PROPOSAL Versi Lengkap (1) Revisi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 45

PROPOSAL PENELITIAN

IDENTIFIKASI ENDOPARASIT PADA IKAN BANDENG YANG DIJUAL


DI PASAR LELONG KECAMATAN MAMAJANG KOTA MAKASSAR

FITRI MAULINA REZKY

16 3145 453 093

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS MEGA REZKY

MAKASSAR

2021
DAFTAR ISI

JUDUL

DAFTAR ISI ............................................................................................... i

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iii

DAFTAR BAGAN ..................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Ikan Bandeng (Chanos chanos) .............. 6

B. Tinjauan Umum Tentang Parasit ..................................................... 10

1. Nematoda ................................................................................... 11

a) Camallanus carangis ........................................................... 12

b) Camallanus cotti .................................................................. 15

2. Trematoda .................................................................................. 17

a) Lecithochirium grandiporum ............................................... 18

b) Lachitocladium scombri ....................................................... 21

C. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Telur Cacing ...................... 23

D. Kerangka Fikir ................................................................................. 26

E. Kerangka Konsep ............................................................................. 29


i
BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ................................................................................. 30

B. Waktu Dan Tempat Penelitian ......................................................... 30

C. Teknik Pengambilan Sampel ........................................................... 30

D. Populasi Dan Sampel ....................................................................... 31

E. Variabel Penelitian ........................................................................... 31

F. Kriteria Penelitian ............................................................................ 31

G. Defenisi Operasional ........................................................................ 32

H. Alat Dan Bahan ................................................................................ 32

I. Prosedur Kerja ................................................................................. 33

J. Kerangka Alur .................................................................................. 35

K. Analisis Data .................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 37

LAMPIRAN …………………………………………………………….. 39

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Klasifikasi Ilmiah Ikan Bandeng (Chanos chanos) ................ 6


Gambar 2.2. Morfologi Camallanus carangis ............................................. 13
Gambar 2.3. Morfologi Camallanus cotti .................................................... 16
Gambar 2.4. Morfologi Lacithiirium grandiporum ..................................... 19
Gambar 2.5. Morfologi Lachitocladium scombri ........................................ 22

iii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Krangka Konsep ........................................................................ 29


Bagan 3.1. Kerangka Alur ........................................................................... 35

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan komunitas strategis dalam

pemenuhan kebutuhan protein yang murah dan digemari oleh konsumen di

Indonesia sehingga memiliki tingkat konsumsi yang tinggi. Hal ini didukung

oleh rasa daging yang enak dan nilai gizi protein yang tinggi berkisar antara

20-24% (Hafiludin, 2015).

Permintaan hasil perikanan termaksud ikan bandeng (Chanos chanos)

terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran

masyarakat untuk mengonsumsi ikan sebagai sumber protein hewani yang

menyehatkan dan murah. Diketahui bahwa produksi ikan bandeng tahun 2014

mencapai 631.125 ton (Kementrian perikanan, 2015).

Ikan bandeng rentan terinfeksi parasit, parasite ketika menginfeksi ikan

bandeng menjadikan ikan bandeng sebagai inangnya. Penyakit infeksius

biasanya timbul karena gangguan organisme patogen berupa jamur, bakteri,

virus ataupun parasit. Parasit merupakan organisme yang berada pada tubuh

organisme lain yang dijadikan inangnya dan mengambil manfaat dari inang

tersebut bagi aktivitas, pertumbuhan, dan perkembangbiakannya (Afrianto

dkk, 2015).

Keberadaan parasit pada ikan berdampak pada pengurangan konsumsi,

kualitas ikan menurun, maupun pengurangan bobot ikan konsumen akibat

adanya morfologi atau bentuk tubuh ikan yang abnormal (Rahmawati, 2014).

1
Cacing merupakan salah satu parasit yang sering ditemukan pada ikan,

mempunyai peranan besar bagi kesehatan hewan dan manusia.(Sodi, 2018).

Beberpa jenis cacing parasit yang sering menginfeksi ikan bandeng

diantaranya Dignea gen sp, Manogenea gen sp, Monogenen gen sp, Cestoda

scrolex, Pleuroncetis plerocoid, Nematode gen sp, Acanthoc ephalus sp,

Cavisonia mangus (Juniardi, 2013).

Berdasarkan letak organ yang terinfeksi oleh parasit dikelompokkan

menjadi dua kelompok yaitu ektoparasit dan endoparasit (Riko dkk, 2012).

Endoparasit merupakan parasit yang hidup dalam tubuh inang. Parasit tersebut

mengambil bahan makanan dari organisme yang ditumpanginya dengan

maksud untuk berkembang biak (Subekti dan Mahasari, 2012). Endoparasit

adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inang, seperti alat pencernaan,

peredaran darah, atau organ dalam lainnya (Riko dkk, 2012).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sodi (2018) tentang

identifikasi endoparasit dan ektoparasit pada ikan bandeng (Chanos chanos)

menggunakan metode sedimentasi, jenis endoparasit yang ditemukan

menginfeksi ikan bandeng (Chanos chanos) adalah genus Enterobius

vermicularis sedangkan jenis ektoparasit yang ditemukan menginfeksi ikan

bandeng (Chanos chanos) adalah genus Ascaris lumbricoides dan Trichuris

trichiura.

Sampai saat ini penelitian tentang identifikasi endoparasit pada ikan

bandeng (Chanos chanos) di Indonesia masih sedikit, terutama di berbagai

pasar tradisional kota Makassar provinsi Sulawesi Selatan. Dengan demikian

2
berdasarkan hal yang telah di kemukakan di atas, maka peneliti tertarik

melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Identifikasi Endoparasit Pada Ikan

Bandeng (Chanos chanos) yang Dijual Di Pasar Lelong Kecamatan

Mamajang Kota Makassar”.

