Anda di halaman 1dari 31

PAPER

LASIK (Laser In Situ Keratomielusis)


Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSU. Haji Medan

Pembimbing :
dr. Ayu Nur Qomariyati, Sp.M

Oleh:
Nabella Putri Munggaran (20360088)
Nabilah Tarisa (20360089)

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Paper ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian
ilmu MATA Rumah Sakit Haji Medan dengan judul “LASIK (Laser In Situ
Keratomieulusis)”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya Yang telah membawa kita ke zaman Yang
penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah figur Yang senantiasa menjadi contoh suri
tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pembimbing KKS dibagian ilmu MATA yaitu “dr. Ayu Nur Qomariyati,
Sp.M ” .
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Paper masih terdapat banyak
kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga
bermanfaat dalam penulisan paper selanjutnya. Semoga paper ini bermanfaat bagi
pembaca dan terutama bagi penulis.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, 22 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kelainan Refraksi Pada Mata.......................................................................... 4


2.2 Definisi LASIK ..................................................................................................... 6
2.3 Cara Kerja LASIK ........................................................................................... 7
2.4 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Hasil LASIK............................................ 8
2.5 Kandidat Pasien LASIK................................................................................... 9
2.6 Prosedur LASIK.............................................................................................. 10
2.7 Operasi LASIK Pada Hipermetropia ............................................................... 14
2.8 Operasi LASIK Pada Miopia .......................................................................... 15
2.9 Komplikasi Pada LASIK ................................................................................ 15
2.10 Keuntungan dan Kerugian LASIK .............................................................. 24

BAB III KESIMPULAN


DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Mata merupakan salah satu alat indera paling penting pada tubuh. Untuk
dapat melihat, cahaya yang masuk ke mata melalui kornea (bagian mata paling
depan, tidak berwarna/bening), melewati lensa, akan difokuskan tepat pada retina.
Apabila bentuk kornea atau panjang sumbu bola mata tidak normal, fokus cahaya
akan terganggu, penglihatan akan menjadi kabur yang disebut kelainan refraksi.
Kelainan refraksi yang umum terjadi adalah rabun jauh (miopia), rabun dekat
(hipermetropia), mata silinder (astigmatisme) dimana memerlukan kacamata atau
lensa kontak sebagai terapi dan alat bantu penglihatan. Pada penderita silinder
tinggi, lapang pandang menjadi terbatas, membuat penderita kesulitan
mengemudi, terutama malam hari.1-3

Kelainan refraksi dapat berupa miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun


dekat), astigmatisma (silindris) dan presbiopia (>40 tahun). Penderita miopia
tinggi biasanya akan memakai kacamata berlensa tebal sehingga mengurangi
penampilan dari segi kosmetika. Dengan kata lain, aktivitas si pemakai sangat
tergantung pada si kacamata tebal tadi. Padahal, untuk beraktivitas lebih bebas
dan faktor kosmetik yang lebih baik, Anda dapat memilih lensa kontak. Namun,
penggunaan lensa kontak dalam jangka panjang membuat kornea mata
kekurangan oksigen, hipoksia, dry eye, dan infeksi iritasi akibat kuman
pseudomonas (paling virulen) penyebab kebutaan. Beberapa orang merasa kurang
nyaman bahkan merasa penampilan menjadi kurang menarik. Saat ini, telah
berkembang dan mulai populer operasi untuk memperbaiki kelainan refraksi
(refractive surgery) salah satunya adalah LASIK (Laser in Situ Keratomileusis).1-3

LASIK merupakan salah satu jenis bedah refraktif yang mampu


memperbaiki ketajaman penglihatan dengan cara mengubah bentuk kornea,
sehingga secara permanen dapat mengurangi atau menghilangkan ketergantungan
penderita pada kacamata korektif seperti kacamata dan lensa kontak. Lasik telah
menjadi operasi elektif tunggal yang paling umum dengan lebih dari 35 juta
prosedur yang dilakukan di seluruh dunia sejak tahun 2010. Lasik telah
1
berkembang prosesnya menjadi 10 menit dalam memperbaiki 96% dari semua
kelainan refraksi. Lasik telah digunakan untuk mengoreksi hingga 15.00 D
miopia, 6.00 D hiperopia, dan 6.00 D astigmatisma. Angka rata-rata koreksi
belum secara jelas disebutkan, tetapi banyak ahli bedah telah melakukan operasi
lasik diluar angka kisaran tersebut diatas dengan hasil yang sukses.1 -3

Kelainan refraksi (astigmatisma, miopia, hipermetropi) dapat diterapi


menggunakan metode LASIK (Laser Assisted In-situ Keratomileusis). Terdapat
sedikit perbedaan antara teknik LASIK yang digunakan pada pasien miopia dan
astigmatisma. Untuk mengoreksi miopia, kornea perlu diratakan, sehingga laser
lebih banyak menghilangkan jaringan kornea di bagian tengah daripada bagian
samping. Pada astigmatisma, mata diratakan lebih panjang pada suatu sumbu
(vertikal) dibandingkan sumbu lainnya (horizontal). Prinsip dasar bedah refraksi
pada pasien astigmatisma adalah untuk meratakan kornea pada meridian yang
curam, atau mencuramkan meridian yang datar, atau kombinasi keduanya.1-3

Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat
pengkoreksi gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34
juta orang. Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan
usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7
tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara
usia 12-17 tahun. Pada etnis tertentu, peningkatan angka kejadian juga terjadi
walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina memiliki insiden rabun jauh
lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi
sebanyak 12% pada usia 6 tahun dan 84 % pada usia 16-18 tahun. Angka yang
sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang. Koreksi terhadap kelainan refraksi
dapat dilakukan dengan penggunaan kacamata, lensa kontak dan pada keadaan
tertentu kelainan refraksi dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara
lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif, Laser Asissted In situ
Interlamelar Keratomilieusis (LASIK).4

LASIK adalah prosedur yang berkembang dari berbagai variasi teknik


bedah refraktif. Pertama kali diseksi kornea lamelar diperkenalkan oleh Barraquer
pada tahun 1949 dan kemudian dimodifikasi menjadi bagian terintegrasi dalam
automated lamellar keratoplasty (ALK). Sejak tahun 1983 ablasi kornea dengan

2
laser excimer telah digunakan dalam keratektomi fotorefraktif (Photorefractive
Keratektomy/PRK). Tahun 1990, Pallikaris pertama kali melakukan prosedur
LASIK dengan menggunakan laser excimer. Perkembangan selanjutnya dalam
teknologi laser excimer dan mikrokeratom membuat bedah refraktif lamelar
berkembang dari prosedur yang hanya dilakukan oleh seorang ahli menjadi
tindakan yang dapat dilakukan oleh dokter mata umum. 5 Bedah LASIK
merupakan salah satu pembedahan yang paling banyak dilakukan di dunia.
Diperkirakan hampir satu juta pasien menjalani pembedahan refraktif kornea tiap
tahunnya di Amerika Serikat, dengan 700.000 diantaranya merupakan bedah
LASIK. Lebih dari 90% pasien yang telah menjalani LASIK mencapai tajam
penglihatan 6/6 sampai 6/12.6

LASIK adalah salah satu operasi refraksi untuk memperbaiki kelainan


refraksi pada mata seperti miopia, hipermetropia dan astigmatisma. LASIK
merupakan jenis yang paling sering digunakan dan paling terkenal dibandingkan
operasi dengan bantuan laser (laser-assisted) lainnya, seperti PRK (photorefractive
keratectomy) atau yang lebih dikenal dengan Lasek (laser-assisted sub-ephitelial
keratectomy). Jenis ini umumnya tergolong aman dan menghasilkan penanganan
yang lebih efektif untuk jenis kelainan pengelihatan yang lebih besar. Secara
spesifik, LASIK melibatkan fungsi dan kemampuan dari laser untuk merubah
bentuk kornea secara permanen. LASIK telah memperbaiki secara total kelainan
pada mata dan mengurangi ketergantungan pada kacamata dan lensa kontak.7

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelainan Refraksi Pada Mata

Secara umum, cara kerja mata persis seperti cara kerja kamera. Pada kamera,
cahaya masuk melewati sistem lensa menuju film atau sensor CCD pada kamera
digital. Pada mata, kornea dan lensa mata berada pada bagian depan mata
(anterior chamber) dan fungsinya sama seperti lensa pada kamera. Retina berada
di bagian belakang mata (posterior chamber) dan fungsinya sama seperti film atau
sensor CCD pada kamera. Pada mata normal, berkas cahaya masuk melewati
kornea dan lensa mata dan langsung difokuskan pada retina untuk menghasilkan
bayangan yang jelas. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem
penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak
dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak
terletak pada satu titik focus. 4

2.1.1 Miopia

Gambar 2.1 Miopia dan cara mengoreksi dengan lensa cekung 8

Miopia adalah perbedaan antara kekuatan refraksi dan panjang aksial pada
mata sehingga berkas cahaya yang melewati kornea dan lensa mata tidak terfokus
4
pada retina mata, melainkan jatuh di depan retina, sehingga menghasilkan
bayangan yang jelas pada objek yang dekat, namun bayangan menjadi kabur sama
sekali ketika pasien melihat benda yang jauh letaknya.8 Miopia terjadi jika kornea
(terlalu cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata
terlalu panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan
retina.9

2.1.2 Hipermetropia

Gambar 2.2 Hipermetropia (atas) dan cara mengoreksinya dengan lensa cembung
(bawah). 8

Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan


bayangan di belakang retina. Pada penderita hipermetropia, berkas cahaya yang
melewati kornea dan lensa mata terfokus bukan pada retina, melainkan pada
bagian belakang retina, sehingga menghasilkan bayangan yang kabur pada objek
yang dekat, namun bayangan menjadi jelas ketika melihat objek yang jauh.
Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara panjang 5 bola mata
dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak
di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola
mata (hipermetropia aksial), seperti yang terjadi pada kelainan bawaan tertentu,

5
atau penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak
mempunyai lensa).4

2.1.3 Astigmatisme

Gambar 2.3 Mata Astigmatisme. 8

Pada astigmatisme berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam
pada retina akan tetapi pada dua garis api yang saling tegak lurus yang terjadi
akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea. Variasi kelengkungan kornea
atau lensa mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan akan dapat
terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian lain sinar difokuskan di
belakang retina. Akibatnya penglihatan akan terganggu.4 Hal ini membutuhkan
koreksi dengan lensa silindris atau lensa toric.10

2.2 Definisi LASIK


LASIK (Laser Assisted In Situ Keratomileusis) adalah salah satu operasi
refraksi untuk memperbaiki kelainan refraksi pada mata seperti miopia,
hipermetropia dan astigmatisma. Lasik merupakan jenis yang paling sering
digunakan dan paling terkenal dibandingkan operasi dengan bantuan laser (laser-
assisted) lainnya, seperti PRK (photorefractive keratectomy) atau yang lebih
dikenal dengan Lasek (laser-assisted sub-ephitelial keratectomy). Jenis ini
umumnya tergolong aman dan menghasilkan penanganan yang lebih efektif untuk
jenis kelainan penglihatan yang lebih besar. Secara spesifik, LASIK melibatkan
fungsi dan kemampuan dari laser untuk merubah bentuk kornea secara permanen.
6
LASIK telah memperbaiki secara total kelainan pada mata dan mengurangi
ketergantungan pada kacamata dan lensa kontak (contact lenses).1

2.3 Cara Kerja LASIK

Pada umumnya ada dua langkah dasar dalam melakukan prosedur LASIK.
Langkah pertama dari operasi LASIK adalah membuat kelopak penutup LASIK
(flap). Flap ini adalah irisan tipis dari kornea, yang dipotong dan dapat dibuka
seperti sampul buku. Flap diperoleh dari alat mikrokeraton, yang memiliki mata
pisau yang bergerak amat cepat. Sehingga, untuk membuat flap hanya
membutuhkan waktu 10 detik saja. Akhir – akhir ini dunia kedokteran telah
mengembangkan Laser Femtosecond agar mampu menghasilkan flap LASIK.
Kegunaan sinar laser ini, dalam beberapa hal lebih aman dibandingkan
mikrokeratome Langkah kedua ini kita sebut dengan zap. Ketika flap sudah dibuat
dan terbuka, Laser Excimer memindahkan jaringan dari pusat kornea untuk
membentuknya kembali, sehingga mengoreksi refraksi penglihatan pasien.
Pengoreksian laser ini berlangsung antara 2 – 40 detik. Begitu kornea telah
dikoreksi, flap kornea kemudian diganti, mirip cover buku yang ditutup. Flap
kornea kemudian ditutup kembali ke posisi semula. Seluruh prosedur ini
memakan waktu 8 – 10 menit.1

Gambar 2.4 Tahapan LASIK

Lasik meggunakan laser disebut ultraviolet excimer laser, alat ini


menggunakan panjang gelombang (λ) 193 nm dalam pembedahan lasik sehingga
energi yang di emisikan sebesar: E = hf = hc/ λ. Dengan frekuensi dan energi
tertentu, laser digunakan untuk memindahkan sejumlah jaringan pada kornea
mata. LASIK merubah secara permanen bentuk dari bagian sentral anterior pada
kornea dengan memanfaatkan laser jenis excimer untuk mengablate (mengikis
suatu bagian dari jaringan hidup dengan penguapan) sebagian kecil dari lapisan
7
jaringan stroma kornea yang berada di bagian depan mata, tepat dibawah lapisan
jaringan epitelium kornea. Banyaknya jaringan yang dipindahkan tergantung dari
tingkat kerusakan sistem refraksi mata pada miopi, hipermetropi atau astigmatis.1

