Anda di halaman 1dari 60

KARYA TULIS ILMIAH (KTI)

IDENTIFIKASI TELUR CACING PADA SALURAN PENCERNAAN


IKAN BANDENG (Chanos chanos) YANG DIJUAL DI PASAR LELONG
KECAMATAN MAMAJANG KOTA MAKASSAR

FITRI MAULINA REZKY

16 3145 453 093

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS MEGA REZKY

MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Segala pujian bagi Allah subhhanahu wa ta’ala, kita memohon


pertolongan, dan ampunan-Nya, aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang
berhak disembah kecuali Allah saja dan tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada Rasulullah shalallahu ‘alahi wasalam, keluarganya, para
sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau sampai akhir zaman.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam atas nikmat
kesehatan dan kemudahan dari Allah penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian dengan judul “Identifikasi Telur Cacing pada Saluran Pencernaan
Ikan Bandeng (Chanos Chanos) yang dijual di Pasar Lelong Kecamatan
Mamajang Kota Makassar” yang merupakan salah satu syarat akademik dalam
menyelesaikan program studi DIII Teknologi Laboratorium Medis.
Melalui proposal ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya teruntuk orang tua tercinta ayahanda Muhammad Ali
Wesang dan ibunda Djuniati S.Pd terima kasih atas do’a, kasih sayang, perhatian,
dukungan secara moril dan materil selama penulis menuntut ilmu, begitu juga
teruntuk adik-adikku tersayang yang selama ini memberikan dukungan semangat,
do’a dan motifasi untuk penulis.
Didalam menempuh proses pendidikan dibangku kuliah selama ini,
penulis menyadari begitu banyak pelajran, pengalaman dan berbagai kesan yang
tak terlupakan, sehingga dapat memberikan kekuatan tersendiri pada diri penulis.
Begitu banyak dorongan, motivasi, semangat, bimbingan dan do’a yang penulis
dapatkan dari berbagai pihak, khususnya dari orang tua dan keluarga tercinta.
Berhasilnya proposal ini juga tak lepas dari bimbingan dan bantuan oleh berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis dengan segala hormat
menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik
secara langsung maupun tidak langsung. Semoga bantuan Bapak/Ibu mendapat
balasan dari Tuhan yang Maha Esa ucapan terima kasih khusus saya hanturkan
kepada :
1. Bapak Dr. H. Alimuddin, SH.,M.Kn selaku Pembina Yayasan Pendidikan
Islam Mega Rezky Makassar.
2. Ibu Hj. Suryani, SH.,MH selaku Ketua Yayasan Pendidikan Islam Mega
Rezky Makassar.
3. Bapak Prof. Dr. dr. Ali Aspar Mappahya Sp. PD., SpPJ (K) selaku Rektor
Universitas Megarezky.
4. Ibu Prof. Dr. Dra. Hj. Asnah Marzuki., M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas
Teknologi Kesehatan Universitas Megarezky Makassar.
5. Ibu Resi Agestia Waji, S.Si., M.Si selaku ketua Prodi DIII Teknologi
Laboratorium Medis Universitas Megarezky Makassar.
6. Bapak Awaluddin, S.Si., M.Kes selaku pembimbing I yang telah
membimbing dan mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan penyusunan
Laporan Ilmiah ini.
7. Bapak Dr. Jangga S.Si., M.Kes Apt. yang telah banyak memberi
bimbingan kepada peneliti dan mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan
penyusunan Laporan Ilmiah ini.
8. Ibu Handayani S.Si., M.Kes sebagai penguji yang telah banyak memberi
masukan dan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan penyusunan
Laporan Ilmiah ini.
9. Seluruh Dosen pengajar dan Staf Program Prodi DIII Teknologi
Laboratorium Medis Universitas Megarezky Makassar yang telah
membantu peneliti selama melakukan pendidikan.
10. Teman-teman angkatan 2016 yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Terima kasih atas segala bantuan, kerja sama dan motivasi kepada
penulis dari awal hingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini,


masih banyak kekurangan dan kelemahan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu,
dengan senang hati penulis menerima segala saran, kritikan maupun masukan dari
berbagai pihak untuk kesempurnaan proposal ini. Akhir kata, semoga Allah
subhanahu wa ta’ala melimpahkan kebaikan dan menjadikan segala yang kita
lakukan dan kita kerjakan sebagai amal ibadah, aamiin.

Makassar ,18 januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL

DAFTAR ISI ............................................................................................... i

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iii

DAFTAR BAGAN ..................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Ikan Bandeng (Chanos chanos) .............. 5

B. Tinjauan Umum Tentang Parasit ..................................................... 9

1. Nematoda ................................................................................... 10

a) Camallanus carangis ........................................................... 11

b) Entrobius vermicularis........................................................... 14

2. Trematoda .................................................................................. 18

a) Lecithochirium grandiporum ............................................... 19

b) Lachitocladium scombri ....................................................... 21

C. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Telur Cacing ...................... 24

D. Kerangka Fikir ................................................................................. 27

E. Kerangka Konsep ............................................................................. 29


i
BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ................................................................................. 30

B. Waktu Dan Tempat Penelitian ......................................................... 30

C. Teknik Pengambilan Sampel ........................................................... 30

D. Populasi Dan Sampel ....................................................................... 31

E. Variabel Penelitian ........................................................................... 31

F. Kriteria Penelitian ............................................................................ 31

G. Defenisi Operasional ........................................................................ 32

H. Alat Dan Bahan ................................................................................ 32

I. Prosedur Kerja ................................................................................. 33

J. Kerangka Alur .................................................................................. 35

K. Analisis Data .................................................................................... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian……………………………………………………… 37

B. Pembahasan ………………………………………………………... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan…………………………………………………………. 43

B. Saran……………………………………………………………….. 43

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 44

LAMPIRAN ……………………………………………………………..... 46

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Klasifikasi Ilmiah Ikan Bandeng (Chanos chanos) ................ 5


Gambar 2.2. Morfologi Camallanus carangis ............................................. 12
Gambar 2.3. Morfologi Entrobius vermicularis............................................ 15
Gambar 2.4. Morfologi telur Entrobius vermicularis.................................... 16
Gambar 2.5. Siklus hidup Entrobius vermicularis......................................... 17
Gambar 2.6. Morfologi Lacithiirium grandiporum ..................................... 19
Gambar 2.7. Morfologi Lachitocladium scombri ........................................ 22

iii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Krangka Konsep ........................................................................ 29


Bagan 3.1. Kerangka Alur ........................................................................... 35

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan komunitas strategis dalam

pemenuhan kebutuhan protein yang murah dan digemari oleh konsumen di

Indonesia sehingga memiliki tingkat konsumsi yang tinggi. Hal ini didukung

oleh rasa daging yang enak dan nilai gizi protein yang tinggi berkisar antara

20-24% (Hafiludin, 2015).

Permintaan hasil perikanan termaksud ikan bandeng (Chanos chanos)

terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran

masyarakat untuk mengonsumsi ikan sebagai sumber protein hewani yang

menyehatkan dan murah. Diketahui bahwa produksi ikan bandeng tahun 2014

mencapai 631.125 ton (Kementrian perikanan, 2015).

Ikan bandeng rentan terinfeksi parasit, parasit ketika menginfeksi ikan

bandeng menjadikan ikan bandeng sebagai inangnya. Penyakit infeksius

biasanya timbul karena gangguan organisme patogen berupa jamur, bakteri,

virus ataupun parasit. Parasit merupakan organisme yang berada pada tubuh

organisme lain yang dijadikan inangnya dan mengambil manfaat dari inang

tersebut bagi aktivitas, pertumbuhan, dan perkembangbiakannya (Afrianto

dkk, 2015).

Keberadaan parasit pada ikan berdampak pada pengurangan konsumsi,

kualitas ikan menurun, maupun pengurangan bobot ikan konsumen akibat

adanya morfologi atau bentuk tubuh ikan yang abnormal (Rahmawati, 2014).

