Anda di halaman 1dari 54

REFERAT

ANEURYSMAL BONE CYST

Disusun Oleh :
Raudhatul Aisy Fachrudin
1102017189

Pembimbing :
dr. Abdul Waris, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK INSTALASI RADIOLOGI


RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 22 NOVEMBER 2021 11 DESEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat Aneurysmal Bone Cyst
disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian radiologi RSUD Kabupaten
Bekasi.

Penyusunan referat ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Untuk
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Abdul Waris, Sp.Rad. atas ilmu dan
bimbingannya selama penulis menyelesaikan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan coass atas dukungan yang telah diberikan. Penulis menyadaribahwa
referat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan demi perbaikan materi penulisan dan menambah wawasan penulis.

Bekasi, 28 November 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 3
2.1. Anatomi dan Fisiologi Tulang........................................................................... 3
2.2. Definisi
2.3. Epidemiologi ...................................................................................................... 9
2.4. Etiologi ............................................................................................................. 11
2.5. Patofisiologi ....................................................
2.6. Klasifikasi .13
2.7. Manifestasi Klinis ............................................................................................ 14
2.8. Diagnosis .......................................................................................................... 14
2.8.1 Anamnesis ................................................................................................14
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
2.8.3 Pemeriksaan Laboratorium
2.8.4 Pemeriksaan Radiologi 15
2.8.5 Gambar-Gambar Radiologi aneurysmal bone cysts
2.8.6 Pemeriksaan Histopatologi dan Biopsi
2.9. Diagnosis Banding
2.9.1 Giant Cell Tumour
2.9.2 Telangiektasis Osteosarkoma
2.9.3 Fibrous Dysplasia
2.9.4 Unicameral Bone Cyst
2.9.5 Kondroblastoma ..............................................................................
2.10. Penatalaksanaan 41
2.11. Komplikasi
2.12. Prognosis

BAB III KESIMPULAN............................................................................................................46


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................47

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.1. Gambar bagian-bagian tulang Panjang


Gambar 2.1.2.. Struktur penyusun tulang panjang
Gambar 2.1.3. Gambar lapisan-lapisan pada tulang
Gambar 2.1.4. Gambar tulang penyusun rangka
Gambar 2.1.5.
Gambar 2.1.6. Rongent cruris AP lateral
Gambar 2.3.1. Predileksi ABC
Gambar 2.8.4.1 Tampak gambaran ekspansi lesi yang radiolusen pada metafisis di distal Os tibia
dextra Periosteum dan pinggir tulang tampak intak.
Gambar 2.8.4.2. ABC di radius distal pada anak berusia 11 tahun ..16
Gambar 2.8.4.3. Gambaran X-ray menunjukkan lesi lusen ekspansil pada metafisis di os tibia.

.Gambar 2.8.4.4. Gambaran X-ray menunjukkan aneurysmal bone cyst di proksimal os.humerus

Gambar 2.8.4.5. Gambaran X-ray menunjukkan Lesi radiolusen ekspansif pada prosesus
spinosus vertebra cervical 2 8
Gambar 2.8.4.6. Gambaran CT-Scan ABC lesi hipodens pada os talus ......19
Gambar 2.8.4.7. Gambarann bone window dari ABC
Gambar 2.8.4.8. Gambaran CT-Scan lesi litik di fibulaproksimal ... 20
Gambar 2.8.4.9. MRI aksial dan sagital T2 pada ABC femoralis distal
Gambar 2.8.4.10. MRI Aneurysmal bone cyst potongan sagittal dan aksial
Gambar 2.8.4.11. MRI aksial fat sat dan coronal T pada ABC
Gambar 2.8.4.12.. MRI ABC pada distal Os tibia dextra
Gambar 2.8.4.13. Skintigrafi Tulang ........................................................................
Gambar 2.8.4.14. Pemeriksaan bone scan pada ABC .............................................. ..24
Gambar 2.8.4.15. Pemeriksaan Angiografi ABC ..................................................... ..24

Gambar 2.8.5.1. Foto Xray Lateral dan Posterior tibia proximal .............................

Gambar 2.8.5.2. Foto Xray Palmar kiri frontal.........................................................

Gambar 2.8.5.3. Foto MRI Palmar kiri Coronal T2 ................................................

Gambar 2.8.6.1. Gambaran histopatologis dari ABC ..............................................

iii
Gambar 2.8.6.2. Gambaran histopatologis dari ABC ..............................................

Gambar 2.8.6.3. Gambaran histopatologis dari ABC ..............................................

Gambar 2.9.1.1. Gambaran Giant cell tumor

Gambar 2.9.1.2. Gambaran Giant cell tumor

Gambar 2.9.2.1. Gambaran Telangiektasis Osteosarkoma ......................................

Gambar 2.9.3.1. Gambaran Fibrous Dysplasia ... 6

Gambar 2.9.3.2. Gambaran 36.

Gambar 2.9.4.1. Gambaran Kondroblastoma 38

.. 38

.39

Gambar 2.9.5.1. Unicameral bone cyst / simple bone cyst ...................................... 40

Gambar 2.9.5.2. Unicameral bone cyst / simple bone cyst ...................................... 41

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Aneurysmal Bone Cyst (ABC) adalah lesi mirip tumor jinak yang yang
etiologinya belum diketahui, digambarkan sebagai lesi osteolitik yang berkembang dari
ruang berisi darah dengan ukuran bervariasi yang dipisahkan oleh jaringan ikat.
Kelainan ni secara primer ditemukan pada anak-anak dan remaja, dengan 80% terjadi
pada pasien yang usianya kurang dari 20 tahun.1

Kira-kira 50-70% ABC muncul pada dekade kedua dan banyak pada wanita.
Sekitar 70-86% penyakit ini muncul pada pasien dengan usia lebih muda dari 20 tahun.2
Pada usia muda, lempeng pertumbuhan dan lokasi metafisis merupakan lokasi yang
paling potensial untuk rekurensi dari ABC. ABC yang bermanifestasi pada populasi
anak-anak akan mengakibatkan deformitas tungkai dan diskrepansi akibat
terganggunya lempeng pertumbuhan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan
pada pertumbuhan anak.
ABC adalah lesi kistik yang bersifat ekspansif yang paling sering mengenai
setiap individu dalam dekade kedua kehidupan dan kemungkinan terjadi pada setiap
tulang pada tubuh. Meskipun jinak, ABC dapat bersifat lokal agresif dan dapat
menyebabkan kelemahan yang luas pada struktur tulang dan mengenaijaringan sekitar.
Jaffe dan Lichtenstein pertama kali menjelaskan ABC pada tahun1942, ketika mereka
mencatat kelainan pada darah yang mengandung kista yang berukuran besar. Dua
kasus dilaporkan dimana tampak lesi seperti gelembung sabun pada foto polos tulang
yang ditemukan pada ramus superior pubis pada pasien laki-laki yang berumur 17 dan
pada tulang vertebra pasien laki-laki 18 tahun. Dengan tampak lesi yang meluas dan
menunjukkan bukti erosi tulang sekitar dan pertambahan jaringan disekitar. Setelah
dilakukan pembedahan, ditemukan dinding tulang yang tipis yang ternyata
mengandung cairan bercampur darah. Kista aneurismal dapat timbul pada tulang
sebagai proses degeneratif sekunder dari lesi di pembuluh darah dengan penyakit lain
yang bersifat jinak atautumor ganas pada tulang, seperti pada Giant Cell Tumor dan
Chondroblastoma.
1
Aneurysma Bone Cyst (ABC) adalah tumor jinak, biasanya muncul sebelum
kematangan dari tulang. Penyakit ini tidak pernah menjadi ganas. ABC sering terjadi
melibatkan daerah metafisis tulang panjang atau vertebra. Secara radiografis, ABC
akan tampak gambaran eksentris, litik, dan ekspansif, dengan karakteristik destruksi
kortikal dan elevasi periosteal. Penyakit ABC bisa tumbuh secara cepat dan muncul
sangat agresif, membedakan ABC dengan penyakit tumor primer ganas mungkin akan
sulit. Dengan pemeriksaan seksama akan mengungkapkan perjalanan penyakit ini.
ABC terdiri dari beberapa osteoid, namun dengan pemeriksaan seksama,
mengungkapkan penyakit ini dapat menjadi reaktif dan tidak neoplastik, sekitar
sepertiga dapat timbul bersama dengan neoplasma pada tulang.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang rangka
orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai
saraf dan darah. tulang penyusun rangka digolongkan pada dua kelompok yaitu
axial skeleton dan appendicular skeleton.
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada intra-seluler. Tulang berasal dari
Osteogenesis menjadi
tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-
Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya :
1. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal
dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat
daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau
lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang
rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang
dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh
jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous
atau trabecular). lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh.
Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan
tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi
lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang
disebut kanalis medularis Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.

3
5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang
yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan
fasial, misalnya patella (kap lutut)
Pada tulang panjang terdapat bagian-bagian khas yang terdiri dari tiga bagian
yaitu diafisis atau batang, adalah sebuah bagian tengah tulang yang berbentuk
silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang
besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.
Daerah ini tersusun terutama oleh tulang tuberkular atau tulang spongiosa yang
mengandung sel-sel hematopoietik. Sumsum merah terdapat juga di bagian epifisis
dan diafisis tulang. Pada anak-anak, sumsum merah mengisi sebagian besar bagian
dalam tulang panjang, tetapi kemudian diganti oleh sumsum kuning sejalan dengan
semakin dewasanya anak tersebut. Pada orang dewasa, aktivitas hematopoietic
menjadi terbatas hanya pada sternum dan Krista iliaka, walaupun tulang-tulang
yang lain masih berpotensi untuk aktif lagi bila diperlukan.6

Pada manusia, tulang berfungsi sebagai :

1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh

2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak.

3. Sebagai alat gerak pasif

4. Membentuk sel-sel darah merah dan darah putih (hematopoesis)

5. Menyimpan mineral, misalnya kalsium dan fosfor.


Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklast. Osteoblast
berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matri
ks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar ( glukosaminoglikan, asam
polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-
garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam
pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang).
Osteoklast adalah sel multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam
penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang6 Ruang di tengah tulang-tulang tertentu
berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai seldarah. Tulang juga merupakan

4
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-komponen
nonselular utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik
(kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam Kristal yang
tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memempatkan
kekuatan tulang. Matriks organik tulang juga disebut suatu osteoid. Sekitar 70% dari
osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan daya rentang tinggi pada tulang.
Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam
hialuronat.6

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel yaitu
osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan
osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar alkali
fosfatase, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan
fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari alkali fosfatase akan memasuki aliran
darah, dengan demikian maka kadar alkali fosfatase di dalam darah dapat menjadi
indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah
tulang atau pada kasus metastasis kanker tulang.6
Osteosit dalah sel-sel tulang dewasa yang berfungsi sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklast adalah sel-sel
besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat
diabsorpsi. Tidak seperti osteoblast dan osteosit, osteoklast mengikis tulang. Sel-
sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat
terlepas ke dalam aliran darah.6
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Suatu peningkatan kadar
hormon paratiroid (PTH) mempunyai efek langsung dan segera pada mineral
tulang, menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak memasuki serum.
Disamping itu, peningkatan kadar PTH secara perlahan-lahan menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas osteoclast, sehingga terjadi demineralisasi. Selain
itu vitamin D juga berperan dalam metabolism tulang.Vitamin D mempengaruhi
deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan
absorpsi tulang seperti yang terlihat pada kadar PTH yang tinggi. Bila tidak ada

5
vitamin D, PTH tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam
jumlah sedikit membantu kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan
absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.6

Gambar 2.1.1. Gambar bagian-bagian tulang panjang

6
Gambar 2.1.2. Struktur penyusun tulang panjang

Gambar 2.1.3.. Gambar lapisan-lapisan pada tulang.

Gambar 2.1.4. Gambar tulang penyusun rangka.


7
Gambar 2.1.5. Klasifikasi tulang berdasarkan bentuknya.

Gambar 2.1.6. Rongent cruris AP lateral

Anatomi Aneurysmal Bone Cyst

ABC dapat mempengaruhi tulang manapun di dalam tubuh sehingga anatomi


bedah yang relevan tentu berbeda dengan lokasi. Tulang tubular yang panjang adalah
tempat yang paling umum untuk penyakit ABC diikuti oleh tulang belakang dan
tulang pipih. Ketiga area ini sekitar 80% dari semua kejadian ABC. Bila lesi ini
muncul dalam tulang tubular yang panjang, ABC cenderung terletak secara eksentrik
pada metafisis.10
ABC paling jarang melibatkan lokasi subperiosteal yang biasanya lesi di lokasi
8
ini dapat membentuk massa jaringan lunak yang dominan. ABC dapat terjadi di lokasi
manapun, termasuk diafisis dan epifisis. Lesi ini juga diketahui mempengaruhi tulang
yang berdekatan.Walaupun demikian ABC tulang belakang dikaitkan dengan insiden
lesi bersebelahan yang lebih tinggi. Hampir semua ABC tulang belakang melibatkan
elemen posterior yang menimbulkan gejala neurologis serta perilaku agresif lokal
lainnya. Pelvis berkontribusi sekitar 50% lesi yang terjadi pada tulang pipih. Lesi
sekunder cenderung memiliki predileksi untuk area tubuh dimana lesi primer biasanya
muncul.11

2.2 Definisi

Aneurysmal bone cyst (ABC) adalah lesi pada tulang yang mirip dengan
tumor yang terjadi pada vaskular. Secara radiologis, lesi ABC menunjukkan
gambaran multiokulasi, radiolusen dan lesi eksentrik yang mengekspansi tulang
sehingga tampak gambaran kerusakan tulang. Secara histologis, penyakit ini
tampak pada jaringan mesenkimal dengan kista yang berjajar dan mengandung
banyak darah.3
Aneurysmal bone cyst adalah tumor jinak yang biasa muncul sebelum
maturasi dari tulang. Lesi ABC tidak pernah menjadi ganas.4 Meskipun jinak, ABC
dapat bersifat lokal agresif dan dapat menyebabkan kelemahan yang luas pada
struktur tulang dan mengenai jaringan sekitar.2
Menurut World Health Organization (WHO), aneurysmal bone cyst adalah
lesi tulang mirip tumor jinak yang digambarkan sebagai lesi osteolitik yang
berkembang dari perluasan lesi yang rongga kistanya terisi oleh darah dengan
ukuran bervariasi yang dipisahkan oleh jaringan ipkat yang mengandung trabekula
atau jaringan osteoid dan sel osteoklast raksasa.3

2.3 Epidemiologi
Kejadian penyakit ABC temasuk kejadian langka dari perhitungan
persentase hanya 1-6% kejadian dari semua kasus tumor primer pada tulang.1 Hal
ini paling sering mempengaruhi individu selama dekade kedua kehidupan mereka
dan dapat terjadi pada tulang manapun di tubuh.2 Meskipun ABC dapat muncul
pada orang dari segala usia, umumnya penyakit ini diderita oleh orang yang muda

9
(tapi jarang pada orang yang sangat muda).

Sekitar 50-70% ABC muncul pada dekade kedua kehidupan, dengan 70-86%
muncul pada pasien yang berusia kurang dari 20 tahun. Rata-rata umur pasien
berkisar antara 13-17 tahun.6 Kebanyakan peneliti juga menemukan kejadian yang
sedikit meningkat pada wanita.7 Rasio kejadian penyakit ini pada laki laki dan
perempuan adalah 1 : 1,5.8

Tulang yang paling umum menjadi predileksi adalah tulang panjang


(terutama tibia dan tulang paha) serta tulang belakang walaupun ABC bisa terjadi
di tulang manapun. lokasi yang paling umum terjadi ABC sering terjadi melibatkan
daerah metafisis tulang panjang atau vertebra, di tulang Panjang sekitar 50-60%
(biasanya metafisis), ekstremitas bawah sekitar 40% (tibia dan fibula), 24%,
terutama tibia proksimal, tulang paha sekitar 13%, terutama di bagian proksimal,
ekstremitas atas sekitar 20%, spine dan sacrum sekitar 20-30 terutama bagian
posterior, dengan ekstensi ke daerah vertebral pada 40%, kasus, kraniofasial
terutama rahang, basisphenoid, dan sinus paranasal.

Aneurysmal Bone Cyst terhitung sebanyak 5% dari seluruh tumor tulang


primer. Mayoritas lesi primer berkembang di tulang belakang dan tulang panjang
ekstremitas bawah, dan 18% melibatkan ekstremitas atas dengan 3-5% melibatkan
tangan dan pergelangan tangan.5
Dalam sebuah ulasan yang diperoleh dari 897 kasus ABC, tingkat kejadian
berikut dilaporkan terbanyak pada tulang tibia (17,5%), femur (15,9%), vertebra
(11,2%),pelvis (11,6%), humerus (9,1%), fibula (7,3%), karpal (6,3%), tarsal (4,7%),
ulna (3,8%), radius (3,1%) dan lain - lain (9,2%). Capanna et. al. menggambarkan
lima jenis morfologi ABC berdasarkan temuan radiologi:12
1. Tipe I : Presentasi metafisisis sentral, terkandung dalam tulang dengan
profil tulang utuh atau dengan sedikit ekspansi.
2. Tipe II : ABC yang melibatkan keseluruhan segmen tulang, tampakan
yang melonjak dengan penipisan bagian korteks.
3. Tipe III : lokasi metafiseal eksentrik, tidak ada atau minimal ekspansi
korteks.
4. Tipe IV : ekstensi subperiosteal, tidak ada atau sedikit erosi kotikal,
jarang terjadi pada diafisis.
10
5. Tipe V : lokasi metadiafiseal, inflasi periosteum terhadap jaringan
lunak,penetrasi korteks, perpanjangan tulang cancellous.

Gambar 2.3.1.
Predileksi ABC

2.4 Etiologi
Etiologi yang sebenarnya dari ABC belum diketahui.1 Kebanyakan peneliti
percaya bahwa ABC merupakan hasil dari suatu kelainan pembuluh darah dalam
tulang. Hampir 1/2 kasus terlihat terjadi sehubungan dengan tumor jinak yang lain
dan mungkin merupakan gangguan dalam reaksi tubuh terhadap tumor lainnya.Tiga
teori umum diusulkan adalah sebagai berikut:6

11
ABC mungkin disebabkan oleh reaksi sekunder dari lesi tulang lain. Teori ini
telah dipahami oleh beberapa ahli karena tingginya insiden yang menyertai
tumor pada 23-32% dari ABC. Giant cell tumour (GCT) yang paling sering
ditemukan lalu diikuti dengan dysplasia fibrosa, osteoblastoma,chondromyxoid
fibroma, fibromanon-ossifying, kondroblastoma, osteosarkoma,
kondrosarkoma, unikameral atau kista tulang soliter, hemangioendothelioma
dan metastasis dari karsinoma. ABC dengan adanya lesi lainnya disebut ABC
sekunder. Pengobatan ABC sekunder dilakukan sesuai berdasarkan dengan jenis
tumor apa yang mendasarinya.
ABC dapat timbul secara de novo, tumor-tumor yang timbul tanpa tanda lesi
lain diklasifikasikan sebagai ABC primer.
ABC mungkin timbul di daerah tempat terjadinya trauma sebelumnya. Sebuah
penelitian mengatakan bahwa Aneurysmal Bone Cyst muncul karena sebuah
gangguan lokal yang persisten pada hemodinamik (vena thrombosis atau
aneurisma arteriovenosa) dan penyebabnya ditandai dengan peningkatan
tekanan vena yang mengarah pada pengembangan vascular bed yang
membesar. Trauma yang didahului dengan fraktur dan subperiosteal hematom
juga dinyatakan sebagai salah satu penyebab inisial dari ABC.5

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi sebenarnya dari ABC tidak diketahui secara pasti. Ada dua
teori yang berbeda mengenai patofisiologi ABC yaitu berkaitan tentang munculnya
malformasi vaskuler yang berat, termasuk dengan fistula arteriovena dan oklusi
vena. Lesi vaskuler tersebut kemudian menyebabkan peningkatan tekanan,
ekspansi, erosi dan reabsorpsi pada daerah sekitar tulang. Malformasi ini juga
diyakini menyebabkan perdarahan lokal yang memulai formasi jaringan reaktif
osteolitik. Temuan dari sebuah studi yaitu ditemukan tekanan dalam ABC yang
diukur dengan manometri mendukung teori perubahan hemodinamik.8
Sifat dan asal dari ABC tetap tidak diketahui meskipun semua studi
menunjukkan kondisinya jinak. ABC terjadi karena terbentuknya oklusi vena yang
terjadi mendadak atau terbentuknya suatu shunt atau hubungan dari arteri-vena.
Teori lain juga menyebutkan trauma sebagai faktor penyebab yang menimbulkan
cedera yang bisa memicu terjadinya perubahan pada tulang, sehingga dapat juga

12
timbul proses soliter disfibroplasia tulang yang akan menunjukkan gejala pada
ABC. Teori lain mengenai timbulnya ABC adalah terjadinya kesalahan dalam
proses pengembangan lempeng epifisis dari tulang dan hal ini juga dapat terjadi
pada unicameral (simple) bone cyst namun berbeda dengan kejadiannya giant cell
tumor.

ABC muncul dengan keadaan hemoragik dan menetap pada kombinasi


jaringan yang berisi cairan dan tidak terjadinya pembekuan darah. Jaringannya
sering berwarna kecoklatan karena deposisi dari hemosiderin. Secara normal, lesi
pada eggshell
disekitar lesi. Secara mikroskopik, ada yang timbul menjadi ruang cavernousyang
diisi oleh darah. Dinding dari ruang tersebut terdiri dari sel-sel fibroblastik, giant
multinucleat cells, dan bagian strands dari tulang.10 Penelitian terakhir menyatakan
bahwa genetik juga berperan dalam kasus terjadinya ABC ini. lesi kista tulang
aneurisma primer memiliki translokasi t(16,17, Fusi t(16,17) meningkatkan
regulasi onkogen TRE17/USP6, yang menghentikan pematangan osteoblastik5.

Studi genetik tumor telah mengungkapkan bahwa sekitar 69% dari ABC
mengandung translokasi t(16,17). Fusi t(16,17) menyebabkan peningkatan regulasi
onkogen TRE17/USP6, yang mengaktifkan NF-kB dan matrix metalloproteinases
(MMPs). MMP memecah matriks ekstraseluler, memungkinkan pertumbuhan lesi
yang cepat. Tetapi pada ABC sekunder belum ditemukan mengandung translokasi
ini.

2.6 Klasifikasi
Stadium dari aneurysmal bone cysts memiliki dasar dalam
staging of benign musculoskeletal neoplasm:

Tahap 1: Laten (tidak aktif) - Tumor ini biasanya ditemukan secara


kebetulan dan tidak menunjukkan gejala.

Tahap 2: Aktif - Tumor ini ditemukan karena gejala ketidaknyamanan


pasien. Karena tumor terus tumbuh dan mungkin teraba.

Tahap 3: Agresif - Tumor ini biasanya ditemukan karena ketidaknyamanan


pasien yang signifikan dan kemungkinan kelainan yang terlihat dengan
peradangan. Meskipun tumor ini jinak, mereka bertindak sangat mirip dengan
13
keganasan tingkat rendah.

2.7 Manifestasi Klinis


Berdasarkan patogenesis dan patofisiologi yang telah dipaparkan
sebelumnya, keluhan yang paling sering membawa pasien untuk berobat adalah
pembengkakan pada lokasi tumor dengan atau tanpa nyeri.14 Nyeri yang muncul
diakibatkan oleh malformasi vaskular, termasuk fistula arteriovenosa dan blokade
vena. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan tekanan, pelebaran, erosi dan
resorpsi dari tulang - tulang di sekitar lesi. Hal-hal tersebut yang menyebabkan
tertekannya saraf yang berada di daerah lesi sehingga dapat menimbulkan nyeri.
Selain nyeri, malformasi vaskular juga diyakini menyebabkan perdarahan
lokal yang menginisiasi pembentukan jaringan osteolitik yang reaktif. Hal ini
mengakibatkan terbentuknya jaringan tulang baru yang rapuh sehingga
memudahkan untuk munculnya fraktur patologis yang akan memperburuk kondisi
pasien. Gejala-gejala lainnya yang mungkin muncul meliputi deformitas,
penurunan range of motion, lemah, kaku, tortikolis dan reaksi inflamasi (rasa nyeri,
panas, dan berwarna kemerahan) pada lesi. Keadaan-keadaan ini dipengaruhi letak
tumor, seperti keterlibatan tulang belakang yang akan menimbulkan defisit
neurologis sekunder yang menyebabkan tertekannya korda spinalis atau keluarnya
serabut saraf dari tulang belakang.2,14 ABC yang bermanifestasi pada populasi
anak-anak akan mengakibatkan deformitas tungkai dan diskrepansi akibat
terganggunya lempeng pertumbuhan.
Temuan lain mungkin termasuk yang berikut:
Kelainan bentuk
Penurunan rentang gerak, kelemahan, atau kekakuan
Tortikolis reaktif
Kadang-kadang, memar di daerah yang terkena
Rasa hangat di daerah yang terkena

2.8 Diagnosis
2.8.1. Anamnesis

Rasa sakit lokal selama beberapa minggu atau bulan seiring

14
bertumbuhnya kista

Riwayat pasien biasanya tidak ada yang perlu diperhatikan selain rasa
sakit yang tidak ada kaitannya dengan trauma

Gejala-gejala lainnya yang mungkin muncul meliputi deformitas,


penurunan range of motion, lemah, kaku, tortikolis dan reaksi
inflamasi pada lesi.

2.8.2. Pemeriksaan Fisik

Massa atau bengkak lokal yang disertai nyeri tekan dan inflamasi
Defisit neurologis pada kasus kista tulang belakang.

2.8.3. Pemeriksaan Laboratorium

Kadar alkali fosfatase dapat meningkat, tetapi studi laboratorium


umumnya tidak bermanfaat dalam pemeriksaan pasien dengan kista tulang
aneurisma (ABC).

2.8.4. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan Rontgen/ Foto Polos/X-Ray

Menunjukkan lesi osteolitik yang berbatas tegas dan meluas, dengan tepi

sklerotik yang tipis. Tampak lesi osteolitik ekspansil dengan gambaran

balloon expansion atau soap bubble appearance yang mengenai tulang

dan sering terlihat pinggiran sklerotik atau cangkang tulang yang halus di

periosteal di sekitar lesi. Daerah yang paling sering sebagai tempat muncul

lesi adalah regio metafisis femur dan tibia, serta elemen posterior dari

vertebra.

15
Gambar 2.8.4.1 Tampak gambaran ekspansi lesi yang radiolusen pada metafisis
di distal Os tibia dextra. Periosteum dan pinggir tulang tampak intak.

(b
)

Gambar 2.8.4.2. gambaran X-ray menunjukkan lesi lusen ekspansil pada

collum fibula dextra, (a) foto rontgen lateral (b) foto rontgen AP.
16
Gambar 2.8.4.3. Gambaran X-ray menunjukkan lesi lusen ekspansil pada

metafisis di os tibia.

Gambar 2.8.4.4. Gambaran X-ray menunjukkan aneurysmal bone cyst di

proksimal os.humerus

17
Gambar 2.8.4.5. Gambaran X-ray menunjukkan Lesi radiolusen ekspansif

pada prosesus spinosus vertebra cervical (c2) Tidak ada fraktur atau

dislokasi yang terlihat (a) foto rontgen lateral (b) foto rontgen AP.

CT Scan
Pemeriksaan CT-scan lebih akurat dari pada pemeriksaan foto
polos. CT-scan dapat menilai keberadaan dari periosteal tulang di
sekitar lesi. CT-Scan sering menunjukkan tingkat cairan dalam lesi.
Gambaran CT-scan pada ABC adalah dapat ditemukan ballooning,
lysis multilobulated yang menyerupai tampilan seperti busa sabun
yang beterbangan (soap bubble appearance). Pada 35% gambaran
ABC dapat ditemukan fluid level yang merupakan indikasi adanya
perdarahan dengan sedimentasi pada tulang.

18
Gambar 2.8.4.6. CT-Scan dari ABC pre surgery.
Tampak lesi hipodens pada Os Talus Kanan.

2.8.4.7. Gambar bone window dari ABC

19
Gambar 2.8.4.8. CT-Scan menunjukkan lesi litik di fibula proksimal yang meluas

dengan penipisan korteks.

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Pemeriksaan MRI lebih akurat lagi dibanding penilaian dengan CT-Scan


atau radiologi dari sejauh mana kista tulang aneurisma. MRI dapat
memungkinkan kita mengetahui berapa banyak ekspansi dari jaringan dan
keterlibatan kecil dari lesi yang menekankan sejauh mana lesinya.
Pemeriksaan MRI mendemostrasikan karakteristik level cairan dengan
baik dan mengidentifikasi adanya komponen solid yang memberikan
gambaran sekunder ABC. MRI dapat mendemonstrasikan dengan lebih baik
gambaran perdarahan dengan sedimentasi di dalam tulang, pada gambar T1
terlihat peningkatan sinyal intensitas karena methemoglobin. Lesi yang
berbentuk lobulated tersebut dikelilingi oleh gambaran hypointens dengan
periosteum yang intak atau pseudocapsul.1

20
Gambar 2.8.4.9. MRI aksial dan sagital T2 pada ABC femoralis distal. Tampak beberapa fluid-
fluid level di seluruh lesi yang konsisten dengan rongga berisi darah yang dipisahkan oleh septa
kecil

Gambar 2.8.4.10. Aneurysmal bone cyst potongan sagittal (A dan B) dan aksial (C) T2,
menunjukkan sebuah proses ekspansi yang melibatkan beberapa segmen dari 2 buah vertebra
thorakal. Terdapat ekstensi pada kanalis spinalis dengan kompresi Sumsum tulang. Tampak
adanya multipel fluid-fluid level pada lesi.

21
Gambar 2.8.4.11. MRI aksial fat sat dan coronal T pada ABC pada fibula dekstra. Tampak

beberapa fluid-fluid level di seluruh lesi yang konsisten dengan rongga berisi darah yang

dipisahkan oleh septa kecil

Gambar 2.8.4.12. MRI pada ABC, tampak dextra.

22
Kedokteran Nuklir
Pada pemeriksaan skintigrafi tulang, dapat ditemukan peningkatan
aktivitas metabolik pada lesi ABC.

Gambar 2.8.4.13.99mTc HDP (hydroxydiphosphonate) skintigrafi tulang seluruh


tubuh (a) menunjukkan peningkatan uptake yang merata, terutama pada bagian
margin perifer dari masa pada femur proksimal kiri.MIP koronal dan gabungan

F-FDG(fluorodeoxyglucose) PET/CT (b) menunjukkan uptake abnormal pada


femur proksimal kiri. (SUVmax pada lesi 4,7). Tidak terdeteksi aktivitas
metabolisme yang meningkat pada lesi lain.

23
Gambar 2.8.4.14. Pemeriksaan bone scan pada ABC didapatkan gambaran
doughnutsign:uptake tepi dengan photopenic di bagian tengah.

Angiografi

Hypervascular dengan banyak pembuluh darah dan shunting arterivenosa.


Daerah hipervaskular pada kista tulang aneurisma dapat mempengaruhi
prognosis, karena jumlah dan ukuran lesi berkorelasi positif dengan
kemungkinan kekambuhan lesi setelah pengobatan.

24
\

Gambar 2.8.4.15. Pemeriksaan Angiografi ABC pada laki-laki 13 tahun


menunjukkan lesi meluas yang melibatkan ramus pubis inferior kiri dan
iskium.

2.8.5. Gambar-Gambar Radiologi Aneurysmal Bone Cysts

Kasus 1:
USIA : Anak-anak
Jenis Kelamin: Laki-laki
Keluhan : Nyeri sekitar lutut kiri

Gambar 2.8.5.1 Foto X-ray Lateral dan


Posterior tibia proximal

25
X-ray menunjukkan lusensi yang ekspansif pada
metafisis. Tidak ada fraktur meskipun korteks posterior
tampak kurang. Lesi tidak melewati lempeng
pertumbuhan / Growth plate.

Kasus 2

USIA: 20 tahun

Jenis Kelamin Perempuan

Keluhan nyeri dan pembengkakan progresif pada tangan kiri

Gambar 2.8.5.2. Foto Xray Palmar kiri frontal

Lesi litik yang meluas dengan septa tulang multipel tercatat


melibatkan hampir seluruh tulang metakarpal ke-4 tangan kiri.
Ekspansi dan penipisankortikal yang signifikan tanpa fraktur
patologis yang pasti.

26
Gambar 2.8.5.3. Foto MRI Palmar kiri Coronal T2

Temuan lesi litik yang meluas pada metakarpal ke-4 kiri pada
pemeriksaan mri corona.

2.8.6. Pemeriksaan Histopatologi dan Biopsi

Evaluasi pemeriksaan histopatologi dapat mendukung untuk

menegakkan diagnosis ABC lebih akurat. Pemeriksaan patologi

mikroskopik akan menunjukkan ruang hemoragik yang luas, dibatasi

endotel, dikelilingi sel-sel berproliferasi yang menyerupai osteoclast-

like multinucleated giant cells pada tulang.16

Hasil preparat kasar dari ABC adalah massa hemoragik yang

menyerupai spons serta ditutupi oleh layar tipis dari jaringan tulang

yang reaktif. Secara mikroskopis, banyak sel darah merah dan

hemosiderin yang mengisi ruang kista. Ruang kista tersebut dibentuk


27
dari proliferasi fibroblas, osteoid, kalsifikasi jaringan dan sel besar

berinti banyak yang tersebar.16

Gambar 2.8.6.1. Sel raksasa tipe osteoklas berinti banyak (panah)

Gambar 2.8.6.2. Gambaran histopatologis dari ABC yang menunjukkan dinding kista yang
berundulasi serta mengandung sel besar berinti banyak yang tersebar

28
Diagnosis yang tepat dan akurat merupakan poin penting
dalam pemeriksaan penunjang ABC. Hal ini dikarenakan hasil
pemeriksaan penunjang akan menunjukkan lesi yang ditemukan
termasuk lesi jinak ataupun lesi ganas. Lesi ganas yang penting untuk
dibedakan dengan lesi ABC adalah telangiectasis osteosarkoma
(TOS). TOS dapat menunjukkan gambaran lesi osteolitik yang meluas
ke jaringan fluid-fluid levels
yang hemoragis dengan kavitas kistik pada MRI yang sulit dibedakan
dengan ABC.

Pada pemeriksaan histopatologis, TOS dan ABC sangat sulit


untuk dibedakan.Lesi TOS menunjukkan tampilan keganasan
berupa sel sarkomatosa di sekeliling lesi dengan sekat yang berasal
dari proliferasi dari fibroblas yangditemukan pada ABC.

Diagnosis yang tepat dan akurat merupakan poin penting


dalam pemeriksaan penunjang ABC. Hal ini dikarenakan hasil
pemeriksaan penunjang akan menunjukkan lesi yang ditemukan
termasuk lesi jinak ataupun lesi ganas. Lesi ganas yang penting untuk
dibedakan dengan lesi ABC adalah telangiectasis osteosarkoma
(TOS). TOS dapat menunjukkan gambaran lesi osteolitik yang meluas
ke jaringan fluid-fluid levels
yang hemoragis dengan kavitas kistik pada MRI yang sulit dibedakan
dengan ABC.

Pada pemeriksaan histopatologis, TOS dan ABC sangat sulit


untuk dibedakan.Lesi TOS menunjukkan tampilan keganasan
berupa sel sarkomatosa disekeliling lesi dengan sekat yang berasal
dari proliferasi dari fibroblas yang ditemukan pada ABC.

29
Gambar 2.8.6.3. Gambaran histopatologis dari ABC yang menunjukkan
osteoid termineralisasi dengan dinding atau septa.17

Dalam kajian 40 kasus TOS, Murphey et .al. menemukan

tiga gambaran yang dapat membedakan TOS dengan ABC yaitu

jaringan tebal, noduler dan peningkatan kontras di sekitar ruangan

kista pada pencitraan cross-sectional sedangkan pada ABC

ditemukan batas non-noduler yang tipis. Perbedaan lainnya adalah

terdapat mineralisasi matriks tulang yang menunjukkan tumor

yang menghasilkan osteoid serta penghancuran korteks yang

mengindikasikan lesi agresif yang dikaitkan dengan massa jaringan

lunak sedangkan pada ABC terdapat massa yang terkapsulasi dan

massa dengan sedikit komponen jaringan lunak.18


30
Biopsi insisional merupakan standar diagnosis yang

digunakan, tetapi metode yang kurang invasif sepert biopsi aspirasi

jarum halus (FNAB) lebih sering dilakukankarena invasif minimal,

relatif mudah dikerjakan dan lebih murah.17 Dalam analisis

retrospektif pada 23 kasus ABC yang dilakukan tindakan FNAB

oleh Creager et. al.dan penelitian lainnya oleh Layfield et. al.

menyimpulkan bahwa FNAB kurang spesifik dalam penegakan

diagnosis ABC.17,18 Oleh karena hal diatas, biopsi insisional masih

menjadi standar dalam pengambilan sampel histopatologi untuk

ABC.

2.9 Diagnosis Banding


Diagnosa banding tergantung pada modalitas pemeriksaan. Pada

radiografi, diagnosa paling banyak adalah termasuk dalam lesi mnemonic

FENOMASHIC. Mnemonic merupakan diagnosa banding lesi lusen/ litik pada

tulang, yaitu FEGNOMASHICC dan FOG MASHINES. Ini merupakan sebuah

list agar mudah untuk diingat.1

FEGNOMASHIC

F : Fibrous dysplasia (FD) atau Fibrous Cortical Defect (FCD)

E : Enchondroma or eosinophilic granuloma (EG)

G : Giant Cell Tumour

N : Non-Ossifying Fibroma (NOF)

O : Osteoblastoma
31
M : Metastasis/Myeloma

A : Aneurysmal Bone Cyst

S : Simple Bone Cyst

H : Hyerparatyroidism (Brown Tumour)

2.9.1 Giant Cell Tumor (GCT)

Tumor ini biasanya ditemukan pada pasien yang dewasa setelah

terjadi fusi tulang (umumnya usia 30-40 tahun). Lokasi tumor pada

tulang panjang biasanya padabagian subartikuler (epifisis/ ujung tulang)

dan sering ditemukan di sendi lutut. Gambaran radiologi GCT adalah

tampak gambaran radiolusen di epifisis dengan batas yang tidak tegas.

Terdapat zona transisi antara tulang patologik dengan tulang sehat

(lebih kurang 1 cm). Lesi bersifat ekspansif sehingga korteks menipis

dan tidak ada reaksi periosteal. GCT dapat menyebabkan fraktur

32
patologis jika sudah membesar. Gambaran GCT sangat mirip dengan

ABC, tetapi yang membedakan ABC dengan GCT adalah pada ABC

batas lesi t i d a k tegas dan sering disertai sklerotik pada pinggirnya.

Gambar 2.9.1.1. (A) lesi Giant Cell Tumor pada tulang yang tampak
radiolusen pada distal lateral Os femur mengisi epifisis dan
metafisis. (B) gambaran lesi tumor yang menekan distal subkondral
tulang ke bawah. (C) tampilan lateral. (D) post operasi ekstensi
kuretase.

33
Gambar 2.9.1.2. Giant cell tumor (GCT) tampak radiolusen pada epifisis distal Os.
tibia dengan korteks menipis. Batas tumor dengan tulang normal
tidak tegas, terdapat zona transisi.

2.9.2 Osteosarkoma (Talangiektasis Osteosarkoma)


Osteosarkoma adalah tumor ganas primer dengan prognosis

buruk. Usia penderita umumnya antara 10-25 tahun dan meningkat pada

usia >50 tahun. Lebih dari 50% kasus ditemukan di sendi lutut. Pada

tulang panjang, biasanya tumor menyerang bagian metafisis. Gambaran

radiologis osteosarkoma adalah terdapat tanda destruksi tulang yang

terlihat sebagai area radiolusen dengan batas tidak tegas. Stadium awal

terlihat reaksi periosteal dengan gambaran sunray appearance (garis

tegak lurus pada tulang).

Telangiektasis ostesarkoma atau hemoragis pada foto polos


34
terlihat berupa gambaran radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau

pembentukan tulang, sehingga sering dikelirukan dengan ABC.

Penyebabnya karena pada telangiectasis osteosarcoma juga terdapat

area hemorrhage atau nekrosis di dalam lesi.

Gambar 2.9.2.1. Telangiektasis osteosarkoma dengangambaran radiolusen


dengan batas tidak tegas dan sedikit kalsifikasi

2.9.3 Fibrous Dysplasia


Fibrous Dysplasia (FD) adalah suatu kelainan kongenital yang

mirip non- neoplastik tumor dan terjadi karena adanya suatu kecacatan

lokal pada diferensiasi dan pematangan osteoblastik dengan penggantian

tulang normal dengan fibrous stroma yang luas dan kumpulan dari

tulang-tulang yang belum matang. Pada pemeriksaan radiologi, FD akan

tampak sebagai lesi ground glass di kavitas medular,

lesi lusen lengkap ataupun sklerotik, berbatas tegas, tanpa reaksi


35
periosteal dan destruksi korteks.

Gambar 2.9.3.1. Radiografi kaki pada anak yang mendemonstrasikan suatu lesi
agresif dan tipikal untuk
osteofibrousdysplasia

36
Gambar 2.9.3.2. (A) Gambaran polyostotic fibrous dysplasia yang tampak deformitas dari
kedua tulang femur. Rongga medulla pada kedua femur bagian proksimal telah bergeser yang
tampak pada gambaran radiolusen, dengan ground glass lesion. (B) X-Ray Pelvis AP dengan
Polyostotic Fibrous Dysplasia, tampak distorsi yang luas dan pelebaran dari kedua tulang
pelvis dengan proximal Os femur.

2.9.4 Kondroblastoma
Kondroblastoma atau yang dikenal dengan Codman tumour

merupakan neoplasma kartilaginosa jinak yang jarang ditemukan dan

biasanya ditemukan pada bagian epifisis atau apofisis tulang panjang

pada pasien muda. Walaupun kasus kondroblastoma termasuk langka,

tumor ini termasuk yang paling sering dalam kelompok tumor epifisis

jinak pada pasien dengan tulang immatur. Kondroblastoma ditemukan

kurang dari 1% dari keseluruhan tumor tulang primer yang predominan

pada pasien muda (kurang dari 20 tahun). Kondroblastoma umum

ditemukan pada laki-laki.

Kalsifikasi dapat ditemukan pada 40-60% kasus. Efusi pada sendi

ditemukan pada sepertiga pasien dengan ukuran 1-10 cm.

Pemeriksaan MRI merupakan modalitas yang ideal dalam

mengevaluasi pemanjangan transfiseal dan transkortikal serta untuk

menunjukkan keterlibatan sumsum tulang dan jaringan lunak

sekitarnya. Pemeriksaan CT scan menunjukkan adanya reaksi periosteal

dan kalsifikasi internal yang lebih mudah terdeteksi. Kemungkinan

dapat ditemukan juga endosteal scalloping pada gambaran CT scan

pada kondroblastoma.

37
Gambar 2.9.4.1 Foto polos AP genu yang menunjukkan lesi litik lobuler yang
ditunjukkan panah pada bagian epifisis proksimal tibia dengan perpanjangan
metafisis. Reaksi periosteal ditunjukkan dengan kepala panah.

Gambar 2.9.4.2 Gambaran MRI potongan sagital menunjukkan lesi berukuran


38
sedang.

Gambar 2.9.4.3 MRI potongan koronal menunjukkan gambaran heterogen dengan


udem sumsum tulang yang reaktif dan menonjol.

2.9.5 Unicameral Bone Cyst (UBC) / Simple Bone Cyst (SBC)


Unicameral Bone Cyst (UBC) adalah lesi yang penyababnya
tidak diketahui yang menyerang pada dekade kedua kehidupan. Kista
tulang ini gejalanya asimptomatik dan terdapat fraktur. UBC adalah lesi
jinak yang terjadi selama masa pertumbuhan. Penyakit ini menyerang
metafisis atau diafisis dari tulang panjang.1, 4
UBC merupakan tumor jinak berlapis membran, berisi cairan
pada lesi di tulang yang berkembang mulai dari masa kanak-kanak dan
mulai tampak pada saat usia mulai dewasa. 80% muncul di proksimal
humerus dan femur. Penyakit ini termasuk jarang dijumpai yang
melintasi dari lapisan physe ke epifisis tulang juga dapat muncul pada
tulang pipih.5

Lesi UBC/SBC menunjukkan lesi radiolusen yang dapat


dibedakan dengan baik dari metafisis proksimal humerus kiri. Lesi
39
terletak di pusat dengan sedikit penipisan korteks, ekspansi ringan dan
beberapa internal septa. Lesi UBC/SBC memiliki zona transisi yang
sempit yang disertai dengan fraktur patologis akibat lesi dan reaksi
periosteal serta tanda 'fallen fragment'. Pada ABC bisa juga ditemukan
gambaran tanda tetapi yang membedakan ABC
dengan UBC/SBC adalah ABC banyak terjadi pada metafisis dengan
atau tanpa keterlibatan epifisis. Seperti pada UBC/SBC, gambaran lesi
lusen terdefinisikan dengan baik dengan korteks yang utuh. Lesi ini
biasanya merupakan lesi lusen yang ekspansif.21

Gambar 2.9.5.1. Unicameral bone cyst / simple bone cyst.

Pada radiografi diatas tampak suatu lesi lusen yang terdefinisi

baik pada metafisis proksimal dari os humerus kiri. Lesi berlokasi di

tengah dengan penipisan korteks, ekspansi sedang dan beberapa septa

interna. Lesi ini memiliki zona transisi yang sempit. Terdapat fraktur

patologis sepanjang lesi dengan adanya reaksi periosteal dan tanda

40
.

Gambar 2.9.5.2. (A) Lesi UBC pada proximal humerus dengan


gambaran radiolusen dan korteksnya menipis. (B) melalui MRI
tampak cairan mengisi lesi seperti gambaran kista.

2.10 Penatalaksanaan
Tindakan secara umum, setelah evaluasi yang tepat dari lesi dengan studi
radiologis, biopsy jarum atau biopsi terbuka dapat dilakukan, diikuti dengan
eksisi, kuretase, dan cangkok tulang. Setelah cacat tulang sembuh, pasien
kembali ke fungsi normal. Lesi dapat kambuh secara lokal, maka
pengobatannya adalah mengulang eksisi bedah.5
Kebanyakan pasien perlu membatasi aktivitas berat tubuh pada daerah
yang terlibat sementara penyembuhan tulang terjadi. Setelah tulang telah
sembuh, tidak ada batasan pada aktivitas diperlukan.5
Terapi Fisik mungkin diperlukan untuk mendapatkan kembali gerakan
sendiatau untuk membantu dalam pelatihan gaya berjalan setelah operasi.
Pengobatan operasi pada kista tulang aneurismal melibatkan eksisi
kuretase, Korteks menggelembung dengan kauterisasi kimia dari dinding kista,
dan cangkok tulang. Jika kista dalam tulang dibuang (tulang rusuk atau fibula),
41
reseksilesi dapat dilakukan.5
Terapi radiasi harus digunakan hanya ketika ada pilihan bedah.
Embolisasi mungkin efektif sebagai tambahan untuk mengontrol perdarahan
atau mengontrol lesi di lokasi sulit seperti panggul, sakrum, atau corpus
vertebra.5
Prinsip tatalaksana Aneurysmal bone cyst adalah dengan kuretase dan
rekontruksi defek dengan bone graft. Sistem staging tumor benign
muskuloskeletal berdasarkan Enneking Staging telah ditetapkan untuk
membantu dalam pilihan tatalaksana. Enneking staging sistem untuk tumor
tulang jinak ditetapkan berdasarkan bentuk lesi.
Lesi tahap 1 atau laten dikelilingi oleh tepi tulang kista reaktif seperti
kortikal tanpa deformasi tulang.
Lesi aktif adanya batas yang jelas antara lesi dan tulang kortikal, namun
tidak ada kulit reaktif kortikal. Marginnya bisa tidak beraturan, dan
seringkali ada beberapa perluasan korteks di atasnya
Lesi stadium 3 yang agresif ditandai oleh batas yang tidak jelas, margin
tulang reaktif yang tidak lengkap, dan kerusakan kortikal di beberapa
tempat menunjukkan perluasan ke soft tisue.
Standar tatalaksana untuk ABC adalah kuretase dengan atau tanpa cangkok
tulang tergantung pada kekosongan yang dihasilkan. Meskipun upaya terbaik
kuretase, secara klinis telah menunjukkan tingkat kekambuhan yang sangat
bervariasi, dengan beberapa seri menunjukkan 59%. Akibatnya, berbagai
adjuvan telah dipilih untuk mengurangi kekambuhan termasuk penggunaan
semen, burr kecepatan tinggi, argon beam, fenol, dan krioterapi. Saat ini, tidak
ada studi komparatif mengenai keampuhan ajuvan, dan strategi adjuvant
spesifik yang digunakan sebagian besar tergantung pada institusi. 5

2.11 Komplikasi
Komplikasi dari terapi operasi sangat besar, tetapi masalah yang
terbesar setelah terapi yang terencana adalah terjadinya rekurensi dari tumor.
Komplikasi yang lain dari terapi operasi yang biasa terjadi secara umum adalah
42
infeksi, gangguan neurologis atau trauma vascular, yang bisa muncul juga
tidak.5

Komplikasi dapat bervariasi dengan lokasi di mana ABC muncul.


Banyak dari ini terkait dengan kedekatan jaringan di sekitarnya. Secara umum
komplikasi pada kasus ABC tidak jauh berbeda dengan komplikasi pada kasus
pembedahan meliputi:
Recurrence
Blood loss
Wound infection
Wound slough
Wound hematoma
Osteomyelitis
Damage to the surrounding tissue
Possible physis damage
Pulmonary embolism

2.12 Prognosis
Prognosis ABC umumnya memiliki prognosis yang sangat baik,
walaupun beberapa pasien membutuhkan terapi berulang karena ABC yang
berulang sehingga menjadi masalah utama yang ditemukan saat menatalaksana
ABC. Keberhasilan terapi ABC secara keseluruhan mencapai 90-95%.6 Pada
usia muda, lempeng pertumbuhan dan lokasi metafisis merupakan lokasi yang
paling potensial untuk rekurensi. Stadium pada ABC tidak menunjukkan
pengaruh terhadap rekurensi. Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa
metode penatalaksanaan, rekurensi 20-30% lebih banyak muncul pada ABC
yang ditatalaksana dengan tindakan kuretase dan bone graft.

Eksisi bedah dari ABC biasanya bersifat kuratif; namun, tingkat


kekambuhan spontan sekitar 19% telah terlihat. Kekambuhan cenderung terjadi
dalam tahun pertama eksisi, tetapi pasien harus dievaluasi secara teratur untuk

43
kekambuhan hingga 5 tahun setelah operasi. Pada pasien yang belum mencapai
kematangan tulang, kekambuhan dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang dan
menyebabkan kelainan bentuk.15

44
BAB III
KESIMPULAN

Aneurysmal bone cyst adalah lesi mirip tumor jinak yang digambarkan sebagai

lesi osteolitik yang berkembang dari ruang berisi darah dengan ukuran bervariasi yang

dipisahkan oleh jaringan ikat yang mengandung trabekula atau jaringan osteoid dan sel

osteoklas raksasa. Ada dua teori yang berbeda mengenai patofisiologi ABC yaitu

berkaitan tentang munculnya malformasi vaskuler yang berat, termasuk dengan fistula

arteriovena dan oklusi vena.

Aneurysmal bone cyst dapat mempengaruhi tulang manapun di dalam tubuh.

Tulang panjang di metafisis adalah tempat yang paling umum untuk penyakit ABC

diikuti oleh vertebra. Untuk menentukan jenis dari lesi tumor yang ditemukan, dapat

digunakan beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat menyingkirkan diagnosis

banding dari ABC seperti pemeriksaan radiologi, histopatologi atau biopsi, dan

pemeriksaan laboratorium klinik. Pada pemeriksaan radiologis, berbagai modalitas

dapat digunakan baik foto polos, CT-scan maupun MRI, serta radiografi nuklir.

Gambaran foto polos dari ABC adalah adanya lesi osteolitik ekspansil dengan

gambaran balloon expansion yang mengenai tulang dan sering terlihat pinggiran

sklerotik di periosteal di sekitar lesi. Gambaran CT-scan pada ABC adalah dapat

ditemukan ballooning, lysis multilobulated yang menyerupai tampilan seperti busa

sabun yang beterbangan (soap bubble appearance). Penggunaan MRI dapat

mengetahui luas ekspansi dari jaringan yang terlibat lesi. Pada pemeriksaan MRI, ABC

umumnya tampak sebagai lesi destruktif besar yang menyebabkan ekspansi tulang.

Radiografi nuklir bone scan menunjukkan "doughnut sign "pada lesi ABC erapan
45
perifer dengan pusat photopenic. Selain itu pada pemeriksaan skintigrafi tulang

menggunakan 99mTc HDP (hydroxydiphosphonate) skintigrafi tulang seluruh tubuh

dan 18F-FDG (fluorodeoxyglucose) PET/CT menunjukkan uptake abnormal yang

menandakan adanya peningkatan metabolik aktif pada lesi tersebut.

Evaluasi pemeriksaan histopatologi dapat mendukung untuk menegakkan

diagnosis ABC lebih akurat. Pemeriksaan patologi mikroskopik akan menunjukkan

ruang hemoragik yang luas, dibatasi endotel, dikelilingi sel-sel berproliferasi yang

menyerupai tumor sel raksasa pada tulang. Dari berbagai pemeriksaan tersebut, perlu

dibedakan dengan diagnosis yang menyerupai ABC, antara lain giant cell tumour,

osteosarkoma, fibrous dysplasia, unicameral bone cyst/ simple bone cyst dan

kondroblastoma.

Penatalaksanaan ABC biasanya dilakukan dengan tindakan kuretase baik dengan

atau tanpa bone graft. Kendala umum yang sering ditemukan dalam adalah rekurensi

dari ABC yang mencapai 20-30% kasus. Oleh karena itu, terapi ajuvan perlu digunakan

untuk mengurangi rekurensi termasuk didalamnya penggunaan semen, fenol dan

cryotherapy .Prognosis ABC umumnya memiliki prognosis yang sangat baik, walaupun

beberapa pasien membutuhkan terapi berulang karena ABC yang berulang sehingga

menjadi masalah utama yang ditemukan saat menatalaksana ABC. Keberhasilan terapi

ABC secara keseluruhan mencapai 90-95%.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Dr Derek Smith, Prof Frak Baillard, et al.Aneurysmal Bone Cyst. Available at:
Url: http://radiopaedia.org/articles/aneurysmal-bone-cyst
2. Grainger, Allison, editors. 2015. Diagnostic Radiology. Ed 6. Churchill
Livingstone: Elsevi
3. Carol D.M, Francis Y.L, Mark C.G. 2001. Benign Bone Tumors. In: Chapman
MW, Szabo RM, Marder R, Kelly G. Vince et al, editors.
Surgery. 3 ed. University of California Davis, Sacramento, California: Lippincott
Williams & Wilkin. p. 3382-3409.
4. Schajowicz F. 1992. Aneurysmal bone cyst. Histologic Typing of Bone Tumours.
Berlin: Springer-Verlag. 37.
5. Nanda S N, Tripathi S, Shiraz S M, Warrier S. 2018. Aneurysmal Bone Cyst of
3rdMetacarpal, Management and Follow-up: A Case Report. Journal of
Orthopaedic Case Reports Mar- April; 8(2): 9-12
6. Malewer M, Kellar-Graney K. 2007. Tumors of The Musculosceletal System.
In:Wiesel SW, Delahay JN, editors. Essentials of Orthopaedic Surgery. 3 ed.USA:
Springer; . p. 106-165.
7. Eastwood B. 2013. Aneurysmal Bone Cyst Available at: URL:
www.emedicine.medscape.com. Accessed 16.
8. Frassica FJ. 2007. Aneurysmal Bone Cyst. In: Frassica FJ, Sponsoller
PD,Wilckens JH, editors. The 5-Minute Orthopaedic Consult. 2 ed.
USA:Lippincott Williams & Wilkins. p. 14-15.
9. Meryem Boubbou et al. 2013. Aneurysmal bone cyst primary - about eight
pediatric cases: radiological aspects and review of the literature. In: The Pan
African Medical Journal15:111.
10. Eastwood B. 2017. Aneurysmal Bone Cyst Available at:
URL:www.emedicine.medscape.com. Diakses 28 november 2021
11. Clough JR, Price CHG. 2010. Aneurysmal Bone Cysts. Bristol,England :1-12

47
12. Nicholas Tedesco. Aneurysmal Bone Cyst Available at: URL:
http://emedicine.medscape.com. Diakses 25 November 2021.

13. Eastwood B. 2013. Aneurysmal Bone Cyst Available at: URL:


www.emedicine.medscape.com. diakses 27 november 2021

14. Capanna R, Bettelli G, Biagini R, Ruggieri P, Bertoni F, Campanacci M. 2005.


Aneurysmal cysts of long bones. Ital J Orthop Traumatol.. Dec 11 (4):409- 17

15. Stanislavsky A, 2018. Case : Aneurysmal Bone Cyst (ABC). Available at :


https://radiopaedia.org/cases/aneurysmal-bone-cyst-abc-1

16. Aston, Will. Briggs, Timothy. Solomon, Louis. 2010. Tumours. Dalam : Solomon,
Luois. Warwick, David. Nayagam, Selvadurai. System of Orthopaedics
and Fractures. Edisi ke-9. UK: London; 2010. hlm. 187-224.

17. Novais, EN. Rose, PS. Yaszemski, MJ. Sim, FH. Aneurysmal bone cyst of the
cervical spine in children. J Bone Joint Surg Am. 2011;93(16):1534 43.

18. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins and Cotran. 2015. pathologic basis of
disease. Philadelphia: Elsevier Saunders.

19. Layfield LJ, Armstrong K, Zaleski S, Eckardt J. Diagnostic accuracy and clinical
utility of fine-needle aspiration cytology in the diagnosis of clinically primary
bone lesions. Diagn Cytopathol. 1993;9(2):168 73

20. Saifuddin A. Bone Tumours : Benign Tumours and Tumour-Like Lesions of Bone
h edition : A Textbook of
Medical Imaging. 2008. USA: New York; Elsevier. hlm. 1096-7.

21. Hussain S, Aaron S, Latif A, Hall AD. Rapid Review of Radiology. 2010. Usa:
New York; Elsevier. hlm: 197-9

22. Park HJ, Kwon SY, Cho SG, Kim J, Song HC, Kim SS, Yoon YH, Park JC.
Giant Cell Tumor with Secondary Aneurysmal Bone Cyst Shows Heterogeneous
Metabolic Pattern on 18F-FDG PET/CT: A Case Report. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5135695/pdf/13139_2016_Artic
48
le_423.pdf - diakses 28 november 2021

49

Anda mungkin juga menyukai