia memiliki anak yang
bergama Nashrani, tapi dia sendiri bergama Islam, maka dia mengatakan pada Nabi Saw,
“Apakah saya wajib memaksa mereka buat masuk pada kepercayaan Islam, sesungguhnya
mereka menolak kepercayaan kecuali Nashrani”. Maka Allah menurunkan ayat ini (Imam
Alaihi Salam-Suyuthi, 2014: 83-84).

20
BURHANI

Toleransi adalah sebuah keniscayaan, apalagi pada konteks bangsa Indonesia.


Toleransi diyakini bisa menyampaikan donasi terhadap kondusifitas atau konstelasi
kehidupan. Toleransi berarti menyampaikan kesempatan pada individu lain buat meyakini
keyakinannya tanpa ada paksaan dari orang lain. Hal ini sinkron menggunakan spirit Islam
yang termaktub pada Q.S Al-Baqarah ayat 256; yang memberi tahu bahwa “tak ada paksaan
dalam beragama, karena kebenaran sudah jelas” maka sangatlah keliru jika terdapat orang
yang mengasumsikan Islam menjadi agama intoleran.

Pendidikan toleransi bisa diterapkan menggunakan mengacu kepada beberapa hal, yakni:

1). Mengikuti hak-hak setiap orang

2). Menghormati keyakinan orang lain

3). Setuju pada disparitas

4). Saling mengerti

5). Pencerahan dan kejujuran

Pengajaran ini, dari SD hingga SMA, dengan kerangka dan program yang jelas dan
terencana, mewujudkan harapan akan kenyamanan dan kedamaian biologis. Kebebasan
beragama adalah topik yang dibahas berulang kali. Kritikus gosip ini didasarkan pada
pandangan mereka terhadap Al-Qur'an dalam beberapa hal. Bagian 256 Surat Al Baqarah
adalah ayat 1 yang paling sering dikutip dan dirujuk kesalahannya, terutama asal-usul ayat la
ikraha fialdin. Beberapa ulama menafsirkan ayat ini sebagai pembenaran untuk memilih
agama secara bebas. Yang lain tidak setuju dengan pandangan ini, dengan alasan bahwa
keyakinan tidak boleh dipaksakan, tetapi mahar yang mengatakan kebenaran Islam sangat
penting. Tidak boleh ada pemaksaan beragama berdasarkan Hamka atas kebebasan beragama.
Namun dakwah Islam tetap dibutuhkan, dan kebebasan bukan berarti bebas memilih jalan
yang diinginkan, tetapi bertakwa benar-benar menuntun kepada Allah melalui ketaatan dan
penyerahan diri sepenuhnya. Apa yang datang setelah bukanlah iman sebagai nama atau
bentuk, tetapi jalan yang benar menuju Tuhan. Hamka adalah seorang intelektual umum dan
sekarang menjadi tokoh berpengaruh di Indonesia, yang karyanya tersebar luas di dunia
akademis di seluruh dunia dan menganggap serius isu kebebasan beragama. Kajian ini
21
menyoroti kajian Buya Hamka tentang kebebasan beragama dalam tafsir Al-Azhar pasal Al-
Baqarah 256, dengan menggunakan pendekatan analisis isi yang bertujuan untuk
menganalisis bagaimana isi berasal dari teks. Melalui pendekatan ini, penulis mencoba
menjelaskannya secara analitis dan interpretatif. Metode penelitian ini kemudian
dikategorikan ke dalam jenis kualitatif, dan sebagai hasil dari penelitian ini, fokusnya adalah
literatur dan bahan pustaka sebagai sumber data. Pertama, Buya Hamka menyatakan bahwa
puisi sebelumnya (Sapi, 255) berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan. Kursi adalah ajaran
terpenting dalam Islam, yang jelas memuat topik tauhid.

Kedua, Buya Hamka menyatakan dalam Toughsil al-Azhar bahwa puisi tersebut
menggunakan metode Bai-al-Mashur. Ketiga, menurut Buya Hamka, berdasarkan surat
Albakara ayat 256, Islam tidak memaafkan orang, melainkan mengajak mereka untuk
merenungkan kebenaran risalah Islam. Tapi mengajak orang untuk merenungkan kebenaran
pesan Islam. Baginya, dorongan untuk beriman dapat menyesatkan agamanya dan
menimbulkan kontradiksi. Keabsahan Tafsir Buyahamka saat ini melihat asal usul berbagai
agama, perlu dilestarikan sesuai dengan upaya para founding father merumuskan Pancasila,
yang dapat menerima segala kebhinekaan dan tidak menimbulkan egoisme. [25]

IRFANI

Prinsip kebebasan beragama ataupun berkeyakinan mengantarkan agunan


perlindungan untuk segala insan buat memeluk keyakinan ataupun kepercayaan eksklusif.
Selaku hak asasi manusia, kebebasan beragama ataupun berkeyakinan sanggup
dipandangmenjadi hak negatif dan positif sekalian. Selaku hak negatif, kebebasan beragama
ataupun berkeyakinan maksudnya seseorang tidak sempat boleh dituntut bangsa ataupun
pihak mana juga buat melaksanakan aplikasi kepercayaan ataupun kepercayaan eksklusif,
bergabung pada komunitas agama eksklusif, berpindah keyakinan, ataupun dituntut tinggal
pada suatu agama memakai metode melawan kehendak bebasnya. Selaku hak baik,
kebebasan kepercsyaan ataupun berkeyakinan memiliki arti kalau tiap manusia berhak
memilah keyakinan ataupun kepercayaan, selaku anggota komunitas religius tadi ataupun
mendirikan suatu komunitas baru dan melaksanakan ibadah dan pelajaran kepercayaan baik
secara publik ataupun pada ruang privat. Hak positif pula berarti seseorang boleh memilah
buat tidak beragama. Sejarahnya konsep kebebasan beragama ataupun berkeyakinan

25
Drs. Mochammad Tantowi, M.Si, 2020
22
berkaitan erat dengan peperangan antarkonvensi yang sebagian kali menyerang Eropa dalam
kurun kala nyaris 500 tahun( Bdk Hans-Georg Ziebertz, 2015). Kekristenan di Barat pada
periode itu menolak modul kebebasan beragama ataupun berkeyakinan sebab pemikiran tadi
diklaim jadi ajaran sesat ataupun heresi oleh Gereja. Prinsip yang berlaku di masa itu
maksudnya cuius regio, eius religio ataupun bisa dimaksud dengan“ kepercayaan raja
merupakan pula kepercayaan warga yang dikuasainya”. Doktrin ini jua selaku pegangan
untuk gereja di masa itu yang diperteguh kepercayaan kalau raja maksudnya titisan tuhan
ataupun utusan Allah.

Q.S. Ali-Imran : 48

َ َ‫َوٱِإْل ن ِجي َل َوٱلتَّوْ َر ٰىةَ َو ْٱل ِح ْك َمةَ ْٱل ِك ٰت‬


ُ‫ب َويُ َعلِّ ُمه‬

Artinya : “Dan Allah akanmengajarkan kepadanya Al kitab dan hikmah. Tafsir Al-Muyassar
atau Kementerian agama Saudi Arabia beliau mengajarkan kepadanya baca tulis, pula sahih
pada ucapan serta perilaku serta taurat yang diwahyukan Allah pada musa dan injil yang
Allah turunkan kepadanya”.

BAYANI

Isinya adalah bahwa Allah mengajarinya kebijaksanaan, ketepatan, dan kebenaran


dalam apa yang dia katakan dan dalam tindakan. Dia mengajarinya kitab Taurat yang
diturunkan kepada Musa AS, dan mengajarinya kitab Injil yang akan diturunkan kepada
Yesus AS. Ayat ini menjelaskan bahwa Tuhan, yang mengajari Yesus pengetahuan tentang
tulisan dan pengetahuan yang benar, mengubah kehendak manusia menjadi tindakan yang
bermanfaat, dan Tuhan memberinya kemampuan untuk memahami semua misteri Taurat dan
aturannya. Masih tahu semua rahasia aturan dan memberi tahu orang-orangnya tentang hal
itu. Sementara itu, Allah mengajarkan Isa, Injil yang diturunkan kepadanya.

BURHANI

1. Percaya pada kebenaran yang terkandung dalam kitab Allah

2. Saya percaya bahwa kitab itu benar-benar wahyu Tuhan, bukan karya para nabi atau rasul.

23
3. Percaya pada Al-Qur'an: Wahyu Allah, bukan susunan Nabi Muhammad SAW, yang
meyakini bahwa Al-Qur'an itu asli Percaya bahwa isi Al-Qur'an dijamin kebenarannya tanpa
keraguan

4. Pelajari, pahami, dan hayati isi Al-Qur'an Amalkan ajaran Al-Qur'an dalam kehidupan
sehari-hari.

IRFANI

1. Untuk menaikkan kualitas kehidupan langsung

2. Ciptakan kehidupan komunitas

3. Membangun keharmonisan antar negara dan kehidupan mereka

4. Meningkatkan keimanan kepada Allah SWT yang telah memerintahkan para rasul untuk
berdakwah

5. Kehidupan manusia diatur oleh aturan-aturan dalam Alkitab. tanggal

6 Termotivasi untuk beribadah dan menunaikan kewajiban iman yang tertuang dalam kitab
suci

7. Kembangkan sikap optimis karena dikaruniai tuntunan Allah agar hidup berhasil baik
secara global maupun di akhirat.

8. Jagalah ketakwaannya dengan selalu mentaati perintah Allah dan jauhkan dia dari segala
larangannya.

D. PENUTUP

Secara harafiah, kata filsafat berasal dari kata falsafah yang berarti cinta sejati, dan kata
sophos yang berarti pengetahuan dan kebijaksanaan. Pengertian filsafat secara konseptual
adalah berpikir secara sistematis, mendasar, dan universal, mengetahui semua sifat yang ada,
seperti hakekat alam, hakekat manusia, hakekat masyarakat, hakekat ilmu pengetahuan, dan
hakekat pendidikan.

Hubungan Filsafat-Ilmu Secara historis, sains dan filsafat telah bersatu, tetapi seiring
berkembangnya aturan sains dalam menghadapi divergensi yang memiliki pengaruh kuat
pada pemikiran manusia, situasi ini menjadi lebih pada posisi teritorial. pandangan yang lebih
24
jelas tentang hubungan antara keduanya dalam konteks perolehan sumber daya spiritual
manusia.

Melihat penjelasan, kita dapat melihat bahwa filsafat lebih luas dari ilmu pengetahuan dan
memiliki batas-batas yang lebih seragam, sesuatu yang tidak
dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, filsafat
berusaha menemukan jawabannya. Selain itu, ilmu itu sendiri
dapat dipertanyakan atau digunakan. Subyek penelitian filsafat
(filsafat ilmu). Oleh karena itu, sains mencari hal-hal empiris
dan dapat dibuktikan, filsafat mencari jawaban atas masalah
yang tidak dapat dijawab oleh sains, jawaban bersifat
spekulatif, tetapi agama adalah jawaban atas masalah yang
tidak dapat dijawab oleh filsafat. Hubungan antara konteks
terpadu dan filsafat Islam sangat penting dalam perumusan studi Islam. Kajian Islam
mengikat ajaran Islam yang ada dalam berbagai aspek budaya, baik posisi Islam sebagai nilai
fundamental maupun budaya sebagai sistem nilai. Keberadaan manusia serta produk.

E. BIODATA PENULIS

Isnaini Rahmadhani adalah nama penulis artikel ini. Lahir pada tangal 03 November 2003 di
Bantul. Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Ia berdomisili di Ngajaran RT 01,
Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul, Yogyakarta. Dulu ia bersekolah di SD 1 Panggang
kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 2 Sanden, dan waktu SMA ia bersekolah di SMA
Negeri 1 Bambanglipuro. Sekarang ia sedang menempuh pendidikan jenjang sarjana di
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Prodi
Pendidikan Kimia.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, “A Preliminary Remark…”, 4. Juga C. A van Peursen, Susunan Ilmu Pengetahuan:


Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu (Jakarta: Gramedia, 1985), h. 86

Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 3 penterjemah Bahrun


Abubakar, Lc. Dkk., (Semarang: Karya Toha Putra, 1993) hal. 74

Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 3 penterjemah k. Anshori Umar,


Dkk., (Semarang: Karya Toha Putra, 1987), hal. 75.

Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi penterjemah Drs. M. Thalib,


cet.2, (Bandung: ROSDA, 1987), hal. 49-50.

Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi penterjemah Drs. M. Thalib,


cet.1 (Yogyakarta: Sumber Ilmu, 1986), hal. 49.

Amrullah, Abdul Malik Karim, Tafsir Al Azhar juz III, (Jakarta; Pustaka Panjimas, 1983),
hal. 74-75

Beerling, Kwee Mooij dan Van Peursen dalam Inleiding tot de Weteshasleer, terj. Soejono
Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h. 3-4.

26
Budhi Munawar-Rahman, Islam Pluralis, Wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta:
Paramadina, 2001), hlm 175-176.

Drs. Mochammad Tantowi, M.Si, 2020

Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan Volume 11 No. 1 Juli 2013

Filsafat Umum Cetakan Pertama, Juli 2020

Hasyimah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 17.

Imam Nawawi. 2011. Alhidayah. Jakarta: Kalim. Hal 89

Jurnal Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan Volume 11 No. 1 Juli
2013

Jurnal Filsafat Vol. 40, Nomor 2, Agustus 2006

Jurnal Filsafat Vol. 40, Nomor 2, Agustus 2006

JURNAL PILAR Volume 11, No. 1, Tahun 2020

Lihat C. Verhaak dan R. Haryono Imam, “Pengantar”, h. 176-177; T.K. Seung, Semiotics and
Thematics in Hermeneutics (New York: Columbia University Press, 1982), h. 188

Lihat uraian tentang ini dalam Jujun S. Surasumantri, “Kata Pengantar”, dalam Ilmu
Pengetahuan dan Metodenya, ed. C.A. Qadir, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1995), h. viii.

M. Quraish shihab. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta : Lentera hati. Hal 43

Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Telaah Sistematis, Fungsional, Komparatif, (Yogyakarta:


Penerbit Rake Sarasih, 1998), h. 1

Oliver Leaman“Introduction”, dalam dalam Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed.),
History of Islamic Philosophy, hlm. 6.

Said Bin Sli Al-Qathani. 1994. Dakwah Islam Dakwah Bijak. Jakarta : Gema Insani Perss.
Hal 221

Seyyed Hossein Nasr, “Introduction”, dalam dalam Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman
(ed.), History of Islamic Philosophy, hlm. 16.

Seyyed Hossein Nasr, “The Qur’an and Hadith as Source and Inspiration of Islamic
Philosophy” dalam Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed.), History of
Islamic Philosophy (London and New York: Routlege, 1996), hlm. 27-39.

Team, Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta: Pokja


Akademik UIN SUKA, 2006), 14-15.

27
The Liang Gie, Philosophy, h. 157.

28

Anda mungkin juga menyukai