Anda di halaman 1dari 26

PENATALAKSANAAN POSISI HEAD UP 30º TERHADAP PENINGKATAN

SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN STROKE HEMORAGIK

DISUSUN OLEH :
REVALDI DISTIANTO PUTRA
(G3A021141)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2022

BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Stroke merupakan penyebab tertinggi dari kecacatan dan kematian di
seluruh dunia (Smajlović, 2015). Menurut World Heart Organisation (WHO,
2012) definisi stroke adalah suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh
terhentinya aliran darah yang mensuplai otak secara tiba-tiba, baik karena
adanya sumbatan maupun rupturnya pembuluh darah. Kondisi ini
menyebabkan jaringan otak yang tidak terkena aliran darah kekurangan
oksigen dan nutrisi sehingga sel otak mengalami kerusakan (Wijaya &
Yessie Mariza Putri, 2013). Pudiastuti (2011) menyatakan stroke dibagi
menjadi dua kategori yaitu stroke hemoragik dan stroke iskemik atau
stroke non hemoragik. Stroke hemoragik adalah suatu gangguan
peredaran darah otak akibat pecahnya pembuluh darah yang menyebabkan
terjadinya perdarahan sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan otak
lainnya menjadi terhambat (Harahap & Siringoringo, 2016).
beberapa masalah yang lazim muncul pada kasus stroke dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien yaitu pola nafas tidak efektif,
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan menelan,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri akut, hambatan
mobilitas fisik, defisit perawatan diri, kerusakan integritas kulit, risiko
jatuh,dan hambatan komunikasi verbal. Berdasarkan beberapa masalah
keperawatan tersebut, ketidakefektifan perfusi jaringan serebral merupakan
masalah yang dapat menyebabkan kematian (Nurarif & Kusuma, 2015).
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral merupakan penurunan sirkulasi
jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan (Herdman & Shigemi
Kamitsuru, 2015).
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral apabila tidak ditangani dengan
segera akan meningkatkan tekanan intrakranial dan menurunkan suplai
oksigenasi. Sehingga salah satu tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
yaitu dengan memposisikan pasien head up 15 – 30º (Bulechek, Butcher,
Dochterman, & Wagner, 2016).
Secara teoritis, posisi telentang dengan disertai head up menunjukkan
aliran balik darah dari bagian inferior menuju ke atrium kanan cukup baik
karena resistensi pembuluh darah dan tekanan atrium kanan tidak terlalu
tinggi, sehingga volume darah yang masuk (venous return) ke atrium kanan
cukup baik dan tekanan pengisian ventrikel kanan (preload) meningkat, yang
dapat mengarah ke peningkatan stroke volume dan cardiac output. Pasien
diposisikan head up 30o akan meningkatkan aliran darah diotak dan
memaksimalkan oksigenasi jaringan serebral (Oktavianus, 2014; Patricia,
2014).
Sehubungan dengan pentingnya peningkatan suplai O2 ke jaringan guna
mencegah kondisi hipoksia pada pasien dengan masalah stroke hemoragik
maka penulis tertarik untuk melakukan “Aplikasi Evidence Based Practice
Nurse Head Up Position 30º Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen
Pada Pasien Stroke Hemoragik”
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan pemberian intervensi head up position 30o pada
pasien stroke hemoragik untuk meningkatkan perfusi serebral di IGD Dr H
Soewondo Kendal
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui konsep dasar stroke hemoragik
b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan stroke hemoragik
c. Mengetahui hasil penerapan aplikasi EBN
C. METODE PENULISAN
Metode penulisan dalam menyusun makalah ini yaitu dengan mengumpulkan
data dan informasi yang mendukung penulisan. kemudian data dan informasi
tersebut dikumpulkan dengan melakukan penelusuran pustaka, pencarian
sumber-sumber yang relevan, pencarian data melalui internet serta melakukan
pengaplikasian EBN pada pasien.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II : KONSEP DASAR
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
2. Etiologi
3. Tanda dan Gejala
4. Patofisiologi
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Pathways
B. Konsep Asuhan Kegawatdaruratan
1. Pengkajian Primer
2. Pengkajian Sekunder
3. Diagnosa Keperawatan
4. Intervensi dan Rasional
BAB III : RESUME ASKEP
A. Pengkajian Fokus
B. Diagnosa Keperawatan
C. Pathways Keperawatan Kasus
D. Fokus Intervensi
BAB IV : APLIKASI JURNAL EVIDANCE BASED NURSING RISET
A. Identitas Klien
B. Data Fokus Klien
C. Diagnosa Keperawatan Yang Berhubungan Dengan Jurnal Evidance Based
Nursing Riset Yang Diaplikasikan
D. Evidance Based Nursing Practice Yang Diterapkan Pada Klien
E. Analisa Sintesa Justifikasi / Alasan Penerapan Evidance Based Nursing
Practice
F. Landasan Teori Terkait Penerapan Evidance Based Nursing Practice
BAB V : PEMBAHASAN
A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan Evidance Based Nursing
Practice
B. Mekanisme Penerapan Evidance Based Nursing Practice Pada Kasus
C. Hasil Yang Dicapai
D. Kelebihan Dan Kekurangan Atau Hambatan Yang Ditemui Selama
Aplikasi Evidance Based Nursing
BAB VI : PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KONSEP DASAR

1. Pengertian
Secara umum stroke adalah serangan akut mendadak dari disfungsi
otak fokal dan global yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak,
yang berlangsung lebih dari 24 jam. Menurut penulis, stroke adalah
ensefalopati fungsional fokal dan global yang disebabkan oleh obstruksi
aliran darah otak yang disebabkan oleh perdarahan atau obstruksi, dan
gejala serta tandanya sesuai dengan bagian otak yang terkena. Orang yang
terkena stroke bisa sembuh total, cacat atau bahkan meninggal tergantung
tingkat keparahannya (Goleman et al., 2019).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh
darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir.
Penyebab stroke hemoragik antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma,
malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
2. Etiologi
a. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
1) Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2) Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah
dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
3) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4) Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang
mempunyai bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena,
menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
5) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.

b. Faktor resiko pada stroke adalah


1) Hipertensi
2) Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3) Kolesterol tinggi, obesitas
4) Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5) Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6) Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok,
dan kadar estrogen tinggi)
7) Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol
3. Manifestasi klinis
a. Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
1) Daerah serebri media dan karotis interna
a) Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
b) Hemianopsi homonim kontralateral
c) Afasi bila mengenai hemisfer dominan
d) Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
2) Daerah serebri anterior
a) Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
b) Incontinentia urinae
c) Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
3) Daerah posterior
a) Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai
b) daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a.
Serebri media
c) Nyeri talamik spontan
d) Hemibalisme
e) Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
4) Daerah vertebrobasiler
a) Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang
otak
b) Hemiplegi alternans atau tetraplegi
c) Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
4. Patofisiologi
a. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat
dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus,
sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
b. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma
paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di
sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan
pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang
subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang
subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri
kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak
juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan
kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah
dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi
otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat
berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan
aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan
pada intrakranial.
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menggunakan gelombang
megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan
otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6. Pathways

hipertensi gangguan jantung DM obesitas merokok

gangguan
sirkulasi sistemik

peningkatan
sirkulasi sistemik

aneurisma

iskemia jaringan otak perdarahan


gangguan distribusi
hematoma O2
gangguan
cerebral
perfusi cerebral
Peningkatan
tekanan hipoksia
intrakranial

penurunan kesadaran
merangsang medula
oblogata
apatis/koma

resiko aspirasi
meningkatkan RR

Pola nafas tidak


efektif
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu: mengumpulkan data, mengelompokkan data dan
menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan stroke meliputi
adanya tingkat kesadaran, gerakan mata horizontal, lapang pandang, facial
palsy, fungsi motorik lengan dan kaki, sensasi, bahasa dan bicara,
pengabaian dan tidak perhatian (Sylvia 2015).
a. Primary assessment
1) Airway
adanya perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). napas berbunyi stridor, ronchi, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi).
2) Breathing dilakukan auskultasi dada terdengar stridor atau ronchi
atau mengi, pernapasan diatas dua puluh empat kali per menit.
3) Circulation adanya perubahan tekanan darah atau normal
(hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang
diselingi dengan bradikardi disritmia).
4) Disability adanya lemah atau letargi, lelah, kaku, hilang
keseimbangan, perubahan kasadaran bisa sampai koma (Andra W &
Yessie P, 2013).
b. Secondary assesment
1) keluhan utama
adanya penurunan kesadaran, penurunan pergerakan, perubahan
sensasi, perubahan fungsi motorik lengan dan kaki.
2) Riwayat sosial dan medis
riwayat pengunaan dan penyalagunaan alkohol dan riwayat darah
tinggi tak terkontrol.
3) pola aktifitas
didapatkan adanya kelemahan samapi paralisis.
4) sirkulasi
adanya peningkatan darah tinggi adanya
5) pola eliminasi
perubahan urin dan vekal
6) pola nutrisi
penurunanan nafsu makan mual, muntah dan susah menelan, dan
adanya gangguan interaksi bicara.
7) pengobatan sebelumnya
mengidentifikasi penggunaan obat yang dijual bebas. (Andra W &
Yessie P, 2013).
c. Pemeriksaan Fisik
1) pemeriksaan tingkat kesadaran sebagai indikator yang paling awal
dan paling dapat dipercaya dari perubahan status dan keadaan
neurologis
2) pemeriksaan peningkatan Tekanan Intra Kranial, ditandai dengan
sakit kepala berlebihan, muntah proyektil dan papil edema.
3) pemeriksaan skala kekuatan otot diukur dengan (0) kontraksi otot
tidak
terdeteksi, (1) Kejapan yang hampir tidak terdeteksi atau bekas
kontraksi dengan observasi atau palpasi, (2) Pergerakan aktif bagian
tubuh dengan mengeliminasi gravitasi, (3) Pergerakan aktif hanya
melawan gravitasi dan tidak melawan tahanan, (4) Pergerakan aktif
melawan gravitasi dan sedikit tahanan (5) Pergerakan aktif melawan
tahana penuh tanpa adanya kelelahan otot (kekuatan otot normal.
Kedua, pengkajian responsiveness (kemampuan untuk bereaksi)
4) pengkajian mengunakan level kesadaran kuantitatif yaitu
Composmentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Delirium,
yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. Somnolen
(Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.Stupor (stupor koma), yaitu keadaan
seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. Coma
(comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), dengan
mengunakan Glasgow Coma Scale), Respon pasien yang perlu
diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara
dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score)
dengan rentang angka 1-6 tergantung responnya.Eye (respon
membuka mata), (4): spontan, (3) dengan rangsang suara(suruh
pasien membuka mata), (2) dengan rangsang nyeri (berikan
rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari), (1) tidak ada
respon. Verbal (respon verbal), (5) orientasi baik, (4) bingung,
berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang) disorientasi
tempat dan waktu, (3) kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-
kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat), (2) suara tanpa
arti (mengerang), (1) tidak ada respon. Motor (respon motorik), (6)
mengikuti perintah, (5) melokalisir nyeri (menjangkau &
menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri), (4) withdraws
(menghindar atau menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri), (3) fleksi abnormal (tangan satu atau
keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri), (2) ekstensi abnormal (tangan satu atau keduanya
ekstensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki ekstensi saat
diberi rangsang nyeri). (1) tidak ada respon.
5) pengkajian status mental dimana alat yang biasa paling sering
digunakan untuk mengkaji fungsi kognitif adalah Mini-Mental State
Examination. Keempat, pengkajian saraf kranial. 1) olfactory
berfungsi pada penciuman. 2) opticberfungsi pada penglihatan, 3)
oculomotor berfungsi pada mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, pergerakan ekstraokular, 4) Trochlearberfungsi
pada gerakan mata ke bawah dan ke dalam, 5) Trigeminal berfungsi
pada mengunyah, mengatupkan rahang, gerakan rahang
lateral,reflex kornea,sensasi wajah, 6) Abducens berfungsi pada
deviasi mata lateral, 7) facial berfungsi pada gerakan wajah, perasa,
lakrimasi, dan saliva, 8) vestibulocochlear berfungsi keseimbangan,
pendengaran, 9) glossopharyngeal berfungsi pada menelan, gag
refleks, perasa pada lidah belakang, 10)vagus berfungsi pada
menelan, gag refleks, viscera abdominal, fonasi, 11)spinal accessory
berfungsi pada gerakan kepala dan bahu, dan terakhir hypoglossal
berfungsi pada gerakan lidah (Andra W & Yessie P, 2013).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko perfusi cerebral tidak efektif b/d aneurisma serebri
b. Pola nafas tidak efektif b/d gangguan neurologis
c. Resiko aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran
... INTERVENSI DAN RASIONAL
No. Dx Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan rasional
1. Risiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
cerebral tidak keperawatan diharapkan perfusi a. identifikasi penyebab TIK a. mengetahui faktor
efektif b/d serebral meningkat dengan b. monitor tanda dan gejala TIK penyebab
aneurisma serebri kriteria hasil : c. monitor MAP b. memantau tanda
SDKI (D.0017) a. Tingkat kesadaran meningkat d. monitor CVP gejala mengarah ke
b. sakit kepala menurun e. monitor PAWP TIK
c. gelisah menurun f. monitor ICP c. memantau perubahan
d. tekanan intrakranial menurun g. monitor CPP MAP
e. nilai rata-rata tekanan darah h. monitor status pernafasan d. memantau perubahan
membaik i. monitor intake dan output cairan CVP
SLKI (L.02014) j. monitor cairan LCS e. memantau perubahan
Terapeutik PAWP
a. berikan posisi semifowler f. memantau perubahan
b. cegah terjadinya kejang ICP
c. hindari pemberian cairan IV hipotonik g. memantau perubahan
d. pertahankan suhu tubuh normal CPP
Kolaborasi h. memantau perubahan
a. Kolaborasi pemberian antikonvulsan pola nafas
jika perlu i. memantau
b. kolaborasi pemberian diuretik osmosis keseimbangan cairan
SIKI (I.09325) j. memantau kondisi
LCS
Terapeutik
a. menurunkan TIK
b. menjaga kondisi
pasien tetap stabil
c. mencegah edema
d. menjaga kestabilan
suhu
Kolaborasi
a. mencegah kejang
berulang
b. mencegah
penumpukan cairan
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
efektif b/d keperawatan diharapkan pola a. monitor pola napas (frekuensi, a. memantau perubahan
gangguan nafas membaik dengan kriteria kedalaman, usaha napas) pola nafas
neurologis hasil : b. monitor bunyi napas tambahan (mis. b. memantau bunyi
SDKI(D.0005) a. ventilasi semenit meningkat Gurgling, mengi, weezing, ronkhi nafas
b. dispnea menurun kering) Terapeutik
c. frekuensi nafas membaik Terapeutik a. memaksimalkan
d. kedalaman nafas membaik a. Posisikan semi-Fowler atau Fowler ventilasi
e. pemanjangan fase ekspirasi b. Lakukan penghisapan lendir kurang b. mengurangi sesak
menurun dari 15 detik nafas
SLKI (L.01004) c. Lakukan hiperoksigenasi sebelum c. mencegah hipoksia
Penghisapan endotrakeal d. meningkatkan
d. Berikan oksigen, jika perlu kecukupan O2
a. Kolaborasi Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, a. melegakan jalan
ekspektoran, mukolitik, jika perlu. nafas apabila
SIKI (I.01026) terdapat sekret
3. Resiko aspirasi Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
b/d penurunan keperawatan diharapkan tingkat a. Monitor tingkat kesadaran, batuk, a. memantau
tingkat kesadaran aspirasi menurun dengan kriteria muntah dan kemampuan menelan perkemabangan
SDKI (D.0005) hasil b. Monitor status pernafasan kesadaran
a. tingkat kesadaran meningkat c. Monitor bunyi nafas, terutama setelah b. memantau
b. kemampuan menelan makan/ minum perubahan status
menurun d. Periksa residu gaster sebelum memberi pernafasan
c. dispnea menurun asupan oral c. memantau bunyi
d. kelemahan otot menurun e. Periksa kepatenan selang nasogastric nafas tamabahan
e. akumulasi sekret menurun sebelum memberi asupan oral d. memantau kondisi
SLKI (L.01006) Terapeutik isi lambung
a. Posisikan semi fowler (30-45 derajat) e. memastikan
30 menit sebelum memberi asupan oral ketepatan
b. Pertahankan posisi semi fowler (30-45 pemasangan NGT
derajat) pada pasien tidak sadar Terapeutik
c. Pertahanakan kepatenan jalan nafas a. membuat jalan nafas
(mis. Tehnik head tilt chin lift, jaw tidak terhalang
trust, in line) b. mencegah pangkal
d. Pertahankan pengembangan balon ETT lidah jatuh
e. Lakukan penghisapan jalan nafas, jika kebelakang
produksi secret meningkat c. mencegah adanya
f. Sediakan suction di ruangan sumbatan jalan nafas
g. Hindari memberi makan melalui selang d. menjaga agar
gastrointestinal jika residu banyak ventilasi adekuat
h. Berikan obat oral dalam bentuk cair e. melancarkan jalan
Edukasi nafas
a. Anjurkan makan secara perlahan f. membantu
b. Ajarkan strategi mencegah aspirasi mengeluarkan sekret
c. Ajarkan teknik mengunyah atau g. resiko muntah
menelan, jika perlu h. menyesuaikan
SIKI (I.03114) dengan kondisi
pasien
Edukasi
a. mencegah tersedak
b. meningkatkan
pemahaman
pencegahan aspirasi
c. meningkatkan
pemahaman
mengunyah dan
menelan
BAB III
RESUME ASKEP

A. Pengkajian Fokus
Nama : Tn.S
Umur : 71 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
No Register : 600783
Tanggal Masuk : 24 Maret 2022
Diagnosa Masuk : Stroke Hemoragik

Primary survey
Airway : tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : pernafasan cepat dan dangkal, RR 38x/menit,
terdapat retraksi intercosta, SPO2 89%
Circulation : irama nadi teratur, teraba kuat, N :
130x/menit TD
140/90 mmhg
Disability : GCS E1M1V1, refleks pupil anisokor

B. Diagnosa Keperawatan
Pola nafas tidak efektif b.d depresi pernafasan
C. Pathway Keperawatan
Gangguan sirkulasi sistemik

Peningkatan tekanan sirkulasi sistemik

Aneurisma

Perdarahan (Hemoragik)

perfusi tidak adekuat


gangguan suplai O2

hipoksia

menstimulasi medula oblongata

peningkatan pernafasan

pola nafas tidak efektif


D. Fokus Intervensi

No Tanggal & Tujuan & Kriteria Intervensi TTD


Jam Hasil
1. 24 Maret 2022 Setelah dilakukan Pemantauan respirasi Revaldi
pukul 14.00 tindakan 1. Observasi
keperawatan selama - Monitor
1x8 jam diharapkan frekuensi,
pola nafas membaik irama,
dengan kriteria kedalaman, dan
hasil : upaya napas
1. Dispnea - Monitor pola
menurun napas (seperti
2. Penggunaan otot bradipnea,
bantu menurun takipnea,
3. Frekuensi hiperventilasi,
membaik Kussmaul,
Cheyne-Stokes,
Biot, ataksik)
- Monitor
kemampuan
batuk efektif
- Auskultasi
bunyi napas
- Monitor saturasi
oksigen
2. Terapeutik
- Atur interval
waktu
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil
pemantauan
3. Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
- Informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDANCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Klien
Nama : Tn.S
Umur : 71 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
No Register : 600783
Tanggal Masuk : 24 Maret 2022
Diagnosa Masuk : Stroke Hemoragik
B. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah keperawatan

1. Ds: - Depresi Pola nafas tidak efektif


Do: pernafasan

- Pasien tampak tidak


sadarkan diri
Score GCS E1M1V1
- Tampak pernafasan
klien cepat dan
dangkal
(Kusmaul)
- Terdapat retraksi
intercosta
- RR : 38 x/menit
- SPO2 : 89%

C. Diagnosa Keperawatan Yang Berhubungan Dengan Jurnal Evidance


Based Nursing Riset Yang Diaplikasikan
Pola nafas tidak efektif b.d depresi pernafasan
D. Evidance Based Nursing Practice Yang Diterapkan Pada Klien
Aplikasi evidance based nursing Head Up 30º pada pasien stroke hemoragik
guna meningkatkan saturasi oksigen.
E. Analisa Sintesa Justifikasi / Alasan Penerapan Evidance Based Nursing
Practice

Gangguan sirkulasi sistemik

peningkatan tekanan sirkulasi sistemik

aneurisma

Perdarahan (Hemoragik)

perfusi tidak adekuat

gangguan suplai O2

hipoksia

menstimulasi medula oblongata

peningkatan pernafasan

pola nafas tidak efektif

posisi head up 30º

meningkatkan venous return

CO meningkat

perfusi adekuat
suplai O2 meningkat

Landasan Teori Terkait Penerapan Evidance Based Nursing Practice


Stroke adalah suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh aliran
darah yang mensuplai otak secara tiba-tiba, baik karena adanya sumbatan
maupun rupturnya pembuluh darah ( WHO, 2012)
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh
darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir.
Penyebab stroke hemoragik antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma,
malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Pada kondisi pasien stroke cenderung akan mengalami penurunan
tingkat oksigenasi hal ini dapat disebabkan sebagai akibat dari adanya
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah sehingga vaskularisasi tidak
adekuat mengakibatkan suplai O2 terganggu hal tersebut cenderung
mengakibatkan saturasi oksigen pada pasien stroke mengalami
penurunan, sehingga perlu adanya peningkatan oksigenasi agar mencegah
terjadinya infark bahkan nekrosis pada jaringan serebral (Sunarto, 2015)
Salah satu tindakan keperawatan untuk meningkatkan saturasi
oksigen adalah dengan pengaturan posisi head up 30º secara teoritis posisi
tersebut mampu meningkatkan venous return sehingga terjadi peningkatan
stroke volume dan cardiac output yang dapat menunjang peningkatan
aliran darah diotak dan memaksimalkan oksigenasi jaringan serebral
(Nurarif & Kusuma, 2015).
BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan Evidance Based Nursing


Practice
Aplikasi posisi head up 30º ditempat tidur hal tersebut dapat
membantu meningkatkan venous return yang berdampak pada peningkatan
cardiac output sehingga O2 dapat terdistribusi secara adekuat yang berdampak
pada peningkatan saturasi oksien.
B. Mekanisme Penerapan Evidance Based Nursing Practice Pada Kasus
1. Meminta persetujuan pada keluarga pasien
2. Ukur tanda – tanda vital klien sebelum dilakukan intervensi
3. Memposisikan pasien head up 30º
4. Observasi tingkat respirasi
5. Ukur tanda – tanda vital klien setelah dilakukan intervensi
C. Hasil Yang Dicapai
Pemberian posisi head up 30º dilakukan untuk memfasilitasi
peningkatan perfusi jaringan sehingga suplai O2 dapat terdistribusi secara
maksimal dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap peningkatan saturasi
oksigen.
D. Kelebihan Dan Kekurangan Atau Hambatan Yang Ditemui Selama
Aplikasi Evidance Based Nursing Practice
Kelebihan:
- Meningkatkan saturasi oksigen pada pasien dengan stroke hemoragik

Kekurangan :
- peningkatan saturasi oksigen pada pasien hanya sebesar 2% saja
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Pemberian posisi Head Up 30º terbukti dapat meningkatkan nilai saturasi
oksigen meskipun peningkatan yang terjadi tidak terlalu signifikan namun
intervensi ini dapat dijadikan salah satu tindakan penunjang dalam
meningkatkan perfusi yang berpengaruh terhadap status oksigenasi pada
pasien dengan stroke hemoragik.
B. Saran
1. Bagi tenaga keperawatan diharapkan dengan adanya aplikasi EBN ini
dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi penunjang dalam
meningkatkan saturasi oksigen pada asien stroke hemoragik
2. Bagi pendidikan keperawatan diharapkan dengan adanya aplikasi EBN ini
dapat dijadikan sebagai kajian dalam bidang keperawatan gawat darurat
DAFTAR PUSTAKA

Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : EGC.
A, Sylvia., M, Lorraine. (2015). Patofisiologi Edisi 6 Vo 2 Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Andra, S.W., & Yessie, M.P., 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medik
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai