Anda di halaman 1dari 14

ALIRAN-ALIRAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok dalam Mata Kuliah Fiqih
II Jurusan Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2016
I.     PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang


Islam sebagai agama universal mempunyai ajaran yang sangat pleksibel sehingga ia dapat
dikatakan shalih li kulli zaman wa makan (cocok untuk semua zaman dan tempat) dan mencakup
berbagai aspek kehidupan manusia, di antaranya adalah aspek pendidikan, ekonomi, politik,
sejarah dan lain sebagainya. Dalam mengajarkan dan menyebarkan risalah yang diemban oleh
Beliau. Hal ini terlihat dari adanya wahyu pertama yang diturunkan kepadanya yang diawali
dengan kata Iqra'(perintah membaca)[1]. Disamping itu, Islam juga menyampaikan bahwa
proses pendidikan telah berlangsung sejak adanya manusia, meskipun tidak dalam bentuk seperti
yang disaksikan dan dialami manusia didik sekarang.
Islam telah menyampaikan kepada kita bahwa manusia adalah makhluk paedagogik, dalam
pengertian bahwa manusia adalah bisa dididik dan memang memerlukan pendidikan[2].
Pendidikanlah yang bisa mengangkat derajat manusia bahkan membedakannya dengan makhluk
yang lain. Status sosial pun akan jauh berbeda di tengah-tengah masyarakat, bilamana seseorang
memiliki pendidikan yang tinggi.
Dengan segala potensi yang dimiliki, manusia bisa dengan mudah menerima pendidikan dan
pengajaran yang selanjutnya mengubah dan mengembangkan apa yang diperoleh dari proses
pendidikan itu. Selain itu, manusia mempunyai sifat alamiah (kodrati)yaitu perasaan ingin tahu.
Dari rasa ingin tahu manusia itu menjadikan hidupnya dinamis dan selalu berusaha mencari
jawaban-jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul dalam benaknya dengan melakukan
renungan-renungan, pemikiran yang mendalam ataupun melalui eksperimentasi.
Atas dasar ini, para filosof dan psikologi pendidikan mengemukakan pemikirannya tentang
adanya kemungkinan manusia bisa dididik dan menerima pendidikan. Para ahli Islam maupun
non Islam mengemukakan pendangannya tentang adanya sesuatu yang melekat pada diri
manusia yang dibawa sejak lahir dengan berbagai kemungkinan untuk bisa dikembangkan atau
ada hal-hal lain yang bisa mempengaruhinya. Sehingga dengan demikian melahirkan pandangan
yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan sudut pandang mereka. Dan lahirlah berbagai
aliran-aliran dalam pendidikan seperti naturalisme, nativisme, emperisme,
konvergensi,progresivisme, dan konstruktivisme, dan tidak akan ketinggalan pula mengenai
aliran-aliran dalam pendidikan Islam[3].

B.  Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka timbullah rumusan masalah, yaitu sebagai
berikut:
1.    Apa pengertian dasar aliran pendidikan Islam?
2.    Apa aliran-aliran dalam pendidikan?
3.    Apa aliran-aliran pendidikan Islam menurut para ahli tokoh pendidikan Islam?

                                                                                                                                                 II.          PEMBAHASAN

A.  Pengertian Dasar Aliran Pendidikan Islam


Secara etimologi, kata "aliran" adalah bentuk nomina dari kata "alir" yang kemudian
mendapat akhiran "an" yang berarti haluan, pendapat dan paham[4]. Sedangkan di dalam
literatur Arab disebut dengan Al-Mazhab[5]. Kata aliran atau mazhab secara erminologi adalah
pendapat atau pemikiran seseorang dalam memahami sesuatu baik dalam bidang filsafat, hukum,
politik, ekonomi dan lain-lain yang kemudian diikuti oleh beberapakelompok orang[6].
Pendidikan Islam menurut Abd. Rahman Getteng adalah usaha membina dan
mengembangkan potensi manusia baik jesmani maupun rohani agar tujuan kehadirannya di
dunia sebagai hamba dan khalifah Allah bisa terwujud dengan baik[7].
Abd. Rahman Al-Nahlawi mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah upaya
mengembangkan pikiran manusia, menata tingkah lakunya, emosinya pada seluruh aspek
kehidupan agar tujuan yang dikehendaki bisa terealisasi[8].
Dengan demikian, secara operasionalaliran pendidikan Islam adalah paham atau pemikiran
pendidikan Islam sebagai titik tolak dalam membina dan mengembankan potensi-potensi
manusia serta hal-hal yang mempengaruhinya sesuai pandangan Islam.

B.  Aliran-Aliran Dalam Pendidikan


1.    Aliran Nativisme
Aliran ini mempunyai doktrin filosofis yang sangat berpengaruh terhadap pemikiran
pendidikan, bahkan aliran ini pernah mewarnai dunia pemikiran pendidikan[9]. Tokohnya adalah
Arthur schopenhour (1788-1860) yang berpandangan bahwa anak yang lahir sudah mempunyai
potensi yang mempengaruhi hasil dari perkembangan selanjutnya[10]. Pendidikan sama sekali
tidak mempunyai daya atau kekuatan untuk mempengaruhi anak. Pendidikan hanya memberi
polesan kulit luar dari tingkah laku sosial anak, sedangkan bagian internal dari kepribadian anak
didik tidak dapat ditentukan. Aliran ini disebut pula dengan aliran pesimisme karena tidak
adanya kepercayaan akan nilai-nilai dari pendidikan sehingga anak itu diterima apa adanya[11].
Sukses tidaknya suatu proses pendidikan menurut aliran notivisme sangat di tentukan oleh
tinggi rendahnya kualitas hereditas yang dimiliki oleh anak. Pembawan yang sifatnya kodrati
tidak bisa di ubah-ubah, dan ia menjadi penentu masa depan seorang anak. Meskipun telah
diberikan pendidikan sedemikian rupa jika mutu hereditasnya rendah maka hasilnya tetap rendah
pula. Naturalisme pun mempunyai pandangan yang hampir sama dengan nativisme di atas.
Perbedaanya hanya berada pada aspek penekanan baik buruknya pembawaan itu.
Tokoh aliran ini adalah Jean Jacques Roesseu (1712-1778). Ia lahir di Geneva Swiss, karena
ketidak puasan di negerinya serta kehidupan yang tidak menentu, maka pada tahun 1728 ia
melarikan diri ke Prancis setelah ia bekerja pada tukang ukir yang suka menghukumnya[12].
Hidup di tengah masyarakat yang dianggap sudah modern tetapi moral mereka bobrok dan
keadaanya sebagai seorang pelarian sangat mempengaruhi alur pemikirannya.
Roesseau berpendapat bahwa segala sesuatu yang datang dari alam itu adalah baik, tetapi
setelah tiba pada manusia bisa saja ia menjadi buruk. Maka untuk membimbing seorang anak
cukuplah berdasar pada keinginan dan pembawaanya[13]. Roesseu menganggap bahwa
lingkungan atau masyarakat adalah sumber dari segala kerusakan dan keburukan. Seorang anak
harus di hindarkan dari hal-hal tersebut sehingga ia tumbuh dan berkembang secara alamiah.
Aliran ini disebut juga aliran negatifisme karena menganggap bahwa proses pendidikan itu di
lakukan dengan memberi kebebasan yang sebebas-bebasnya kepada anak didikuntuk tumbuh dan
berkembang dengan sendirinya lalu kemudian memberikan sepenuhnya kepada alam sebagai
pelaksanaan pendidikan agar pembawaan anak bisa tetap terjaga dan tidak dirusak oleh tangan-
tangan manusia karena kesalahan dalam mendidik[14].
Roesseuau sangat optimis terhadap pembawaan baik dan positif dari manusia yang baik.
Pembawaan sifatnya natural (berasal dari alam), maka manusia harus dididik dari alam pula.
Roesseau memberi contoh yang dilakukan oleh alam, seorang anak di saat bermain-main dengan
pisau, lalu teriris tangannya, maka minimal anak tersebut berhati-hati menggunakan pisau kedua
kalinya mengingat bahaya yang ditimbulkan di saat ceroboh dalam menggunakannya. Begitu
juga seorang anak tidak mau lengah ada waktu menutup pintu rumahnya karena pernah
merasakan bagaimana sakitnya dijepit pintu. Disini, alamlah yang mengajari anak tersebut dan
menjadikan ia sadar dan mengerti akan hal-hal yang di perbuatnya. Pandangan-pandangan
naturalisme yang di kemukakan oleh roesseau di atas berhasil mengokohkan dirinya sebagai
tokoh seorang tokoh naturalisme dalam sebuah karya monumentalnya ‘Emile’ masih dapat
dibaca hingga sekarang dalam lingkungan pendidikan.
2.    Aliran Naturalisme
Pandangan yang ada pada persamaannya dengan nativisme adalah naturalisme yang di
pelopori oleh J.J Rousseau (1712-1778) Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak
yang lahir di dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi
rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga naturalisme sering disebut negativisme.
Naturalisme memiliki prinsip tentang proses pembelajaran (M. Arifin dan Amiruddin R, galaman
sendiri). Kemudian terjadi interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan
perkembangan di dalam diri secara alami.
Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan
sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong
keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk
memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab belajar tergantung pada diri
anak didik sendiri. Program pendidikan di sekolah harus di sesuaikan dengan minat dan bakat
dengan menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik.
3.    Aliran Empirisme
Tokoh utamanya adalah John Lock, (1632-1704) dilahirkan di Inggris dari keluarga
tedidik[15]. Ia dianggap sebagai pemberi titik terang dalam perkembangan psikologi di
karenakan teorinya seakan memberi paradigma baru dalam pemikiran pendidikan[16]. Teorinya
yang terkenal adalah teori tabula rasa yang mengibaratkan anak yang baru lahir bagaikan kertas
putih bersih (kosong) atau meja yang berlapis lilin. Di atas kertas atau lilin itu dapat ditulis apa
saja sesuai dengan keinginan.
Teori tabula rasa yang di kemukakan oleh John Lock menekankan arti penting dari
pengalaman dan lingkungan dalam mendidik anak. Ada pun pembawaan itu di anggap tidak
berpengaruh pada aspek pendidikan anak. Karena penekanan pendidikan terletak pada aspek
lingkunga dan pengalaman, maka alirannya dikatakan bercorak empiris[17]. John Lock berusaha
mendekatkan pendidikan itu dengan situasi[18].
Aliran ini kemudian menjadi sangat terkenal karena keoptimisannya dalam mendidik yang
tidak mengenal putus asa. Aliran ini menganggap bahwa ia bisa saja menjadikan anak itu sebagai
seorang ahli kimia misalnya meskipun tidak terlahir dari keluarga ahli kimia atau menjadikan
anak itu artis meskipun ia tidak berasal dari keluarga seniman. Hanya saja seorang anak
diusahakan di pola sedemikian rupa bagaikan sebuah robot yang harus mengikuti keinginan dari
pendidiknya atau penutupnya untuk memperoleh hasil yang dikehendaki. Aliran ini sangat
bertolak belakang dari aliran nativisme dan naturalisme[19].
4.    Aliran Konvergensi
Aliran ini di perkenalkan oleh seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman bernama Willian
Sterm. Lahir di jerman pada tanggal 28 April 1871. William Sterm berpandangn bahwa antara
hereditas dan mlliu saling berkaitan dan saling memberi pengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan manusia[20]. Secara kodrati, manusia telah dibekali dengan bakat atau potensi.
Akan tetapi untuk berkembang ke arah yang lebih baik perlu adanya pengaruh dari luar berupa
tuntunan dan bimbingan melalui pendidikan[21].
Siterm berusaha menyatukan dua aliran yang bertolak belakang yaitu nativisme/naturalisme
dan emperisme dalam memandang manusia sebagai peserta didik karen bagaimana pun juga, jika
yang di ambil hanya salah satunya berarti pendidikan itu akan berjalan pincang, karena dua hal
yang semestinya berjalan beriringan namun dipisahkan. Pemisahan salah satu dari keduanya
berarti mengabaikan teori keseimbangan antara bawaan (hereditas) yang muncul sejak manusia
itu lahir dan lingkungan sebagai bentuk interaksi anak terhadap lingkungannya. Sebagai anak
yang lahir di tengah-tegah keluarga agamawan bisa saja ia menjadi ahli agama jika diberi
pendidikan sejak kecil dalam lingkungan keagamaan.
Aliran konvergensi adalah aliran yang banyak dianut oleh para pendidik dewasa ini.
Sementara aliran nativisme dan emperisme telah mulai usang dan mulai banyak ditinggalkan
oleh penganutnya. Dalam pandangan Islam, kemampuan dasar atau pembawaaan di sebut dengan
"fitrah". Secara etimologis, "fitrah" berarti "sifat asal, kesucian, bakat, dan pembawaan. Secara
terminologi, Muhammad Al-Jurjani menyebutkan, bahwa "fitrah" adalah tabiat yang siap untuk
menerima agama Islam.
Kata fitrah di sebutkan dalam Al-Qur’an pada surah Ar-Rum ayat 30 sebagai berikut:

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu[22]. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui"[23].
Dalam kaitannya dengan teori kependidikan dapat di katakan, bahwa fitrah mengandung
implikasi kependidikan yang berkonotasi kepada paham converagent. Karena fitrah mengandung
makna kejadian yang di dalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus yaitu
Islam.Namun potensi dasar ini bisa di ubah oleh lingkungan sekitarnya[24].

5.    Aliran Progresivisme


Tokoh aliran progresivisme adalah John Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa manusia
mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat mengahadapi serta mengatasi
masalah yang bersifat menekan, ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam dirinya.
Aliran ini memandang bahwa peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan. Hal itu ditunjukkan
dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan-kelebihan jika dibandingkan dengan mahluk
lain.
Manusia memiliki sifat dinamis dan kreatif yang di dukung oleh kecerdasannya sebagai bekal
menghadapi dan memecahkan masalah. Peningkatan kecerdasan menjadi tugas utama pendidik,
yang secara teori mengerti karakter peserta didiknya. Peserta didik tidak hanya di pandang
sebagai kesatuan jasmani dan rohani, namun juga termanifestasikan di dalam tingkah laku dan
perbuatan yang berada di dalam pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan, perlu
di optimalkan. Artinya, peserta didik di beri kesempatan untuk bebas dan sebanyak mungkin
mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang berlangsung di sekitarnya, sehingga suasana
belajar timbul di dalam maupun di luar sekolah.
6.    Aliran Konstruktivisme
Gagasan pokok aliran ini di awali oleh Giambatista Vico, seorang epistemiolog Italia. Ia di
pandang sebagai cikal bakal lahirnya konstruktivisme. Ia mengatakan bahwa Tuhan adalah
pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan. Mengerti berarti mengetahui
sesuatu jika mengetahi. Hanya Tuhan yang mengetahui segala sesuatu karena dia pencipta segala
sesuatu itu. Manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang di konstruksikan Tuhan. Bagi Vico,
pengetahuan dapat menunjuk pada struktur konsep yang dibentuk. Pengetahuan tidak bisa lepas
dari subjek yang mengetahui.
Aliran ini di kembangkan oleh Jean Piaget, melalui teori perkembangan kognitif, piaget
mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu dengan
lingkungannya. Pengetahuan merupakan suatu proses, bukan suatu barang. Menurut piaget,
mengerti adalah proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan
yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengertian baru, (Pul Suparno, 1997:33). Piaget
juga berpendapat bahwa perkembangan kognitif di pengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu
asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi[25].
C.  Aliran-Aliran Pendidikan Islam Menurut Para Ahli Tokoh Pendidikan Islam
Islam mengajarkan kepada manusia melalui kitabnya dan memperkenalkan kata kunci untuk
memahami manusia secara komperehensif dengan kata insan dan basyar. Kata insan merunjuk
kepada proses perkembangan manusia yang bergantung kepada lingkungannya, sehingga
penalaran, kematangan, kesadaran dan sikap hidup yang terkait dengan pendidikan yang terjadi
dalam masyarakat selalu dinamis. Rasulullah telah memberikan tuntunan tentang bagaimana cara
pandang orang mukmin terhadap anak sebagai orang yang akan dididik seperti yang tercermin
adalah sebuah hadisnya:
]26[...ُ ‫نُه‬ ‫ َأ ْو يُنَصِّ َرا نُهُ َأ ْو ُميَجِّ ِسا‬Yُ‫ُكلُّ َم ْو لُ ْو ٍد ي ُْو لَ ُد َعلَ ْي اَ ْلفِ ْت َر ِة فََأ بَ َو ْاهُ يُهَ ِّو َدانُه‬
"Semua anak di lahirkan dalam keadaan fitrah maka orang tuanyalah yang menjadikannya
sebagai Yahudi, Nasrani dan Majusi".
Dari hadis di atas dapat di pahami bahwa manusia yang baru lahir sudah membawa potensi,
akan tetapi potensi itu baru bisa berkembang dengan baik jika didukung oleh faktor lingkungan.
Tampaknya para pemikir Islam telah merumuskan aliran konvergensi walaupun tidak disebut
sebagai teori konvergensi jauh sebelum Sterm. Ibn Mizkawaih misalnya dalam bukunya Tahzib
akhlak berpendapat bahwa tiap benda itu mempunyai form atau bentuknya masing-masing
sehingga tidak bisa menerima bentuk lain. Pada manusia, meskipun mempunyai pembawaan
yang lemah bisa saja diubah menjadi cepat atau lambat melalui disiplin tertentu[27].
Ibn Sina salah seorang tokoh filosof muslim berpendapat bahwa seorang anak telah
mempunyai kemampuan-kemampuan alamiah, akan tetapi mengandalkan kemampuan tersebut
tidak cukup untuk mendidik seseorang, dan harus ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi.
Seorang anak yang lahir dari keluarga dokter belum tentu ia dapat mengikuti profesi keluarganya
kalau ia tidak di bekali dan dasari dengan bakat serta kecenderungan anak itu ataupun hal-hal
lain yang mempengaruhinya[28].
Menurut Al-Gazali, anak yang lahir telah membawa fitrahnya sendiri, kecenderungan-
kecenderungan serta warisan dari orang tuanya. Kesemuanya itu perlu diberi pendidikan. Jika ia
bengkok maka harus diluruskan, jika salah maka harus dibenarkan dan jika sudah benar maka
harus diarahkan pada pengembangannya[29]. Faktor internal dan eksternal keduanya sangat
berperan dalam perkembangan anak didik.
Berdasarkan uraian kedua tokoh tersebut, maka dapat di pahami bahwa:
1.    Ada beberapa aliran yang mewarnai dunia pendidikan terutama cara memandang manusia
sebagai subjek sekaligus objek pendidikan dalam proses perkembangannya dan hubungannya
dengan proses belajar.
2.    Islam telah memberi petunjuk tentang adanya konsep insan dan basyr dalam Al-Qur'an dan yang
mana kedua hal ini mengarh kepada potensi manusia dan lingkungan mnusia yang
mempengaruhi pendidikannya.
