KOLOREKTAL
OLEH :
DENPASAR
2021/2022
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Apendisitis
2. Etiologi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi
menghasilkan lendir 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan ke dalam lumen
dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks
tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks. (Wim de Jong, 2005)
Nurarif(2015) mengklasifikasikan apendisitis menjadi tiga, yakni :
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria dan
faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu,
hyperplasia jaringan limfa, fikalit, (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing
askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa
apendiks karena parasit (E. histolytica).
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat penyakit nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan
ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan.
Namun, apendisitis tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi
fibrosis dan jaringan parut.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari dua minggu, radang kronis apendiks secara makroskopis dan
mikroskopis (fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial
atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan
infiltrasi sel inflamasi kronis), dan keluhan menghilang setelah
apendiktomi.
4. Manifestasi Klinis
Nurarif (2015) menjelaskan bahwa gejala awal yang khas, yang merupakan
gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di
sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa
mual, bahkan terkadang muntah, dan umumnya nafsu makan menurun. Kemudian
dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah. Di titik ini nyeri
terasa lebih tajam dan jelasletaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi
terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan tersebut dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar
37,5 – 38,5 derajat celcius.
Ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis.
Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Gejala yang
timbul menurut Nurarif (2015), yaitu :
1. Bila lebih apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawahtidak begitu jelas
dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut
kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,
bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karens adanya
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristaltic
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang–ulang (diare).
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya.
5. Pathway
Reflekbatukberkurang Akumulasisekret
Anestesi
6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit apendisitis menurut Nurarif(2015), yaitu :
a. Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut di
mana dinding perut tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi : di daerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
c. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/tungkai diangkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign).
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
e. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
f. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan
tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm 3.
Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks
sudah mengalami perforasi (pecah).(Nurarif, 2015)
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada penyakit apendisitis menurut Nurarif(2015), yaitu :
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu).
2) Ultrasonografi (USG), CT scan.
3) Kasus kronis dapat dilaksanakan rontgen foto abdomen, USG
abdomen, dan apendikogram.
8. Penatalaksanaan
Tata laksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendiktomi.
Keterlambatan dalam tata laksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Teknik
laparoskopik, apendiktomi laparoskopik sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca
bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi
luka yang lebih rendah. Akan tetapi, terdapat peningkatan kejadian abses intra
abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk
diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita.
(Bimbaum BA, 2015)
3. Intervensi
1) Pre-Operasi
2) Post Operasi
tertutup.
8. Kolaborasi
pemberian obat
sesuai indikasi.
Nyeri akut Tujuan : setelah 1. Kaji lokasi, tipe, 1. Dapat mengetahui
berhubungan dilakukan asuhan dan intensitas penyebab nyeri
keperawatan …x24 dan menentukan
dengan nyeri dengan
jam diharapkan pasien tindakan
perlukaan pada tidak mengalami skala nyeri. manajemen nyeri.
hipertermi dengan 2. Pijatan
bekas operasi kriteria hasil : 2. Berikan pijatan menimbulkan
prosedur pada punggung, efek relaksasi dan
1) Pasien tampak perbaikan oksigen
medikasi. tenang. tangan, dan kaki
dalam sel.
2) Pasien serta perhatikan 3. Posisi yang aman
adanya mencegah risiko
melaporkan
cedera dan
tingkat nyeri perlukaan.
menjadikan
menurun. 3. Mengubah posisi pasien merasa
pasien sesuai lebih rileks serta
3) Pasien tampak
menurunkan
rileks. keadaan pasien
nyeri.
4) Pasien terjaga dengan 4. Mengalihkan
pertimbangan perhatian sebagai
keseimbangan
kenyamanan dan upaya
kebutuhan tidur menurunkan
dengan aktivitas. keamanan. nyeri.
4. Berikan aktivitas 5. Teknik relaksasi
hiburan untuk distraksi dapat
dilakukan sebagai
mengurangi
upaya mengatasi
nyeri. nyeri.
5. Diskusikan dan 6. Obat analgesik
dapat dapat
ajarkan tindakan
digunakan untuk
alternatif sebagai mengurangi nyeri.
usaha untuk
menurunkan
nyeri (relaksasi,
distraksi).
6. Kolaborasi
pemberian obat
anti nyeri.
Risiko infeksi Tujuan : Setelah 1. Observasi tanda- 1. Dapat
berhubungan dilakukan asuhan tanda vital mengetahui
keperawatan …x24 perkembangan,
dengan berkaitan dengan
jam diharapkan pasien risiko infeksi
menurunnya tidak mengalami demam, serta menentukan
pertahanan resiko infeksidengan menggigil, tindakan
kriteria hasil : selanjutnya.
tubuh primer berkeringat,
2. Perawatan luka
1) Tidak ada tanda-
dan sekunder tanda infeksi. perubahan yang intensif
yang tidak 2) Drainase purulen. mental, dan nyeri dapat
mempercepat
adekuat akibat 3) Luka sembuh. abdomen yang
perbaikan
prosedur meningkat. jaringan
invasif. 2. Rawat luka sesuai penyembuhan
luka.
prosedur.
3. Pengamatan
3. Observasi luka secara dini
bekas insisi dan terhadap bekas
luka untuk
balutan serta catat
mengetahui
drainase luka perbaikan luka
(bila ada) dan keberhasilan dari
adanya eritema. intervensi.
4. Untuk
4. Berikan mengikutsertakan
penjelasan yang pasien agar
tepat dan jujur secara aktif
melakukan
kepada pasien dan
perawatan yang
keluarga dibutuhkan.
berkaitan dengan 5. Antibiotik dapat
mencegah
perawatan.
inflamasi dan
5. Kolaborasi mempercepat
pemberian penyembuhan.
antibiotik sesuai
indikasi dari tim
medis.
4. Implementasi
(menyesuaikan dengan intervensi )
5. Evaluasi
1) Pre-Operasi
- Tidak terjadi ansietas
- Tidak terjadi hipertermi
- Tidak terjadi nyeri akut
2) Post-Operasi
- Tidak terjadi Kerusakan jaringan
- Tidak terjadi nyeri akut
- Tidak terjadi resiko infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Awan Hariyanto & Rini Sulistyowati. (2015). buku ajar keperawatan medikal bedah 1.
September, O., Thomas, G. A., & Tangkilisan, A. (2016). Angka kejadian apendisitis di
RSUP Prof . Dr . R . D . Kandou Manado. 4(September 2015).
Setyobudi, I., & Martono. (2013). Pencapaian kompetensi penilaian glasgow coma scale
dengan metode beside teaching mahasiswa program DIII berlanjut DIV keperawatan.
Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(2), 118–122.
Sugeng Jitowiyono & Weni Kristiyanasari. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi.