Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ameera Najma Salsabila

Nim : 205210087

Kelas : PLKH-6 B

Resume webinar Seminar Nasional Dilematika Hukum Perjanjian FIR Indonesia Singapura

Perspektif FIR Indonesia dan Singapura. Tarik menarik Indonesia dengan singapura sejak tahun
1990. Indonesia berspektif untuk Kedaulatan yaitu dengan pengambilan pengelolaan FIR dengan
tetap menjaga keselamatan. Sedangkan Singapura berspektif dari Keselamatan yang dimana
sangat vital untuk menjaga Bandara Changi sebagai HUB.

Dalam siaran Pers Kantor Menko Marves yang menyebutka “ Indonesia akan memberikan
delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu di ketinggian 0-37.000 kaki kepada
otoritas penerbangan Singapura.”

Mengapa Singapura seolah tidak ikhlas mengembalikan pendelegasian? Bagi singapura yang
menjadi pertanyaan besar adalah “apakah Airnav mampu mengelola FIR diatas kepulauan Riau
sehingga terjamin keselamatan dan pada gilirannya tetap menjadikan Bandar Udara Changi
sebagai HUB?”.

Tantangan bagi Indonesia

 Apakah setelah sejak merdeka hingga hari ini Indonesia tidak mampu mengelola FIR atas
Kepulauan Riau?
 Apakah sampai hari ini Indonesia masih disamakan dengan Timor Leste yang mengelola
FIR nya dilakukan oleh Indonesia?
 Apakah dalam 25 tahun ke depan Indonesia masih harus mendelegasikan ke Singapura
bahkan masih diperpanjang?
 Apakah tidak mungkin Indonesia mengelola FIR diatas Kepulauan Riau bahkan
mengelola FIR yang dikelola oleh Singapura selama ini dimana Singapura yang
mendelegasikan kepada Indonesia?
Kronologi pengabil alihan FIR

Pengertian Flight Information Region (FIR)

Dengan diakuinya Indonesua sebagai Negara kepulauan berdasarkan UURI No.17 Tahun 1985
tentang UNCLOS 1982, dan adanya keinginan Indonesia mengelola ruang udara diatas wilayah
kedaulatan, khusus nya diatas pulau Natuna Kepulauan Riau yang telah menjadi bagian dari FIR
singapura sejak tahun 1946.

Sengketa ATC Singapore vs penerbangan TNI-AU yang membawa VIP diperintahkan untuk
ambil alih. Kemudian diajukan usulan dari Pemerintah RI dalam Regional Air Navigation (RAN)
meeting di Bangkok April 1993. Keputusan diserahkan pada Birateral Agreement Indonesia-
Singapura, kemudian mengirim delegasi ke singapur. Dasar hukum UURI No.15 Tahun 1992 ;
UURI No.1 Tahun 2009 ; UNCLOS 1982 (Negara Kepulauan) ; Perpu No.4 Tahun 1960 ; Pasal
1 Konvensi Chicago 1944 (Sovereignty). Dari aspek hokum tidak ada alasan lagi Singapura
mempertahankan.

Penyelesaian perjanjian FIR RI Singapura diatas Natuna dan Kepulauan Riau sengketa berulang
lagi. Singapura menuduh Indonesia sarang teroris kemudian DPR marah mau mengambil FIR.
Jokowi memberikan instruksi dalam Rapat Terbatas (Ratas) Kabinet pada tanggal 9 September
2015 untuk mengambil alih FIR diatas Natuna di Kepulauan Riau antara 3 sd 4 tahun dan
menyiapkan fasilitas navigasi penerbangan beserta SDM dll sesuai amanah Pasal 458 UURI
No.1 Tahun 2009, di bawah koordinasi Menko Marves Bp.Luhut Binsar Panjaitan.

Ada beberapa perjanjian baru yang dibuat :

A. Implikasi Politis

• Perluasan ruang lingkup FIR Jakarta sehingga FIR Indonesia kini mencakup

seluruh wilayah udara territorial NKRI, yang merupakan peneguhan kedaulatan

Indonesia di ruang udara sesuai Pasal 1 Konvensi Chicago 1944.

• Merupakan suatu bentuk pengakuan yang diberikan kepada Indonesia bahwa

Indonesia telah mampu untuk mengelola FIR dan memberikan pelayana jasa

penerbangan sesuai dengan standar internasional tyang ditetapkan oleh ICAO.


B. Implikasi Ekonomi

• Indonesia berhak untuk memberikan penyediaan jasa penerbangan pada wilayah

yang termasuk ke dalam FIR Indonesia, dan menarik charges.

• Singapura memiliki kewajiban untuk menyetorkan biaya penyediaan jasa

penerbangan di wilayah FIR Indonesia yang didelegasikan kepadanya.

• Secara ekonomi, hal ini memberikan keuntungan berupa tambahan PNBP kepada

Indonesia.

C. Implikasi Hankam

• Jaminan indepedensi kegiatan pesawat udara negara Indonesia

• Pembentukan Civil Military Coordination in ATC

• Penempatan personel di SATCC membawa implikasi positif di bidang hankam.

Rekomedasi

• Pemerintah Indonesia harus tetap meningkatkan kemampuan ATC kita, baik tools

maupun SDM nya , agar tetap dapat bersaing dengan standar dan rekomendasi

dari ICAO sehingga dapat segera memberikan pelayanan jasa penerbangan di

wilayah yang saatv ini masih didelegasikan kepada Singapura.

• Perhitungan RANS Charges untuk wilayah yang didelegasikan pjp-nya kepada

Singapura harus jelas dan transparan, agar tidak merugikan Indonesia.

• Diseminasi dan sosialisasi dari perjanjian FIR Indonesia – Singapura serta

keuntungan yang dapat diperoleh Indonesia dari perjanjian ini harus

dilaksanakan agar dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama

para akademisi, praktisi dan pemerhati hukum udara dan penerbangan

Indonesia.
• Untuk para akademisi, praktisi, serta pemerhati hukum udara dan penerbangan

untuk memberikan saran dan masukan yang konstruktif untuk pemerintah

Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai