Anda di halaman 1dari 5

Nama : Fahriansah Prodi : Ekonomi Syariah

Nim : 21.16.00.12 Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Dosen Pengampu : Dr. Fariz Alnizar Matkul : Bahasa Indonesia

Tugas : Laporan Bacaan Judul : QnA Belajar Islam Belajar Toleransi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), toleransi berasal dari kata toleran yang
berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau
bertentangan dengan pendirian sendiri. Tidak ada istilah “menggadaikan” dalam pengertian
toleran. Sehingga, ketika disambung dengan kata beragama, makna toleransi beragama dapat
diartikan sebagai sikap menghargai atau membolehkan perbedaan antar agama.
Seperti contoh dalam kehidupan sehari-hari yang secara tidak sadar sering kita lakukan.
Ketika berbelanja, kita terbiasa antre menunggu giliran untuk dilayani setelah memilih barang-
barang yang ada di rak yang sama untuk setiap pembeli. Ketika membayar di kasir, kita
menunggu dengan seksama sesuai nomor urut kedatangan tanpa melihat asal suku, agama dan
warna kulit. Kita rela menunggu giliran karena merasa memiliki kepentingan yang sama sesuai
dengan kebutuhan kita.
Bersikap toleran di tengah kehidupan bermasyarakat hakikatnya sangat berbeda dengan
mengikuti ajaran agama lain. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bertoleransi berarti kita
mau memahami orang lain sesuai kebutuhannya masing-masing dalam konteks kehidupan sosial.
Di dalam konteks kebangsaan sebagai warga negara, seorang muslim maupun non-muslim di
pemeluk agama sebagai warga negara yang perlu kalian pahami, antara lain:
a. Hak untuk hidup dengan damai dan aman;
b. Hak untuk diperlakukan dengan baik;
c. Hak untuk mendirikan rumah ibadah dan beribadah sesuai dengan keyakinan dan;
d. Hak persamaan dan keadilan.
Dan adapun salah satu yang di contohkan oleh Nabi Muhammad Saw. yaitu beliau sangat
baik kepada orang-orang non-muslim yang tidak menantang perang atau mengancam
keselamatan umat Islam. Sebagaimana salah satu riwayat yang patut dijadikan teladan yaitu
kisah Nabi Muhammad Saw. yang sering diludahi orang non-muslim sepulang beliau dari
masjid. Pada suatu ketika, berhari-hari Nabi lewat jalan yang sama, akan tetapi ia bertanya-tanya
dalam hati mengapa orang yang biasa meludah kepadanya tidak nampak. Akhirnya, dicarilah
orang tersebut yang ternyata ia sedang sakit. Rasulullah Saw., sebagaimana akhlaknya yang
mulia pun datang menjenguk. Di akhir kisah, orang non- muslim yang pada awalnya belum mau
menerima dakwah Rasulullah pun akhirnya menerima Islam.
Jadi, toleransi yang kita praktikkan dalam kehidupan sosial dalam konteks berbangsa dan
bernegara hukumnya boleh bahkan sangat dianjurkan menurut ajaran Islam. Kita harus bisa
membedakan tanggung jawab sosial kita sebagai anggota masyarakat dengan tanggung jawab
pribadi kita terhadap akidah di hadapan Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt. Yang
artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti.” (QS Al-Hujurat: 13)
Islam juga menghormati keberadaan agama-agama lain sebagaimana dihalalkannya makanan
sembelihan golongan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani).
Dari penjelasan tersebut, sangat jelas bahwa al-Quran mengajarkan kita untuk
menghormati perbedaan dan menghargai prinsip-prinsip kemajemukan. Hal itu merupakan
realitas yang dikehendaki oleh Allah Swt. Inilah poin penting toleransi.
Toleransi bisa diterapkan dalam interaksi sosial bermasyarakat dan kemanusiaan. Batasan
toleransi adalah dalam persoalan akidah, yaitu mengimani Tuhan agama lain dan mengikuti
ajaran agamanya. Berdasarkan firman Allah Swt. tepatnya dalam Surah al-Kafirun: yan artinya:
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir! (1) aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah, (2) dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, (3) dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah, (4) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah apa yang aku sembah. (5) Untukmu agamamu, dan untukku agamaku. (6)” (QS
AlKafirun :1-6)
Manfaat toleransi sangat banyak, antara lain sebagai berikut: Pertama, Memiliki banyak
teman dan kolega. Menjadi pribadi menyenangkan yang tidak membatasi diri dalam pergaulan
sosial dan budaya. Membuat kita mendapatkan banyak teman yang bisa menjadi salah satu jalan
untuk mengembangkan kesempatan dan meluaskan rezeki kita.
Kedua, Dapat mempertebal keimanan. Dengan menghargai dan menghormati teman atau
kolega yang berbeda agama, kita justru akan mampu mengukur keimanan kita, apakah kita kuat
atau tidak jika menghadapi suatu perbedaan yang menantang kekuatan iman kita.
Ketiga, Meningkatkan rasa persaudaraan untuk merekatkan hubungan sesama manusia.
Jika kita memiliki rasa toleransi, maka kita akan menganggap non-muslim sebagai saudara
sesama manusia yang sama-sama menjalani kehidupan di dunia ini. Sesuai kodrat manusia
sebagai makhluk sosial, kita tidak dapat hidup sendiri.
Keempat, Menghindarkan adanya perpecahan di lingkungan masyarakat. Sebagai warga
di negara yang majemuk dengan sekian banyak agama, suku, dan ras. Sudah selayaknya kita
bekerjasama untuk merawat harmoni berbangsa kita dari berbagai hal yang berpotensi
membuatnya tergoncang. Seperti halnya dulu nenek moyang kita merebut kemerdekaan dengan
bersatu padu menyatukan kekuatan dari berbagai daerah dengan beragam suku, ras, dan
agamanya.
Kelima, Mudah mencapai kata mufakat. Islam menganjurkan kita menyelesaikan suatu
masalah dengan musyawarah. Para pendiri bangsa ini telah mengajarkan toleransi sehingga
terwujudlah negara merdeka bernama Indonesia dengan landasan Pancasila, Bhineka Tunggal
Ika dan UUD 1945.
Keenam, Melatih kita untuk saling menghargai. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa toleran
adalah kunci untuk mewujudkan ketentraman di tengah masyarakat. Dengan saling menghargai,
kita tidak akan merasa takut jika bertemu dengan orang yang berbeda agama, suku, dan ras
sehingga tidak menimbulkan masalah.
Ketujuh, Pembangunan akan lebih cepat terlaksana. Masyarakat yang mampu
bertoleransi akan menciptakan ekosistem sosial yang rukun, aman, tertib, damai. Masyarakat
yang mampu bertoleransi menyukai gotong royong dalam kebaikan yang merupakan satu dari
nilai kearifan lokal bangsa Indonesia. Dengan terciptanya ketertiban dan dan kedamaian,
pembangunan akan mudah terlaksana dan cepat terwujud
Jadi kesimpulan-nya, islam membolehkan bertoleransi dalam kehidupan sosial meskipun
sesama non muslim bahkan menganjurkan, akan tetapi islam tidak toleransi dalam persoalan
akidah, yaitu mengimani Tuhan agama lain dan mengikuti ajaran agamanya.
Perbedaan adalah fitrah. Perbedaan keyakinan tidak menjadikan kita punya hak untuk
mengusir dan menganiaya mereka. Dan islam sangat melarang berprasangka buruk kepada orang
lain apalagi menghakimi tanpa alasan yang benar. Jadi, jangan sekali kali kita berprasangka
buruk (zuuzan), apalagi sampai menghakimi.
Kemudian mengenai dakwah ada hadits Rasulullah Saw. yang mengatakan:
“Sampaikan/ajarkanlah walau satu ayat.” Jadi, memeang betul kita diperintahkan oleh rasulullah
untuk menyampaikan kebenaran sekalipun itu satu kebaikan, akan tetapi berdakwa harus
mempertimbangkan tingkat wawasan dan kemapuan yang kita miliki, Jangan memaksakan
menyampaikan hal-hal yang di luar kemampuan dan pengetahuan kita., sebab bisa jadi malah
akan membawa orang lain ke jalan yang salah karena kurangnya pengetahuan kita.
Merawat keberagaman menjadi kewajiban kita bersama. Hak beragama termasuk hak
asasi manusia yang tidak boleh dikurangi sedikitpun. Keberagaman juga membuat kita menjadi
kuat dalam menghadapi globalisasi ataupun ideologi yang menyimpang dari ideologi negara
Indonesia yang sudah disepakati oleh para founding fathers serta penduduk Indonesia secara
keseluruhan. Dalam Islam pun tidak dibenarkan untuk memusuhi agama lain
Dalam hal membela agama Islam, Alquran dalam Surah an-Nahl ayat125 yang artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik” Jadi, tidak
dibenarkan jika membela agama harus dengan menggunakan pedang. Akan tetapi dilakukan
dengan cara yaitu mencerminkan sifat sopan sntun kepada sesama berbangsa dan bernegara.
Perbedaan merupakan rahmat bagi manusia, karena dengan adanya perbedaan, akan
memunculkan sikap saling menghargai satu sama lain. Termasuk dengan adanya perbedaan
agama, tidak kemudian menjadikannya sebagai pemicu perpecahan. sekali lagi, Islam tidak
pernah mengajarkan kita untuk saling bermusuhan dan saling berperang. Islam adalah agama
damai dan membawa kedamaian bagi seluruh alam, tidak pandang dia muslim maupun
nonmuslim. Islam tidak pernah mempunyai musuh. Kalau ada, musuh Islam yang sesungguhnya
adalah kezaliman, hawa nafsu, dan dusta yang masih ada dalam diri kita masing-masing.
Mengenai syar’i, perbuatan syar’i tidak boleh hanya sekedar cover atau sekedar menjadi
label saja. Akan lebih baik jika kita syar’i jasmaninya, sekaligus syar’i rohaninya. Jadi kriteria
syar’i yaitu harus sesuai dengan ketentuan dan tuntunan Allah, Rasul dan Ijmak sahabat serta
ulama, dan juga harus syar’i secara jasmani dan rohani yang tercemin lewat perilaku dan
perbuatan kita. Sikap-sikap saling menghormati, tidak mudah menghina dan menghujat juga
merupakan sikap syar’i.
Untuk konteks Indonesia dengan kondisi geografis dan karakter sosiologis
masyarakatnya, pandangan dari ulama yang menyatakan bahwa yang dimaksud menutupi aurat
adalah berpakaian sopan, tidak mencolok, bisa dijadikan argumentasi dan pijakan pendapat.
Pandangan. Sebelum Islam masuk, budaya berpakaian perempuan dalam kehidupan sehari-hari
tampak dari bukti-bukti arkeologis seperti candi maupun dalam visual-visual peninggalan
sejarah. Oleh karena itu, dengan kondisi sekarang ini dalam konteks Indonesia yang beragam,
maka urusan berpakaian kita serahkan kepada masing-masing individu.
Dan mengenai jilbab sendiri, di Indonesia sering kali kita mengenal jilbab dengan istilah
kerudung. Jilbab adalah satu anjuran dalam agama Islam. Dengan fungsinya sebagai penutup
agar kehormatannya lebih terjaga dan pelindung bagi perempuan itu sendiri. Dahulu, pada masa
Rasulullah salah satu fungsi jilbab adalah untuk membedakan antara perempuan budak dan
perempuan merdeka, dan juga melindungi fitnah dalam pergaulan. Dan agama lain seperti
Yahudi, Nasrani dan Buddha, juga memiliki kebudayaan berpakaian tertutup.
Maka dari itu penting-nya untuk memepelajari islam, akan tetapi ketika mulai belajar
diawali terlebih dulu dengan niat, karena Rasulullah Saw. pun menganjurkan setiap kegiatan
harus diawali dengan niat, apalagi menuntut ilmu. Supaya apapun yang dilakukan dengan niat
menjadi barokah. Kemudian ilmu yang pertama yang dipelajari adalah akhlak. Nabi Muhammad
Saw. bersabda: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Di sini jelas bahwa
untuk orang yang baru mempelajari Islam haruslah akhlak dulu yang dipelajari. Karena
kebanyakan orang-orang yang berilmu akan tetapi akhlaknya kurang
Jadi, penting sekali untuk mempelajari ilmu-ilmu syari’at islam, karena dengan
mengetahui syari’at-syari’at islam maka kita bisa mengubah pola kehidupan kita menjadi pribadi
yang baik dan menjadi insan yang bermanfaat dalam berbangsa dan bernegara. Inti sari buku ini
bahwa islam adalah agama yang damai, toleran kepada agama lain dalam aspek kehidupan sosial
di dalam berbangsa dan bernegara. Akan tetapi dalam aspek aqidah beda lagi. Ajaran islam
sangatlah luas cakupan-nya membahas pola kepribadian kita, bagaimana kita menjadi insan yang
baik, berakhlak dan bermanfaat kepada sesama muslim ataupun non muslim. Pola kehidupan
sosial, bagaimana kita mengahrgai yang berbeda keyakinan pada kita, hidup tentram di dalam
berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu islam adalah rahmatan lil ‘alamin. (Rahmat bagi
seluruh alam).

Anda mungkin juga menyukai