Pembimbing :
dr. Ayu Nur Qomariyati, Sp.M
Oleh:
Nabella Putri Munggaran (20360088)
Nabilah Tarisa (20360089)
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu alat indera paling penting pada tubuh. Untuk
dapat melihat, cahaya yang masuk ke mata melalui kornea (bagian mata paling
depan, tidak berwarna/bening), melewati lensa, akan difokuskan tepat pada retina.
Apabila bentuk kornea atau panjang sumbu bola mata tidak normal, fokus cahaya
akan terganggu, penglihatan akan menjadi kabur yang disebut kelainan refraksi.
Kelainan refraksi yang umum terjadi adalah rabun jauh (miopia), rabun dekat
(hipermetropia), mata silinder (astigmatisme) dimana memerlukan kacamata atau
lensa kontak sebagai terapi dan alat bantu penglihatan. Pada penderita silinder
tinggi, lapang pandang menjadi terbatas, membuat penderita kesulitan
mengemudi, terutama malam hari.1-3
Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat
pengkoreksi gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34
juta orang. Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan
usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7
tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara
usia 12-17 tahun. Pada etnis tertentu, peningkatan angka kejadian juga terjadi
walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina memiliki insiden rabun jauh
lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi
sebanyak 12% pada usia 6 tahun dan 84 % pada usia 16-18 tahun. Angka yang
sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang. Koreksi terhadap kelainan refraksi
dapat dilakukan dengan penggunaan kacamata, lensa kontak dan pada keadaan
tertentu kelainan refraksi dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara
lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif, Laser Asissted In situ
Interlamelar Keratomilieusis (LASIK).4
2
laser excimer telah digunakan dalam keratektomi fotorefraktif (Photorefractive
Keratektomy/PRK). Tahun 1990, Pallikaris pertama kali melakukan prosedur
LASIK dengan menggunakan laser excimer. Perkembangan selanjutnya dalam
teknologi laser excimer dan mikrokeratom membuat bedah refraktif lamelar
berkembang dari prosedur yang hanya dilakukan oleh seorang ahli menjadi
tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter mata umum. 5 Bedah LASIK
merupakan salah satu pembedahan yang paling banyak dilakukan di dunia.
Diperkirakan hampir satu juta pasien menjalani pembedahan refraktif kornea tiap
tahunnya di Amerika Serikat, dengan 700.000 diantaranya merupakan bedah
LASIK. Lebih dari 90% pasien yang telah menjalani LASIK mencapai tajam
penglihatan 6/6 sampai 6/12.6
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum, cara kerja mata persis seperti cara kerja kamera. Pada kamera,
cahaya masuk melewati sistem lensa menuju film atau sensor CCD pada kamera
digital. Pada mata, kornea dan lensa mata berada pada bagian depan mata
(anterior chamber) dan fungsinya sama seperti lensa pada kamera. Retina berada
di bagian belakang mata (posterior chamber) dan fungsinya sama seperti film atau
sensor CCD pada kamera. Pada mata normal, berkas cahaya masuk melewati
kornea dan lensa mata dan langsung difokuskan pada retina untuk menghasilkan
bayangan yang jelas. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem
penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak
dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak
terletak pada satu titik focus. 4
2.1.1 Miopia
Miopia adalah perbedaan antara kekuatan refraksi dan panjang aksial pada
mata sehingga berkas cahaya yang melewati kornea dan lensa mata tidak terfokus
4
pada retina mata, melainkan jatuh di depan retina, sehingga menghasilkan
bayangan yang jelas pada objek yang dekat, namun bayangan menjadi kabur sama
sekali ketika pasien melihat benda yang jauh letaknya.8 Miopia terjadi jika kornea
(terlalu cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata
terlalu panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan
retina.9
2.1.2 Hipermetropia
Gambar 2.2 Hipermetropia (atas) dan cara mengoreksinya dengan lensa cembung
(bawah). 8
5
atau penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak
mempunyai lensa).4
2.1.3 Astigmatisme
Pada astigmatisme berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam
pada retina akan tetapi pada dua garis api yang saling tegak lurus yang terjadi
akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea. Variasi kelengkungan kornea
atau lensa mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan akan dapat
terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian lain sinar difokuskan di
belakang retina. Akibatnya penglihatan akan terganggu.4 Hal ini membutuhkan
koreksi dengan lensa silindris atau lensa toric.10
Pada umumnya ada dua langkah dasar dalam melakukan prosedur LASIK.
