Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

DENGAN DIABETES MELLITUS DI RUANG CAMAR

RS IDAMAN BANJARBARU

Oleh :
VIRDA RAHMADIANI
P07120119078

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Virda Rahmadiani


NIM : P07120119078
Judul : Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus di Ruang
Camar RS Idaman Banjarbaru

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik


A. Konsep Medis
1. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara
genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya
toleransi karbohidrat. (Price and Wilson, 2000).
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang berkaitan dengan
defisiensi atau resistansi insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. (Paramita, 2011)
2. Etiologi
a. Dibetes mellitus tipe I
Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas yang
merupakan kombinasi dari beberapa faktor:
1) Faktor genetik
Penderita tidak mewarisi diabetes tipe I sendiri tetapi mewarisi suatu
predisposisi kearah terjadinya diabetes tipe I yaitu dengan ditmukannya
tipe antigen HLA (Human Leucolyte antoge) teertentu pada individu
tertentu
2) Faktor immunologi
Pada diabetes tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibody
terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan tersebut
seolah-olah sebagai jeringan abnormal
3) Faktor lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang
dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan yang
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes mellitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin dan juga
terspat beberap faktor resiko tertentu yang berhubngan dengan proses terjadinya
diabetes mellitus tipe II yaitu:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik tertentu
c. Faktor non genetik
1) Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai
predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.
2) Nutrisi
Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin, adanya
malnutrisi protein, serta alkohol yang dianggap menambah resiko
terjadinya pankreatitis.
3) Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya
menyebabkan hyperglikemia sementara.
4) Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi,
akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena
konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar
katekolamin meningkat
3. Klasifikasi
a. Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes Mellitus
(IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD),
penderita tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya
ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau
usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
b. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus
(NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes
(MOD) terbagi dua yaitu :
1) Non obesitas
2) Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas,
tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi
pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
c. Diabetes Mellitus type lain
Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainan
hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,
kelainan genetik dan lain-lain. Obat-obat yang dapat menyebabkan
huperglikemia antara lain Furosemid, thyasida diuretic glukortikoid,
dilantin dan asam hidotinik.
d. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama
kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan
kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik
somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam
amino dan glukosa ke fetus.
4. Manifestasi Klinis
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
penderita mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih
banyak minum.
c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar).
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat
terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan
pembentukan katarak.

5. Patofisiologi
Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek
utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-
sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200
mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak,
menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding
vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan
tubuh. Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada Diabetes Mellitus
yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine penderita Diabetes Mellitus.
Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira
diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika
jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila
kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.

6. Pathways
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes Mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan Diabetes Mellitus :
a. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung.
c. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori,
maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Diabetes Mellitus yaitu :
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
d. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang
tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi
informasi.

3. Rencana Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer
dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara
individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi
yang adekuat.
3) Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
4) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5) Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respons pasien secara individual.
b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan :
1) Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
2) Menunjukkan tingkat energi biasanya
3) Berat badan stabil atau bertambah
Intervensi :
1) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
2) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan
utilisasinya).
3) Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
4) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada
keluarga untuk memahami nutrisi pasien.
5) Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat
pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.


Tujuan :
1) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
2) Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2) Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman.
4) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
5) Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi
sekret.

d. Resiko tingi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan


ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
Tujuan :
1) Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.
2) Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :

1) Pantau tanda-tanda vital dan status mental.


Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal
2) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.
Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan
kontak dengan realitas.
3) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan
kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
4) Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki.
Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat,
kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap
kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.
e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Tujuan :
1) Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
2) Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.
Intervensi :
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat
aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3) Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan
aktivitas.
Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara
fisiologis.
4) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
toleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi.

f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang


tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Tujuan :
Mengakui perasaan putus asa
1) Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
2) Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri
mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi :
1) Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan
di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara
pemecahan masalah.
2) Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau
diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan
mungkin mengganggu kemampuan koping.
3) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri
sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
4) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri
sendiri.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi
informasi.
Tujuan :
1) Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
2) Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
3) Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.

Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan saling percaya
Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2) Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
3) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien
dalam merencanakan makan/mentaati program.
4) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab
pertanyaan pasien/orang terdekat.
Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.

NANDA, 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Paramitha, 2011. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Price, A. Sylvia dan Lorraine M. Wilson, (2000). Patofisiologi, Edisi IV, EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai