Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

Disusun oleh:

Harry Raihan Alzikri 1102017102


Husnullabib 1102017105
Imam Rahmatullah Maulana Pasha 1102017107
Nabila Raihani Susanto 1102017163
Nafila Syahnaz 1102017165

Pembimbing:
dr. Dian Widiastuti Vietara, Sp.KJ (K)

PEMBELAJARAN JARAK JAUH KEPANITERAAN KLINIK ILMU


KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 28 JUNI – 9 JULI 2021

1
I. IDENTITAS PASIEN
▪ Nama : An. N
▪ Jenis Kelamin : Perempuan
▪ Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Mei 2007
▪ Usia : 14 Tahun
▪ Agama : Islam
▪ Alamat : Bintara 17, Bekasi Barat
▪ Suku Bangsa : Aceh
▪ Pendidikan : SMP
▪ Status pernikahan :-
▪ Pekerjaan : Pelajar
▪ Tanggal masuk RSIJ : 2 Juli 2021
▪ Riwayat Perawatan :-

:
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Berdasarkan
Autoanamnesis : Dilakukan langsung pada An. N melalui telemedicine pada
tanggal 2 Juli 2021 pukul 13.00 WIB.

Alloanamnesis: Dilakukan dengan ibu pasien melalui telemedicine pada


tanggal 7 Juli 2021 pukul 16.30 WIB.

A. Keluhan Utama :
Pasien datang ke rumah sakit karena pasien ingin menyilet setiap kali
ada masalah.
B. Keluhan Tambahan :
Pasien sering menyalahkan diri sendiri apabila ada masalah, seperti
berselisih dengan temannya, mood pasien mudah berubah ketika ada ucapan
kasar terlontar padanya yang biasanya berasal dari ayah atau orang terdekat.
Pasien karena ada trauma dari ayahnya, pasien suka menyendiri dan
menghindar dari anggota keluarga lainnya. Pasien sering merasa tidak mau

2
kalah atau tidak ingin disaingi oleh teman-temannya seperti dalam hal
berpacaran. Pasien sebelumnya merasa sulit tidur namun sekarang sudah
membaik namun kadang masih tidur lewat dari jam 12.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada awal tahun 2021, pasien mencoba berobat ke psikiater untuk
masalahnya ini atas kemauan sendiri dan diantar oleh orang tuanya. Lalu
pasien menunjukkan perubahan perilaku menjadi lebih jarang merasakan
perasaan sedih yang berlarut-larut selama beberapa minggu, menyalahkan
dirinya apabila ada masalah, dan perilaku self-harm berkurang atau
membaik setelah dirawat dan menjalani terapi selama 1 minggu di rumah
sakit. Pasien juga mendapatkan terapi farmakologi berupa obat tablet
berwarna putih tapi pasien tidak tahu nama obatnya. Pasien merasa sangat
nyaman selama menjalankan terapi di rumah sakit. Sebelum datang ke
rumah sakit, pasien pernah mengkonsumsi 10 tablet paracetamol sekaligus
sebelum tidur dengan tujuan untuk mempermudah pasien untuk tidur.
Satu hari yang lalu pasien kembali mengulangi perilaku self-harming
karena bersilisih dengan temannya. Frekuensi melakukan self-harm juga
berkurang sampai ke satu minggu sekali dan luas lokasi perlukaannya juga
berkurang yang sebelumnya satu lengan menjadi satu garis saja. Pasien
merasa dengan melakukan self-harming dapat memberikan kenyamanan
susasana hatinya.
Saat ini pasien rutin melaksanakan terapi ke rumah sakit seminggu
sekali untuk melakukan psikoterapi berupa melihat layar komputer yang
menampilkan gambar ikan tapi pasien tidak mengetahui nama dan fungsi
dari terapi ini. Sampai saat ini pasien masih mengkonsumsi obat yang
diberikan saat awal masuk rumah sakit, yang diminum 2 kali sehari pagi
dan malam.
Menurut ibu pasien, pasien adalah individu yang sensitif dan mudah
marah sehingga sang ibu harus berhati-hati ketika berbicara dengan pasien.
Ibu pasien juga menyatakan pasien lebih sering menghabiskan waktu di

3
kamar dan hanya keluar kamar saat ingin makan. Ibu pasien sering
mendapat laporan dari sekolah bahwa pasien jarang mengerjakan tugas.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pada tahun 2019, pasien sering bercerita tentang kesehariannya
kepada seorang guru yang pada saat itu pasien merupakan seorang
siswi SD. Semakin sering pasien bercerita, sang guru menolak untuk
mendengarkannya karena yang diceritakan pasien selalu tertuju
kepada murid lain yang disukai oleh pasien. Setelah kejadian itu, sang
guru mulai tertarik kepada pasien dan pasien merasa memiliki
hubungan istimewa kepada guru. Selama memiliki hubungan, pasien
sering diancam jika tidak tidur tepat waktu dan sering menangis
dengan melaporkan hubungan mereka ke istrinya dan orang lain.
Setelah itu, pasien mulai merasa menyalahkan dirinya dan untuk
pertama kalinya melakukan self-harming.
Setelah ayah pasien mengetahui pasien melakukan self-harming,
ayah pasien memarahi pasien sampai mengucapkan kalimat yang
menyakiti hati pasien seperti “kalo tau bakal begini, lebih baik dulu
digugurin”. Karena hal itu, pasien jadi trauma terhadap ayahnya dan
menghindar dari anggota keluarga lainnya. Ayah pasien juga sering
marah apabila pasien dekat dengan laki-laki. Karena sikap ayahnya
yang kasar, pasien berniat untuk mencari sosok lelaki yang
menurutnya baik hati.
Pada tahun 2020, saat pasien sudah masuk SMP pasien tertarik
dengan seorang laki-laki dari grup hijrah. Selama beberapa waktu
pasien merasa laki-laki ini adalah sosok pria yang menurutnya baik,
tetapi ternyata laki-laki ini malah memiliki pacar dan membuat pasien
kecewa dan merasa ingin menyakiti hati banyak laki-laki.
Pasien sempat masuk asrama selama 1 bulan. Di pesantrennya
lalu pasien merasa asrama tidak menyenangkan karena pasien kurang
memiliki waktu sendiri dan sering dihina oleh kakak kelasnya karena

4
pasien dirasa merasa keren seperti mencari perhatian karena
melakukan self-harming.
Menurut ibu pasien, pasien mulai melakukan self-harm saat kelas
6 SD. Setelah itu pasien mengalami penurunan dari sisi akademis.
Awalnya, ibu pasien mengira luka yang terdapat pada lengan pasien
adalah luka garukan, tetapi ayah pasien berpendapat luka itu bukan
luka garukan tetapi luka sayatan silet. Pada awal tahun 2021, pasien
meminta kepada ibunya untuk dibawa ke psikolog tetapi ibunya terus
menunda karena merasa pasien hanya mencari perhatian dan ibu
pasien berharap pasien dapat menceritakan masalahnya kepada ibunya
terlebih dahulu. Setelah sekian kali tertunda, akhirnya ibu pasien
membawa pasien ke psikolog. Saat di psikolog, pasien disarankan
untuk ke psikiater untuk mendapatkan terapi. Saat itulah, ibu pasien
mengetahui bahwa pasien mengalami gangguan kejiwaan dan
disarankan untuk dirawat di rumah sakit selama 1 minggu. Setelah
keluarga mengetahui pasien mengalami gangguan jiwa, keluarga
pasien mulai memberikan dukungan kepada pasien. Ibu pasien berkata
bahwa pasien pernah mengalami halusinasi auditorik berupa bisikan
perintah untuk bunuh diri. Menurut ibu pasien, sebelum keluarga
mengetahui bahwa pasien sering melakukan self-harm setiap keluar
dari kamar pasien selalu menggunakan jaket untuk menutupi luka
sayatan.
b. Riwayat Gangguan Medik
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat gangguan medik, tidak
pernah menderita sakit berat hingga membutuhkan perawatan rumah
sakit dan tidak ada trauma lainnya.
c. Riwayat Gangguan Zat Psikoaktif
Pasien tidak pernah merokok.

E. Riwayat Kehidupan Pribadi Sebelum Sakit


a. Riwayat Prenatal dan perinatal

5
Pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Selama kehamilan
ibu pasien tidak mengalami gangguan apapun. Ibu pasien bahkan
bercerita bahwa pada saat hamil pasien, ibu pasien sangat siap untuk
kehamilan dari sisi nutrisi dan pengetahuan. Pasien lahir normal, di
klinik bidan dengan BB Lahir 3,4 kg dan langsung menangis.
b. Masa Kanak – kanak dini / awal (1 – 3 tahun)
Pasien diasuh oleh orang tuanya namun pasien tidak mengingat
kejadian yang dialami masa ini.
c. Masa kanak – kanak Pertengahan ( 3 – 7 tahun )
Pasien bermain dengan teman-temannya namun lebih mengingat
masa buruknya daripada masa yang bahagia. Tetapi, pasien tidak ingin
menceritakan masa buruknya.
d. Masa Kanak Akhir ( 7 – 11 tahun )
Pada saat SD, pasien memiliki prestasi akademis yang cukup baik
sehingga teman-teman pasien banyak yang meminta bantuan dalam
belajar seperti mengerjakan PR dan lain-lain. Pasien merasa senang
ketika diminta bantuan oleh teman-temannya.
e. Masa Remaja ( 11 – 17 tahun )
▪ Hubungan Sosial
Pasien memilih untuk tidak mempunyai banyak teman di
sekitarnya akan tetapi sering berkomunikasi dengan kenalan di
social media.
Pasien masih lebih memilih untuk tidak terbuka dengan
keluarga walaupun keluarga sudah mulai mendukung (bersifat
suportif) dia.
▪ Perkembangan motorik dan kognitif
Setelah pasien masuk SMP, pasien kesulitan belajar
karena merasa kesulitan untuk fokus selama belajar. Pasien
terlihat sesuai dengan usianya dan tidak tampak adanya
gangguan dalam perkembangannya.
▪ Gangguan emosi dan fisik

6
Pasien tidak suka mengganggu temannya di sekolah dan
tidak akan berkelahi jika tidak dipicu oleh orang lain. Jika ada
masalah, pasien cenderung menyalahkan diri sendiri dan
mealmpiaskannya melalui self-harming.
▪ Riwayat pendidikan
Pasien masih menempuh pendidikan SMP. Pasien
mengaku sulit fokus dalam belajar.
▪ Riwayat psikoseksual
Pasien tidak pernah mengalami pelecehan seksual.
.
f. Riwayat aktivitas sosial
Pasien senang berkomunikasi dengan teman di social media dan
sering jalan-jalan keluar jika merasa bosan.
g. Riwayat hukum
Tidak pernah melanggar hukum yang berat.
h. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak kedua dari empat bersaudara. Pasien anak
perempuan satu-satunya. Dalam keluarga tidak ada yang pernah
memiliki gejala yang sama dengan pasien.

SKEMA KELUARGA

Keterangan:

= Laki-laki

7
= Perempuan

= Pasien

i. Riwayat kehidupan sekarang


Pasien saat ini tinggal bersama kedua orang tuanya serta adik dan
kakak kandungnya. Biaya kehidupan sehari-hari pasien mengandalkan
pemberian dari ayahnya.

j. Riwayat pengobatan
Pasien sedang mendapat terapi obat-obatan yang diberikan oleh
dokter. Pasien tidak mengetahu nama obat tetapi dapat mendeskripsikan
bentuk obatnya berupa tablet berwarna putih yang dikonsumsi sehari 2
kali, pagi dan malam. Pasien pernah dirawat di rumah sakit selama 1
minggu untuk keluhan yang dia rasakan sebelumnya. Saat ini, pasien
sedang menjalani psikoterapi seminggu sekali ke rumah sakit.
k. Persepsi dan Harapan Pasien
Pasien berharap dapat sembuh dari penyakitnya dan kembali seperti
semula.
l. Persepsi dan Harapan Orang Tua
Ibu pasien berharap pasien dapat sembuh dan beraktivitas seperti
anak seusianya yang lain.

III. STATUS MENTAL


1. Deskripsi Umum
a. Penampilan Umum
Pasien seorang perempuan tampak sesuai usia, penampilan cukup rapih,
dan perawatan diri cukup baik.
b. Kesadaran

8
Compos mentis
c. Psikomotor
Normoaktif
d. Pembicaraan
▪ Kuantitas :Verbal cukup, spontan, dan bisa menjawab
pertanyaan
▪ Kualitas : Nada suara sedang dan intonasi cukup
▪ Artikulasi : Jelas tidak terbata-bata
e. Sikap Terhadap Pemeriksa
Kooperatif, menjawab pertanyaan dengan baik, dan dapat berterus
terang.

2. Alam Perasaan dan Emosi


▪ Mood : Eutimik
▪ Afek : Luas
▪ Keserasian : Serasi

3. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi :
▪ Auditorik :Tidak ada
▪ Visual : Tidak ada
▪ Taktil : Tidak ada
▪ Olfaktorik : Tidak ada
▪ Gustatorik : Tidak ada
b. Ilusi : Tidak ada
c. Derealisasi : Tidak ada
d. Depersonalisasi : Tidak Ada

4. Gangguan Pikiran
1) Proses Pikir
a. Produktivitas :Tidak Ada

9
b. Kontinuitas
▪ Blocking : Tidak Ada
▪ Asosiasi Longgar : Tidak Ada
▪ Inkoherensi : Tidak ada
▪ Flight of idea : Tidak ada
▪ Word Salad : Tidak Ada
▪ Neologisme : Tidak Ada

2) Isi Pikir
a. Preokupasi :Tidak ada
b. Gangguan Isi pikir
❖ Waham Bizzare : Tidak Ada
❖ Waham Nihilistik : Tidak Ada
❖ Waham Somatik : Tidak Ada
❖ Waham Paranoid
▪ Waham Kejaran : Tidak Ada
▪ Waham Kebesaran : Tidak Ada
▪ Waham Rujukan : Tidak Ada
▪ Waham Dikendalikan : Tidak Ada
❖ Thought of insertion : Tidak Ada
❖ Thought of broadcasting : Tidak Ada
❖ Thought of withdrawal : Tidak Ada
❖ Thought of control : Tidak Ada
3) Bentuk Pikir
Realistik

5. Fungsi Intelektual:
a. Kesadaran: Compos Mentis
b. Taraf pendidikan, pengetahuan, dan kecerdasan

10
Pasien menempuh pendidikan sampai tingkat SMP kelas 1 dan
tingkat pengetahuan dan kecerdasan pasien kesannya sesuai dengan
taraf pendidikan.
c. Orientasi
 Orang: Kesan Baik (Pasien dapat mengenali orang yang
melakukan anamnesis. Pasien juga mengenali dan dapat
menyebutkan keluarga yang berada di rumah seperti ayah,
ibu, adik laki-laki, dan kakak laki-laki)
 Tempat : Kesan baik (Pasien mengetahui bahwa saat ini
sedang berada di rumah)
 Waktu : Kesan baik (Pasien mengetahui bahwa anamnesis
dilakukan pada siang hari. Pasien dapat mengetahui berapa
lama anamnesis dilakukan)
d. Daya ingat
 Segera: Baik (mampu mengingat nama orang yang
melakukan anamnesis)
 Jangka Pendek: Baik (mampu mengingat menu makan
paginya)
 Jangka Menengah: Baik (mampu mengingat orang yang
membawa dia ke rumah sakit)
 Jangka Panjang: Baik ( mampu menceritakan kembali
masa-masa sekolah saat SD - SMP )
e. Konsentrasi dan Perhatian
Kesan baik, pasien mampu mengikuti wawancara dengan baik.
f. Kemampuan berhitung
Kesan baik, pasien dapat menjawab perkalian angka sederhana
dengan hasil yang benar.
g. Kemampuan membaca dan menulis
Kesan baik, pasien dapat membaca dan menulis dengan baik dan
lancar.
h. Kemampuan visuospasial

11
Kesan baik, pasien dapat menggambar jam yang menunjukkan pukul
16.00.
i. Pikiran Abstrak
Kesan baik, pasien dapat menemukan persamaan dari beberapa benda
seperti apel dan jeruk.
j. Intelegensi dan Kemampuan Informasi
Kesan baik, pasien dapat menyebutkan nama-nama bulan dalam
setahun dan pasien dapat menyebutkan dalam 1 tahun adalah 12.

6. Pengendalian Impuls: Masih buruk, pasien masih melakukan penyayatan


dan belum bisa mengendalikan impuls dengan benar.
7. Daya Nilai dan Tilikan :
▪ Daya Nilai Sosial : Baik (selama dirawat, pasien mudah
berteman dengan pasien lain).
▪ Uji Daya Nilai : Baik (Jika pasien melihat dompet yang
tertinggal di bangsal pasien akan menyimpan dompet tersebut
dan mengembalikan apabila ada yang menanyakan).
▪ Penilaian Daya Realita (RTA): Tidak Terganggu
▪ Tilikan : Derajat III

8. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

IV. STATUS FISIK


1. Status Generalis
▪ Keadaan umum : Baik
▪ Kesadaran : Compos mentis
▪ Tanda Vital
✔ Tekanan darah : 110/80 mmHg
✔ Suhu : 360 C.
✔ Nadi : 80 x/menit regular
✔ Pernapasan : 20 x/menit

12
2. Status Neurologi
1. Gangguan rangsangan meningeal : Tidak ada
2. Mata
▪ Gerakan : Baik ke segala arah
▪ Bentuk pupil : Isokor
▪ Refleks cahaya : +/+
3. Motorik
▪ Tonus : Baik
▪ Turgor : Baik
▪ Kekuatan : Baik
▪ Koordinasi : Baik
▪ Refleks : Baik

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pada pasien ini didapatkan sedih berlarut melebihi 2 minggu, melakukan
self-harm karna merasa bersalah atas suatu permasalahan/sering
menyalahkan dirinya sendiri, pasien menjadi lebih sensitif, insomnia/sulit
tidur, berkurangnya kemampuan dalam berkonsentrasi seperti dalam belajar,
serta halusinasi. Berdasarkan DSM-V kriteria diatas menunjukkan pasien
sedang dalam episode depresi berat.
Pada pasien ini juga didapatkan mood irritable yang berlangsung lama,
kebutuhan tidur berkurang, pasien kurang dapat
berkonsentrasi/distractibility. Pasien sering merasa tidak ingin kalah dengan
teman-temannya dalam hal berpacaran dan berpikiran harus berpacaran.
Pasien juga pernah melakukan hal-hal yang berpotensi tinggi membahayakan
dirinya seperti berpacaran dengan gurunya, minum parasetamol 10 tablet
sekaligus, self-harm berupa menyilet lengannya. Berdasarkan DSM-V
kriteria diatas menunjukkan pasien pernah mengalami episode manik.
Pada pemeriksaan status mental, didapatkan bahwa penampilan pasien
tampak sesuai usia dan jenis kelamin, penampilan cukup rapih, dan
perawatan diri cukup baik. Sikap terhadap pemeriksa kooperatif, menjawab
pertanyaan dengan baik, dan dapat berterus terang. Verbal cukup spontan,