Gambar 2.5 Alat LASIK.5

2.4 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Hasil LASIK

Menurut American Academy of Opthamology (2008) faktor resiko yang


mempengaruhi hasil LASIK yaitu : 2
a. Mata Kering
Seseorang dengan kondisi mata kering yang tidak diobati sebelum operasi,
memberikan hasil yang tidak memuaskan sehingga diobati sebelum operasi
dilakukan. Biasanya mata kering ini pada orang yang sudah tua, wanita yang
sudah menopause, mempunyai penyakit yang berhubungan dengan imunitas,
mengonsumsi obat seperti anti- depresan atau obat penurun tekanan darah.
b. Ukuran pupil besar
Ukuran pupil yang besar ditakutkan munculnya “halo” pada penglihatan.
Namun hal ini masih diperdebatkan hubungan ukuran pupil dengan
gangguan penglihatan setelah dilakukan LASIK.
c. Keratokonus
Penyakit mata progresif yang ditandai dengan benjolan pada kornea,
sehingga bentuk kornea terlihat seperti kerucut dan bukannya bulat. Saat hal
8
tersebut terjadi, mata tidak akan dapat memusatkan pandangan pada gambar
dengan baik.
d. Kornea yang tipis
Kondisi kornea tipis mungkin bukan kandidat yang baik untuk terapi dengan
LASIK namun dapat dipertimbangkan untuk bentuk operasi refraksi lainnya.
e. Kehamilan
Dalam kondisi hamil, bukan kandidat yang tepat LASIK, karena hasil dari
pemeriksaan refraksi berfluktuatif.

2.5 Kandidat Pasien LASIK

Meskipun banyak individu dianggap memiliki kriteria yang baik untuk


LASIK, namun terdapat beberapa yang tidak memenuhi kriteria medis umum
yang diterima untuk memastikan prosedur LASIK sukses. Berdasarkan berbagai
kondisi dan keadaan, semua kandidat LASIK akan terpilih ke dalam salah satu
dari tiga kategori besar berikut : 2

2.5.1 Kandidat Ideal Pasien LASIK

Berikut adalah kandidat ideal pasien LASIK : 2

a. Sudah berusia di atas 18 tahun dan telah memiliki kacamata atau lensa
kontak yang stabil setidaknya selama dua tahun.

b. Memiliki ketebalan kornea yang cukup. Pasien LASIK harus memiliki


kornea yang cukup tebal sehingga dokter dapat dengan aman membuat flap
kornea yang bersih dengan kedalaman yang sesuai.

c. Pasien memiliki salah satu atau lebih dari tiga kelainan pengelihatan,
seperti miopia (rabun jauh), astigmatism (penglihatan kabur yang
disebabkan oleh kornea berbentuk tidak teratur), hyperopia (rabun jauh),
atau kombinasi keduanya (misalnya, miopia dengan silindris).

d. Tidak menderita penyakit pengelihatan atau yang lainnya, yang dapat


mengurangi efektivitas operasi atau kemampuan pasien untuk sembuh
dengan baik dan cepat

2.5.2 Kandidat Kurang Ideal Pasien LASIK


Berikut adalah kandidat kurang ideal pasien LASIK : 2
9
a. Pasien memiliki riwayat mata kering, yang mungkin dapat memburuk
setelah operasi dilakukan.
b. Pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan steroid atau
imunosupresan, yang dapat mencegah penyembuhan, atau menderita
penyakit yang melambatkan penyembuhan, seperti gangguan autoimun.
c. Memiliki jaringan parut kornea.
d. Berumur di bawah usia 18.
e. Memiliki pengelihatan yang tidak stabil, biasanya terjadi pada usia muda.
f. Sedang hamil atau menyusui.
g. Memiliki sejarah herpes okular dalam satu tahun sebelum operasi.
h. Kesalahan refraksi terlalu berat untuk pengobatan dengan teknologi saat
ini.
i. Meskipun laser disetujui FDA tersedia untuk memperlakukan salah satu
dari tiga jenis utama kesalahan refraksi miopia, hyperopia dan silindris.
Indikasi yang disetujui FDA menetapkan pasien yang tepat untuk
penanganan dengan miopia 1 sampai dengan -12 D, astigmatisme sampai
dengan 6D dan hyperopia hingga 6 D.

2.5.3 Kandidat Non - LASIK

Kondisi dan keadaan individu yang tidak cocok untuk mendapatkan


penanganan LASIK yaitu pasien yang memiliki penyakit seperti katarak,
glaukoma maju, penyakit kornea, gangguan penipisan kornea (degenerasi
marjinal keratokonus atau bening), atau beberapa penyakit mata lainnya yang
sudah ada terlebih dahulu dan mempengaruhi atau mengancam penglihatan.2

2.6 Prosedur LASIK


a. Pra-operasi
Pemeriksaan pra operasi meliputi penilaian riwayat kesehatan mata dan
pemeriksaan mata yang meliputi : 2
1.Penilaian riwayat kesehatan mata
• Riwayat pemakaian kacamata.
Hal ini penting untuk menentukan visus pasien stabil atau berubah. Jika
memang tidak stabil, LASIK mungkin tidak tepat saat ini.
• Riwayat penggunaan lensa kontak.
10
Lensa kontak dapat mengubah bentuk kornea sehingga sebagian besar
dokter mata meminta agar lensa kontak lunak dihentikan paling sedikit 3
hari dan lensa kontak kaku 2 sampai 3 minggu sebelum evaluasi. Jika
timbul kekhawatiran tentang perubahan akibat lensa kontak akibat
kornea, pasien diminta untuk berhenti memakai lensa kontak selama
beberapa bulan untuk mengondisikan kornea.
• Riwayat penyakit mata atau penyakit sistemik dan riwayat penggunaan
obat-obatan.
• Riwayat gangguan mata sebelumnya seperti mata malas, strabismus
atau kebutuhan kacamata khusus untuk mencegah penglihatan ganda.
• Riwayat trauma mata
2. Pemeriksaan lengkap pada mata
• Penentuan penglihatan sebelum dan sesudah dikoreksi dengan kacamata
atau lensa kontak.
• Penentuan besarnya kesalahan penglihatan dalam setiap mata untuk
menetapkan jumlah koreksi bedah yang diperlukan dan mengembangkan
strategi operasi yang tepat.
• Penilaian permukaan kornea dengan topografi (kurvatur kornea atau
bentuk), untuk mengkorelasikan bentuk kesalahan dalam fokus
(berkorelasi bentuk kornea untuk astigmatisme refraksi), untuk
menemukan penyimpangan, dan untuk mengetahui penyakit yang dapat
memburuk jika dilakukan pembedahan dengan LASIK.
• Pengukuran ukuran pupil dalam cahaya redup dan ruang. Ukuran pupil
merupakan faktor penting dalam pengukuran pengelihatan malam dan
penentuan tindakan koreksi oleh LASIK yang tepat.
• Pemeriksaan pada kelopak mata untuk melihat apakah kelopak berbalik
ke dalam (mungkin bergesekan dengan kornea) atau ke luar dan
mengarahkan aliran air mata terbuang dari mata yang mengakibatkan
mata kering, dan kondisi lain.
• Pemeriksaan kornea untuk menentukan apakah ada kelainan yang dapat
mempengaruhi hasil pembedahan.
• Pemeriksaan dari lensa kristal untuk menentukan apakah terdapat
kekaburan (katarak) atau kelainan lainnya yang ada.

11
• Pengukuran ketebalan kornea (dengan pachymetry). Jumlah koreksi
LASIK dapat ditentukan sebagian oleh ketebalan kornea.
• Pengukuran tekanan intraokular untuk mendeteksi kondisi glaukoma
atau pre-glaukoma. Glaukoma adalah kehilangan penglihatan yang
disebabkan oleh kerusakan pada saraf optik yang diakibatkan tekanan
yang terlalu tinggi di mata.
• Penilaian bagian belakang (segmen posterior) mata: Pemeriksaan
pembesaran fundus digunakan untuk menilai kesehatan dari permukaan
ke dalam mata (retina), dengan pupil terbuka penuh. Juga pemeriksaan
retina, saraf optik, dan pembuluh darah untuk mengetahui sejumlah
gangguan mata dan gangguan sistemik.
b. Operasi
Selama operasi berlangsung, pasien dalam keadaan sadar dan dapat
bergerak. Namun, pasien biasanya diberikan sedatif lemah (seperti
Valium) dan tetes mata anestetik. LASIK dilakukan dalam 3 langkah, yaitu
:2
1. Pembuatan Sayatan (Flap)

Gambar 2.6 Pembuatan Sayatan Flap


Sebuah ring penahan dan pembentuk kornea dipasang pada mata, menahan
posisi mata agar tidak bergerak. Prosedur ini pada beberapa kasus
menyebabkan perdarahan minor pada pembuluh darah halus pada mata,
yang akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari setelah operasi.
Setelah mata tertahan pada posisinya, maka sayatan epitellium akan
dibentuk. Proses pembuatan sayatan menggunakan mikrokeratom, sebuah
pisau bedah halus berketebalan beberapa mikrometer, atau menggunakan

12
femtosecond laser. Setelah sayatan terbentuk, lapisan sayatan diangkat,
meninggalkan lapisan dibawahnya, yaitu stroma, lapisan tengah dari
kornea.
2. Laser Remodelling

Gambar 2.7 Laser Remodelling


Langkah kedua ialah menggunakan excimer laser, yang memiliki panjang
gelombang sebesar 195 nm untuk merubah bentuk dari stroma kornea.
Laser menguapkan (vaporized) jaringan stroma yang ingin dibentuk ulang
(remodelling) dengan ketelitian yang amat tinggi tanpa membahayakan
jaringan lain disekitarnya. Tidak ada pemanasan dan pembakaran, maupun
pemotongan nyata yang terjadi pada stroma yang dibentuk ulang, sehingga
tidak ada rasa sakit sama sekali pada saat operasi. Beberapa pasien hanya
mengeluhkan rasa tak nyaman. Lapisan yang diambil saat penguapan
jaringan hanya beberapa mikrometer ketebalannya. Perlakuan penguapan
jaringan dalam kornea (stroma) pada LASIK menghasilkan kecepatan
dalam operasi, hasil yang maksimal dan sedikit atau bahkan tak ada rasa
sakit yang dihasilkan. Laser excimer, terutama laser argon flourida dengan
panjang gelombang 193nm, dapat menguapkan jaringan dengan sangat
bersih nyaris tanpa merusak sel – sel disekitar atau dibawah potongan.
Dengan menggunakan pulsasi multipel dan ukuran titik (- penembak) yang
berubah secara progresif untuk menguapkan lapis demi lapisan kornea
yang tipis, pembentukan ulang kontur retina dengan bantuan komputer
(fotorefraktif keratectomy/PRK) dapat memperbaiki kelainan refraksi
astigmatisme dan miopia – sedang dengan tepat – dan tampaknya secara
permanen. Saat ini, manufaktur laser excimer menggunakan pelacak posisi
mata yang mengikuti gerakan mata sebanyak 4000 kali perdetik, kemudian
memusatkan gelombang laser dengan akurat pada daerah yang akan di
remodelling. Gelombang laser yang digunakan berkisar antara 1 milijoule
13
(mJ) selama 10 sampai 20 nanodetik.
3. Reposisi Flap

Gambar 2.8 Reposisi Flap

Setelah laser me-remodelling lapisan jaringan stroma, lapisan epiltelium


yang diangkat perlahan-lahan dikembalikan ke tempatnya semula, yaitu
diatas lapisan stroma yang telah di bentuk ulang, kemudian dicek ulang
terdapatnya gelembung udara, debris (kotoran halus), dan memastikan
bahwa lapisan epitellium telah terpasang secara tepat. Lapisan tersebut
akan menempel dengan sendirinya, dan akan menyatu dengan lapisan
stroma (sembuh) sampai waktu panyembuhan telah usai.
c. Perawatan pasca-operasi
Pasien umumnya diberikan tetes mata antibiotik dan anti inflamasi selama
beberapa minggu pasca operasi. Pasien juga disarankan untuk tidur lebih
lama dan lebih sering dan juga diberikan sepasang pelindung mata dari
cahaya yang berlebihan dan pelindung mata dari gosokan ketika tidur dan
mengurangi mata kering.2

2.7 Operasi LASIK Pada Hipermetropia

Gambar 2.9 Tahapan Operasi LASIK pada Hipermetropia

14
LASIK dapat digunakan untuk mengobati hipermetropi derajat rendah sampai
tinggi. LASIK mengoreksi kornea mata yang terlampau rata pada penderita
hipermetropi dengan membuang bagian luar kornea mereka untuk membentuk
salur lingkar. Saat flap LASIK diangkat setelah prosedur operasi usai, kornea mata
menjadi lebih lengkung bentuknya sehingga menggerakkan titik fokus dari
belakang mata menuju retina, sehingga bisa memperbaiki penglihatan untuk dekat
dan juga jauh. Hasil dari LASIK hipermetropi cukup baik dan relatif stabil dalam
6 bulan post operasi. Stabilitas refraksi terjadi pada l-2 minggu post operasi dan
tetap stabil dalam 6 bulan.11

2.8 Operasi LASIK Pada Miopia

Gambar 2.10 Tahapan operasi LASIK pada Miopia

Prosedur pengoreksi miopi adalah dengan membuang sebuah lapisan tipis


pada jaringan di bagian tengah kornea. Untuk melakukan hal ini, bagian dari
permukaan luar kornea dipotong dan dilipat agar jaringan lapisan dalam terdedah.
Kemudian sebagian jaringan lapisan dalam yang diperlukan untuk membentuk
kembali kornea dibuang pada jumlah yang tepat dengan menggunakan laser, dan
kemudian jaringan luar ditutup dan ditempatkan semula dalam posisi untuk
menyembuhkan.12 Hal ini membuat bagian tengah kornea lebih datar / rata hingga
memungkinkan titik fokus bergerak lebih dekat ke retina, sehingga memperbaiki
pengliatan seseorang. Jumlah miopia yang dapat dikoreksi LASIK dibatasi oleh
jumlah jaringan kornea yang dapat dihapus dengan cara yang aman. Pada masa
ini, orang yang sangat rabun dekat atau korneanya terlalu tipis sehingga tidak
memungkinkan penggunaan prosedur laser sudah memiliki pilihan lain selain
untuk memperbaiki rabun jauhnya.13

2.9 Komplikasi Pada LASIK


15
2.9.1 Komplikasi Intraoperatif LASIK

Menurut Tse, dkk (2016) komplikasi intraoperatif pada LASIK yaitu : 14

a. Defek epitel

Defek epitel adalah komplikasi intraoperatif yang sering ditemui, dengan


tingkat komplikasi yang dilaporkan sebesar 0,6% sampai 14%.
Microkeratome dikaitkan dengan frekuensi defek epitel yang lebih
tinggi, kemungkinan sekunder akibat gerakan berosilasi dan gaya geser
yang dihasilkan selama pembuatan flap. Prosedur laser femtosecond
telah dicatat mengakibatkan defek epitel intraoperatif sekitar 1%.
Prevalensi ini lebih rendah mengingat pembedahan laser femtosecond
pada flap kornea tidak menghasilkan gaya geser yang sama seperti pada
microkeratome. Selain metode pembentukan flap, faktor risiko lainnya
termasuk faktor usia yang lebih tua, distrofi membran epitelial atau
anterior, hiperopia pra operasi, peningkatan ketebalan kornea, kornea
curam, dan riwayat penggunaan lensa kontak yang lebih lama. Secara
umum, semakin tua pasien semakin tinggi kemungkinan defek epitel
intraoperatif saat menjalani operasi LASIK. Tingkat komplikasi telah
dilaporkan sekitar 4,1% pada pasien berusia di bawah 40 tahun dan 13%
untuk mereka yang berusia lebih dari 40 tahun. Dalam kasus operasi
LASIK bilateral, operasi mata yang kedua juga memiliki kemungkinan
lebih besar menderita defek epitel jika mata pertama mengalami defek
epitel intraoperatif.

Penatalaksanaan defek epitel intraoperatif serupa dengan abrasi epitel


sekunder akibat etiologi lainnya. Untuk abrasi >1 sampai 3 mm, pelumas
topikal digunakan bersamaan dengan pertimbangan penggunaan perban
lensa kontak lunak sampai reepitelisasi kornea terjadi. Antibiotik dan
steroid topikal juga diperlukan untuk mengurangi risiko infeksi dan
peradangan pascaoperasi, seperti pada keratitis lamelar yang menyebar.
Jika defek epitel tidak diobati dengan tepat, kasus pasca operasi bisa
dipersulit oleh sejumlah faktor, seperti pembengkakan, pertumbuhan
epitel ke dalam, edema, dan bahkan perubahan jangka panjang pada flap
LASIK itu sendiri. Ada banyak tindakan pencegahan yang harus
16
dilakukan dalam upaya mengurangi risiko defek epitel. Penggunaan obat
topikal yang berlebihan, terutama anestesi sering seperti proparakain,
harus dihindari sebelum pembuatan flap. Penempatan anestesi topikal
hanya boleh terjadi segera sebelum memulai prosedur untuk mengurangi
ketidakteraturan dan toksisitas epitel. Satu penelitian merekomendasikan
penggunaan air mata buatan bebas pengawet setiap 5 menit mulai 30
menit sebelum prosedur LASIK. Sedangkan untuk semua prosedur,
instrumen dan pisau harus diperiksa sebelum digunakan, diganti antar
pasien, dan bahkan mungkin antara mata dalam kasus bilateral.

b. Perdarahan limbus

Perdarahan pada limbus kornea adalah komplikasi umum yang mungkin


terjadi saat pisau mikrokeratome atau laser femtosecond melewati
konjungtiva atau pembuluh limbal. Flaps diameter besar, hiperopia, atau
penggunaan cincin hisap yang berukuran tidak tepat atau tidak
semestinya diposisikan dapat menjadi predisposisi perdarahan
intraoperatif. Hal ini merupakan akibat meningkatnya kemungkinan
transeksi pembuluh kornea perifer. Mata dengan pannus kornea, seperti
dapat ditemukan pada pemakai lensa kontak kronis atau pasien dengan
penyakit permukaan okular, juga lebih mungkin mengalami pendarahan
selama pembuatan flap. Hemostasis dapat dicapai dengan penerapan
tekanan lembut dengan spons atau dengan mendorong lipatan
konjungtiva ke pembuluh darah. Fenilefrin hidroklorida topikal atau
lokal 2,5% dapat ditambahkan untuk menginduksi vasokonstriksi,
namun hal ini dapat menyebabkan pelebaran iris sekunder yang dapat
mengganggu penggunaan laser atau iris. Sisi stroma flap harus
dibersihkan dari sel darah merah yang terlihat sebelum mengembalikan
penutup ke posisi aslinya. Perdarahan perilimbal intraoperatif dikaitkan
dengan penyembuhan luka yang tertunda dan keratitis steril pasca
operasi. Beberapa pasien juga mengalami penurunan sensitivitas kontras
dan ketajaman silau, walaupun signifikansinya belum ditentukan secara
pasti.

c. Interface debris

17
Akumulasi partikel yang tidak diinginkan pada LASIK adalah
komplikasi yang dapat terjadi selama pembuatan dan pengangkatan flap
kornea. Ukuran partikel bisa sekecil 5 µm. Sumber debris yang paling
bermasalah adalah selama penggunaan mikrokeratome. Mikroskop
elektron pemindai mata secara in vivo dan secara in vitro telah
mengungkapkan fragmen logam atau plastik pada antarmuka flap dari
mikrokeratom yang sebelumnya tidak digunakan yang langsung
dikeluarkan dari kemasan steril. Sumber lain dari debris antarmuka
mencakup sel epitel dari kulit, sekresi dari kelopak mata dan bulu mata,
sel darah merah dari gangguan pembuluh darah, partikulat dari sarung
tangan, gorden, dan penyeka, atau bahkan debu dari udara sekitar.
Padahal kebanyakan zat dapat terurai secara alami dan tidak
menyebabkan kerusakan yang menetap pada pasien, logam atau plastik
di antarmuka dapat menyebabkan reaksi inflamasi yang konsisten
dengan benda asing kornea dan pada akhirnya menghasilkan jaringan
parut permanen. Keratitis lamelar yang difus dan pemindahan flap
LASIK adalah sekuele pascaoperasi lain yang mungkin telah diamati
dengan retensi interface debris. Menjaga lingkungan flap bebas dari
debris adaalah tantangan, namun langkah-langkah dapat diambil untuk
meminimalkan komplikasi ini. Sebelum operasi, perawatan pasien harus
dilakukan dengan hati-hati dan bersihkan secara menyeluruh di sekitar
kulit, kelopak mata, dan bulu mata. Secara umum, ruang operasi harus
diperiksa, dibersihkan, dan dipastikan udara ruangan dimurnikan,
disaring, dan diedarkan secara horisontal. Beberapa penngamat merasa
perlu membersihkan secara rutin dan mengganti pisau microkeratome
untuk mengurangi jumlah partikel yang memasuki antarmuka.
Pembersihan debris-puing terkenal dapat dilakukan dengan mengangkat
flap secara manual dan mengirigasi daerah yang terkena. Debris logam
bisa diekstraksi dengan magnet yang dilewatkan melalui antarmuka.
Secara umum, debris antarmuka adalah sebuah komplikasi intraoperatif
dimana risikonya dapat dikurangi atau dihindari sama sekali.

d. Pembentukan flap abnormal

18
Komplikasi yang ditakuti dan kurang dapat diprediksi selama prosedur
LASIK adalah pembentukan flap yang tidak normal. Flap abnormal
dapat digambarkan sebagai tidak lengkap, pendek, tipis, robek, atau
tidak beraturan. Tingkat komplikasi flap intraoperatif berkisar antara
0,3% sampai 5%. Metode pembuatan flap dan pengalaman ahli bedah
keduanya telah terbukti menjadi alasan utama perbedaan tingkat
komplikasi ini. Dari berbagai jenis flap abnormal, flap tidak lengkap
atau pendek adalah yang paling umum. Flap yang tidak lengkap
mungkin merupakan hasil dari mikrokeratome sebelum waktunya
berhenti, yang mungkin disebabkan oleh penyumbatan jalan atau
kerusakan perangkat. Laser femtosecond juga dapat memiliki
penanganan yang tidak lengkap. Impedimen pada perawatan atau
pembuatan flap termasuk bekas luka kornea, kornea datar, tekanan
intraokular rendah, penyumbatan kepala atau laser microkeratome, dan
hilangnya hisap cincin. Hilangnya hisapan cincin dapat terjadi akibat
penekanan kelopak mata, orbit yang kencang, kemosis konjungtiva,
kerusakan epitel, penyumbatan bagian hisap dari bulu mata, dan posisi
awal yang buruk pada cincin hisap. Langkah pertama dalam manajemen
adalah identifikasi awal komplikasi dan menentukan etiologi. Begitu
cacat flap telah terjadi, prosedur harus segera dihentikan. Jika ada stroma
yang cukup untuk ablasi laser dan engsel flap berada di luar sumbu
visual, ablasi laser dapat dilakukan. Untuk flap yang tidak lengkap
dengan engsel flap di luar sumbu visual, tapi dasar stroma kecil,
mikrokeratome kedua atau laser dilewatkan dengan hati-hati. Namun,
jika engsel flap berada dalam sumbu visual, flap harus diganti dan
prosedurnya tertunda. Tidak ada konsensus khusus untuk periode
tunggu, namun menunggu 3 bulan sebelum merancang prosedur telah
disarankan. Sehubungan dengan pencegahan, operator harus memastikan
perangkat berfungsi dengan baik dan bersih serta pemeriksaan okular
yang hati-hati untuk mengidentifikasi jalur aman laser microkeratome
atau femtosecond.

e. Gangguan Gelembung Gas

19
Laser femtosecond semakin sering digunakan untuk pembuatan flap
pada operasi LASIK. Proses ini melibatkan fotodisrupsi jaringan stroma
kornea dengan pembentukan gelembung kavitasi di ruang interlamar.
Gelembung kavitasi membelah jaringan sejajar dengan serat lamelar dan
membuat bidang pemisahan untuk flap. Kavitasi gelembung yang kolaps
dan gelembung gas, tersusun dari karbon dioksida dan uap air, terbentuk
di dalam antarmuka. Gelembung ini umumnya tidak bermasalah dan
hilang hanya dengan mengangkat flap. Komplikasi muncul, ketika
gelembung gas menyebar di sepanjang jalur resistensi rendah.
Khususnya ketika gas berdifusi ke dalam subepitelium, ini disebut
terobosan gas vertikal. Ketika berdifusi ke stroma anterior atau posterior,
ini disebut lapisan gelembung buram (OBL). Akhirnya, udara bisa
berdifusi ke ruang anterior. Jenis gelembung gas ini mungkin tidak
diatasi dengan pengangkatan flap dan mungkin benar-benar menghalangi
pembuatan flap

f. Vertical Gas Breakthrough

Vertical gas breakthrough terjadi bila ada penyumbatan yang


menyebabkan peningkatan ketahanan serat lamelar selama pelaksaan
laser femtosecond. Sumbatan ini dapat disebabkan oleh defek pada
kolagen kornea, kelainan pada membran Bowman, atau bahkan
kerusakan fisik pada membran Bowman, karena kadang-kadang dapat
terjadi akibat cedera benda asing. Ketika gas mengalami sumbatan, ia
mengalir di jalur yang resistan, membelah vertikal (bukan horizontal
yang dimaksudkan). Hal ini menyebabkan diseksi yang tidak sempurna
dan potensi berair saat flap diangkat. Seider dkk menjelaskan insiden
vertical gas breakthrough sebanyak 0,13%. Jika gelembung gas meluas
di tepi depan flap, operasi sering dibatalkan. Flap diganti dan dibiarkan
sembuh sebelum melakukan koreksi refraktif. Namun, jika gelembung
itu terjadi di balik tepi flap, keputusannya dapat dilakukan untuk
menyelesaikan flap dan menyelesaikan keseluruhan prosedur LASIK.
Sebuah laporan kasus yang diterbitkan pada tahun 2010 menyajikan
usaha yang berhasil dalam pengelolaan intraoperatif terobosan gas

20
vertikal dengan cara recutting menggunakan microkeratome mekanis.
Cara untuk menghindari vertical gas breakthrough adalah pemeriksaan
slit-lamp menyeluruh sebelum prosedur untuk mengidentifikasi area
cacat kornea yang mungkin terjadi.

g. Opaque bubble layer (OBL)

OBL terbentuk saat gelembung gas dipindahkan ke anterior atau


posterior ke bidang antarmuka laser, menyebabkan kekeruhan stroma.
OBL sering digambarkan awal atau akhir. OBL awal, juga dikenal
sebagai OBL keras, digambarkan lebih besar, lebih padat, dan timbul
dari aplikasi getaran laser tambahan. OBL lambat, juga dikenal sebagai
OBL difus atau lunak, digambarkan lebih kecil, kurang padat, dan
timbul setelah pola raster melewati bagian reseksi tertentu. Kejadian
OBL berkisar antara 48% dan 56% di antara berbagai studi retrospektif.
Kornea tebal, diameter flap yang lebih kecil, dan histeresis kornea
meningkatkan risiko OBL. Ketebalan kornea dan histeresis kornea juga
berkorelasi positif dengan ukuran OBL. Jika ada gangguan dengan iris
atau pupil, operasi harus ditunda sampai OBL sembuh. Hal ini dapat
menunda kasus selama 30 sampai 45 menit. Penyesuaian berikutnya
dapat dilakukan pada pengaturan laser untuk meminimalkan risiko
pembentukan OBL: menggunakan tingkat energi yang lebih tinggi,
menerapkan jarak garis lebih dekat, dan menggunakan teknik aplanasi
yang lebih ringan ke kornea. Penyesuaian ini membuat bidang
pembedahan yang lebih lengkap dan bisa memudahkan dispersi gas.

2.9.2 Komplikasi Post Operatif LASIK

Menurut Estopinal dan Mian (2016) komplikasi postoperatif pada LASIK


dibagi menjadi komplikasi postoperatif cepat (≤ 72 jam) dan komplikasi
postoperatif lambat (≥ 72 jam). 15

a. Komplikasi postoperatif cepat

1. Komplikasi Flap Mekanis: Striae dan Perpindahan Flap

Flap LASIK bisa berkerut atau berpindah pasca operasi, paling sering
terjadi pada hari pertama pasca operasi. LASIK flap striae terjadi ketika
21
flap memiliki lipatan biasanya karena misalignment awal flap, gerakan
kecil flap, atau '' tenting '' flap di atas kornea yang ablasi. Striae ini dapat
mengurangi ketajaman penglihatan terbaik yang dikoreksi. Microstriae,
yang sejajar atau garis berpotongan di kornea anterior, seringkali tidak
memiliki konsekuensi visual dan tidak perlu diobati. Secara visual sering
menampilkan pola pewarnaan negatif saat pewarna fluoresen. Makrostriae
adalah lipatan-lipatan tebal post LASIK yang tampak seperti keriput
''papan ketik” dan sering terlihat secara signifikan. Perpindahan flap
mengacu pada pergerakan sebagian flap atau keseluruhan flap dari lokasi
yang diinginkan. Dislokasi dan lipatan awal yang tidak terkait dengan
trauma mayor biasanya terjadi sebelum luka kornea berulang kembali,
biasanya dalam 24 jam pertama setelah operasi. Kemungkinan terjadi
sekunder akibat gaya mekanis dari gerakan kelopak mata, terutama di
keadaan mata kering.

2. Diffuse Lamellar Keratitis (DLK)

Gambar 2.11 Diffuse lamelar keratitis 15

DLK adalah sebuah reaksi inflamasi steril yang terdapat pada antarmuka
flap. Penampakannya bergranular yang bergelombang dengan kerapatan
sel inflamasi meningkat sehingga membuatnya menjadi moniker sindrom''
Sands of Sahara ''. DLK sering didiagnosis dalam beberapa hari pertama
pasca operasi dan biasanya dipentaskan menurut sistem 4- tierKepadatan
sel inflamasi membuatnya menjadi moniker '' Sands of Sahara '' sindroma.
DLK sering didiagnosis dalam beberapa hari pertama pasca operasi dan
biasanya digolongkan berdasarkan stadiumnya.

22
Tabel 2.1 Stadium Diffuse Lameral Keratitis 15

3. Keratitis Infeksi

Gambar 2.12 Keratitis Infeksi 15

Keratitis infeksi adalah komplikasi yang berpotensi tejadi setelah LASIK.


Pasien biasanya mempunyai gejala karakteristik infeksi kornea, nyeri,
penurunan penglihatan, fotofobia, iritasi, kemerahan, dan sekret. Akan
tetapi, beberapa pasien tidak bergejala, setidaknya pada awal penyakit,
sehingga dalam pemeriksaan slitlamp harus hati-hati dalam mendeteksi
dini.

4. Keratitis Marginal

Infiltrasi kornea steril telah dilaporkan terjadi setelah LASIK, mulai dari
infiltrat perifer kecil hingga nekrosis agresif keratitis. Infiltrat ini
kemungkinan berhubungan dengan flap perifer, kornea antara flap dan

23
limbus, atau keduanya. Pasien biasanya mengeluh nyeri, mata kemerahan,
dan fotofobia. Etiologi yang pasti mengenai infiltrat ini masih belum jelas,
dan inseden terjadinya infiltrat belum dilaporkan. Faktor risiko meliputi
atopi, penyakit kelenjar meibomian, dan penyakit rheumatologis. Pasien
biasanya diterapi dengan steroid topikal, walaupun beberapa kasus
membutuhkan steroid oral.

5. Rainbow glare

Rainbow glare (efek silau seperti melihat pelangi) adalah efek samping
laser femtosecond flaps. Pasien yang mengalami fenomena ini melaporkan
garis-garis pelangi saat melihat sumber cahaya putih kecil dan intens. Hal
ini diduga karena hamburan cahaya dari permukaan belakang flap stromal
buatan femtosecond. Insiden fenomena ini berkisar antara 2,32% sampai
19,07%.

b. Komplikasi postoperatif lambat

1. Pertumbuhan epitel ke dalam

Gambar 2.13 Pertumbuhan epitel ke dalam 15

Pertumbuhan epitel ke dalam adalah pertumbuhan sel epitel kornea KE


dalam antarmuka flap. Ini terjadi ketika sel epitel ditanamkan di bawah
flap atau tumbuh ke antarmuka pasca operasi. Pertumbuhan ke dalam tidak
jarang, dengan perkiraan 15%. Hal ini biasanya terjadi pada 0,5 mm tepi
flap dan tidak mempengaruhi hasil visual pasien. Ketika
pertumbuhanepitel menyebabkan ketidaknyamanan, mengurangi
ketajaman visual, atau bahkan mengancam untuk mengurangi ketajaman
visual, intervensi diperlukan. Contoh keadaan yang perlu penanganan yaitu
24
pertumbuhan ke dalam atau di dekat pupil, flap mencair, terjadi
astigmatisme, atau ketidakteraturan flap dengan sensasi benda asing.

2. Trauma flap lambat

Flap LASIK rentan terhadap kerusakan, bahkan bertahun-tahun setelah


operasi LASIK, karena antarmuka antara flap dan stroma adalah daerah
yang rapuh. Cedera bisa berkisar dari perpindahan flap ringan atau striae
komplit flap. DLK, ingrowth epithelial, dan silindris tidak beraturan bisa
terjadi akibat trauma flap. Trauma flap bisa juga dikaitkan dengan cedera
okular tambahan.

3. Transient Light Sensitivity Syndrome

Fotosensitivitas berkaitan LASIK, tanpa kelainan fisik atau topografi, telah


digambarkan timbul dalam waktu 2 sampai 6 minggu pasca operasi.
Sindrom sensitivitas cahaya transien ini ditemukan pada pasien flap
LASIK femtosecond laser. Insidensi berkisar antara 1,1% sampai 1,4% .
Gejala biasanya diatasi dalam waktu 1 sampai 2 minggu dengan terapi
steroid topikal. Penggunan energi laser minimum saat membuat flap
LASIK dan pemberian steroid topikal pasca operasi keduanya telah
terbukti mengurangi kejadian ini.

2.10 Keuntungan dan Kerugian LASIK


a. Keuntungan : 11
• Dapat menghilangkan ketergantungan pada pemakaian kacamata atau lensa
kontak bagi penderita kelainan refraksi (miopi, astigmatisma, dan
hipermetropi)
• Operasi singkat
• Rasa sakit minimal
• Tidak memerlukan rawat inap
• Tidak perlu disuntik, tapi cukup menggunakan anastesi melalui tetes mata
• Penyembuhan berjalan relatif cepat dan penglihatan pun cepat membaik
• Memiliki tingkat keberhasilan hingga 90%
b. Kerugian : 11
• Biaya operasi mahal, sekitar 15-20 juta untuk satu kali operasi

25
• Pasien tetap sadar selama operasi berlangsung
• Dapat terjadi kemungkinan kelebihan atau kekurangan refraksi
• Setelah operasi mata mungkin saja terasa berpasir dan sensitif terhadap
cahaya
• Dapat terjadi berbagai komplikasi

BAB III
KESIMPULAN

26
Kelainan refraksi (astigmatisma, miopia, hipermetropi) dapat diterapi
menggunakan metode LASIK (Laser Assisted In-situ Keratomileusis). Terdapat
sedikit perbedaan antara teknik LASIK yang digunakan pada pasien miopia dan
astigmatisma. Untuk mengoreksi miopia, kornea perlu diratakan, sehingga laser
lebih banyak menghilangkan jaringan kornea di bagian tengah daripada bagian
samping. Pada astigmatisma, mata diratakan lebih panjang pada suatu sumbu
(vertikal) dibandingkan sumbu lainnya (horizontal). Prinsip dasar bedah refraksi
pada pasien astigmatisma adalah untuk meratakan kornea pada meridian yang
curam, atau mencuramkan meridian yang datar, atau kombinasi keduanya.

Pada umumnya ada dua langkah dasar dalam melakukan prosedur LASIK.
Langkah pertama dari operasi LASIK adalah membuat kelopak penutup LASIK
(flap). Flap ini adalah irisan tipis dari kornea, yang dipotong dan dapat dibuka
seperti sampul buku. Flap diperoleh dari alat mikrokeraton, yang memiliki mata
pisau yang bergerak amat cepat. Sehingga, untuk membuat flap hanya
membutuhkan wktu 10 detik saja. Akhir – akhir ini dunia kedokteran telah
mengembangkan Laser Femtosecond agar mampu menghasilkan flap LASIK.

Dalam pelaksanaan operasi LASIK ada 2 hal dasar yang penting, yaitu
pembuatan “flap‟ dan “zap‟. Proses dilakukan operasi LASIK sangatlah cepat.
Lasik saat ini merupakan prosedur kerato refraktif yang paling sering dilakukan
karena keamanannya, efeknya, pemulihan penglihatan yang cepat, dan
ketidaknyamanan pasien yang minimal. Tindakan lasik memiliki beberapa
komplikasi baik komplikasi saat operasi maupun pasca operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Reinstein DZ, Cantab MA, Archer TJ, Oxon MA, Cantab D, Gobbe M, et al. The History of
LASIK. 2012;28:291–8.
27
2. American Academy of Ophtalmology. Refractive Surgery. USA: American Academy of
Ophthalmology; 2017. 68-87 p.
3. Sierra PB, Hardten DR. Refractive Surgery : Lasik. 2019. p. 95–105.
4. Ilyas, S. 2010. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Uiversitas Indonesia.
5. Habsyiyah, A. Shidik, dan T. Rahayu. 2015. Evaluation of Laser in Situ Keratomileusis
Outcomes in Cipto Mangunkusumo Hospital. Department of Ophthalmology, Faculty of
Medicine, University of Indonesia Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
6. Solomon, K. D., F. Castro, H. P. Sandoval, J. M. Biber, B. Groat, dan K. D. Neff. 2009. LASIK
World Literature Review Quality of Life and Patient Satisfaction. Ophthalmology. 116:691–
701. 11.
7. Reinstein, D. Z., T. J. Archer, dan M. Gobbe. 2012. The history of LASIK. Journal of Refractive
Surgery. 28(4): 291-98
8. Lang, G. K. 2006. Opthamology A Pocket Textbook Atlas. 2nd ed. Germany: University Eye
Hospital.
9. Binder, P.S., R. L. Lindstrom, dan R. D. Stulting. 2009. Keratoconus and Corneal Ectasia After
LASIK. Journal of Refractive Surgery. 21:749-753
10. Crick, R. P. dan P. T. Khaw. 2003. A Textbook of Clinical Ophthalmology.3rd edition.
Singapura : World Scientific Publishing
11. Helgesen, A., J. Hjortdal, dan N. Ehlers. 2010. Pupil size and night vision disturbances after
lasik for myopia. Acta Ophthalmologica Scandinavica. 82(4):454-460
12. Ernest,W. K., K. M. Robert, dan M. D. Jonathan. 2006. LASIK A Guide to Laser Vision
Corretion. Second Edition. USA.
13. Epstein, D. 2009. LASIK Outcomes ln Myopia and Hyperopia. Smolin And Thoft's TheComea.
4th Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 1229-1231.
14. Tse, SM, Farley, ND, Tomasko, KR, Amin, SR. 2016. Intraoperative LASIK Complications.
International Ophthalmology Clinics. 54(2) : 47-57.
15. Estopinal, CB dan Mian, S. 2016. LASIK Flap: Postoperative Complications. International
Ophthalmology Clinics. 54(2) : 67-81.

28

Anda mungkin juga menyukai