Penelitian ini akan mengambil sampel ikan bandeng (Chanos chanos)

di pasar Lelong kecamatan Mamajang Kota Makassar. Pemilihan tempat

tersebut karena pasar Lelong merupakan salah satu pasar ikan terbesar di kota

Makassar dimana ikan bandeng yang di dagangkan di pasar tersebut di

datangkan dari berbagai sumber budidaya ikan masyarakat daerah sekitar kota

Makassar maupun dari luar daerah kota Makassar.

3
B. Rumusan Masalah

Berdasakan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah

penelitian yaitu endoparasit apakah yang terdapat pada ikan bandeng (Chanos

chanos) yang di jual di pasar Lelong kecamatan Mamajang kota Makassar ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengidentifikasi endoparasit yang terdapat pada ikan bandeng

yang dijual di pasar Lelong kecamatan Mamajang kota Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a) Dapat digunakan sebagai bahan referensi tambahan dan diharapkan

mampu merangsang penelitian lanjutan dengan variabel lain yang

belum diteliti.

b) Dapat mengetahui prosedur yang tepat dalam mengidentifikasi

endoparasit dengan menggunakan metode sedimentasi.

c) Sebagai sumber informasi dan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan khususnya dibidang parasitologi jurusan Teknologi

Laboratorium Medis.

2. Manfaat Praktis

a) Mampu meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan serta

sebagai bahan informasi atau masukan kepada para ahli teknologi

laboratorartorium medis tentang endoparasit pada ikan bandeng

(Chanos chanos) yang dijual di pasar Lelong Kecamatan Manggala

Kota Makassar.

4
b) Dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat dalam memilih ikan

bandeng (Chanos chanos) untuk dikonsumsi untuk menghindari

berbagai resiko kesehatan bagi sistem pencernaan manusia.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Ikan Bandeng (Chanos chanos)

1. Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Klasifikasi ilmiah ikan bandeng (Chanos chanos) (Qurrataayyun,

2018):

Kindom : Animalia
Philum : Chordota
Sub phylum : Vertebrata
Kalas : Ostheihtyes
Ordo : Gonorynchiformes
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos

Gambar 2.1: Morfologi ikan bandeng (Chanos chanos) (Susanah, 2011)

2. Deskripsi Dan Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Ikan bandeng adalah ikan air payau yang banyak dibudidayakan di

Indonesia, nama lain ikan bandeng ialah chanos chanos dalam bahasa

latin, bahasa inggris adalah milkfish bahasa bugis dan mandar adalah bolu.

Penemu pertama adalah dane forsskal pada tahun 1925 di laut merah
6
(sudrajat), morfologi ikan bandeng (Chanos chanos), bentuk tubuh ikan

bandeng memanjang, dan pipih seperti bentuk torpedo, bentuk mulut ikan

adalah runcing, ekor yang bercabang dan mempunyai sisik yang halus.

Ikan bandeng (Chanos chanos) adalah ikan pemakan segala, pada habitat

yang sesungguhnya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil

makanan dari lapisan permukaan air seperti tumbuhan mikroskopik,

tumbuhan mikroskopik ini memuliki struktur yang sama dengan klepak di

tambak. Untuk perumpamaan klekap tersebut berdasarkan dalam kegiatan

budidaya yang memanfaatkan klekap sebagai pakan alami dalam budidaya

ikan bandeng tersebut (Tim perikanan, 2014).

3. Habitat Dan Penyebaran Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Habitat asli ikan bandeng (Chanos chanos) ialah di laut, akan tetapi

pada tahap perkembangan kemudian di pelihara di air payau. Ikan bandeng

(Chanos chanos) pertama kali ditemukan di samudera hindia dan di

samudera pasifik, kebiasaan hidup ikan bandeng (Chanos chanos) adalah

hidup secara bergerombol. Ikan bandeng banyak ditemukan di pulau

dengan dasar karang. Ikan bandeng banyak hidup dilaut akan tetapi sekitar

2-3 minggu kemudian ikan init berpindah ke rawa-rawa, bakau, dan daerah

payau (Tim perikanan, 2014).

Daerah penyebaran yang banyak terdapat ikan bandeng (Chanos

chanos) adalah di perairan tropis dan subtropis indo-pasifk mulai dari laut

merah dan bagian tengah afrika sampai mekxiko. Di Indonesia daerah

penyebaran yang banyak terdapat ikan bandeng (Chanos chanos),

7
ditemukan di daerah pantai timur Sumatra, utara jawa, Kalimantan,

Sulawesi, Maluku, papua, bali, dan nusa tenggara. Pembudidaya ikan

bandeng (Chanos chanos) di Indonesia telah dikenal semenjak abad VII,

dan di budidayakan di tambak-tambak air payau di pulau jawa.

Pembudidaya ikan bandeng di Taiwan selain pada tambak dangkal juga

dilakukan pada tambak dalam (1-2 meter) dengan menggunakan

tekhnologi maju (Johan dalam Qurrataayun, 2018).

Ikan bandeng (Chanos chanos) selain menjadi makanan bernilai

gizi, juga menjadi komoditas eksport di Taiwan dan tiongkok sebagai

umpan ikan tuna dan cakalang (Tim perikanan, 2014).

4. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan bandeg (Chanos chanos)

Pertumbuhan adalah suatu perubahan bentuk dikarenakan

pertambahan panjang, berat dan volume dalam priode tertentu secara

individual. Sintasan (survival rate) merupakan persentase ikan yang hidup

dari jumlah ikan yang dipelihara selama masa pemeliharaan tertentu dalam

suatu wadah pemeliharaan. Kelangsungan hidup ikan dapat dipengaruhi

oleh faktor-faktor yakni kualitas air, ketersedian pakan yang sesuai dangan

kebutuhan ikan, kemampuan untuk beradaptasi dan padat penebaran.

Tingkat kelangsungan hidap dapat digunakan untuk mengetahui toleransi

dan kemampuam ikan untuk hidup (Anggraini dkk, 2012).

a) Kualitas air

Keberhasilan suatu usaha pengankutan ikan ditentukan oleh

kualitas air. Kualitas air sangat penting diperhatiakan dalam budidaya

8
ikan bandeng. Air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan

terserang penyakit. Manajemen kualitas air didefinisikan suatu usaha

menjaga kondisi air agar tetap dalam kondisi baik untuk budidaya

maupun proses transportasi ikan dengan parameter kualitatif air

(Anggraini dkk, 2012).

Kematian ikan pada sistem pengangkutan disebabkan oleh kadar

CO2 yang tinggi, akumulatif amoniak, hiperaktivitas ikan, infeksi

bakteri dan luka fisik akibat penanganan yang kasar. Laju

metabolisme ikan pada pengangkutan akan menjadi tiga kali lebih

tinggi dari biasa karena goncangan atau rangsangan lain selama

pengangkutan (Anggraini dkk, 2012).

b) Suhu

Suhu perairan merupakan parameter fisika yang sangat

mempengaruhi pola kehidupan biota akuitik seperti penyebaran

kelimpahan dan mortalitas Suhu mempengaruhi aktifitas metabolism

orgnanisme karena itu penyebarannya di perairan dibatasi oleh suhu

Variasi suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain

tingkat intensitas cahaya yang tiba dipemukaan perairan, keadaan

cuaca, awan, dan proses pengadukan serta radiasi matahari

(Maniagasi dkk, 2013).

Suhu air yang optimal untuk kehidupan benih ikan bandeng

adalah 27 oC sampai 30 oC. Kehidupannya mulai terganggu apabila

suhu perairan mulai turun sampai 15-20 oC atau meningkat diatas 35

9
o
C. Aktivitasnya terhenti pada perairan yang suhunya dibawah 6 oC

atau diatas 42 oC. Sedangkan suhu optimal untuk nila berkisaran

antara 26-33 oC (Anggraini dkk, 2012).

c) Derajad keasamaman (pH)

Derajat keasaman (pH) adalah parameter penting dalam suatu

perairan karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa

bahan dalam air. Nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkan

keasaman atau kebasaan suatu perairan. Tingkat keasaman adalah

faktor yang enting dalam proses pengolahan air untuk perbaikan

kualitas air. Kondisi perairan bersifat netral apabila nilai pH sama

dengan 7, kondisi perairan bersifat asam bila pH kurang dari 7, dan

pH lebih dari 7 kondisi perairan bersifat (Irianto dan triweko, 2011).

Derajat keasaman suatu pera perairan dipengaruhi oleh

konsentrasi CO2 dan senyawa yang bersifat asam. Derajat keasaman

sering digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan aik buruknya

keadaan air sebagai lingkungan hidup. Ikan bandeng mempunyai

toleransi ynag panjang terhadap derajat keasaman yaitu antara 7-9 dan

derajat keasaman yang optimal adalh 7,2 - 8,3 (Anggraini, 2012).

B. Tinjauan Umum Tentang Parasit

Parasit merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang

mengambil makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga organisme yang

tempatnya makan (inang) akan mengalami kerugian. Parasit adalah organisme

yang hidup di dalam atau pada organisme lain yang biasanya menimbulkan

10
bahaya terhadap inangnya. Berdasarkan habitat pada inang, parasit dapat

dibagi menjadi parasit eksternal (ektoparasit) dan parasit intermal

(endoparasit). Ektoparasit hidup pada permukaan tubuh inang atau tempat-

tempat yang sering terbuka seperti mulut dan insang. Endoparasit hidup dalam

tubuh inang yaitu organ dalam dan jaringan. Kelompok organisme parasit

yang berada diantara ektoparasit dan endoparasit disebut sebagai mesoparasit

(Rahmawati, 2014).

Parasit adalah hubungan dengan salah satu spesies parasit dimana

inangnya sebagai habitat dan merupakan tempat untuk memperoleh makanan

atau nutrisi, tubuh inang adalah lingkungan utama dari parasit, sedangkan

lingkungan sekitarnya merupakan lingkungan keduanya (Kabata dalam

Rahmawati, 2014).

1. Nematoda

Penyakit cacing yang sering menginfeksi ikan ialah nematoda yang

kebanyakan sebagai endoparasit, infeksi endoparasit nematoda

menimbulkan kondisi patologis yang ringan, pada kondisi lingkungan

yang normal memiliki gejala klinisnya yang kurang dapat dideteksi

dengan jelas. Meskipun ikan yang terinfeksi cacing tidak menimbulkan

kematian akan namun dapat mengaibatkan menurunnya fekunditas inang,

dan meningkatkan kerentanan terhadap pathogen lain serta dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan pada usus. Nematoda yang sudah

ditemukan pada family caranidae di Filipina adalah larva anisakidae,

11
camalanus marinus, C. carangis, C. paracarangis, metabronema magnum

(Rahmawati, 2014).

a) Camallanus Carangis

1) Klasifikasi

Klasifikasi ilmiah parasit Camallanus carangis (Rahmawati,

2014):

Kindom : Animalia
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Ordo : Camallanoidea
Family : Camallanidae
Genus : Camallanus
Spesies : Camallanus carangis

2) Morfologi

Camallanus carangis biasanya menginfeksi saluran

pencernaan atau organ usus. Cacing ini memiliki ciri mempunyai

buccal capsul yang dilapisi kutikula yang tebal dan memiliki

sepasang lekukan pada buccal capsul. Mulut seperti penjepit yang

kuat, semacam tanduk yang dapat memegang dengan kuat ke

dinding usus dan sulit lepas. Tempat berkaitnya cacing ini pada

usus dapat menyebabkan pendarahan. Mulut sampai esophagus

memiliki dinding otot yang tebal, biasanya esophagus dilapisi

(Rahmawati, 2014).

Panjang tubuh Camallanus carangis jantan dapat mencapai

6,2 mm dan betinanya dapat mencapai 11 mm. cacing ini

12
mempunyai ciri adanya rongga kapsul yang terdiri dari dua katup

lateral, cincin basal dan dua trident (Rahmawati, 2014).

Gambar 2.2: Morfologi Camallanus carangis


Keterangan: (A) Katup buccal capsule, (B) Buccal capsule; (1)
Cincin basal (2) Katup lateral (3) Trident, (C) Bagian
anterior; (4) Otot esophagus, (D) Esophagus, (E)
Lubang eksretori, (F-H) Ekor. Skala = 50 µm (A, E,
dan F), 100 µm (B, C, D, dan G) (Rahmawati, 2014).
3) Predileksi

Genus Camallanus umumnya menginfeksi usus, cacing ini

dapat juga menginfeksi pylorus sekum, Camallanus carangis

biasanya menginfeksi usus (Rahmawati, 2014).

4) Siklus Hidup

Siklus hidup Camallanus carangis berawal dari betina

dewasa yang membawa larva menuju lumen usus. Larva tersebar

ke dalam air dan kemudian menetas menjadi larva 2. Larva 2 ini

kemudian akan termakan oleh krustasea dan di dalam tubuhnya


13
akan berkembang menjadi larva 3. Krustasea ini berperan sebagai

inang perantara yang berisi L3 dari Camallanus carangis tersebut

akan dimakan oleh inang definitif. Larva cacing melekat pada

mukosa dan berkembang menuju stadium dewasa pada ikan

sebagai inang definitif. Inang pareatenik termaksud dalam siklus

cacing tersebut yang selanjutnya membawa sejumlah larva dan

berakhir pada saluran pencernaan ikan (Rahmawati, 2014).

Camalanus carangis berkembang pada keberadaan inang

perantara. Kebanyakan larva ini dapat hidup bebas di air selama 12

hari. Larva cacing yang telah termakan oleh krustasea dan

berkembang dalam saluran pencernaannya, kemudian krustasea

menjadi inang perantara bagi camallanus carangis. Krustasea

akan termakan oleh inang definitif yaitu ikan. Cacing dewasa dapat

berkembang dan mencapai kematangan seksual kemudian

melepaskan larvanya dan kemudian berkembang di saluran

pencernaan ikan (Rahmawati, 2014).

5) Gejala Klinis

Genus Camallanus mempunyai kebiasaan menghisap darah

sehingga menyebabkan anemia. Perlekatan pada rongga kapsul

menyebabkan lubang pada mukosa usus, jika ikan diam tidak

bergerak cacing ini akan kelihatan keluar dari anus dan berwarna

merah. Saat ikan tersebut mulai bergerak cacing masuk lagi ke

dalam usus, sehingga anus terlihat menonjol. Camallanus carangis

14
melakukan migrasi ke jaringan usus dan menyebabkan kerusakan

terhadap jaringan. Kerusakan yang parah menyebabkan infeksi dari

parasit lain dan pertambahan tubuh ikan menurun sehingga

menyebabkan ikan mati (Rahmawati, 2014).

b) Camallanus cotti

1) Klasifikasi

Klasifikasi ilmiah parasit Camallanus cotti (Amrina, 2014):

Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Subkelas : Spirudida
Ordo : Camallanoidea
Subordo : Camallanidae
Family : Camallaninae
Genus : Camallanus cotti

2) Morfologi

Cacing Camallanus cotti termasuk nematode yang

berukuran sedang, jantan memiliki panjang 2,60 – 3,63 mm dan

betina berukuran 7,00 – 9,44 mm. cacing ini memiliki kutikula

yang tipis. Memiliki buccal capsule yang besar dan tridents yang

berukuran besar. Excretory pore terletak pada bagian posterior dari

lingkar saraf (Amrina, 2014).

15
Gambar 2.3: Morfologi Camallanus cotti (Amrina, 2014).
Keterangan: a. Anterior Camallanus cotti skala bar 200 µm
b. Posterior Camallanus cotti skala bar 200 µm

3) Predileksi

Habitat dari cacing Camallanus cotti adalah pada usus ikan

(Amrina, 2014).

4) Siklus hidup

Camallanus sp berkembang melalui keberadaan inang

perantara. Kebanyakan larvanya dapat hidup bebas di air selama 12

hari. Larva parasit menjadi makanan krustasea dan berkembang

dalam saluran pencernaan dan menjadi inang perantara bagi

Camallanus sp. kemudian krustasea akan termakan oleh ikan.

Disini ikan akan menjadi inang definitive bagi Camallanus jika

ikan tidak dimakan oleh ikan karnivora lebih besar. Parasite ini

juga dapat berkembang dan mencapai kematangan seksual untuk

16
kemudian melepaskan larvanya dan berkembang disana (Amrina,

2014).

5) Gejala klinis

Pada umumnya infeksi cacing endoparasit Camallanus cotti

tidak menunjukan gejala klinis yang nyata (Amrina, 2014).

2. Trematoda

Trematoda merupakan cacing pipih yang tubuhnya memiliki bentuk

ovoid atau seperti daun dan tidak bersegmen. Biasanya trematoda

merupakan endoparasit dengan satu atau sepasang alat penghisap.

Pevalensi cacing trematoda pada ikan cukup tingi. Dalam jumlah banyak,

infeksi trematoda parasit dapat mengakibatkan infeksi sekunder pada

organ yang terinfeksi dan dapat menyebabkan penurunan metabolisme

(Rahmawati, 2014).

Cacing trematoda digenetik yang biasa menginfeksi pada ikan laut

adalah Tansversotrema patialense, Lecithocladium excisum pada lambung

mackerel, Brachyphallus crenatus pada lambung salon, Diplostomum

spathaceum Crepidostomum, Phyllodistomum, Nanophyetus,

Sangunicoluca, Thylodelphysosis. Cacing yang telah ditemukan pada ikan

family Carangidae adalah Lechitocladium angustiovum, L. megalaspis, L.

Alopecti, Alcicornis cirrudiscoides, Bucephalus varicus, B. Fragilis, B.

paraheterotentaculatus, Prosogonotrema bilabiatum, Erilepturus

lemeriensis (Rahmawati, 2014).

