Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN HALUSINASI

OLEH :

NAMA KELOMPOK 3 :

1. TIRSA A.L KASSE

2. NAOMI M. LAMALEI

3. AGRINTO TALOIM

4. JEVERSON E. MAUMUTANG

5. MARLIN LETTE

KELAS : B/V

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan ke pada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan hikmatnya
yang di anugerahkan kepada kelompok sehingg dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Keperawatan komunitas dengan judul tugas tentang ”Asuhan keperawatan Pada
HALUSINASI ”. Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi pembaca terutama pada
mahasiswa jurusan keperawatan. makalah yang kelompok kerjakan masih dari
kesempurnaan, sehingga kelompok mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Kupang, 14 oktober 2021

penulis
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................4

A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................5
1) Tujuan Umum .............................................................................................................................5
2) Tujuan Khusus.............................................................................................................................5
A. KONSEP TEORI...........................................................................................................................6
2.1. PENEGRTIAN.......................................................................................................................6
2.2. KLASIFIKASI.......................................................................................................................6
2.3. ETIOLOGI.............................................................................................................................7
2.4. PATOFISIOLOGI.................................................................................................................8
2.5. MANIFESTASI KLINIS.......................................................................................................9
2.6. DIMENSI HALUSINASI....................................................................................................11
2.7. PENATALAKSANAAN......................................................................................................12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS HALUSINASI..............................................14
B. KONSEP ASKEP........................................................................................................................14
3.1. PENGKAJIAN.....................................................................................................................14
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN.........................................................................................17
3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN......................................................................................17
3.4. IMPLEMENTASI KEPERWATAN..................................................................................18
3.5. EVALUASI...........................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,penglihatan, pengecapan,
perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada
(Damaiyanti, 2012).Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
member persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang
yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2012).

Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran mencapai
lebih kurang 70%, sedangkan halusinasi penglihatan menduduki peringkat kedua dengan
rata-rata 20%. Sementara jenis halusinasi yang lain yaitu halusinasi pengucapan,
penghidu, perabaan,kinesthetic,dancenesthetic hanya meliputi 10%,(Muhith,2015)
.Menurut Videbeck (2008) dalam Yosep(2009) tanda pasien mengalami halusinasi
pendengaran yaitu pasien tampak berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-marah

sendiri,menutup telinga karena pasien menganggap ada yang berbicara dengannya.

Dampak yang dirasakan oleh keluarga dengan adanya anggota keluarga mengalami
halusinasi adalah tingginya beban ekonomi, beban emosi keluarga,stress terhadap
perilaku pasien yang terganggu, gangguan dalam melaksanakan kegiatan rumah tangga
sehari-hari dan keterbatasan melakukan aktifitas. Beban sosial ekonomi diantaranya
adalah gangguan dalam hubungan keluarga , keterbatasan melakukan aktifitas sosial,
pekerjaan, dan hobi , kesulitan finansial, dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik
keluarga. Beban psikologis menggambarkan reaksi psikologis seperti perasaan
kehilangan, sedih, cemas dan malu terhadap masyarakat sekitar, stress menghadapi
gangguan perilaku dan frustasi akibat perubahan pola interaksi dalam keluarga (Ngadiran,
2010).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat adalah“Bagaimanakah penerapan Asuhan


Keperawatan kepada Tn.N yang mengalami halusinasi

C. Tujuan Penulisan
1) Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada Tn.N yang mengalami halusinasi.
2) Tujuan Khusus
a. Mampu menerapkan proses keperawatan pada Tn.N yang engalami halusinasi.
b. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn.N yang mengalami
halusinasi
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. KONSEP TEORI

2.1. PENEGRTIAN

Halusinasi adalah persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari luar,
gangguan persepsi sensori meliputi seluruh pancaindrahalusinasi merupakan salah satu gejala
gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, perabaan, atau penciuman . pasien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada (AH.Yusuf,dkk 2015) Halusinasi sering secara umum ditemukan pada
klien skizofrenia,proses terjadinya halusinasi pada klien skizofrenia dapat dijelaskan
berdasarkan model.

