Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PERPAJAKAN

Pemungutan pajak

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perpajakan.

Dosen pengampu :
WIRMIE EKA PUTRA, SE., M.Si.

Disusun oleh :
ANITA SAPUTRI AYU C1C021183

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2021/2022

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang............................................................................................................................4
1.2. Rumusan masalah.......................................................................................................................5
1.3. Tujuan penelitian........................................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................7
2.1 Stelsel dalam pemungutan pajak................................................................................................7
Pengertian Stelsel Pajak............................................................................................................................7
1.Stelsel Nyata atau Riil.....................................................................................................................7
2.Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)..................................................................................................8
3.Stelsel Campuran............................................................................................................................8
Contoh Penerapan Stelsel Pajak Campuran di Indonesia......................................................................8
2.2 Kendala dalam pemungutan pajak..............................................................................................9
2.3 Bentuk perlawanan pajak..........................................................................................................10
2.4 Pihak yang terkait dalam perpajakan.........................................................................................11
2.5 Penggolongan pajak...................................................................................................................12
BAB III..................................................................................................................................................14
PENUTUP.............................................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga penulis dapat membuat makalah ini dengan
lancar dan sebagai mana mestinya. Penulis membuat makalah berdasarkan fakta yang dikutip
dari berbagai sumber sesuai dengan pernyataan dan kenyataan yang ada.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Perpajakan. Topik yang kami
bahas dalam makalah ini adalah tentang “Pemungutan pajak”. Dalam penyusunan makalah
ini, penulis banyak mendapatkan tantangan dan hambatan dalam proses pengerjaannya, akan
tetapi penulis berhasil menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Sesuai kata orang bijak, “tidak ada yang sempurna dalam hidup”. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik
penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu,
dengan senang hati kami senantiasa menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari
para pembaca untuk memperbaiki mutu makalah kami. Terima Kasih.

Jambi, Februari 2022

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang utama bagi pelaksanaan
dan peningkatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Pemungutan pajak dilaksanakan untuk kepentingan rakyat, maka
pemungutan pajak tersebut haruslah terlebih dahulu disetujui oleh rakyatnya sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemenkan dalam Pasal 23A
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-Undang”.1 Hal ini memperlihatkan
bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan Undang-Undang sehingga menjamin adanya
kepastian hukum, baik bagi pengumpul pajak maupun bagi wajib pajak itu sendiri.

Makna yang terdapat dalam Pasal 23A amandemen ke-III Undang-Undang Dasar
1945 itu sendiri adalah pemungutan pajak harus berlandaskan Undang-Undang dikarenakan
pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah yang tidak ada
imbalannya secara langsung dapat ditunjuk.2 Oleh karena itu pajak mempunyai unsur yang
dapat dipaksakan yang mempunyai arti bahwa bila utang pajak tersebut tidak dibayar, maka
utang pajak tersebut dapat ditagih dengan menggunakan Surat Paksa dan Sita maupun
penyanderaan bagi Wajib Pajak.3 Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya peningkatan
dalam pelaksanaan pemungutan pajak sehingga penerimaan dari sektor pajak dapat menjadi
lebih optimal.

Pada dasarnya pemungutan pajak merupakan perwujudan dari peran serta masyarakat
sebagai warga Negara dalam rangka pembiayaanrutin pemerintahan serta meningkatkan
pembangunan nasional, sehingga pajak memiliki kedudukan yang strategis dalam penerimaan
Negara. Dalam mendukung pembangunan nasional pajak dapat dilaksanakan dengan
menerapkan prinsip kemandirian.Sumber penerimaan Negara dari pajak harus terus
ditingkatkan.Oleh karena itu, diperlukan peran serta masyarakat dalam pembiayaan
pembangunan yang tercermin pada kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak.

Sektor perpajakan memegang peranan penting dan strategis dalam penerimaan


Negara. Peningkatan pendapatan Negara terutama dari sektor pajak akan memberikan

4
sumbangan positif dalam keuangan Negara. Semakin tinggi kesadaran masyarakat dan
semakin meningkatnya jumlah wajib pajak menunjukkan bahwa semakin tinggi pula tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan Negara dan sikap nasionalisme warga
Negara juga semakin tinggi.5 Hal tersebut berarti bahwa pendapatan Negara dari sektor pajak
merupakan sarana nyata bagi pemerintah untuk mampu menyediakan berbagai prasarana
berupa jalan, jembatan, pelabuhan, air, listrik, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan,
fasilitas keamanan, dan berbagai kepentingan umum lainnya yang ditujukan untuk
kesejahteraan masyarakat.

Sumber penerimaan pajak yang dapat diperoleh oleh Negara salah satunya adalah
berasal dari tanah dan atau bangunan.Bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan/atau
kedudukan social ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak
atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya, dan oleh karena itu wajar apabila mereka
diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada
Negara melalui pajak.

Secara umum pajak itu adalah iuran rakyat kepada Negara yang dipungut berdasarkan
Undang-Undang, yang pemungutannya dapat dipaksakan dengan tidak mendapat kontra
prestasi secara langsung yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin Negara.
Untuk dapat menghimpun dana yang berasal dari masyarakat yang dipungut melalui pajak
harus berpijak pada asas legalitas. Maksud dan tujuan penerapan asas legalitas di bidang
perpajakan adalah agar tindakan atau perbuatan pemerintah untuk menghimpun dana dari
masyarakat melalui pemungutan pajak tidak dikategorikan sebagai perbuatan melanggar
hukum. Tanpa UndangUndang, pemungutan pajak tidak mengikat masyarakat dan dianggap
tidak sah.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka ada beberapa masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja stelsel dalam pemungutan pajak?

2. Apa saja kendala dalam pemungutan pajak?

3. Apa saja bentuk perlawan pajak?

5
4. Siapa saja pihak yang terkait dalam perpajakan?

5. Apa saja penggolongan pajak?

1.3. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dalam pembuatan makalah ini
adalah:

1. Untuk mengetahui tentang stelsel dalam pemungutan pajak.


2. Untuk mengetahui kendala dalam pemungutan pajak.
3. Untuk mengetahui bentuk perlawanan pajak.
4. Untuk mengetahui pihak yang terkait dalam pemungutan pajak dan penggolongan
pajak.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Stelsel dalam pemungutan pajak

Pengertian Stelsel Pajak

Pajak merupakan suatu sistem yang diatur dalam undang-undang. Undang-undang


salah satunya juga mengatur tata cara pemungutan. Stelsel Pajak merupakan sistem
pemungutan pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan
oleh para wajib pajak. Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan stelsel yang terdiri dari 3
jenis, yaitu Stelsel Nyata (Riil), stelsel Anggapan (fiktif), dan Stelsel Campuran.

1.Stelsel Nyata atau Riil

Stelsel Nyata merupakan salah satu jenis pemungutan pajak yang didasarkan pada
objek atau penghasilan yang diperoleh sesungguhnya (penghasilan nyata untuk Pajak
Penghasilan). Mengetahui dengan kondisi demikian, pemungutan pajak baru dilakukan pada
akhir tahun. Dengan begitu, penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui kemudian atau
disebut sistem pemungutan pajak di belakang (naheffing).

Apa kelebihan dari stelsel nyata? Kelebihan utamanya adalah perhitungan didasarkan
pada penghasilan sesungguhnya dan hasil yang diperoleh akan lebih akurat dan real. Adapun
kekurangannya adalah karena pajak dibutuhkan untuk pembiayaan sepanjang tahun, maka
pelaksanaannya pun tidak dapat dikatakan mudah. Apa akibatnya? Wajib pajak dibebani
jumlah pembayaran pajak tinggi. Sementara, jumlah kas yang tersedia belum memadai.Setiap
wajib pajak akan membayar pada akhir tahun, sehingga jumlah uang yang beredar akan
terpengaruh.

Kelebihan dari stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis yaitu sesuai
dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang, karena pemungutan pajak dilakukan
setelah tutup buku. Dengan demikian, penghasilan yang sesungguhnya akan diketahui dengan
sistem ini. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode
(setelah penghasilan rill diketahui). Padahal, pemerintah lebih dahulu membutuhkan
penerimaan pajak ini untuk pengeluaran sepanjang tahun dan tidak hanya pada akhir tahun.
7
2.Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)

Jenis pemungutan pajak ini yang didasarkan pada anggapan yang diatur oleh suatu
undang-undang. Anggapan yang dimaksud di sini dapat bermacam-macam jalan pikirannya,
tergantung pada peraturan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian, stelsel ini menerapkan
sistem pemungutan pajak di depan (voor hedging). Misalnya, penghasilan suatu tahun pajak
dianggap sama dengan tahun sebelumnya. Sehingga pada awal tahun pajak telah dapat
ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.

Keunggulan stelsel ini adalah, pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa harus
menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahan stelsel ini adalah pajak yang telah dibayar
wajib pajak tidak berdasarkan pada keadaan sesungguhnya.

3.Stelsel Campuran

Jenis stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada
awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan. Kemudian pada akhir
tahun, besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Apabila kenyataannya
besarnya pajak lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus
menambah pembayaran. Sebaliknya, apabila besaran pajaknya menurut kenyataan lebih kecil
daripada pajak anggapan, maka wajib pajak dapat meminta kembali kelebihannya (direstitusi)
atau dapat juga dikompensasi.

Kelebihan stelsel ini adalah, pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal
tahun pajak, dan pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya
terutang. Kelemahan dari stelsel ini adalah adanya tambahan pekerjaan administrasi karena
penghitungan pajak dilakukan dua kali, yaitu pada awal dan akhir tahun.

Contoh Penerapan Stelsel Pajak Campuran di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Indonesia dalam proses


pemungutan pajaknya menganut stelsel campuran. Contoh penerapan stelsel campuran adalah
mekanisme PPh Pasal 25/29. Dalam pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 25, pada awal
tahun pajak angsuran didasarkan besarnya pajak yang terutang pada surat pemberitahuan
sebelumnya. Kemudian pada akhir tahun, dihitung kembali berdasarkan penghasilan
sesungguhnya yang diperoleh pada tahun bersangkutan. Dalam menghitung jumlah pajak
yang sesungguhnya di akhir tahun pajak (PPh Pasal 29), maka wajib pajak dapat
mempertimbangkan kredit pajak PPh Pasal 25 yang telah dibayarkannya. Apabila terdapat

8
kekurangan pembayaran pajak (Pajak Penghasilan Pasal 29), maka wajib pajak harus
melunasi kekurangan tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan.

2.2 Kendala dalam pemungutan pajak.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Untuk mengatur tentang pajak dibutuhkan hukum pajak, yaitu:
kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan
rakyat sebagai pembayar pajak.
Pemungutan pajak di Indonesia mengalami banyak permasalahan, antara lain
disebabkan Kelemahan regulasi dibidang perpajakan itu sendiri yaitu:
1. Kurangnya sosialisasi, tingkat kesadaran, pengetahuan.
2. Tingkat ekonomi yang rendah.
3. Database yang belum lengkap dan akurat.
4. Lemahnya penegakan hukum berupa pengawasan.
5. Pemberian sanksi yang belum konsisten dan tegas.

Untuk mengatasinya dengan melakukan reformasi dibidang perpajakan, antara lain:


 Melakukan penyempurnaan regulasi/perangkat aturan.
 Menggalakkan sosialisasi agar menambah pengetahuan untuk menumbuhkan
kesadaran wajib pajak taat pajak.
 Melakukan evaluasi.
 Menyediakan database yang lengkap, akurat, terintegrasi dan terjamin kerahasiannya,.
 Meningkatkan penegakan hukum dalam pengawasan dan pemberian sanksi secara
konsisten dan tegas.
 Melakukan pemungutan pajak yang Adil, berdasarkan undang-undang, tidak
mengganggu perekonomian, efisien dan sistemnya harus sederhana.

9
2.3 Bentuk perlawanan pajak

1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)


Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib
pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas
menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-
undang. Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a. Menahan Diri
Wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak.
Contoh:

 Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau


 Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari pajak
atas pemakaian barang tersebur.
 Sebagai gantinya, menggunakan ikat pinggang dari plastik.

b. Pindah Lokasi
Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi yang
tarif pajaknya rendah. Contoh: Di Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin
menanamkan modalnya di Indonesia Timur. Mereka harus memikirkan tentang transportasi,
akomodasi, SDM, SDA, serta fasilitas-fasilitar yang menunjang usaha mereka.

c. Penghindaran Pajak Secara Yuridis


Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak jelasan undang-undang.
Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis.
 
2. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)
Pengelakan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran
terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar
penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya.
Wajib pajak di setiap negara terdiri dari:

a. Wajib pajak besar (berasal dari multinational corporation yang terdiri dari
perusahaan-perusahaan penting nasional).

10
b. Wajib pajak kecil (berasal dari profesional bebas yang terdiri dari dokter yang
membuka praktek sendiri, pengacara yang bekerja sendiri, dll).
c. Kecenderungan wajib pajak melakukan penghindaran atau pengelakan pajak (dengan
asumsi negara yang mempunyai sistem penegakan hukum yang bagus dan orang-
orang yang tidak mudah disuap).

 
3. Melalaikan Pajak

Melalaikan pajak terjadi setelah SKP keluar. Melalaikan pajak adalah menolak
membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas
yang harus dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan.Jika wajib
pajak telah menerima SKP, maka dia harus membayar pajak sesuai dengan SKP
tersebut.Jika wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus akan mengirim surat
teguran.Jika belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat paksa yang kekuatannya sama
dengan putusan pengadilan yang berlaku. Setelah 2 x 24 jam wajib pajak belum
membayar juga, maka diterbitkan surat penyitaan yaitu surat perintah untuk melakukan
penyitaan pada harta wajib pajak itu.

2.4 Pihak yang terkait dalam perpajakan

1. Menteri Keuangan RI
2. Wakil Komisi X DPR
3. Sekjen Kemenkeu
4. Sekjen Kemendikbud
5. Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kemenristekdikti
6. Eselon I di lingkungan Kemendikbud
7. Direktur Pembelajaran, Ditjen Belmawa
8. Direktur Kemahasiswaan, Ditjen Belmawa
9. Eselon II di lingkungan Kemendikbud
10. Kabiro KLI,Kemenkeu
11. Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, KPK
12. Direktur Departemen Literasi dan Edukasi Keuangan, OJK

11
13. Direktur Peran Serta Masyarakat, BNN
14. Direktur Kerjasama Pendidikan Kependudukan, BKKBN
15. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Prov DKI
16. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi/Kab/Kota
17. Musium Rekor Indonesia
18. Pegiat pendidikan (Prof Udin Winataputra, dll)
19. IKPI Pusat 20. Kopertis I-XIV, dll

2.5 Penggolongan pajak

Berdasarkan sifatnya

Berdasarkan sifatnya, pajak dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1.Pajak langsung.

Pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak
dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada
waktu tertentu, contohnya pajak penghasilan (PPh).

2.Pajak tidak langsung.

Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya bisa dilimpahkan kepada orang lain dan
hanya dikenakan pada hal-hal tertentu saja. Contohnya pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan atas barang mewah.

Berdasarkan lembaga pemungutnya

Berdasarkan lembaga pemungutnya, pajak dibedakan menjadi dua jenis, yakni:

1.Pajak pusat.

Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dalam pelaksanaannya
dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Hasil dari
pemungutan pajak tersebut kemudian dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jenis-jenis pajak pusat yaitu pajak penghasilan,
pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah,
pajak perolehan hak atas tanah dan bangunan, serta bea meterai.

12
2.Pajak daerah.

Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada ditangan pemerintah daerah
yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Hasil dari pemungutan pajak
daerah akan dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pajak
daerah terdiri atas dua jenis, yaitu pajak daerah provinsi dan pajak daerah kabupaten/kota.
Pajak daerah provinsi antara lain pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan
bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok.
Sedangkan pajak kabupaten/kota meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak
reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak
air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, serta
bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Berdasarkan sasarannya

Berdasarkan sasarannya, pajak dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1.Pajak subyektif.

Dalam buku Hukum Pajak (2013) karya Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, pajak
subyektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan keadaan
pribadi wajib pajak (subyeknya). Setelah diketahui keadaan subyeknya, barulah diperhatikan
keadaan obyektifnya sesuai daya pikul, apakah dapat dikenakan pajak atau tidak. Contohnya
pajak penghasilan.

2.Pajak obyektif.

Pajak obyektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan memperhatikan obyeknya terlebih
dahulu, berupa perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar
pajak. Setelah diketahui obyeknya, barulah dicari subyeknya yang memiliki hubungan hukum
dengan obyek yang telah diketahui. Contohnya pajak pertambahan nilai.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Stelsel dalam pemungutan pajak Pengertian Stelsel Pajak Pajak merupakan suatu
sistem yang diatur dalam undang-undang.Stelsel Pajak merupakan sistem pemungutan pajak
yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh para wajib
pajak.Stelsel Nyata atau Riil Stelsel Nyata merupakan salah satu jenis pemungutan pajak
yang didasarkan pada objek atau penghasilan yang diperoleh sesungguhnya (penghasilan
nyata untuk Pajak Penghasilan).Kelebihan dari stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih
realistis yaitu sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang, karena pemungutan
pajak dilakukan setelah tutup buku.Sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan
besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.Sedangkan kelemahan stelsel ini
adalah pajak yang telah dibayar wajib pajak tidak berdasarkan pada keadaan
sesungguhnya.Kelebihan stelsel ini adalah, pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada
awal tahun pajak, dan pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya
terutang.

Dalam menghitung jumlah pajak yang sesungguhnya di akhir tahun pajak (PPh Pasal
29), maka wajib pajak dapat mempertimbangkan kredit pajak PPh Pasal 25 yang telah
dibayarkannya.Apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak (Pajak Penghasilan Pasal 29),
maka wajib pajak harus melunasi kekurangan tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan.

Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu: a. Menahan Diri Wajib pajak tidak
melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak.Melalaikan pajak adalah menolak membayar
pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus
dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan.Jika wajib pajak telah
menerima SKP, maka dia harus membayar pajak sesuai dengan SKP tersebut.Jika wajib pajak
tidak melakukannya, maka fiscus akan mengirim surat teguran.Jika belum dibayar juga, maka
diterbitkanlah surat paksa yang kekuatannya sama dengan putusan pengadilan yang berlaku.

Dalam buku Hukum Pajak (2013) karya Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, pajak
subyektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan keadaan
pribadi wajib pajak (subyeknya).

14
DAFTAR PUSTAKA

Sulistyowati, Nur Wahyuning, Nik Amah, and Farida Styaningrum. "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI:
TEORI & PRAKTIK." (2018).

Harefa, Mandala. "Kendala Implementasi Dan Efektivitas Pemungutan Pajak PBB-P2 Oleh
Pemerintah Kota Makassar." Jurnal ekonomi & kebijakan publik 7.1 (2016): 67-82.

Nursadi, Harsanto. "Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan Yang Dapat Berakibat Pada
Tindakan Pidana." Jurnal Hukum & Pembangunan 48.1 (2018): 110-136.

Raniah, Zahra. "Penerapan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Pasal 23 pada PT
Globaltech Solution Indonesia." (2021).

15

Anda mungkin juga menyukai