17
Digenea atau trematoda digenetik berbentuk cacing dewasa pipih

dorsoventral, akan tetapi ada beberapa yang panjang dan ramping serta ada

juga yang berbentuk seperti daun (Subekti dan Mahasri,2002). Cacing

digenea umum bersifat endoparasit yang dapat ditemukan pada organ

dalam ikan seperti usus, pembuluh darah atau terbungkus krista di jaingan

tubuh namun sebagian jenis digenea bersifat ektoparasit dan dapat

ditemukan pada permukaan insang, operculum dan rongga mulut. infestasi

cacing trematoda digenea pada insang dapat mengakibatkan terjadinya

pembengkakan dan kerusakan. (Rahmawati, 2014).

a) Lecithochirium grandiporum

1) Klasifikasi

Klasifikasi ilmiah parasit Lecithochirium grandiporum

(Amrina, 2014):

Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Dignea
Ordo : Azyiigida
Subordo : Hemiurata
Family : Hemiuridae
Subfamily : Hemiuroidea
Genus : Lecithochirium grandiporum

18
Gambar 2.4: Morfologi Lecithochirium grandiporum
Keterangan: (Os: Oral sucker) mulut penghisap, (Ph: Pharynx)
faring, (Gp: Genital pore) lubang genital, (Sc:
Sinus sac), (Sv : Seminal vesicle) kantung seminal,
(Vs: Ventral sucker), (In: Intestine) usus, (Ts:
Testis) testis, (Ut : Uterus) uterus, (Ov: Ovary)
ovarium, (Vt: Vittelaria) vitelin, (Ca: Caudal
appendage) (Amrina, 2014).
2) Morfologi

Cacing Lecithochirium grandiporum berukuran panjang 1,1

mm – 2,8 mm dengan bentuk tubuh memanjang dan menggembung

di sekitar ventral sucker yang terletak di anterior tubuh. Oral

sucker terletak di subterminal dengan diameter 0,13 mm. memiliki

esophagus yang sangat pendek dan uterus yang melilit. Genital

pore terletak di belakang oral sucker dan diantara intestine

(Amrina, 2014).

19
3) Predileksi

Distribusi cacing Lecithochirium grandiporum dalam tubuh

ikan adalah saluran pencernaan yaitu lambung, usus dan caecum

(Amrina, 2014).

4) Siklus hidup

Cacing Lecithochirium grandiporum memiliki siklus hidup

yang dimulai dari telur yang hidup bebas di perairan, menetas

melalui terbukanya operculum menjadi miracidum, kemudian

menembus permukaan kulit inang perantara siput (moluska) yang

akan berkembang di tubuhnya menjadi cercaria dan lepas ke

perairan menuju inang perantara kedua (ikan) dan berkembang

menjadi metacercaria dalam tubuhnya. Apabila ikan atau krustasea

ini dikonsumsi oleh manusia dalam kondisi mentah atau kurang

matang, maka dapat mengakibatkan kecacingan karena

perkembangan metacercaria yang tumbuh menjadi stadium dewasa

dalam tubuh inang definitive (Amrina, 2014).

5) Gejala klinis

Infeksi dari cacing Lecithochirium grandiporum tidak

menunjukan gejala klinis. Dalam jumlah yang banyak, infeksi

cacing Lecithochirium grandiporum dapat mengakibatkan infeksi

sekunder pada organ terinfeksi dan dapat mengakibatkan

penurunan metabolisme tubuh (Amrina, 2014).

20
b) Lecithocladium Scombri

1) Klasifikasi

Klasifikasi ilmiah parasit Lecithocladium scombri

(Rahmawati, 2014):

Kindom : Animalia
Phylum : Plathyhelminthes
Class : Trematoda
Subclass : Digenea
Ordo : Prosostomata
Family : Hemiuridae
Genus : Lecithocladium
Spesies : Lecithocladium scombri

2) Morfologi

Cacing ini termaksud ke dalam family hemiuridae karena

memiliki bentuk tubuh yang slindris memanjang dan adanya dua

buah alat penghisap yaitu anterior sucker (oral sucker= mulut

penghisap yang terletak dibagian anterior tubuh) dan ventral sucker

(penghisap ventral yang terletak pada sepertiga anterior dari

permukaan ventral). Beberapa jenis dari cacing family ini memiliki

bagian tubuh yang seperti ekor. Mempunyai ukuran panjang 1-3

mm dan lebar 0,1-0,4 mm, tubuhnya bertingkat atau dengan tepi

bergerigi. Memipunyai esophagus yang pendek dan dua buah testis

yang terletak di bagian posterior tubuh (Rahmawati, 2014).

Cacing ini memiliki seminal vesikel dan ductus hemafrodit,

vitelaria kompak, berlobus atau berbentuk tubulus, uterus berisi

telur dalam jumlah besar, dan saluran ekskretori berbentuk Y-V.

21
Telur cacing ini memiliki karakteristik seperti telur digenea

(Rahmawati, 2014).

Gambar 2.5: Morfologi Lecithocladium scombri (Rahmawati,


2014).

3) Predileksi

Cacing dewasa dari genus Lecithocladium biasanya

ditemukan pada saluran pencernaan ikan terutama pada usus dan

lambung, akan tetapi cacing ini dapat juga ditemukan dilokasi lain

pada tubuh ikan seperti insang akibat migrasi cacing ke lingkungan

kemudian masuk dan menempel pada lamena insang saat ikan

bernapas dan membuka operkulumnya (Rahmawati, 2014).

22
4) Siklus Hidup

Siklus hidup Lecithocladium scombri berawal dari telur

lechitocladium scombri kemudian dikeluarkan oleh cacing dewasa

bersamaan dengan keluarnya feses dari ikan. Setelah telur menetas,

telur ini menjadi miracidium di dalam air, miracidium masuk ke

dalam tubuh molusca. Miracidium yang berkembang di dalam

tubuh molusca berkembang menjadi sporokista. Kemudian

sporokista berkembang menjadi radia, kemuadian mengalami

perkembangan cercaria. Cercaria keluar dari tubuh Mollusca

melalui saluran pencernaan dan berenang bebas. Di perairan bebas

cercaria ini masuk ke dalam tubuh udang dan ikan kecil. Udang

dan ikan kecil yang terdapat metacercaria kemudian termakan oleh

ikan yang memiliki ukuran lebih besar dan berkembang menjadi

cacing dewasa (Rahmawati, 2014).

5) Gejala Klinis

Gejala klinis akibat terinfeksi cacing Lecithocladium

scombri yakni adanya pembengkakan pada usus bagian belakang

dan menyebabkan tergangunya sistem pencernaan (Rahmawati,

2014).

C. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Telur Cacing

Pemeriksaan mikroskopis bertujuan untuk memeriksa parasit dan telur

cacing. Selain pemeriksaan kropromikroskopik terdapat juga pemeriksaan

23
antibody, deteksi antigen dan diagnosis molekuler dengan menggunakan

Polymerase Chain Reaction (PCR) (WHO, 2013)

Pemeriksaan mikroskopik terdiri dari dua pemeriksaan yaitu

pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif dapat dilakukan

dengan beberapa cara seperti pemeriksaan secara natif (direct slide),

pemeriksaan dengan metode apung, modifikasi merthiolat iodine

formaldehyde, metode selotip, metode konsentrasi, teknik sediaan tebal dan

metode sedimentasi fomol ether (ritchie). Sedangkan pemeriksaan kuantitatif

dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode stoll dan metode kato katz

(Duha, 2018). Adapun teknik pemeriksaan mikroskopik sebagai berikut:

a. Pemeriksaan kualitatif

1) Pemeriksaan secara natif (direct slide)

Metode pemeriksaan ini sangat baik digunakan untuk infeksi

berat tetapi pada infeksi ringan telur-telur cacing sulit ditemukan.

Prinsip dari pemeriksaan ini dilakukan dengan mencampurkan sampel

dengan1 – 2 tetes NaCl 0,9 % atau eosin 2% lalu di periksa di bawah

mikroskop dengan pembesaran 100X. Penggunaan eosin 2%

digunakan untuk agar lebih jelas membedakan telur – telur cacing

dengan kotoran sekitarnya (Duha, 2018).

2) Pemeriksaan dengan metode apung

Prinsip kerja dari metode ini berat jenis (BJ) telur-telur yang

lebih ringan dari pada BJ larutan yang digunakan sehingga telur-telur

terapung dipermukaan dan digunakan untuk memisahkan partikel-

24
partikel besar yang ada dalam tinja. Pemeriksaan ini menggunakan

NaCl jenuh atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas berat jenis

telur sehingga telur akan mengapung dan mudah di amati (Duha,

2018).

3) Metode selotip

Metode ini digunakan untuk identifikasi cacing E. vermicularis

metode ini menggunakan plaster plastic yang bening dan tipis.

Dipotong dengan ukuran 2 x 1,5 cm. plaster plastic lalu ditempelkan

pada lubang anus dan ditekan dengan ujung jari. Hasil diplester

kemudian ditempelkan ke objek glass dan dilihat dibawah mikroskop

untuk melihat telur cacing (Duha, 2018).

4) Metode konsentrasi

Metode ini sangat praktis dan sederhana. Prosedur pemeriksaan

ini yaitu 1 gr tinja dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu tambahkan

aquadest dan diaduk sampai homogen, disentrifuge dengan kecepatan

3000 rpm selama ± 1 menit. Larutan supernatant dibuang dan sedimen

diambil dengan menggunakanpipet Pasteur lalu diletakkan diatas kaca

objek dan ditutup dengan cover glass kemudian diamati dibawah

mikroskop. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sampai 2-3 kali (Duha,

2018).

5) Metode sedimentasi

Metode ini cocok untuk pemeriksaan tinja yang telah diambil

beberapa hari sebelumnya, misalnya kiriman dari daerah yang jauh dan

25
tidak memiliki sarana laboratorium. Prinsip dari metode ini adalah

gaya sentrifugal, dapat memisahkan supernatant dan suspense sehingga

telur cacing dapat terendapkan (Duha, 2018).

b. Pemeriksaan kuantitatif

1) Metode stoll

Pemeriksaan ini menggunakan NaOH 0,1 N sebagai pelarut

tinja. Cara ini cocok untuk pemeriksaan infeksi berat dan sedang.

Pemeriksaan ini kurang baik untuk infeksi ringan (Duha, 2018).

2) Metode kato katz

Pemeriksaan dilakukan dengan menghitung jumlah telur cacing

yang terdapat dalam feses yang dikeluarkan seseorang dalam sehari.

Pemeriksaan ini untuk STH. Jumlah telur yang didapat kemudian

dicocokan dengan skala pembagian berat ringannya penyakit

kecacingan yang diderita (Duha, 2018).

D. Kerangka Fikir

Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu jenis ikan

budidaya air payau yang bernilai ekonomis dan digemari oleh konsumen di

Indonesia sehingga memiliki tingkat konsumsi yang tinggi. Hal ini didukung

oleh rasa daging yang enak dan nilai gizi protein yang tinggi.

Sampai saat ini ikan bandeng (Chanos chanos) yang berada di pasar

masih berasal dari budidaya alam. Adapun kondisi lingkungan yang tidak

terkontrol dapat mengakibatkan menurunnya kualitas air dan menyebabkan

ikan stess. Ikan yang stess daya tahan tubuhnya akan menurun sehingga

26
mudah terinfeksi oleh parasit. Menurut kabata (dalam Amrina, 2014) parasit

dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan habitat parasit yaitu

ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang habitatnya

melekat pada bagian permukaan tubuh. Sedangkan endoparasit adalah parasit

yang habitatnya di dalam tubuh inang, seperti saluran pencernaan, hati dan

organ lain.

Secara umum infeksi endoparasit nematoda hanya menimbulkan

kondisi patologis yang ringan, bahkan pada kondisi lingkungan yang normal

gejala kinisnya kurang dapat dideteksi dengan jelas. Ikan yang terinfeksi

cacing tidak menimbulkan kematian, akan tetapi dapat menurunkan fekunditas

inang, dan meningkatkan kerentanan terhadap pathogen lain, serta dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan pada usus (Saputra, 2011).

Dalam jumlah yang banyak keberadaan cacing endoparasit dapat

menyebabkan efek kematian pada populasi inang dan konsekuensinya dapat

menyebabkan kerugian besar bagi industri perikanan dan akuakultur. Infeksi

cacing endoparasit dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya cara hidup dan

kebiasaan makan, migrasi dan adanya kontak antar individu dalam

kelompoknya. Ikan yang bergerombol menjadi sarana paling efektif dari satu

ikan yang terinfeksi cacing ke ikan yang lainnya.

Secara umum infeksi cacing endoparasit pada ikan tidaklah mematikan,

sehingga kerugian yang ditimbulkan tidak langsung dapat dirasakan, seperti

ikan budidaya. Sampai saat ini informasi tentang identifikasi endoparasit pada

ikan bandeng (Chanos chanos) di Indonesia masih sangat sedikit, terutama di

27
berbagai pasar tradisional di kota Makassar. Maka dalam hal ini, perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut tentang identifikasi endoparasit pada ikan

bandeng (Chanos chanos) di Pasar Lelong kecamatan Manggala Kota

Makassar.

28
E. Kerangka Konsep

Ikan Bandeng
(Chanos chanos)

Parasit Dampak
1

Ikan Bandeng Manusia

Endoparasit Ektoparasit

Saluran Kepala, Sirip,


Pencernaan Sisik dan Insang

Metode Sedimentasi

Gambaran Hasil Identifikasi

Bagan 2.1 Kerangka konsep penelitian

Keterangan:

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

29
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen dengan desain cross

sectional untuk mengetahui dan mengidentifikasi adanya endoparasit pada

ikan bandeng (Chanos chanos) yang dijual di pasar Lelong kecamatan

Mamajang Kota Makassar.

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini in syaa Allah akan dilaksanakan pada bulan januari tahun

2021 di Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK). Dan lokasi pengambilan

sampel adalah pasar Lelong kecamatan Mamajang kota Makassar.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling

yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti

sendiri berdasarkan sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya,

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan yang telah

didagangkan dipasar. Bukan merupakan ikan yang masih berada ditambak,

dengan kata lain sampel yang digunakan disesuaikan dengan kriteria-kriteria

tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian.

D. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ikan bandeng (Chanos chanos)

yang dijual di pasar Lelong.

30
2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ikan bandeng (Chanos chanos)

yang dijual dipasar Lelong sebanyak 10 sampel dengan pedagang yang

berbeda-beda.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah endoparasit.

2. Variabel Terkait

Variabel terkait penelitian ini adalah ikan bandeng (chanos chanos)

yang dijual dipasar antang.

F. Kriteria Penelitian

1. Kriteria Inklusi

a) Ikan Bandeng (chanos chanos) yang baru mati dengan kondisi insang

berwarna merah cerah dan keadaan mata tidak pucat.

b) Ukuran berat tubuh ikan bandeng 200-300gr

2. Kriteria Ekslusi

a) Ikan yang sudah lama mati

b) Ikan yang busuk

G. Defenisi Operasional

1. Parasit merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang

mengambil makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga organisme

yang tempatnya makan (inang) akan mengalami kerugian.

31
2. Endoparasit merupakan parasit yang hidup di dalam tubuh inang seperti

alat pencernaan, peredaran darah atau organ dalam lainnya.

3. Ikan bandeng (chanos chanos) merupakan komunitas strategis dalam

pemenuhan kebutuhan protein yang murah dan digemari oleh konsumen di

Indonesia sehingga memiliki tingkat konsumsi yang sangat tinggi.

4. Metode sedimentasi adalah metode menggunakan larutan dengan berat

jenis yang lebih rendah dari organisme parasit dan memanfaatkan gaya

sentrifugal, sehingga parasite dapat mengendap di bawah. Metode

sedimentasi yang sering digunakan adalah metode sedimentasi

menggunakan NaCl 0,9 %.

5. Pasar Lelong merupakan salah satu pasar ikan terbesar di kota Makassar

yang memperdagangkan berbagai jenis ikan dari berbagai daerah salah

satunya adalah ikan bandeng (Chanos chanos).

H. Alat Dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan adalah centrifuge, alat pemotong ikan (pisau),

pipet tetes, mistar, object glass, timbangan digital, tabung reaksi, gunting,

mikroskop, cawan petri, plastic, pinset, rak tabung, jas laboratorium,

handscoon, dan masker.

2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah ikan bandeng (chanos-chanos), NaCl

0,9 %, aquadest, alcohol 70%

I. Prosedur Kerja

32
1. Pra Analitik

a) Pengumpulan bahan penelitian

1) Melakukan pengambilan sampel ikan bandeng sebanyak 10 ekor

dari 5 pedagang dengan daerah asal pemasok ikan berbeda yang

dijual di pasar Lelong kecamatan Mamajang kota Makassar.

2) Kemudian sampel dimasukan ke dalam wadah plastic untuk

dibawa dan dilakukan identifikasi parasit di Balai Besar

Laboratorium Kesehatan Makassar.

b) Sterilisasi alat

Disiapkan Alat yang akan digunakan selanjutnya dicuci hingga

bersih lalu dikeringkan dan dibungkus kertas. Dimasukkan ke dalam

autoclave dengan suhu 121 oC selama 15 menit.

2. Analitik

a) Pemeriksaan endoparasit metode sedimentasi

1) Sampel ikan bandeng (Chanos chanos) dibersihkan dan dicuci

hingga bersih dengan menggunakan air mengalir.

2) Sampel ikan yang telah diambil diletakkan diatas nampan

kemudian ditimbang dan diukur panjangnya.

3) Kemudian dilakukan pembedahan dari arah anterior tubuh sampai

pada bagian strip ventral.

4) Lambung ikan bagian anterior dipotong sampai pada bagian

posterior usus, kemudian disimpan dalam pot salep berisi alcohol

70%.

33
5) Keluarkan isi saluran pencernaan dengan diurut ke arah ujung

posterior khusus.

6) Isi saluran pencernaan yang telah keluar kemudian diletakkan pada

object glass atau cawan petri.

7) Campurkan feses dengan 10 ml aquadest lalu diaduk sampai

tercampur.

8) Masukkan ke dalam tabung centrifuge sampai dengan 1 cm di

bawah permukaan tabung.

9) Centrifuge selama 2-3 menit dengan kecepatan 1500 rpm.

10) Larutan supernatant (permukaan) dibuang, disisakan endapan 1 cm

dari dasar tabung. Lalu dirambahkan dengan NaCl fisiologis

secukupnya.

11) Centrifuge lagi dengan kecepatan 1500 rp selama 2-3 menit dan

buang laruan supernatant.

12) Endapan di ambil menggunakan pipet, diletakkan pada object glass

dan ditutup dengan cover glass.

13) Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10X dan 40X.

14) Dicatat hasil pemeriksaan.

J. Kerangka Alur

Populasi Teknik sampling


Ikan bandeng dipasar Antang Simple random sampling

Sampel

34
5 ekor ikan bandeng yang Pemeriksaan bagian tubuh
dijual dipasar Lelong ikan

Mengumpulkan setiap sampel Melakukan pembedahan dan


yang diperoleh di cawan petri mengeluarkan isi saluran
masing-masing pencernaan ikan

Menambahkan 10 ml aquadest, Larutan supernatant dibuang,


lalu diaduk sampai tercampur, disisikan endapan 1 cm dari
masukan kedalam tabung dasar tabung, lalu
centrifuge sampai dengan 1 cm ditambahkan dengan NaCl
dibawah permukaan tabung dan fisiologis dan dicentrifuge
centrifuge selama 2-3 menit dengan kecepatan 1500 rpm
dengan kecepatan 1500 rpm. selama 2-3 menit.

Data

Analisis data

Bagan 3.1 Kerangka Alur

K. Analisis Data

Pengumpulan data dan analisis data pada penelitian ini disajikan dalam

bentuk gambar dan table yang selanjutnya di analis secara deskriptif.

35
36
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Eddy. dkk. 2015. Penyakit Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Amrina S, Catur. 2014. Studi Identifikasi dan Prevalensi Cacing Endoparasit


Pada Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) Di Tempat Pelelangan Ikan
(TPI) Brondong Kabupaten Lamongan. Skripsi. Universitas Airlangga.
Surabaya.

Anggraini, Fitria., Dkk., 2012. Identifikasi dan Prevalensi Cacing Endoparasit


Pada Saluran Pencernaan Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Di Keramba
Jarring Apung (KJA) Situbondo dan Tambak Desa Bangunrejo Siduarjo.

Ardany, Merry., Leni Handayani. 2020. Prevalensi dan Derajat Infeksi Parasite
Pada Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Di Tambak Tradisional. Staff
Pengajar Program Studi Budidaya Perairan. Universitas Derwan Ali.

Duha,Bulqis Syal. 2018. Identifikasi Telur Cacing Nematode Usus Pada Kotoran
Kuku Pedagang Bakso Keliling Di Wilayah Antang Raya. Karya Tulis
Ilmiah: Program Studi Diploma III Analis Kesehatan. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Mega Rezky Makassar.

Hafiluddin 2015. Analisis Kandungan Gizi Pada Ikan Bandeng Yang Berasal
Dari Habitat Yang Berbeda. Jurnal Kelautan.

Juniardi, Endang., Dkk. 2014. Inventarisasi Cacing Parasite Pada Ikan Bandeng
(Chanos Chanos) Di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten
Tanggerang Provinsi Banten. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa : Serang Banten.

Kementrian Perikanan. (2015). Analisis Data KKP2015.Pdf.

Qurrataayun, Siti. 2018. Pengaruh Asam Basa Metode Ekstrasi dan Metode
Pengeringan Terhadap Viskositas Gelatin Dari Sisik Ikan Baneng (Chanos
chanos). Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar.

Rahmawati, Dhanik. 2014. Studi Identifikasi dan Prevalensi Cacing Endoparasit


Pada Ikan Layur (Trichiurus savala) Di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Brondong Kabupaten Lamongan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan
Kelautan.Universitas Airlangga. Surabaya

Riko, Yazid., Dkk. 2012. Intensitas dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan
Bandeng (Chanos Chanos) Dalam Keramba Jarring Apung (KJA) Di

37
Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Jurnal. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran : Jawa Barat.

Saputra. A. R. 2011. Deteksi Morfologi dan Molekuler Parasite Anisakis Sp Pada


Ikan Tongkol (Auxis thazard). Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan. Universitas Hasanuddin Makassar.

Sodi, Ambrosius. 2018. Identifikasi Endoparasit dan Ektoparasit Pada Ikan


Bandeng (Chanos chanos) Menggunakan Metode Sedimentasi. Skripsi.
Program Studi Analis Kesehatan STIKES Maharani Malang.

Subekti S, dan G. Mahasri. 2012. Buku Ajar Parasite dan Penyakit Ikan
(Trematodiasis Dan Cestodiasis). Jurnal. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Universitas Airlangga. Surabaya.

Susanah, Utari Ani. 2011. Struktur Mikroanatomi Insang Ikan Bandeng Di


Tambak Wilayah Tapak Kelurahan Tugurejo Kecamatan Tugu Semarang.
Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Penetahuan Alam. Universitas
Negeri Semarang.

Tim Perikanan, W. 2014. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Tambak
Ramah Lingkungan.

World Health Organization. 2013. Soil Transmitted Helminth Infections. [Online]:


Available at: http//www.who.int/mediacentre/factsheets/fs366/en/[diakses
pada 23 januari 2013]

38
LAMPIRAN

Pembuatan larutan NaCl 0,9 %

% w/v = gr/v x 100%

0,9 % = gr/50 x 100%

gr = 45 / 100

gr = 0,45 gram

Ditimbang NaCl sebanyak 0,45 gram dalam 50 ml aquadest di

dalam beaker glass kemudian di aduk hingga homogeny.

39

Anda mungkin juga menyukai