Langkah pertama dari operasi LASIK adalah membuat kelopak penutup LASIK
(flap). Flap ini adalah irisan tipis dari kornea, yang dipotong dan dapat dibuka
seperti sampul buku. Flap diperoleh dari alat mikrokeraton, yang memiliki mata
pisau yang bergerak amat cepat. Sehingga, untuk membuat flap hanya
membutuhkan waktu 10 detik saja. Akhir – akhir ini dunia kedokteran telah
mengembangkan Laser Femtosecond agar mampu menghasilkan flap LASIK.
Kegunaan sinar laser ini, dalam beberapa hal lebih aman dibandingkan
mikrokeratome Langkah kedua ini kita sebut dengan zap. Ketika flap sudah dibuat
dan terbuka, Laser Excimer memindahkan jaringan dari pusat kornea untuk
membentuknya kembali, sehingga mengoreksi refraksi penglihatan pasien.
Pengoreksian laser ini berlangsung antara 2 – 40 detik. Begitu kornea telah
dikoreksi, flap kornea kemudian diganti, mirip cover buku yang ditutup. Flap
kornea kemudian ditutup kembali ke posisi semula. Seluruh prosedur ini
memakan waktu 8 – 10 menit.1
a. Sudah berusia di atas 18 tahun dan telah memiliki kacamata atau lensa
kontak yang stabil setidaknya selama dua tahun.
c. Pasien memiliki salah satu atau lebih dari tiga kelainan pengelihatan,
seperti miopia (rabun jauh), astigmatism (penglihatan kabur yang
disebabkan oleh kornea berbentuk tidak teratur), hyperopia (rabun jauh),
atau kombinasi keduanya (misalnya, miopia dengan silindris).
11
• Pengukuran ketebalan kornea (dengan pachymetry). Jumlah koreksi
LASIK dapat ditentukan sebagian oleh ketebalan kornea.
• Pengukuran tekanan intraokular untuk mendeteksi kondisi glaukoma
atau pre-glaukoma. Glaukoma adalah kehilangan penglihatan yang
disebabkan oleh kerusakan pada saraf optik yang diakibatkan tekanan
yang terlalu tinggi di mata.
• Penilaian bagian belakang (segmen posterior) mata: Pemeriksaan
pembesaran fundus digunakan untuk menilai kesehatan dari permukaan
ke dalam mata (retina), dengan pupil terbuka penuh. Juga pemeriksaan
retina, saraf optik, dan pembuluh darah untuk mengetahui sejumlah
gangguan mata dan gangguan sistemik.
b. Operasi
Selama operasi berlangsung, pasien dalam keadaan sadar dan dapat
bergerak. Namun, pasien biasanya diberikan sedatif lemah (seperti
Valium) dan tetes mata anestetik. LASIK dilakukan dalam 3 langkah, yaitu
:2
1. Pembuatan Sayatan (Flap)
12
femtosecond laser. Setelah sayatan terbentuk, lapisan sayatan diangkat,
meninggalkan lapisan dibawahnya, yaitu stroma, lapisan tengah dari
kornea.
2. Laser Remodelling
14
LASIK dapat digunakan untuk mengobati hipermetropi derajat rendah sampai
tinggi. LASIK mengoreksi kornea mata yang terlampau rata pada penderita
hipermetropi dengan membuang bagian luar kornea mereka untuk membentuk
salur lingkar. Saat flap LASIK diangkat setelah prosedur operasi usai, kornea mata
menjadi lebih lengkung bentuknya sehingga menggerakkan titik fokus dari
belakang mata menuju retina, sehingga bisa memperbaiki penglihatan untuk dekat
dan juga jauh. Hasil dari LASIK hipermetropi cukup baik dan relatif stabil dalam
6 bulan post operasi. Stabilitas refraksi terjadi pada l-2 minggu post operasi dan
tetap stabil dalam 6 bulan.11
a. Defek epitel
b. Perdarahan limbus
c. Interface debris
17
Akumulasi partikel yang tidak diinginkan pada LASIK adalah
komplikasi yang dapat terjadi selama pembuatan dan pengangkatan flap
kornea. Ukuran partikel bisa sekecil 5 µm. Sumber debris yang paling
bermasalah adalah selama penggunaan mikrokeratome. Mikroskop
elektron pemindai mata secara in vivo dan secara in vitro telah
mengungkapkan fragmen logam atau plastik pada antarmuka flap dari
mikrokeratom yang sebelumnya tidak digunakan yang langsung
dikeluarkan dari kemasan steril. Sumber lain dari debris antarmuka
mencakup sel epitel dari kulit, sekresi dari kelopak mata dan bulu mata,
sel darah merah dari gangguan pembuluh darah, partikulat dari sarung
tangan, gorden, dan penyeka, atau bahkan debu dari udara sekitar.
Padahal kebanyakan zat dapat terurai secara alami dan tidak
menyebabkan kerusakan yang menetap pada pasien, logam atau plastik
di antarmuka dapat menyebabkan reaksi inflamasi yang konsisten
dengan benda asing kornea dan pada akhirnya menghasilkan jaringan
parut permanen. Keratitis lamelar yang difus dan pemindahan flap
LASIK adalah sekuele pascaoperasi lain yang mungkin telah diamati
dengan retensi interface debris. Menjaga lingkungan flap bebas dari
debris adaalah tantangan, namun langkah-langkah dapat diambil untuk
meminimalkan komplikasi ini. Sebelum operasi, perawatan pasien harus
dilakukan dengan hati-hati dan bersihkan secara menyeluruh di sekitar
kulit, kelopak mata, dan bulu mata. Secara umum, ruang operasi harus
diperiksa, dibersihkan, dan dipastikan udara ruangan dimurnikan,
disaring, dan diedarkan secara horisontal. Beberapa penngamat merasa
perlu membersihkan secara rutin dan mengganti pisau microkeratome
untuk mengurangi jumlah partikel yang memasuki antarmuka.
Pembersihan debris-puing terkenal dapat dilakukan dengan mengangkat
flap secara manual dan mengirigasi daerah yang terkena. Debris logam
bisa diekstraksi dengan magnet yang dilewatkan melalui antarmuka.
Secara umum, debris antarmuka adalah sebuah komplikasi intraoperatif
dimana risikonya dapat dikurangi atau dihindari sama sekali.
18
Komplikasi yang ditakuti dan kurang dapat diprediksi selama prosedur
LASIK adalah pembentukan flap yang tidak normal. Flap abnormal
dapat digambarkan sebagai tidak lengkap, pendek, tipis, robek, atau
tidak beraturan. Tingkat komplikasi flap intraoperatif berkisar antara
0,3% sampai 5%. Metode pembuatan flap dan pengalaman ahli bedah
keduanya telah terbukti menjadi alasan utama perbedaan tingkat
komplikasi ini. Dari berbagai jenis flap abnormal, flap tidak lengkap
atau pendek adalah yang paling umum. Flap yang tidak lengkap
mungkin merupakan hasil dari mikrokeratome sebelum waktunya
berhenti, yang mungkin disebabkan oleh penyumbatan jalan atau
kerusakan perangkat. Laser femtosecond juga dapat memiliki
penanganan yang tidak lengkap. Impedimen pada perawatan atau
pembuatan flap termasuk bekas luka kornea, kornea datar, tekanan
intraokular rendah, penyumbatan kepala atau laser microkeratome, dan
hilangnya hisap cincin. Hilangnya hisapan cincin dapat terjadi akibat
penekanan kelopak mata, orbit yang kencang, kemosis konjungtiva,
kerusakan epitel, penyumbatan bagian hisap dari bulu mata, dan posisi
awal yang buruk pada cincin hisap. Langkah pertama dalam manajemen
adalah identifikasi awal komplikasi dan menentukan etiologi. Begitu
cacat flap telah terjadi, prosedur harus segera dihentikan. Jika ada stroma
yang cukup untuk ablasi laser dan engsel flap berada di luar sumbu
visual, ablasi laser dapat dilakukan. Untuk flap yang tidak lengkap
dengan engsel flap di luar sumbu visual, tapi dasar stroma kecil,
mikrokeratome kedua atau laser dilewatkan dengan hati-hati. Namun,
jika engsel flap berada dalam sumbu visual, flap harus diganti dan
prosedurnya tertunda. Tidak ada konsensus khusus untuk periode
tunggu, namun menunggu 3 bulan sebelum merancang prosedur telah
disarankan. Sehubungan dengan pencegahan, operator harus memastikan
perangkat berfungsi dengan baik dan bersih serta pemeriksaan okular
yang hati-hati untuk mengidentifikasi jalur aman laser microkeratome
atau femtosecond.
19
Laser femtosecond semakin sering digunakan untuk pembuatan flap
pada operasi LASIK. Proses ini melibatkan fotodisrupsi jaringan stroma
kornea dengan pembentukan gelembung kavitasi di ruang interlamar.
Gelembung kavitasi membelah jaringan sejajar dengan serat lamelar dan
membuat bidang pemisahan untuk flap. Kavitasi gelembung yang kolaps
dan gelembung gas, tersusun dari karbon dioksida dan uap air, terbentuk
di dalam antarmuka. Gelembung ini umumnya tidak bermasalah dan
hilang hanya dengan mengangkat flap. Komplikasi muncul, ketika
gelembung gas menyebar di sepanjang jalur resistensi rendah.
Khususnya ketika gas berdifusi ke dalam subepitelium, ini disebut
terobosan gas vertikal. Ketika berdifusi ke stroma anterior atau posterior,
ini disebut lapisan gelembung buram (OBL). Akhirnya, udara bisa
berdifusi ke ruang anterior. Jenis gelembung gas ini mungkin tidak
diatasi dengan pengangkatan flap dan mungkin benar-benar menghalangi
pembuatan flap
20
vertikal dengan cara recutting menggunakan microkeratome mekanis.
Cara untuk menghindari vertical gas breakthrough adalah pemeriksaan
slit-lamp menyeluruh sebelum prosedur untuk mengidentifikasi area
cacat kornea yang mungkin terjadi.
Flap LASIK bisa berkerut atau berpindah pasca operasi, paling sering
terjadi pada hari pertama pasca operasi. LASIK flap striae terjadi ketika
21
flap memiliki lipatan biasanya karena misalignment awal flap, gerakan
kecil flap, atau '' tenting '' flap di atas kornea yang ablasi. Striae ini dapat
mengurangi ketajaman penglihatan terbaik yang dikoreksi. Microstriae,
yang sejajar atau garis berpotongan di kornea anterior, seringkali tidak
memiliki konsekuensi visual dan tidak perlu diobati. Secara visual sering
menampilkan pola pewarnaan negatif saat pewarna fluoresen. Makrostriae
adalah lipatan-lipatan tebal post LASIK yang tampak seperti keriput
''papan ketik” dan sering terlihat secara signifikan. Perpindahan flap
mengacu pada pergerakan sebagian flap atau keseluruhan flap dari lokasi
yang diinginkan. Dislokasi dan lipatan awal yang tidak terkait dengan
trauma mayor biasanya terjadi sebelum luka kornea berulang kembali,
biasanya dalam 24 jam pertama setelah operasi. Kemungkinan terjadi
sekunder akibat gaya mekanis dari gerakan kelopak mata, terutama di
keadaan mata kering.
DLK adalah sebuah reaksi inflamasi steril yang terdapat pada antarmuka
flap. Penampakannya bergranular yang bergelombang dengan kerapatan
sel inflamasi meningkat sehingga membuatnya menjadi moniker sindrom''
Sands of Sahara ''. DLK sering didiagnosis dalam beberapa hari pertama
pasca operasi dan biasanya dipentaskan menurut sistem 4- tierKepadatan
sel inflamasi membuatnya menjadi moniker '' Sands of Sahara '' sindroma.
DLK sering didiagnosis dalam beberapa hari pertama pasca operasi dan
biasanya digolongkan berdasarkan stadiumnya.
22
Tabel 2.1 Stadium Diffuse Lameral Keratitis 15
3. Keratitis Infeksi
4. Keratitis Marginal
Infiltrasi kornea steril telah dilaporkan terjadi setelah LASIK, mulai dari
infiltrat perifer kecil hingga nekrosis agresif keratitis. Infiltrat ini
kemungkinan berhubungan dengan flap perifer, kornea antara flap dan
23
limbus, atau keduanya. Pasien biasanya mengeluh nyeri, mata kemerahan,
dan fotofobia. Etiologi yang pasti mengenai infiltrat ini masih belum jelas,
dan inseden terjadinya infiltrat belum dilaporkan. Faktor risiko meliputi
atopi, penyakit kelenjar meibomian, dan penyakit rheumatologis. Pasien
biasanya diterapi dengan steroid topikal, walaupun beberapa kasus
membutuhkan steroid oral.
5. Rainbow glare
Rainbow glare (efek silau seperti melihat pelangi) adalah efek samping
laser femtosecond flaps. Pasien yang mengalami fenomena ini melaporkan
garis-garis pelangi saat melihat sumber cahaya putih kecil dan intens. Hal
ini diduga karena hamburan cahaya dari permukaan belakang flap stromal
buatan femtosecond. Insiden fenomena ini berkisar antara 2,32% sampai
19,07%.
25
• Pasien tetap sadar selama operasi berlangsung
• Dapat terjadi kemungkinan kelebihan atau kekurangan refraksi
• Setelah operasi mata mungkin saja terasa berpasir dan sensitif terhadap
cahaya
• Dapat terjadi berbagai komplikasi
BAB III
KESIMPULAN
26
Kelainan refraksi (astigmatisma, miopia, hipermetropi) dapat diterapi
menggunakan metode LASIK (Laser Assisted In-situ Keratomileusis). Terdapat
sedikit perbedaan antara teknik LASIK yang digunakan pada pasien miopia dan
astigmatisma. Untuk mengoreksi miopia, kornea perlu diratakan, sehingga laser
lebih banyak menghilangkan jaringan kornea di bagian tengah daripada bagian
samping. Pada astigmatisma, mata diratakan lebih panjang pada suatu sumbu
(vertikal) dibandingkan sumbu lainnya (horizontal). Prinsip dasar bedah refraksi
pada pasien astigmatisma adalah untuk meratakan kornea pada meridian yang
curam, atau mencuramkan meridian yang datar, atau kombinasi keduanya.
Pada umumnya ada dua langkah dasar dalam melakukan prosedur LASIK.
Langkah pertama dari operasi LASIK adalah membuat kelopak penutup LASIK
(flap). Flap ini adalah irisan tipis dari kornea, yang dipotong dan dapat dibuka
seperti sampul buku. Flap diperoleh dari alat mikrokeraton, yang memiliki mata
pisau yang bergerak amat cepat. Sehingga, untuk membuat flap hanya
membutuhkan wktu 10 detik saja. Akhir – akhir ini dunia kedokteran telah
mengembangkan Laser Femtosecond agar mampu menghasilkan flap LASIK.
Dalam pelaksanaan operasi LASIK ada 2 hal dasar yang penting, yaitu
pembuatan “flap‟ dan “zap‟. Proses dilakukan operasi LASIK sangatlah cepat.
Lasik saat ini merupakan prosedur kerato refraktif yang paling sering dilakukan
karena keamanannya, efeknya, pemulihan penglihatan yang cepat, dan
ketidaknyamanan pasien yang minimal. Tindakan lasik memiliki beberapa
komplikasi baik komplikasi saat operasi maupun pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Reinstein DZ, Cantab MA, Archer TJ, Oxon MA, Cantab D, Gobbe M, et al. The History of
LASIK. 2012;28:291–8.
27
2. American Academy of Ophtalmology. Refractive Surgery. USA: American Academy of
Ophthalmology; 2017. 68-87 p.
3. Sierra PB, Hardten DR. Refractive Surgery : Lasik. 2019. p. 95–105.
4. Ilyas, S. 2010. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Uiversitas Indonesia.
5. Habsyiyah, A. Shidik, dan T. Rahayu. 2015. Evaluation of Laser in Situ Keratomileusis
Outcomes in Cipto Mangunkusumo Hospital. Department of Ophthalmology, Faculty of
Medicine, University of Indonesia Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
6. Solomon, K. D., F. Castro, H. P. Sandoval, J. M. Biber, B. Groat, dan K. D. Neff. 2009. LASIK
World Literature Review Quality of Life and Patient Satisfaction. Ophthalmology. 116:691–
701. 11.
7. Reinstein, D. Z., T. J. Archer, dan M. Gobbe. 2012. The history of LASIK. Journal of Refractive
Surgery. 28(4): 291-98
8. Lang, G. K. 2006. Opthamology A Pocket Textbook Atlas. 2nd ed. Germany: University Eye
Hospital.
9. Binder, P.S., R. L. Lindstrom, dan R. D. Stulting. 2009. Keratoconus and Corneal Ectasia After
LASIK. Journal of Refractive Surgery. 21:749-753
10. Crick, R. P. dan P. T. Khaw. 2003. A Textbook of Clinical Ophthalmology.3rd edition.
Singapura : World Scientific Publishing
11. Helgesen, A., J. Hjortdal, dan N. Ehlers. 2010. Pupil size and night vision disturbances after
lasik for myopia. Acta Ophthalmologica Scandinavica. 82(4):454-460
12. Ernest,W. K., K. M. Robert, dan M. D. Jonathan. 2006. LASIK A Guide to Laser Vision
Corretion. Second Edition. USA.
13. Epstein, D. 2009. LASIK Outcomes ln Myopia and Hyperopia. Smolin And Thoft's TheComea.
4th Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 1229-1231.
14. Tse, SM, Farley, ND, Tomasko, KR, Amin, SR. 2016. Intraoperative LASIK Complications.
International Ophthalmology Clinics. 54(2) : 47-57.
15. Estopinal, CB dan Mian, S. 2016. LASIK Flap: Postoperative Complications. International
Ophthalmology Clinics. 54(2) : 67-81.
28