Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH PELAYANAN KEFARMASIAN


STUDI KASUS DIABETES MELITUS

OLEH
KELOMPOK II

1. ANNISA NIRMALA (O1B1 21 005)


2. EVI APRIYANI (O1B1 21 011)
3. FIRDARINI (O1B1 21 012)
4. NURHYUNI (O1B1 21 032)
5. PARADILLA (O1B1 21 033)
6. RISDA TRIAS FADILAH NURDIN (O1B1 21 036)
7. SYAFIRA AULIA SASHITA ULHASANA (O1B1 21 041)
8. WA ODE FITRI AMALIAH (O1B1 21 045)
9. WA ODE TIA SARA (O1B1 21 047)
10. WAHYUNI SAWAL (O1B1 21 048)
11. WAODE MARIANTI (O1B1 21 049)
12. WISDA YULIHARTI S (O1B1 21 050)
13. YUNI PUTRI WULANDARI (O1B1 21 051)
.

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
DIABETES MELLITUS
A. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar gula
darah yang tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, dan
resistensi insulin atau keduanyaHiperglikemia yang berlangsung lama (kronik) pada
Diabetes Melitus akan menyebabkan kerusakan gangguan fungsi, kegagalan berbagai
organ, terutama mata, organ, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah lainnya. DM
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yakni, DM tipe 1, DM tipe 2, DM .tipe
yang ada, DM tipe 2 merupakan salah satu jenis yang paling banyak di temukan yaitu
lebih dari 90-95%.
Diabetes Melitus yang ditandai oleh hiperglikemia kronis. Penderita DM akan
ditemukan dengan berbagai gejala, seperti poliuria (banyak berkemih), polidipsia
(banyak minum), dan polifagia (banyak makan) dengan penurunan berat badan.
Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena penyakit Diabetes Melitus tidak
menimbulkan gejal (asimptomatik) dan sering disebut sebagai pembunuh manusia
secara diam-diam “Silent Killer” dan menyebabkan kerusakan vaskular sebelum
penyakit ini terdeteksi. Diabetes Melitus dalam jangka panjang dapat menimbulkan
gangguan metabolik yang menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan
mikrovaskular (Putri dan Muhammad 2013).

(Nugroho, 2012)
B. Patofisiologi DM

Patologi DM dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin.
Pada DM tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Menurut Brunner &
Suddarth (2012), jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya, glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Kehilangan cairan yang berlebihan
menyebabkan pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
peningkatan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Jika terjadi defisiensi insulin, protein yang
berlebihan di dalam sirkulasi darah tidak dapat disimpan dalam jaringan. Semua aspek
metabolisme lemak sangat meningkat bila tidak ada insulin. Normalnya ini terjadi
antara waktu makan sewaktu sekresi insulin minimum, tetapi metabolisme lemak
meningkat hebat pada DM sewaktu sekresi insulin hampir nol. Peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan oleh sel beta pankreas diperlukan untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes Tipe II (Simatupang,
2017).
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B pancreas

Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun
karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara
normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulinbanyak
terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita
diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan
namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes
melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya
bersifat relatif dan tidak absolut.
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada
sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi
insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan
terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara
progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita
memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Fatimah,
2015).

C. Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Melitus


Berdasarkan sebab yang mendasari kemunculannya, DM dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 disebabkan oleh penghancuran sel pulau pankreas. Biasanya
mengenai anak-anak dan remaja sehingga DM ini disebut juvenile diabetes (diabetes
usia muda), namun saat ini DM ini juga dapat terjadi pada orang dewasa. Faktor
penyebab DM tipe 1 adalah infeksi virus dan reaksi auto-imun (rusaknya system
kekebalan tubuh) yang merusak sel-sel penghasil insulin, yaitu sel β pada pankreas,
secara menyeluruh. Oleh karena itu, pada tipe ini pankreas sama sekali tidak dapat
menghasilkan insulin.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
DM tipe 2 disebabkan oleh kombinasi resistensi insulin dan disfungsi sekresi
insulin sel β. Diabetes tipe 2 biasanya disebut diabetes life style karena selain faktor
keturunan, juga disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat.
c. Diabetes Tipe Khusus
DM tipe khusus disebabkan oleh suatu kondisi seperti endokrinopati, penyakit
eksokrin pankreas, sindrom genetic, induksi obat atau zat kimia, infeksi, dan lain-lain.
d. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional adalah Diabetes yang terjadi pertama kali saat hamil atau
diabetes yang hanya muncul pada saat kehamilan.Biasanya diabetes ini muncul pada
minggu ke-24 (bulan keenam).Diabetes ini biasanya menghilang sesudah melahirkan.
Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan, jumlah pasien DM rawat inap
maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit
endokrin dan 4% perempuan hamil menderita diabetes gestasional.Angka lahir mati
terutama pada kasus dengan diabetes tak terkendali dapat terjadi 10 kali dalam normal.
Diperkirakan kejadian diabetes gestasional adalah sekitar 0,7%, tetapi sering sekali
sukar ditemukan karena rendahnya kemampuan deteksi dini.

D. Gejala Diabetes Melitus

Gejala adalah hal-hal yang dirasakan dan dikeluhkan oleh penderita, sedangkan
tanda-tanda berarti keadaan yang dapat dilihat dari pemeriksaan badan. Ada bermacam-
macam gejala DM, yaitu:
a. Sering buang air kecil dengan volume yang banyak, yaitu lebih sering dari pada
biasanya, apalagi pada malam hari (poliuri), hal ini terjadi karena kadar gula darah
melebihi nilai ambang ginjal (>180mg/dl), sehingga gula akan keluar bersama
urine. Untuk menjaga agar urine yang keluar tidak terlalu pekat, tubuh akan
menarik air sebanyak mungkin kedalam urine sehingga urine keluar dalam volume
yang banyak dan buang air kecil pun menjadi sering. dalam keadaan normal, urine
akan keluar sekitar 1,5 liter perhari, tetapi pada penderita DM yang tidak terkontrol
dapat memproduksi lima kali dari jumlah itu.
b. Sering merasa haus dan ingin minum sebanyak-banyaknya (polidipsi). Dengan
banyaknya urine yang keluar, badan akan kekurangan air atau dehidrasi. Untuk
mengatasi hal tersebut tubuh akan menimbulkan rasa haus sehingga penderita selalu
ingin minum terutama yang dingin, manis, segar, dan banyak.
c. Nafsu makan meningkat (polifagi) dan merasa kurang tenaga. Insulin menjadi
bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh
kurang dan energi yang dibentuk pun menjadi kurang. Ini adalah penyebab
mengapa penderita merasa kurang tenaga. Selain itu, sel juga menjadi miskin gula
sehingga otak juga berfikir bahwa kurang energi itu karena kurang makan, maka
tubuh kemudian berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan
alarm rasa lapar.
d. Berat badan turun dan menjadi kurus. ketika tubuh tidak bisa mendapatkan energi
yang cukup dari gula karena kekurangan insulin, tubuh akan bergegas mengolah
lemak dan protein yang ada didalam tubuh untuk diubah menjadi energi. Dalam
sistem pembuangan urine, penderita DM yang tidak terkendali bisa kehilangan
sebanyak 500 gram glukosa dalam urine per 24 jam (setara dengan 2000 kalori
perhari hilang dari tubuh).
e. Gejala lain. gejala lain yang dapat timbul yang umumnya ditunjukkan karena
komplikasi adalah kaki kesemutan, gatal-gatal, atau luka yang tidak kunjung
sembuh, pada wanita kadang disertai gatal di daerah selangkangan (pruritus vulva)
dan pada pria ujung penis terasa sakit (balanitis). (Simatupang, 2017).

E. Faktor Resiko
Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan
dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko yang
dapat diubah dan faktor lain. Menurut American DiabetesAssociation (ADA) bahwa
DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputiriwayat keluarga
dengan DM (first degree relative), umur ≥45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi
dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM
gestasional dan riwayat lahir dengan beratbadan rendah (<2,5 kg).
Faktor risiko yang dapa tdiubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2
atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas
fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak sehat. Faktor lain yang terkait dengan risiko
diabetes adalah penderita polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom
metabolikmemiliki riwatyat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah
puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti
stroke, PJK, atau peripheral rrterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol,faktor stres,
kebiasaan merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan kafein.
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,
pada derajat kegemukan dengan IMT>23 dapat menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah menjadi 200mg%.
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh
pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin
dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus
adalah > 45 tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi >
4000gram
7. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit
ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis
dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika
orang tua atau saudara kandung mengalami penyakitini.
8. Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan
frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan dengan
peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik, faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat-
baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok,
juga berperan dalam peningkatan DM tipe 2. Alkohol akan menganggu
metabolisme gula darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit
regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat
tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara
dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine atau 720 ml.

Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan menjadi


dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya umur, faktor
genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin, status perkawinan, tingkat
pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks
Masa Tubuh.

F. Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa
glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang- kurangnya diperlukan kadar
glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada
keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis,
berat badan yang menurun cepat .
Uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada mereka
yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45 tahun,
berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang,
melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl).
Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring. Pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar
glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO)
standar.
G. Penatalaksanaan dan Obat-obat Diabetes Melitus
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai dengan
Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien DM.
Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :
 Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman
dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis
dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk
menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa
Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupupakan alat atau cara yang sederhana
untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung
dengan rumus
berikut:
2. Exercise (latihan fisik/olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive,
Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah
olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalasmalasan.
3. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan
pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi.
Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan
pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah
mengidap DM dengan penyulit menahun.
4. Obat : oral hipoglikemik, insulin
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil
mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik
Obat-obat diabetes melitus adalah :
a. Antidiabetik oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah
dan mencegah komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan gejala,optimalisasi
parameter metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi pasien DM tipe 1 penggunaan
insulin adalah terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk
penanganan pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan
pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olah raga. Obat golongan ini
ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula
darah tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan
upaya diet, melainkan membantunya. Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat
menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan antidiabetik
oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan
regimen antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan
penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit
lain dan komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk
golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing.
b. Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin
mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan dengan
jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien
yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin
dan obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara,
misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk,
penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak.
Fungsi insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian
besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan
pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen,
menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa.

H. Pencegahan Diabetes Melitus


Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1. Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat
yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan
faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan dengan multimitra. Pencegahan
premodial pada penyakit DM misalnya adalah menciptakan prakondisi sehingga
masyarakat merasa bahwa konsumsi makan kebarat-baratan adalah suatu pola makan
yang kurang baik, pola hidup santai atau kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang
baik bagi kesehatan.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi
untuk menderita DM diantaranya :
 Kelompok usia tua (>45tahun)
 Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman atau IMT>27 (kglm2))
 Tekanan darah tinggi (>140i90mmHg)
 Riwayat keiuarga DM
 Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.
 Disiipidemia (HvL<35mg/dl dan atau Trigliserida>250mg/dl).
 Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)
Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya DM dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Oleh
karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah ditanamkan
pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang
sehat menjaga badan agar tidak terlalu gemuk:, dan risiko merokok bagi kesehatan.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Dalam
pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin
dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama pengelolaan DM
meliputi:
 penyuluhan
 perencanaan makanan
 latihan jasmani
 obat berkhasiat hipoglikemik.
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Pelayanan
kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan,
terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli
penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-lain (Fatimah, 2015).
STUDI KASUS

Kasus 1
Tn.H 59 tahun, 50 Kg TB 163 cm, MRS dengan DM hiperglikemi, luka di kaki
yang kotor. Obat DM yang terakhir diminum adalah Glukodex 1-1-0, metformin 3x850
mg disertai riwayat hipertensi yang terkontrol dengan Diltiazem 3x30 mg, Captopril
3x25 mg, Aspirin 1x100 mg, BP 170/110 mmHg, GDA 529 mg.dl.
Penyelsaian :
a. Subyektif :
 Data demografi pasien
Nama : Tn. H
Umur : 59 Tahun
Jenis kelamin : Pria
Tinggi badan :163 cm
BB : 50 Kg
 Keluhan : Luka dikaki kotor
 Riwayat penyakit : Hipertensi
 Riwayat pengobatan : Diltiazem 3x30 mg, Captopril 3x25 mg, Aspirin 1x100 mg
Glukodex 1-1-0, metformin 3x850 mg

b. Obyektif
Tekanan darah :170/110
Gula darah acak :529 mg/dl
Assesment
PM S,O Terapi Analisis DRP
- DM  Subjektif - Glukodex - DM terapi - Penggunaan
- Luka di 1-1-0 tidak OHO tidak
kaki yang - Metformin adekuat efektif untuk
kotor 3x850 mg menurunkan
gula darah
pada pasien
- Hipertensi  Objektif - Captopril - Kombinasi
stage 2 - BP 3x25 mg - Hipertensi CCB dan
170/110 - Aspirin terapi tidak ACEI tidak
mmHg 1x100 mg adekuat menurunkan
- GDA 529 tekanan darah
mg/dL

c. Plan
 Farmakologi
 Luka di kaki yang kotor dibersihkan dengan NaCl 0.9%
Terapi infeksi ulkus diabetic yang belum diketahui hasil kulturnya maka
dilakukan adalah dengan pemberian antibiotic triple blind therapy yang terdiri
atas cefriaxon, ciprofloxacin dan metrodinazole. Di mana kombinasi ini
dimaksudkan sebagai antibiotik spectrum luas yang dapat mencegah
berkembangnya bakteri gram positif, gram negatif, maupun bakteri anaerob
(Muhartono dan Ratna, 2017).
Direkomendasikan tetap memakai obat oral untuk diabetes dengan
golongan yang sama yaitu sediaan kombinasi Glibenclamide + Metformin yaitu
dengan merek dagang Glucovance dengan dosis Glibenclamide 2,5 mg +
Metformin 500 mg ditambah penggunaan insulin rapid action (aspart) 10
IU/hari rute subcutan.
Kombinasi terapi pada pasien DM tipe 2 lebih bermanfaat dalam
mengontrol gula darah pasien daripada monoterapi. Efek Penurunan kadar gula
darah dicapai lebih maksimal dengan kombinasi terapi sulfonylurea-metformin,
yang mana keduanya menurunkan kadar gula darah dan HbA1c pasien
(Gumantara dan Rasmi, 2017). Selain itu, pengunaa insulin aspart di harapkan
menghasilkan onset yang cepat karena
 Direkomendasikan tetap memakai obat Captopril 3x25 mg ditambahkan
HCT 25 mg/hari
Diuretik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada terapi awal
hipertensi. Diuretik juga sering digunakan bersama-sama dengan
antihipertensi lain karena diuretik dapat meningkatkan kerja obat
antihipertensi lainnya. Oleh karena itu, penggunaan golongan diuretik
secara kombinasi akan sangat membantu penurunan tekanan darah untuk
hipertensi derajat II dan hipertensi dengan komplikasi.
 Disaranakan tetap menggunakan aspirin 1x 100mg/hari sebagai antiplatelet.
Terapi aspirin 75-162 mg/hari digunakan sebagai strategi pencegahan
primer kejadian kardiovaskular pada penyandang DM dengan faktor risiko
kardiovaskular (Perkeni, 2019).

d. Non Farmakologi
 Penurunan berat badan. Target penurunan berat badan perlahan hingga mencapai
berat badan ideal dengan cara terapi nutrisi medis dan peningkatan aktivitas fisik
dengan latihan jasmani.
 Mengurangi asupan garam. Garam sering digunakan sebagai bumbu masak serta
terkandung dalam makanan kaleng maupun makanan cepat saji. Diet tinggi garam
akan meningkatkan retensi cairan tubuh. Asupan garam sebaiknya tidak melebihi
2 gr/hari.
 Diet. Diet DASH merupakan salah satu diet yang direkomendasikan. Diet ini pada
intinya mengandung makanan kaya sayur dan buah, serta produk rendah lemak.
 Olahraga. Rekomendasi terkait olahraga yakni olahraga secara teratur sebanyak
30 menit/hari, minimal 3 hari/ minggu.
 Mengurangi makanan yang mengandung gula ataupun makanan manis.
 Pasien dengan hiperkolesterolemia dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak
jenuh dan lemak trans tidak jenuh sampai < 7-10% total energi. Pasien dianjurkan
mengurangi asupan kolesterol sampai < 250 mg/hari.
 Penggantian makanan sumber kolesterol dan lemak jenuh dengan makanan
alternatif lainnya (misal produk susu rendah lemak atau karbohidrat dengan
indeks glikemik rendah).
 Mengkonsumsi makanan mengandung B kompleks
e. Monitoring
- Memantau HbA1c pasien, target <7% tiap 3 bulan sekali
- Monitoring tekanan darah (TD sistolik <140 mmHg; TD diastolic <90 mmHg)
- Monitoring infeksi di kaki pasien
3.2. Kasus 2
Tn.YK umur 64 thn, BB 80 kg, TB 162 cm, masuk Rumah Sakit dengan keluhan
mual, muntah, badan lemas sejak 3 hari sebelum MRS dengan TTV TD 120/80 mm/Hg,
Nadi 89x/menit. Suhu badan 36,8 ◦C dengan hasil pemeriksaan laboratorium Albumin
2,8 mg/dl. Bilirubin 4,7 mg/dl, SGOT 258 mg/dl, SGPT 305 mg/dl, GDP 158 mg/dl.
GD2JPP 160 mg/dl, Creatinin 1,2 mg/dl, BUN 16 mg/dl, pemeriksaan penunjang USG
Kronik Liver disease (ascites sedang). Terapi saat ini Sotatic prn, riwayat pengobatan
pasien minum Metformin 3x850 mg, Glucodex 1-1-0
Lakukan pharmaceutical care dengan analisis SOAP ?

a. Subyektif :
 Data demografi pasien
Nama : Tn. YK
Umur : 64 Tahun
Jenis kelamin : Pria
Tinggi badan :162 cm
BB : 80 Kg
 Keluhan : mual, muntah, badan lemas sejak 3 hari
 Riwayat Penyakit : Diabetes melitus
 Riwayat pengobatan : Sotatic prn, metformin 3x850 mg, glucodex 1-1-0

b. Obyektif
 Pemeriksaan TTV
Nadi : 89x/menit
Suhu badan : 36,8 ◦C
Tekanan darah :120/80 mm/Hg
TB : 162 cm
BB : 80 kg
Kesimpulan : Obesitas kelas 2
 Pemeriksaan data lab
Albumin : 2,8 mg/dl
Bilirubin : 4,7 mg/dl
SGOT : 258 mg/dl
SGPT : 305 mg/dl
GDP : 158 mg/dl
GD2JPP : 160 mg/dl
Creatinin : 1,2 mg/dl
BUN : 16 mg/dl
Kesimpulan : Hipoalbuminaria, SGOT, SGPT, GDP, GD2JPP tinggi.
Diagnosa :
Ascites sedang dan Diabetes Melitus

Assesment

PM S,O Terapi Analisis DRP


DM GDP: 158mg/dl - Glukodex - Kontraindikas - Obat
GD2JPP:160mg/ 1-1-0 i dengan diganti
dl - Metformi pasien hepar menjadi
n 3x850 insulin
mg

Kronik Liver - SGOT: 258 Tidak ada Pasien diduga Ada


disease (ascites mg/dl terapi punya hati yang indikasi
sedang) - SGPT: 305 tidak normal tetapi
mg/dl tidak
- Pemeriksaan diterapi
USG Kronik
- Albumin :
2,8 mg/dl
- Bilirubin: 4,7
mg/dl
- Mual,
muntah, dan
badan lemas
sejak 3 hari

Hipoalbuminari Albumin 2,8 Sotatic prn Sotatic prn Diberikan


a mg/dL digunakan tambahan
Mual, muntah dan untuk mual, infus
lemas muntah dan Albumin
lemas dan
Sotatic
dihentikan
.

c. Plan
 Terapi farmakologi
Untuk diabetes riwayat penggunaan obat Glucodex dan Metformin
dihentikan karena tidak dapat diberikan kepada penderita gangguan hati
sehingga harus diganti dengan insulin. Hipoalbuminaria ditangani dengan
pemberian Infus Albumin IV. Sedangkan ascites diberikan terapi Furosemid
dan Spironolakton.
Efektivitas kombinasi spironolakton dan furosemide untuk penggunaan
kombinasi diuretic lebih dipilih lebih dipilih daripada diuretik tunggal.dengan
dosis spironolaton 100 mg dan furosemide 40 mg (Mulyani dkk., 2017)
Adapun pemberian insulin dengan menggunakan insulin campura.
Pemberian insulin basal rapid-acting insulin dan long-acting insulin merupakan
salah satu strategi pengobatan untuk memperbaiki kadar gula darah puasa atau
gula darah sebelum makan. Karena glukosa darah setelah makan merupakan
keadaan yang dipengaruhi oleh kadar glukosa darah puasa, pemberian insulin
basal diharapkan dapat menurunkan kadar gula darah setelah makan.
Kombinasi insulin glargine (long-acting insulin) dengan insulin aspart (rapid-
acting insulin) memberikan onset kerja yang lebih cepat dengan durasi kerja
yang lebih panjang sehingga lebih menyerupai profil insulin normal tubuh.
1. Albumin infus
Indikasi : Hipoalbuminaria, mengkoreksi defisit volume plasma
Dosis : Tergantung
Sediaann : Albapure, Albumin Human, Albuminar, Octalbin

d. Non-Farmakologi
- Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
- Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi,
bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak
dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10
menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak
jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa.
- Menurunkan berat badan dengan olahraga dan diet.

e. KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)


1. Informasikan kepada pasien untuk patuh terhadap pengobatan yaitu dengan
injeksi insulin dengan tepat waktu.
2. Informasikan kepada pasien tentang cara penggunaan insulin dan penyimpanan
insulin
3. Informasikan kepada pasien untuk menurunkan berat badan karena sudah masuk
obesitas kelas 2 untuk membantu pengobatan
4. Informasikan kepada pasien bahwa menjaga makan untuk menstabilkan atau
menjaga gula darah berada dikisaran normal

f. Monitoring dan Follow Up


1. Monitoring kadar gula darah
2. Monitoring kembali data lab untuk mencapai ke kadar normal
3. Monitoring efek samping obat yang kemungkinan dapat terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Alldredge, B., Corelli, R., Ernst, M., Guglielmo, B. J., Jacobson, P. A., Kradjan, W. A.,
dan Williams, B. R., 2013, Koda-Kimble and Young’s Applied Therapeutics
The Clinical Use of Drugs, Lippincot, Williams & Wilkins, New York.

Dipiro, J. T., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., dan Dipiro, C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition, McGraw-Hill Education,
America.

Anggriani Y, Alfina R, Annisa N.P., dan Wulan P., 2020, Evaluasi Penggunaan Insulin
Pada pasien DM Tipe Rawat Jalan di Rumah Sakit X di Jakarta Periode 2016-
2017, Jurnal Sains Farmasi dan Klinik, Vol 7 (1)

Fatimah, R, N., 2015, Diabetes Melitus Tipe 2, J MAJORITY, Vol. 4(5)

Mulyani Y, Fita R dan Neneng R., 2017, Evaluasi Penggunaan Kombinasi


Spironolakton dan Furosemid pada Pasien Sirosis Hati dengan Ascites
Permagna, Vol 7(2)

Perkeni, 2019, Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


Dewasa di Indonesia 2019, Jakarta

Widodo, F.Y., 2014, Pemantauan Penderita Diabetes Mellitus, Jurnal Ilmiah


Kedokteran,Vol.3(2)

Anda mungkin juga menyukai