Adaptasi Stuart dan Laraia yaitu faktor predisposisi,faktor presipitasi,penilaian


stressor,sumber koping dan juga mekanisme koping (Satrio, ddk,2015).

2.2. KLASIFIKASI

Menurut Satrio,dkk(2015),halusinasi terdiri dari :

a. Halusinasi pendengaran Klien mendengar bunyi atau suara,suara tersebut membicarakan


tentang pasien dan suara yang didengar dapat berupa perintah yang memberitahu pasien
untuk melakukan sesuatu,kadang-kadang dapat membahayakan atau mencederai dirinya
sendiri.
b. Halusinasi penciuman Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien
mencium aroma atau tertentu seperti urine atau feses atau bau yang bersifat lebih umum
atau bau busuk atau bau yang tidak sedap.
c. Halusinasi penglihatan Pada klien halusinasi penglihatan,isi halusinasi berupa melihat
bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali,misalnya cahaya atau orang yang telah
meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuknya menakutkan.
d. Halusinasi pengecapan Merasa mengecap rasa seperti darah,urine,feces,atau yang
lainnya.
e. Halusinasi perabaaan Merasa mengalami nyeri, rasa kesetrum atau ketidaknyamanan
tanpa stimulus yang jelas.
2.3. ETIOLOGI
a. Faktor prediposisi
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontro dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima oleh lingkungan nya sejak bayi (unwanted
child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
)
3) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetrytranferase
(DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktifasinya
neurotransmitter otak. Misalnya terjadi tidak keseimbangan acetylcholin dan
dopamin.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penggunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depan nya. Klienlebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofernia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit
ini(Farida,Yudi,2018)
b. Faktor presipitasi
1. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2. .Mekanisme penghantaran listrik yang berlebihan
3. Adanya gejala pemicu
2.4. PATOFISIOLOGI

Penyebab gangguan jiwa

1. Fase pertama

Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk
dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stres, cemas, perasaan
perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak daapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal hal menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara.

Perilaku klien: tersenyum dan tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asik dengan
halusinasinya, dan suka menyendiri.

2. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan.
Termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman sensori menjijikan dan
menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan realitas.
3. Fase ketiga
Disebut juga dengan fase controlling atau ansietas berat berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik: bisikan,
suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi
terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak
mampu mematuhi perintah.
4. Fase keempat
Disebut juga fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang
kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dilingkungannya.
Perilaku klien: perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks,
dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.
 Mekanisme Koping Halusinasi
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi termasuk (Dalami, dkk, 2014
):
a. Regresi,
menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti pada
perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan
upaya untuk menanggulangi ansietas.
b. Proyeksi,
keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
keracunan persepsi).
c. Menarik diri,
reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisik
yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi polusi,
sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain, sedangkan reaksi psikologis individu
menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut
dan bermusuhan.
2.5. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan Gejala Halusinasi (Satrio,dkk,2015)

a. Data subjektif: pasien mengatakan :


1. Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2. Mendengar suara yang mengajakbercakap-cakap
3. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu
4. Melihat bayangan-bayangan
5. Mencium bau-bauan
6. Merasakan rasa seperti darah,urin atau feses
7. Merasa takut atau senang dengan halusinasinya.
b. Data Objektif
1. Bicara atau tertawa sendiri
2. Marah-marah tanpa sebab
3. Mengarahkan telinga kearah tertentu
4. Menutup telinga
5. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
7. Mencium sesuatu seperti membaui bau-bauan tertentu
8. Menutup hidung
9. Sering meludah
10. Muntah
11. Menggaruk-garuk permukaan kulit.
Gejala dan Tanda Mayor menurut SDKI
Subjektif
1. Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
2. Merasakan sesuatu melalui indera perabaan,penciuman ,perabaan, atau pengecapan.

Objektif

1. Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium sesuatu


2. Melamun
3. Mondar-mandir
4. Bicara sendiri.

Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat teramati sebagai berikut
( Dalami, dkk, 2014 ) :

a. Halusinasi penglihatan
1) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa saja yang sedang
dibicarakan.
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak berbicara
atau pada benda seperti mebel.
3) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak.
4) Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
b. Halusinasi pendengaran Adapun perilaku yang dapat teramati
1) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang lain, benda mati atau
stimulus yang tidak tampak.
2) Tiba-tiba berlari keruangan lain
c. Halusinasi penciuman Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi
penciuman adalah :
1) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
2) Mencium bau tubuh
3) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.
4) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah.
5) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang memadamkan api.
Halusinasi pengecapan Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami
gangguan
d. halusinasi pengecapan adalah :
1) Meludahkan makanan atau minuman.
2) Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
e. Halusinasi perabaan Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi
perabaan adalah :
1) Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.
2.6. DIMENSI HALUSINASI

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,ketakutan,perasaan tidak aman,gelisah


dan bingung,perilaku merusak diri,kurang perhatian,tidak mampu mengambil keputusan,serta
tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata,Halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi.

a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat timbul oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa,
penyalahgunaan obat, demam, kesulitan tidur.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c) Dimensi intelektual
Halusinasi merupakan usaha dari ego untuk melawan implus yang menekan merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial menganggap hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya seolah merupakan tempat memenuhi
kebutuhan dan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan di dunia
nyata.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk mensucikan diri
( Yosep 2009).
2.7. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Halusinasi Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat


mungkin diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan
perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif
dan sebagai pengawas minum obat (Prabowo, 2014).
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami
halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain (Muhith, 2015).
a. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun
kelompok yang umum digunakan adalah :

Kelas kimia Nama generik (dagang) Dosis harian

Fenotiazin Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg


Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol ) 1-100 mg
Dibenzodiasepin Klozapin (Clorazil) 300-900
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penerapan Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
1. Melatih klien mengontrol halusinasi :
Strategi Pelaksanaan
1 : menghardik halusinasi b) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur c)
Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain d) Strategi Pelaksanaan 4 :
melakukan aktivitas yang terjadwal 2) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan
keperawatan tidak hanya ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga ,
sehingga keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi. a) Strategi
Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat klien halusinasi dan melatih
mengontrol halusinasi klien dengan menghardik b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga :
melatih keluarga merawat klien halusinasi dengan enam benar minum obat c) Strategi
Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien halusinasi dengan bercakap-
cakap dan melakukan kegiatan d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag
memnafaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up klien
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS HALUSINASI

B. KONSEP ASKEP

3.1. PENGKAJIAN
Tanggal MRS : 18 Oktober 2021
Tanggal Di Rawat Di Ruangan : 18 Oktober 2021
Tanggal Pengkajian : 19 Oktober 2021
Ruang Rawat : Melati
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. N
Umur : 56 tahun
Alamat : oesapa
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status : menikah
Pekerjan : pegawai swasta
Jenis kel : laki- laki
No. CM : 0036

B. ALASAN MASUK
a. Data primer
Pasien mengatakan suara aneh yang mengganggu
b. Data sekunder
Pasien mengatakan mengatakan mendengar suara-suara tersebut ketika sedang duduk
sendirian dan melamun.
c. Keluhan utama saat pengkajian
Saat dilakukan pengkajian partisipan mengatakan saat ini masih sering mendengar suara-
suara seperti menasehati, menakuti dan melihat bayangan putih.
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien mengatakan mudah marah apabila ada orang yang membuat pasien kesal, pasien
mengatakan susah untuk mengontrol rasa marah yang dirasakan.

D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluarga mengatakan Pasien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu. Partisipan
mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik, seksual, penolakan ataupun kekerasan
dalam keluarga. Partisipan mengatakan pernah melukai tangan saudaranya dengan pecahan
kaca.
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa seperti
partisipan. partisipan juga mengatakan pernah mengalami pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan diputuskan oleh pacarnya saat SMA.
E. PEMERIKSAAN FISIK
Hasil pemeriksaan fisik pada partisipan tidak ada kelainan. Tanda-tanda vital dalam batas
normal (TD: 130/80 mmHg, N : 87 x/m, S : 36,5 0C, P : 20 x/m), TB : 155 cm, BB : 60 kg
dan tidak ada keluhan fisik.
F. PSIKOSOSIAL
a. Gambaran diri partisipan mengatakan malu dengan dirinya dan merasa dirinya tidak baik.
b. Identitas diri, pasien mengetahui dirinya sebagai anak dan dahulunya pernah sekolah.
Pasien mengatakan mengetahui keadaan penyakitnya saat
c. Ideal diri pasienn ingin sembuh dari penyakitnya agar bisa hidup seperti orang lain.
d. Harga diri, pasien mengatakan merasa putus asa, tidak percaya diri dan kadang merasa
tidak berarti bagi keluarganya dan merasa hanya bisa menyusahkan keluarganya, karena
pasien tidak bisa melakukan apapun untuk membantu keluarganya. Pasien mengatakan
tidak bisa bekerja karena kondisinya saat ini. Pasien mudah curiga dan mudah marah
sehingga sulit untuk berhadapan dengan orang lain. Karena klien susah untuk mengontrol
perasaan dan perilakunya.
Pasien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
Pasien beragama islam, namun partisipan tidak sholat
G. STATUS MENTAL
 Hasil observasi pasien didapatkan tampak gigi dan mulut kotor, dan bau mulut
akibat pasien merokok, dan pasien mengatakan jarang mandi dan tidak gosok
gigi, karena klien malas, pasien makan tiga kali sehari. Namun tidak ada cuci
piring setelah makan, jika ingin BAB/BAK partsipan pergi ke WC.
 Selama wawancara partisipan kooperatif, berbicara cepat dan keras
 Proses pikir partisipan berbelit-belit dan mengulang pembicaraan namun sampai
pada tujuan pembicaraan.
 Pasien memiliki isi pikir obsesi, magis, dan partisipan tampak mudah
tersinggung dan curiga kepada orang lain.
 Pasien mengalami gangguan persepsi pada pendengaran dan penglihatan
ditandai dengan pasien mengatakan mendengar suara-suara seperti menakuti,
menasehati dan melihat bayangan putih. Suara suara setiap hari terdengar oleh
partisipan, dan suara suara tersebut muncul saat pasien sendiri dan melamun,
pasien sering mendengar suara-suara tersebut hampir setiap hari, dan suara itu
mucul lima sampai empat kali. Pasien mengatakan jika mendengar suara tersebut
menyibukkan diri dengan bermain gitar dan bernyanyi. Setelah melakukan hal
tersebut suara-suara yang terdengar oleh pasien dapat berkurang. Pasien tampak
sedih, ketakutan, khawatir karena pasien sering diganggu oleh saudaranya.
 Pasien mengalami gangguan pada memori jangka panjang, konsentrasi pasien
mudah beralih. pasien mengalami gangguan kemampuan penilaian ringan, yaitu
dapat mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain. orang lain,
pasien menyadari penyakit yang dideritanya
H. MEKANISNE KOPING
Pasien memiliki mekanisme koping maladaptif karena reaksi berlebihan dengan
mengamuk jika ada hal yang membuat pasien emosi seperti diganggu oleh
saudaranya
I. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasien mengalami masalah dengan pendidikan karena partisipan mengalami
perasaan ingin merasakan kuliah, dan partisipan juga ingin bekerja namun tidak
memungkinkan karena penyakit pasien, pasien juga mengalami masalah ekonomi
pasien mengatakan cemas nanti ibu partisipan semakin tua dan tidak bisa bekerja
lagi, dan kakak pasien yang biasanya memberikan uang nanti jika sudah menikah
tidak bisa lagi membantu kehidupan pasien dengan ibunya sepenuhnya
J. PENGETAHUAN KURANG TENTANG PENYAKIT
kurang tahu tentang obat-obatan yang diminumnya, dan koping terhadap dirinya

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada partisipan yang pertama ada tiga yaitu :
1. Gangguan persepsi : halusinasi pendengaran ditandai dengan partisipan mengatakan
ada mendengar suara-suara yang melarang, menasehati, menakuti, partisipan juga
mengatakan ada melihat bayangan putih, partisipan tampak binggung, tertawa
sendiri, fikiran partisipan magis.
2. resiko perilaku kekerasan ditandai dengan partisipan mengatakan susah untuk
mengontrol rasa marah apabila ada yang membuat partisipan emosi, dan partisipan
pernah masuk ke RSJ karena melukai kakaknya, partisipan tampak berbicara keras
dan cepat, partisipan tampak mudah tersinggung dan curiga kepada orang lain.
3. defisit perawatan diri ditandai dengan partisipan mengatakan jarang mandi,
partisipan mengatakan malas mandi, jarang gosok gigi, gigi dan mulut partisipan
tampak kotor dan mulut partisipan berbau
3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Intervensi yang dilakukan pada partisipan untuk diagnosa gangguan persepsi sensori:
halusinasi adalah membuat rencana keperawatan dengan tindakan strategi
pelaksanaan halusinasi yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan
keluarga, identifikasi halusinasi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan,
respon, latihan strategi pelaksanaan untuk mengontrol halusinasi dengan cara minum
obat secara teratur , latihan cara menghardik, latihan cara bercakap-cakap, dan
latihan dengan melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Resiko perilaku kekerasan yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan
dan keluarga, identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, akibat
perilaku kekerasan dan melakukan strategi pelaksanaan untuk mengontrol rasa marah
dengan cara minum obat secara teratur, latihan fisik tarik napas dalam dan pukul
bantal, latihan verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan cara yang
baik) serta latihan cara spiritual.
3. Defisit perawatan diri yaitu membina hubungan saling percaya pada partisipan dan
keluarga, identifikasi masalah perawatan diri, kebersihan diri, berdandan, makan dan
minum, BAB/BAK, pentingnya kebersihan diri, melakukan strategi pelaksanaan
dengan melatih partisipan cara menjaga kebersihan diri mandi, cuci rambut, goso
gigi, dan potong kuku, melatih cara berdandan, melatih cara makan dan minum yang
baik, serta melatih cara BAB/BAK yang baik.
3.4. IMPLEMENTASI KEPERWATAN
1. pertama gangguan persespsi sensori: halusinasi yaitu membina hubungan saling
percaya pada partisipan dan keluarga, melakukan identifikasi halusinasi, frekuensi,
waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon partisipan serta masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan.
Melakukan penyuluhan tentang halusinasi kepada partisipan dan keluarga dilakukan
satu kali kunjungan.
a. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 untuk mengontrol halusinasi pada
partisipan dan keluarga dengan minum obat secara teratur dilaksanakan satu
kali kunjungan.
b. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 2 halusinasipada partisipan dan
keluarga dengan cara menghardik dilaksanakan satu kali kunjungan.
c. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 3 halusinasi pada partisipan dan
keluarga dengan cara bercakap-cakap dilakukan satu kali kunjungan.
d. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 4 halusinasi dengan cara melakukan
aktivitas sehari-hari, serta menjelaskan pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk
follow up partisipan kepada partisipan dan keluarga dilakukan satu kali
kunjungan
2. resiko perilaku kekerasan yaitu membing hubungan saling percaya pada partisipan
dan keluarga, melakukan identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan,
akibat perilaku kekerasan, serta masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan.
a. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 1 resiko perilaku kekerasan pada
partisipan dan keluarga untuk mengontrol rasa marah dengan cara minum
obat secara dilakukan satu kali kunjungan
b. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 2 resiko perilaku kekerasan dengan
cara latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal pada partisipan dan
keluarga dilaksanakan satu kali kunjungan.
c. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 3 resiko perilaku dengan latihan
verbal (mengungkapkan, meminta dan menolak dengan cara yang baik) pada
partisipan dan keluarga dilaksanakan satu kali kunjungan
d. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 4 resiko perilaku kekerasan dengan
cara spiritual serta menjelaskan pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk follow
up partisipan kepada pasien dan keluarga dilaksanakan satu kali kunjungan.
3. defisit perawatan diri yaitu membina hubungan saling percaya pada pasien dan
keluarga, melakukan identifikasi masalah perawatan diri, kebersihan diri, berdandan,
makan dan minum, BAB/BAK, pentingnya kebersihan diri, serta masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat partisipan dilaksanakan satu kali kunjungan,
a. melakukan latihan strategi pelaksanaan dengan melatih cara menjaga
kebersihan diri mandi, cuci rambut, gosok gigi, dan potong kuku pada pasien
dan keluarga dilakukan satu kali kunjungan.
b. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 2 dengan melatih cara berdandan
pada pasien dan keluarga dilakukan satu kali kunjungan,
c. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 3 dengan melatih cara makan dan
minum yang baik pada keluarga dan pasien dilakukan satu kali kunjungan.
d. Melakukan latihan strategi pelaksanaan 4 dengan melatih cara BAB/BAK
ynag baik pada partisipan dan keluarga dilakukan satu kali kunjungan.
3.5. EVALUASI

a. Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa pertama yaitu gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran setelah dilakukan empat kali kunjungan pasien mampu
membina hubungan saling percaya dengan perawat, saat ditanyakan tentang
halusinasinya.
1) pasien bersedia menceritakan tentang masalah yang dialaminya, mulai dari
penyebab, tanda dan gejala yang dirasakan dan tindakan yang dilakukan
partisipan untuk mengontrol suara-suara yang didengarnya, serta penyelesaian
masalah keluarga dalam merawat pasien.
2) Pasien mampu mengetahui obat-obatan dan kegunaan obat-obatan yang
mengetahui cara minum obat yang benar dan melakukan minum obat secara
teratur dan dilakukan mandiri dan dimasukkan ke jadwal harian.
3) Pasien mampu mengontrol halusinasinya dengan melakukan cara bercakap-cakap
dengan orang disekitarnya secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal
harian.
4) Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari
seperti menyapu, dan melakukan hobinya bermain gitar dan bernyanyi secara
mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian.
b. Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa kedua yaitu resiko perilaku kekerasan setelah
dilakukan empat kali kunjungan.
1) Pasien mampu menceritakan penyebab, tanda dan gejala, akibat serta cara yang
dilakukan pasien untuk mengontrol rasa marahnya, serta penyelesaian masalah
keluarga dalam merawat pasien.
2) Pasien mampu mengetahui obat-obatan dan kegunaan obat-obatan yang
diminumnya serta mengetahui cara minum obat yang benar dan melakukan
minum obat secara teratur dan dilakukan mandiri dan memasukkan ke dalam
jadwal harian.
3) Pasien mampu melakukan latihan fisik tarik napas dalam dan pukul bantal secara
mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian.
4) Partisipan mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara verbal
(mengungkapkan, menolak dan meminta dengan cara yang baik) secara mandiri
dan memasukkan ke dalam jadwal harian.
5) Partisipan mampu melakukan mengontrol rasa marah dengan cara spiritual seperti
berdzikir secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian.
c. Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa ketiga yaitu defisit perawatan diri setelah
dilakukan empat kali kunjungan.
1) Partisipan mampu menceritakan masalah perawatan diri, kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum, BAB/BAK, pentingnya kebersihan diri, serta
penyelesaian masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat partisipan,
Partisipan mampu mengetahui cara cara menjaga kebersihan diri mandi, cuci
rambut, gosok gigi, dan potong kuku dan melakukannya dengan baik dan benar.
2) Partisipan mampu mengetahui cara berdandan yang baik dan melakukan
berdandan dengan baik secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian.
3) Kunjungan keempat latihan strategi pelaksanaan 3 partisipan mampu mengetahui
cara makan/minum yang baik serta mampu melakukan makan/minum yang baik
secara mandiri dan memasukkan ke dalam jadwal harian.
4) Partisipan mampu mengetahui cara BAB/BAK yang baik dan benar dan
melakukannya dengan baik dan benar secara mandiri dan memasukkan ke dalam
jadwal harian.

Anda mungkin juga menyukai