13
dan bisa menjawab pertanyaan. Nada suara sedang, intonasi cukup, artikulasi
jelas tidak terbata-bata. Psikomotor normoaktif, mood eutimik, dan afek
luas. Bentuk pikir realistik dan tidak terdapat waham. Orientasi waktu,
orang, dan tempat cukup baik. Daya ingat segera, jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang baik. Konsentrasi dan atensi cukup baik.
Kemampuan membaca, menulis, visuospasial, dan pikiran abstrak cukup
baik. Uji daya nilai baik. Saat ini, tilikan pasien derajat VI karena pasien
sadar sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk mencapai
perbaikan. Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal.

VI. FORMULA DIAGNOSIS

Berdasarkan data dari anamnesis, riwayat perjalanan penyakit, dan


riwayat pemeriksaan fisik, serta status mental pada pasien ini ditemukan
adanya kesedihan yang berlarut-larut (intense sadness), sering menyalahkan
diri sendiri setiap ada masalah (feeling of worthlessness), sulit tidur
(insomnia), berkurangnya minat atau kesenangan (diminished interest or
pleasure), kurangnya energi dan semangat untuk melakukan aktivitas (loss
of energy) yang terjadi setiap hari selama 6 bulan. Didapatkan juga perilaku
menyakiti diri sendiri (self-harm), berkurangnya kebutuhan tidur (decreased
need for sleep), mudah kehilangan fokus (distractability), merasa tidak ingin
disaingi oleh temannya (increased in goal directed activity), merasa
memiliki kepercayaan diri yang tinggi (increased self-esteem), mudah marah
(irritable mood). Dengan demikian, berdasarkan DSM-V pasien memenuhi
kriteria gangguan afektif bipolar episode kini campuran sehingga Aksis I
gangguan bipolar I episode kini depresi remisi parsial (F31.75).

Gangguan mental organik (F00-F09) dapat disingkirkan, karena pasien


dan keluarganya menyangkal kemungkinan adanya penyakit medis berat
yang pernah dialami. Pasien tidak pernah mengalami trauma kepala atau
penyakit lainnya yang secara fisiologis dapat menimbulkan disfungsi otak
sebelum menunjukkan gejala gangguan jiwa. Berdasarkan keterangan pasien
dan keluarganya, pasien tidak memiliki riwayat penggunaan rokok, NAPZA

14
dan alkohol, sehingga kemungkinan adanya gangguan mental dan perilaku
akibat penggunaan zat psikoaktif (F10-F19) juga dapat disingkirkan.

Tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian yang bermakna secara


klinis dan retardasi mental sehingga Aksis II tidak ada diagnosis. Pada
pasien ini ditemukan luka di lengan pada pemeriksaan fisik sehingga Aksis
III terdapat bekas luka sayatan pada lengan.

Pasien mengungkapkan bahwa ayahnya terlalu keras dalam mendidiknya


sehingga Aksis IV masalah pola asuh ayah otoriter/pola asuh inadekuat.
Pada Aksis V GAF (Global Assesment Of Functioning) Scale pasien saat
ini adalah 55 yaitu, memiliki teman yang sedikit dan hanya bisa
berkomunikasi dengan orang-orang terdekat serta masih melakukan self-
harm. GAF HLPY 50 yaitu, skor tertinggi satu tahun terakhir

VII. EVALUASI MULTIAKSIS


▪ Aksis I : Gangguan bipolar I episode kini depresi remisi parsial
(F31.75)
▪ Aksis II : Tidak ada
▪ Aksis III : Terdapat bekas luka sayatan pada lengan
▪ Aksis IV : Masalah pola asuh ayah otoriter/inadekuat
▪ Aksis V : GAF 55
GAF HLPY 50

VIII. DAFTAR MASALAH


1. Organobiologik : Tidak ada
2. Psikologik dan perilaku : Tidak ada
3. Lingkungan dan Sosio-Ekonomi :
 Ayah terlalu keras dalam mendidik pasien
 Keluarga yang memiliki pengetahuan yang kurang terhadap
penyakit gangguan jiwa yang dialami pasien sehingga berpikir
pasien hanya mencari perhatian.

15
 Ibu pasien terlalu sibuk merawat adiknya sehingga tidak sempat
memperhatikan pasien.
 Pasien termasuk kedalam tingkat sosioekonomi menengah.

IX. RENCANA INTERVENSI


a. Psikofarmaka
Lithium tab 300 mg, 3 kali sehari
b. Psikoterapi
a. Terapi Supportif
▪ Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam
menghadapi masalah serta memberikan dorongan agar pasien
lebih terbuka bila mempunyai masalah dan jangan memperberat
pikiran dengan menanggapi sebuah masalah terlalu berlebihan.
▪ Memberi dukungan pada pasien untuk meminum obat secara
teratur.
b. Edukasi Keluarga
▪ Memberi penjelasan kepada keluarga untuk bersama-sama
membantu dan mendukung kesembuhan baik mental, jiwa,
emosi, dan rohani pasien dalam kesinambungan dengan
pemulihan
c. CBT
Melakukan rujukan untuk dilakukan terapi kognitif perilaku atau
CBT untuk membantu pasien mengidentifikasi dan mengubah pola
pikir yang dapat menggangu dan memiliki pengaruh negatif pada
perilaku dan emosi serta diharapkan pasien mampu mengenali
mood, strategi coping, dan patuh dalam mengonsumsi obat.

X. PROGNOSIS
▪ Ad vitam : ad bonam
▪ Ad functionam : ad bonam

16
▪ Ad sanactionam : dubia ad malam
a. Faktor yang memperberat :
● Abnormalitas irama sirkadian
● Disregulasi Hipothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA)
● Perubahan neuroplastisitas dan neurotropik
● Toxic relationship
● Lingkungan yang tidak suportif
b. Faktor yang memperingan :
● Keluarga pasien mendukung untuk sembuh
● Kemauan untuk menjalani terapi dengan disiplin

17
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi
Gangguan bipolar merupakan gangguan mood kronik yang ditandai dengan
adanya episode mania atau hipomania yang muncul secara bergantian atau
bercampur dengan episode depresi. Gangguan bipolar dapat pula disebut sebagai
depresi manik, gangguan afektif bipolar (bipolar affective disorder) atau gangguan
spektrum bipolar. (Vieta, 2013)

1.2. Epidemiologi
Data WHO (2017) menunjukkan gangguan bipolar mempengaruhi sekitar 60
juta orang di seluruh dunia. Sekitar 1 dari setiap 100 orang dewasa terkena
gangguan bipolar pada beberapa titik dalam kehidupan mereka. Biasanya dimulai
antara usia 15 sampai 19 tahun dan jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Pada laki-
laki dan perempuan mempunyai kemungkinan sama untuk terkena gangguan
bipolar. Anak-anak juga dapat mengalami gangguan bipolar, penyakit ini biasanya
berlangsung seumur hidup.

Episode manik lebih sering terjadi pada pria, dan episode depresi lebih sering
terjadi pada wanita. Ketika episode manik terjadi pada wanita, mereka lebih
mungkin dibandingkan pria untuk terjadi episode campuran (misalnya, mania dan
depresi). Wanita juga memiliki tingkat yang lebih tinggi untuk terjadi rapid cycling
bipolar, yang didefinisikan memiliki empat atau lebih episode manik dalam periode
1 tahun.

Gangguan bipolar I lebih sering terjadi pada orang yang bercerai dan lajang
daripada di antara orang yang sudah menikah, tetapi perbedaan ini mungkin

18
mencerminkan onset dini dan karakteristik perselisihan perkawinan yang dihasilkan
dari gangguan tersebut. Gangguan bipolar I lebih sering terjadi pada orang yang
tidak lulus dari perguruan tinggi daripada lulusan perguruan tinggi.

1.3. Etiologi
1. Gangguan bipolar adalah interaksi kompleks antara faktor biologis,
psikologis, dan sosial. Namun, gangguan ini adalah salah satu kondisi
diturunkan secara genetik (sebanyak 70% kasus.
2. Kondisi yang diamati melalui neuroimaging:
a. Volume grey matter lebih kecil
b. Abnormalitas pada korteks prefrontal dan sistem limbik
3. Penanda inflamasi meningkat, walaupun signifikansi hal ini masih belum
diketahui.
4. Obat-obatan. Obat seperti kortikosteroid, antiretroviral, tiroksin, L-dopa,
stimulan, dan steroid anabolik dapat memicu mania, sekalipun
patogenesisnya belum diketahui. Sementara itu, Antidepresan dapat memicu
kenaikan mood.
1.4. Klasifikasi
Klasifikasi Gangguan Bipolar dibagi menjadi tiga yaitu gangguan bipolar I,
gangguan bipolar II, dan gangguan siklotimia.

Gangguan Bipolar I

Seseorang yang terkena gangguan bipolar I memiliki setidaknya satu episode


manik dalam hidup mereka. Episode manik adalah periode suasana hati yang
meningkat secara tidak normal atau mudah tersinggung, energi yang tinggi, disertai
dengan perilaku abnormal yang mengganggu kehidupan.

Orang dengan gangguan bipolar I juga menderita episode depresi. Seringkali,


ada pola siklus antara mania dan depresi. Di antara episode mania dan depresi,
banyak orang dengan gangguan bipolar I dapat hidup normal

Gangguan Bipolar II

19
Bipolar II mirip dengan gangguan bipolar I, dengan suasana hati yang berputar
antara tinggi dan rendah dari waktu ke waktu. Namun, pada gangguan bipolar II,
suasana hati yang meningkat tidak pernah mencapai mania. Peningkatan suasana
hati ini disebut episode hipomanik atau hipomania.

Seseorang yang terkena gangguan bipolar II memiliki setidaknya satu episode


hipomanik dalam hidup mereka. Kebanyakan orang dengan gangguan bipolar II
lebih sering menderita episode depresi.

Gangguan Siklotimia

Gangguan siklotimik secara simtomatik merupakan bentuk ringan dari gangguan


bipolar II, yang ditandai dengan episode hipomania dan depresi ringan.

Dalam DSM-5, gangguan siklotimik didefinisikan sebagai "gangguan mood


kronis yang berfluktuasi" dengan banyak periode hipomania dan depresi. Gangguan
ini dibedakan dari gangguan bipolar II, yang pada bipolar II ditandai dengan
adanya episode depresif dan hipomanik mayor.

20
1.5. Patofisiologi

a. Disregulasi irama sirkadian


Studi asosiasi genetik telah menunjukkan hubungan antara beberapa gen
sirkadian dan BD (CLOCK, ARTNL1, CSNK1e, PER3, NPAS2, NR1D1,
TIMELESS, RORA, RORB, dan GSK3b). Semua memiliki asosiasi sederhana
dengan BD, mendukung heritabilitas poligenik di mana beberapa gen secara
aditif berkontribusi pada risiko BD.
Aktivitas sekelompok gen clock mengatur generasi ritme sirkadian. Ada
loop umpan balik transkripsi/translasi molekul positif dan negatif yang
mendorong ekspresi gen yang berbeda untuk menstabilkan periodisitas 24 jam.
Mutasi dari salah satu gen sirkadian ini berpotensi berdampak pada jam
sirkadian dan dengan demikian secara halus atau dramatis mengubah tidur,
suasana hati, atau perilaku dengan cara yang berkontribusi terhadap penyakit
fisik dan mental, dan memang banyak gen sirkadian telah dikaitkan dengan BD.
Sistem sirkadian yang tidak teratur berkontribusi pada etiologi dan
perkembangan gangguan kejiwaan. Sekitar tiga perempat individu dengan

21
sindrom fase tidur tertunda memiliki riwayat depresi di masa lalu atau saat ini,
sedangkan tingkat keparahan depresi berkorelasi dengan ketidaksejajaran
sirkadian. Penurunan kebutuhan tidur memprediksi timbulnya episode manik
atau hipomanik pada hari berikutnya.
b. Disfungsi sumbu HPA
Tingkat aktivitas yang menonjol dari HPA axis, dibuktikan oleh ↑ kadar
kortisol basal, kortisol postdexamethasone (PDEX), dan adrenokortikotropik
hormone (ACTH), bersama dengan respons yang lebih tinggi terhadap tes
dexamethasone (DEX) / corticotropin releasing hormone (CRH). Menariknya,
beberapa perubahan HPA tampaknya menjadi ciri predisposisi gangguan mood –
subjek dengan BD memiliki ↑ kadar kortisol dan perubahan dalam respons
terhadap tes DEX/CRH.
c. Proinflamasi
Disfungsi kekebalan pada BD didukung oleh bukti pra-klinis dan klinis
yang menunjukkan ↑ kadar sitokin proinflamasi, termasuk interleukin-4 (IL-4),
interleukin-1beta (IL-1b), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor (TNF)-
alpha, soluble interleukin-2 receptor (sIL- 2R), and soluble receptor of TNF-type
1 (STNFR1).
d. Neurotoxic kynurenin metabolism
Aktivasi jalur kynurenine oleh sitokin seperti interferongamma (IFN-g)
dan TNF-lpha digambarkan sebagai salah satu dari beberapa kontributor
patogenesis psikiatri. Metabolit kynurenine memediasi inflamasi imun dan
neurodegenerasi dan dapat menyebabkan neurotoksisitas dan gangguan
neurotransmisi.
1. Studi menunjukkan Ketidakseimbangan menuju jalur neurotoksisitas yang
berasal dari metabolisme kynurenine, pada BD dibuktikan ada ↓ kadar
KYNA, ↑ rasio hydroxykynurenine.
2. Tingkat hydroxykynurenine yang ↑ mungkin berkorelasi dengan disfungsi
kognitif pada fase akut & periode euthymic.
3. Kadar KYNA dalam cairan serebrospinal mewakili biomarker untuk episode
psikotik pada BD.

22
4. ↓ KYNA perifer dan level KYNA yang tidak berubah diamati di CNS
selama fase depresi

Model integratif patofisiologi gangguan bipolar.

Disfungsi dalam sistem homeostatis tubuh yang penting, saling


mempengaruhi satu sama lain yang mengarah pada gangguan bipolar yang semakin
memburuk. Hasilnya adalah :

1. Keadaan gejala yang persisten,

2. Resistensi pengobatan,

3. Kemunduran fungsi psikososial dan

4. Berbagai komplikasi fisik.

1.6. Manifestasi Klinis


Pada gangguan bipolar I gejala utama yang biasa terlihat berupa gejala manik
atau mania dan depresi. Sedangkan pada gangguan bipolar II ditandai dengan
depresi mayor yang dikombinasikan dengan episode hipomanik.

Gejala Manik

Suasana hati yang meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung adalah ciri dari
episode manik. Suasana hati yang meningkat adalah euforia dan sering menular dan
bahkan dapat menyebabkan penolakan kontratransferensial penyakit oleh dokter
yang tidak berpengalaman. Meskipun orang yang tidak terlibat mungkin tidak
mengenali sifat yang tidak biasa dari suasana hati pasien, mereka yang mengenal
pasien mengenalinya sebagai abnormal. Sebagai alternatif, suasana hati mungkin
mudah tersinggung, terutama ketika ide ambisius pasien digagalkan atau tidak
tercapai. Pasien sering menunjukkan perubahan mood yang dominan dari euforia di
awal perjalanan penyakit menjadi iritabilitas di kemudian hari.

Mania pada Remaja

23
Mania pada remaja sering salah didiagnosis sebagai gangguan kepribadian
antisosial atau skizofrenia. Gejala mania pada remaja mungkin termasuk psikosis,
konsumsi alkohol atau penyalahgunaan zat lainnya, upaya bunuh diri, masalah
akademik, pemikiran filosofis, gejala OCD, beberapa keluhan somatik, iritabilitas
yang mengakibatkan perkelahian, dan perilaku antisosial lainnya. Meskipun banyak
dari gejala ini terlihat pada remaja normal, gejala yang parah atau persisten harus
mempertimbangkan gangguan bipolar I dalam diagnosis banding.

Gejala Depresi

Suasana hati yang tertekan dan kehilangan minat atau kesenangan adalah gejala
utama depresi. Pasien mungkin mengatakan bahwa mereka merasa putus asa, sedih,
atau tidak berharga. Pasien sering menggambarkan gejala depresi sebagai salah satu
rasa sakit emosional yang menyiksa dan kadang-kadang mengeluh tidak bisa
menangis, gejala yang hilang saat mereka membaik.

Sekitar dua pertiga dari semua pasien depresi berpikir untuk bunuh diri, dan 10
hingga 15 persen melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat di rumah sakit
dengan upaya bunuh diri atau ide bunuh diri memiliki risiko bunuh diri yang lebih
tinggi seumur hidup daripada mereka yang tidak pernah dirawat di rumah sakit
karena ide bunuh diri. Beberapa pasien depresi terkadang tampak tidak menyadari
depresi mereka dan tidak mengeluhkan gangguan mood meskipun mereka
menunjukkan penarikan diri dari keluarga, teman, dan aktivitas yang sebelumnya
menarik minat mereka. Hampir semua pasien depresi (97 persen) mengeluh tentang
berkurangnya energi; mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, terganggu
di sekolah dan lngkungan kerja, dan kurang memiliki motivasi untuk melakukan
proyek atau tugas baru. Sekitar 80 persen pasien mengeluh sulit tidur, terutama
bangun di pagi hari dan beberapa kali terbangun di malam hari, di mana mereka
merenungkan masalah mereka. Banyak pasien mengalami penurunan nafsu makan
dan penurunan berat badan, tetapi beberapa mengalami peningkatan nafsu makan
dan penambahan berat badan dan tidur lebih lama dari biasanya. Pasien-pasien ini
diklasifikasikan sebagai memiliki fitur atipikal.

24
Kecemasan, gejala umum dari depresi, mempengaruhi sebanyak 90 persen dari
semua pasien depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapat
memperburuk penyakit medis yang menyertai seperti diabetes, hipertensi, penyakit
paru obstruktif kronik, dan penyakit jantung. Gejala vegetatif lainnya termasuk
menstruasi yang tidak normal dan penurunan minat dan kinerja dalam aktivitas
seksual. Masalah seksual terkadang dapat menyebabkan rujukan yang tidak tepat,
seperti konseling perkawinan dan terapi seks, ketika dokter gagal mengenali
gangguan depresi yang mendasarinya. Kecemasan (termasuk serangan panik),
penyalahgunaan alkohol, dan keluhan somatik (misalnya, konstipasi dan sakit
kepala) sering mempersulit pengobatan depresi. Sekitar 50 persen dari semua
pasien menggambarkan variasi diurnal dalam gejala mereka, dengan peningkatan
keparahan di pagi hari dan berkurangnya gejala di malam hari. Gejala kognitif
termasuk laporan subjektif dari ketidakmampuan untuk berkonsentrasi (84 persen
pasien dalam satu penelitian) dan gangguan dalam berpikir (67 persen pasien dalam
penelitian lain).

Depresi pada Anak dan Remaja.

Fobia sekolah dan ketergantungan berlebihan pada orang tua merupakan gejala
depresi pada anak. Kinerja akademik yang buruk, penyalahgunaan zat, perilaku
antisosial, pergaulan bebas, membolos, dan melarikan diri merupakan gejala
depresi pada remaja.

1.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis Bipolar Disorder

Gangguan afektif bipolar menurut PPDGJ-III merupakan gangguan yang tersifat


oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan
tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan
afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada
waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas
(depresi).

25
Episode manik umumnya dimulai secara tiba-tiba dan berlangsung antara 2
minggu sampai 4 – 5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama
(rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang
usia lanjut. Kedua macam episode ini seringkali terjadi setelah peristiwa hidup
yang penuh stres atau trauma mental lain (Maslim, 2019).

Gangguan afektif bipolar menurut DSM-5 terbagi menjadi gangguan bipolar I


dan gangguan bipolar II. Gangguan bipolar I berdasarkan kriteria DSM-5
membutuhkan adanya episode depresi dan episode manik (perubahan mood
abnormal) yang berlangsung setidaknya 1 minggu. Kriteria diagnostik untuk
gangguan bipolar II dicirikan oleh episode depresi dan episode hipomanik, tetapi
episode gejala manik tidak memenuhi kriteria diagnostik (Saddock, 2015)

Berdasarkan DSM-5 untuk diagnosis gangguan bipolar, perlu memenuhi kriteria


berikut untuk episode manik. Episode manik dapat didahului atau mungkin diikuti
oleh episode hipomanik atau depresi mayor.

1. Episode Manik
A. Periode yang berbeda dari mood yang meningkat, ekspansif, mudah marah
atau tersinggung (mood iritabel), persisten, dan peningkatan aktivitas atau
energi yang berlangsung setidaknya 1 minggu dan muncul hampir
sepanjang hari dan hampir setiap hari (atau durasi berapapun jika dirawat di
rumah sakit diperlukan).
B. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, 3
gejala (atau lebih) dari gejala berikut, 4 gejala (jika mood iritabel) hadir
dengan derajat yang signifikan dan menunjukkan adanya perubahan dari
perilaku biasa:
1. Harga diri atau kebesaran yang melambung.

2. Kebutuhan tidur berkurang

3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara

4. akselerasi pikiran atau flight of idea

26
5. Distractibility (yaitu, perhatian terlalu mudah tertarik pada rangsangan
eksternal yang tidak penting atau tidak relevan)

6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (increase in goal-


directed activity) baik secara sosial, di tempat kerja atau sekolah, atau
secara seksual

7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi tinggi


untuk konsekuensi yang menyakitkan (misalnya, terlibat dalam pembelian
yang tidak terkendali, perselingkuhan seksual, atau investasi bisnis yang
bodoh)

C. Gangguan mood cukup parah untuk menyebabkan gangguan yang nyata


dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap untuk
mencegah bahaya pada diri sendiri atau orang lain, atau terdapat ciri
psikotik.
D. Episode tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya
penyalahgunaan obat, pengobatan, atau ada sifat psikotik).

2. Episode Hipomanik
A. Periode yang berbeda dari mood yang abnormal dan terus-menerus
meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan secara abnormal dan
terus-menerus meningkat aktivitas atau energi, berlangsung setidaknya 4
hari berturut-turut dan muncul hampir sepanjang hari, hampir setiap hari.
B. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, 3
gejala (atau lebih) dari gejala berikut, 4 gejala (jika mood iritabel) hadir
dengan derajat yang signifikan dan menunjukkan adanya perubahan dari
perilaku biasa:
1. Harga diri atau kebesaran yang melambung.

2. Kebutuhan tidur berkurang

3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara

4. akselerasi pikiran atau flight of idea

27
5. Distractibility (yaitu, perhatian terlalu mudah tertarik pada rangsangan
eksternal yang tidak penting atau tidak relevan)

6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (increase in goal-


directed activity) baik secara sosial, di tempat kerja atau sekolah, atau
secara seksual

7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi tinggi


untuk konsekuensi yang menyakitkan (misalnya, terlibat dalam pembelian
yang tidak terkendali, perselingkuhan seksual, atau investasi bisnis yang
bodoh)

C. Episode ini dikaitkan dengan perubahan fungsi yang tegas yang dapat tidak
ditemukan karakteristik ketika individu tidak menunjukkan gejala.
D. Gangguan mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh orang lain.
E. Episode tidak begitu berat atau parah untuk menyebabkan penurunan nyata
dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau untuk memulihkan kospitalisasition.
jika ada ciri psikotik, episode tersebut, menurut definisi, adalah manik
F. Episode tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, dan lain-lain).

3. Episode Depresi
A. 5 gejala (atau lebih) dari gejala berikut telah hadir selama periode 2 minggu
dari perubahan fungsi sebelumnya: paling sedikit salah satu gejalanya
adalah (1) mood depresi atau (2 kehilangan minat atau kesenangan.
1. Suasana hati yang tertekan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari,
seperti yang ditunjukkan oleh laporan subjektif (misalnya, merasa sedih,
kosong, atau putus asa) atau pengamatan yang dilakukan oleh orang lain
(misalnya, tampak menangis). Pada anak-anak dan remaja, mood bisa
menjadi mudah marah atau iritabel.

2. Berkurangnya minat atau kesenangan secara nyata pada semua, atau


hampir semua, aktivitas hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari

28
3. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak berdiet atau
penambahan berat badan

4. Insomnia atau hipersomnia

5. Agitasi atau keterbelakangan psikomotor hampir setiap hari

6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari

7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak
pantas (yang mungkin bersifat delusi) hampir setiap hari

8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau


penuh keragu-raguan, hampir setiap hari

9. Thoughts of death yang rekuren (bukan hanya ketakutan akan kematian),


ide bunuh diri yang berulang tanpa rencana khusus, atau percobaan bunuh
diri atau rencana khusus untuk bunuh diri.

B. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau


gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
C. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi
medis lainnya.

Diagnosis Banding Bipolar Disorder

1. Major Depressive Disorder

1.8. Tatalaksana
Psikofarmaka

1. Gangguan Bipolar I
a. Episode Mania Akut

Obat
Lini I Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin
XR, aripiprazol, litium atau divalproat+risperidon, litium atau
divalproat+quetiapin, litium atau divalproat+olanzapin,

29
litium atau divalproat + aripiprazol
Lini II Karbamazepin, ECT, litium+divalproat,
paliperidon
Lini III Haloperidol, klorpromazin, litium atau
divalproat+haloperidol,
litium+karbamazepin, klozapin
x Gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon+karbamazepin,
olanzapin+karbamazepin

b. Episode Depresi Akut

Obat
Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau
divalproat+SSRI, olanzapin+SSRI, litium+divalproat
Lini II Quetiapin+SSRI, divalproat, litium atau
divalproat+lamotrigin
Lini III Karbamazepin, olanzapin, litium+karbamazepin, litium atau
divalproat + venlafaksin, litium+MAOI, litium atau
divalproat atau karbamazepin+SSRI+lamotrigin,
penambahan topiramat.
x Gabapentin monoterapi, aripiprazol monoterapi

c. Rumatan Gangguan Bipolar I

Obat
Lini I Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin,
quetiapin, litium atau divalproat+quetiapin, Risperidon
Injeksi
Jangka Panjang (RIJP), penambahan RIJP, aripiprazol
Lini II Karbamazepin, litium+divalproat, litium+karbamazepin,
litium atau divalproat+olanzapin, litium+risperidon,
litium+lamotrigin, olanzapin+fluoksetin
Lini III Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan
ECT, penambahan topiramat, penambahan asam lemak
omega-3, penambahan okskarbazepin

2. Gangguan Bipolar II
a. Episode Depresi Akut

Obat
Lini I Quetiapin
Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat +

30
antidepresan, litium + divalproat, antipsikotika atipik +
Antidepresan
Lini III Antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang jarang
mengalami hipomania)

b. Rumatan Gangguan Bipolar II

Obat
Lini I Litium, lamotrigin
Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik +
antidepresan, kombinasi dua dari: litium, lamotrigin,
divalproat, atau antipsikotika atipik
Lini III Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT.
x Gabapentin

Psikoterapi

1. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)


CBT adalah terapi berbicara yang dapat membantu pasien mengelola
masalah dengan mengubah cara berpikir dan berperilaku dengan cara
membuang pikiran dan keyakinan buruk pasien, untuk kemudian diganti
dengan konstruksi pola pikir yang lebih baik. Pendekatan kognitif dilakukan
untuk menempatkan suatu pikiran, keyakinan, atau bentuk afirmasi diri
terhadap orang lain.

2. Family Focus Therapy (FFT)


FFT adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi
keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga.
FFT dibedakan dari bentuk terapi lainnya dengan memperhatikan
dinamika dan hubungan keluarga sebagai faktor pendukung yang membantu
atau memperparah penyakit.

1.9. Prognosis

Gangguan Bipolar I

31
Sekitar 40 sampai 50 persen pasien dengan gangguan bipolar I mungkin
mengalami episode manik kedua dalam waktu 2 tahun dari episode pertama. Hanya
50 hingga 60 persen pasien yang mencapai kontrol signifikan terhadap gejala
mereka dengan lithium.

Pada studi jangka panjang, 15 persen dari semua pasien dengan gangguan
bipolar I sembuh, 45 persen sembuh tetapi mengalami kekambuhan ganda, 30
persen dalam remisi parsial, dan 10 persen sakit kronis. Sepertiga dari semua
pasien dengan gangguan bipolar I memiliki gejala kronis dan bukti penurunan
sosial yang signifikan.

Faktor yang memperburuk prognosis:

1. Ketergantungan alcohol

2. Faktor psikotik

3. Faktor depresi

4. Faktor depresi antar episode

5. Jenis kelamin laki-laki

Faktor yang membuat prognosis lebih baik:

1. Durasi episode manik yang pendek

2. Onset usia lanjut

3. Lebih sedikit pikiran untuk bunuh diri, masalah psikiatri dan medis

Gangguan Bipolar II

Sekitar 40 sampai 50 persen pasien dengan gangguan bipolar I mungkin


mengalami episode manik kedua dalam waktu 2 tahun dari episode pertama. Hanya
50 hingga 60 persen pasien yang mencapai kontrol signifikan terhadap gejala
mereka dengan lithium.

32
DAFTAR PUSTAKA

Harrison Pj. Molecular neurobiological clues to the pathogenesis of bipolar disorder.


Curr Opin Neurobiol.2916;36;1-6

Kaplan & Sadock. 2015. Synopsis Of Psychiatri: behavioral


Sciences/Clinical/Psychiatri-Elevent Edition

Kementrian Kesehatan RI.2018.Formularium Nasional. Jakarta: Kementrian Kesehatan


RI

Kementrian Kesehatan RI.2018.Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa.


Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-V. Cetakan 2. Jakarta: PT Nuh Jaya

Muneer A. The Neurobiology Of Bipolar Disorder: An Integrated Approach. Chonnam


Med J.2016;52(1):18

Muneer A. Mixed States in Bipolar Disorder: Etiology. Pathogenesis and Treatment.


Chonnam Med J.2017;53(1):1

Vieta, E. 2013. Managing Bipolar Disorder in Clinical Practice. 3 ed. London: Springer
Healthcare

33

Anda mungkin juga menyukai