3.    Tokoh-tokoh pemikir islm dalam mengajukan tesisnya tentang pendidikan mengarah kepada
aliran konvergensi yang mengakui adanya penyatuan kedua hal itu- melliu dan hereditas
berpengaruh dalam kehidupan manusia sebagai obyek atau manusia didik.
                                                                                                                                                        III.          PENUTUP

A.  Kesimpulan
Secara operasionalaliran pendidikan Islam adalah paham atau pemikiran pendidikan Islam
sebagai titik tolak dalam membina dan mengembangkan potensi-potensi manusia serta hal-hal
yang mempengaruhinya sesuai pandangan Islam.
Berdasarkan pembahasan di atas, aliran-aliran pendidikan dibagi menjadi enam aliran, yaitu
sebagai berikut:
1.    Aliran Nativisme,
2.    Aliran Naturalisme,
3.    Aliran Empirisme,
4.    Aliran Konvergensi,
5.    Aliran Progresivisme, dan
6.    Aliran Konstruktivisme.
Dari aliran-aliran di atas, adapula aliran-aliran yang bergerak di bidang pendidikan Islam
menurut para tokoh pendidikan Islam, diantaranya yang berpendapat yaitu Ibn Mizkawaih dan
Al-Gazali.
Menurut Ibn Mizkawaih, berpendapat bahwa seorang anak telah mempunyai kemampuan-
kemampuan alamiah, akan tetapi mengandalkan kemampuan tersebut tidak cukup untuk
mendidik seseorang, dan harus ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Seoranganak yang
lahir dari keluarga dokter belum tentu ia dapat mengikuti profesi keluarganya kalau ia tidak
dibekali dan dasari dengan bakat serta kecenderungan anak itu ataupun hal-hal lain yang
mempengaruhinya.
Sedangkanmenurut Al-Gazali, berpendapat bahwa anak yang lahir telah membawa fitrahnya
sendiri, kecenderungan-kecenderungan serta warisan dari orang tuanya. Kesemuanya itu perlu
diberi pendidikan. Jika ia bengkok maka harus diluruskan, jika salah maka harus dibenarkan dan
jika sudah benar maka harus di arahkan pada pengembangannya. Faktor internal dan eksternal
keduanya sangat berperan dalam perkembangan anak didik.
Berdasarkan uraian di atas dapat di pahami bahwa:
1.    Ada beberapa aliran yang mewarnai dunia pendidikan terutama cara memandang manusia
sebagai subjek sekaligus objek pendidikan dalam proses perkembangannya dan hubungannya
dengan proses belajar.
2.    Islam telah memberi petunjuk tentang adanya konsep insan dan basyr dalam Al-Qur'an dan yang
mana kedua hal ini mengarh kepada potensi manusia dan lingkungan mnusia yang
mempengaruhi pendidikannya.
3.    Tokoh-tokoh pemikir islm dalam mengajukan tesisnya tentang pendidikan mengarah kepada
aliran konvergensi yang mengakui adanya penyatuan kedua hal itu- melliu dan hereditas
berpengaruh dalam kehidupan manusia sebagai obyek atau manusia didik
B.  Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat dijadikan bahan refrensi baru akan kepenulisan
selanjutnya agar mendapatkan sedikit nilai kesempurnaan dari kepenulisan ini. Dengan tulisan
selanjutnya dapat menanggapi atau mengomentari bahkan mengkritik tulisan sederhana ini. Insya
Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasy, Muh. Athiyah. (1975). "Al-Tarbiyah Al-Islamiyah wa Falasifatuha". (Cet. III). Kairo: Isa Al-
Bab Al-Halaby.
Al-Jufy, Abu Abdillah Muhammad Ibn Al-Bukhary. (1992). "Shahih Bukhariy". Juz 1 (Cet. I). Beirut:
Dar Al-Fikr Al-Ilmiy.
Al-Nahlawi, Abd. Rahman. "Ushul At-Tarbiyah Al-Islamiyah wa Asalibuha fi Al-Bait wa Al-Madrasah
wa Al-Mujtama'". Damasq: Dar Al-Fikr.
Arief, Armai. (2002). "Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam". Jakarta: Ciputat Pers.
Barandib, Imam. (1987). " Filsafat pendidikan; Sistem dan Metode". Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fak.
Ilmu Pendidikan IKIP.
Darajat, Zakiyah. (1996). "Ilmu Pendidikan Islam". (Cet. III). Jakarta: Bina Aksara.
Departemen Agama RI. (2006). "Al Qur'an dan Terjemahnya". Edisi Terkini Revisi Tahun 2006.
Surabaya: Duta Ilmu Surabaya.
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. (1994). "Ensiklopedia Islam". Jilid III. (Cet. III). Jakarta: Ichtiar
Baru-Van Hoeve.
Getteng, Abd. Rahman. (1997). "Pendidikan Islam dalam Pembangunan". Ujungpandang: Yayasan Al-
Ahkam.
Jalaluddin dan Abdullah Idi. (1997). "Filsafat Pendidikan". (Cet. I). Jakarta: Gaya Media Pratama.
Kadir, Abdul. (2012). "Dasar-Dasar Pendidikan". Makassar:  Kencana Prenada Media Group.
Khaeruddin. (2002). "Ilmu Pendidikan Islam". Makassar:CV Berkah Utami.
Miskawaih,Ibn. (1997). "Tahzib Al-Akhlak" diterjemahkan oleh Helmi Hidayat dengan judul "Menuju
Kesempurnaan Akhlak". (Cet. III). Bandung: Mizan.
Munir Ba'laba'kiy. (1985). "Al-Maurid; A Modern English Arabic Dictionary". Beirut: Dar Al-Ilm Al-
Malayin.
Munir Mursiy Sarhan. (1987). "Fi Ijtimaiyyah Al-Tarbiyah". (Cet. II). Mesir: Maktabah Al-Anjlu Al-
Misriyyah.
Prasetya. (1997). "Filsafat Pendidikan". (Cet. I). Bandung: Pustaka Setia.
Purwanto, M. Ngalim. (1995). "Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis". Edisi II (Cet. VIII). Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Zuhairirni. Al. (1991). "Filsafat Pendidikan Islam". (Cet. II). Jakarta: Bumi Aksara.
Sarwono, Sarito Wirawan. (1991). "Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi". (Cet.
III). Jakarta: Bulan Bintang
Smits, Titus. dan Nolan. (1984). "Living Isseu in Philoshopy" diterjemahkan oleh Muhammad Rasyidi
dengan judul "Persoalan-persoalan Filsafat". (Cet. I). Jakarta: Bulan Bintang.
Syah, Muhibbin. (1995). "Psikologi Pendidikan; Suatu Pendekatan Baru". (Cet. II). Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1995). "Kamus Besar Bahasa
Indonesia". Edisi II (Cet. IV). Jakarta: Balai Pustaka.

[1] Abd. Rahman Getteng. "Pendidikan Islam dalam Pembangunan". Ujungpandang: Yayasan
Al-Ahkam. 1997 (Hal. 25).
[2] Zakiyah Darajat. "Ilmu Pendidikan Islam". (Cet. III). Jakarta: Bina Aksara. 1996 (Hal. 16).
[3] Zuhairirni. Al. "Filsafat Pendidikan Islam". (Cet. II). Jakarta: Bumi Aksara. 1991 (Hal. 19-
30).
[4] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. "Kamus Besar Bahasa
Indonesia". Edisi II (Cet. IV). Jakarta: Balai Pustaka. 1995 (Hal. 26)
[5] Munir Ba'laba'kiy. "Al-Maurid; A Modern English Arabic Dictionary". Beirut: Dar Al-Ilm
Al-Malayin. 1985 (Hal. 447).
[6] Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. "Ensiklopedia Islam". Jilid III. (Cet. III). Jakarta: Ichtiar
Baru-Van Hoeve. 1994 (Hal. 25).
[7] Abd. Rahman Getteng. Op. Cit.  (Hal. 25).
[8] Abd. Rahman Al-Nahlawi. "Ushul At-Tarbiyah Al-Islamiyah wa Asalibuha fi Al-Bait wa Al-
Madrasah wa Al-Mujtama'". Damasq: Dar Al-Fikr. (Hal. 28).
[9] Muhibbin Syah. "Psikologi Pendidikan; Suatu Pendekatan Baru". (Cet. II). Bandung: Remaja
Rosdakarya. 1995 (Hal. 42-43).
[10] Jalaluddin dan Abdullah Idi. "Filsafat Pendidikan". (Cet. I). Jakarta: Gaya Media Pratama.
1997 (Hal. 128).
[11] Prasetya. "Filsafat Pendidikan". (Cet. I). Bandung: Pustaka Setia. 1997 (Hal. 190).
[12] Titus Smits dan Nolan. "Living Isseu in Philoshopy" diterjemahkan oleh Muhammad
Rasyidi dengan judul "Persoalan-persoalan Filsafat". (Cet. I). Jakarta: Bulan Bintang. 1984 (Hal.
47).
[13] Munir Mursiy Sarhan. "Fi Ijtimaiyyah Al-Tarbiyah". (Cet. II). Mesir: Maktabah Al-Anjlu
Al-Misriyyah. 1987 (Hal. 50-51).
[14] Prasetya. Op. Cit. (Hal. 191).
[15] Titus Smits dan Nolan. Op. Cit. (Hal. 174).
[16] Sarito Wirawan Sarwono. "Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi".
(Cet. III). Jakarta: Bulan Bintang. 1991 (Hal. 31).
[17] Muhibbin Syah. Op. Cit. (Hal. 43-44).
[18] Imam Barandib. " Filsafat pendidikan; Sistem dan Metode". Yogyakarta: Yayasan Penerbit
Fak. Ilmu Pendidikan IKIP. 1987 (Hal. 53).
[19]Khaeruddin. "Ilmu Pendidikan Islam". Makassar:CV Berkah Utami.2002 (Hal.62-66).
[20]M. Ngalim Purwanto. "Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis". Edisi II (Cet. VIII). Bandung:
Remaja Rosdakarya. 1995 (Hal. 60).
[21]Jalaluddin dan Abdullah Idi. Op. Cit. (Hal. 161).
[22] Fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid. Maka hal itu tidaklah
wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
[23] Departemen Agama RI. "Al Qur'an dan Terjemahnya". Edisi Terkini Revisi Tahun 2006. Surabaya: Duta Ilmu
Surabaya. 2006. (Hal. 573).
[24] Armai Arief. "Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam". Jakarta: Ciputat Pers. 2002 (Hal. 6-
8).
[25]Abdul Kadir. "Dasar-Dasar Pendidikan". Makassar:  Kencana Prenada Media Group.2012
(Hal. 126-130).
[26] Abu Abdillah Muhammad Ibn Al-Bukhary Al-Jufy. "Shahih Bukhariy". Juz 1 (Cet. I).
Beirut: Dar Al-Fikr Al-Ilmiy. 1992 (Hal. 421).
[27] Ibn Miskawaih. "Tahzib Al-Akhlak" diterjemahkan oleh Helmi Hidayat dengan judul
"Menuju Kesempurnaan Akhlak". (Cet. III). Bandung: Mizan. 1997 (Hal. 35-36).
[28] Muh. Athiyah Al-Abrasy. "Al-Tarbiyah Al-Islamiyah wa Falasifatuha". (Cet. III). Kairo: Isa
Al-Bab Al-Halaby. 1975 (Hal. 218).
[29] Muh. Athiyah Al-Abrasy. Op. Cit. (Hal. 255).

Anda mungkin juga menyukai