1
Cacing merupakan salah satu parasit yang sering ditemukan pada ikan,

mempunyai peranan besar bagi kesehatan hewan dan manusia. Beberapa larva

dan cacing dewasa golongan Trematoda,nematode dan cestoda dapat

menimbulkan berbagai resiko kesehatan bagi sistem pencernaan manusia dan

dapat menghasilkan enzim yang mampu merusak tekstur dan kualitas daging

ikan. (Juniardi, 2014)

Beberpa jenis cacing parasit yang sering menginfeksi ikan bandeng

diantaranya Dignea gen sp, Manogenea gen sp, Monogenen gen sp, Cestoda

scrolex, Pleuroncetis plerocoid, Nematode gen sp, Acanthoc ephalus sp,

Cavisonia mangus (Juniardi, 2014).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh ambrosius sodi terdapat jenis

endoparasit yang ditemukan menginfeksi ikan bandeng (Chanos chanos)

adalah telur Enterobius Vermicularis.

Berdasarkan hal yang telah di kemukakan di atas, maka peneliti tertarik

melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Identifikasi Telur Cacing Pada

Saluran Pencernaan Ikan Bandeng (Chanos chanos) yang Dijual Di Pasar

Lelong Kecamatan Mamajang Kota Makassar”.

Penelitian ini akan mengambil sampel ikan bandeng (Chanos chanos)

di pasar Lelong kecamatan Mamajang Kota Makassar. Pemilihan tempat

tersebut karena pasar Lelong merupakan salah satu pasar ikan terbesar di kota

Makassar dimana ikan bandeng yang didagangkan di pasar tersebut

didatangkan dari berbagai sumber budidaya ikan masyarakat daerah sekitar

kota Makassar maupun dari luar daerah kota Makassar.

2
B. Rumusan Masalah

Berdasakan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah

penelitian yaitu telur cacing apakah yang terdapat pada saluran pencernaan

ikan bandeng (Chanos chanos) yang di jual di pasar Lelong kecamatan

Mamajang kota Makassar ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengidentifikasi telur cacing yang terdapat pada saluran

pencernaan ikan bandeng (Chanos chanos) yang dijual di pasar Lelong

kecamatan Mamajang kota Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a) Dapat digunakan sebagai bahan referensi tambahan dan diharapkan

mampu merangsang penelitian lanjutan dengan variabel lain yang

belum diteliti.

b) Dapat mengetahui prosedur yang tepat dalam mengidentifikasi telur

cacing dengan menggunakan metode sedimentasi.

c) Sebagai sumber informasi dan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan khususnya dibidang parasitologi jurusan Teknologi

Laboratorium Medis.

2. Manfaat Praktis

a) Mampu meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan serta

sebagai bahan informasi atau masukan kepada para ahli teknologi

laboratorartorium medis tentang telur cacing pada ikan bandeng

3
(Chanos chanos) yang dijual di pasar Lelong Kecamatan Mamajang

Kota Makassar.

b) Dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat dalam memilih ikan

bandeng (Chanos chanos) untuk dikonsumsi untuk menghindari

berbagai resiko kesehatan bagi sistem pencernaan manusia.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Ikan Bandeng (Chanos chanos)

1. Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Klasifikasi ilmiah ikan bandeng (Chanos chanos) (Qurrataayyun,

2018):

Kindom : Animalia
Philum : Chordota
Sub phylum : Vertebrata
Kalas : Ostheihtyes
Ordo : Gonorynchiformes
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos

Gambar 2.1: Morfologi ikan bandeng (Chanos chanos) (Susanah, 2011)

2. Deskripsi Dan Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Ikan bandeng adalah ikan air payau yang banyak dibudidayakan di

Indonesia, nama lain ikan bandeng ialah chanos chanos dalam bahasa

latin, bahasa inggris adalah milkfish bahasa bugis dan mandar adalah bolu.

Penemu pertama adalah dane forsskal pada tahun 1925 di laut merah
5
(sudrajat), morfologi ikan bandeng (Chanos chanos), bentuk tubuh ikan

bandeng memanjang, dan pipih seperti bentuk torpedo, bentuk mulut ikan

adalah runcing, ekor yang bercabang dan mempunyai sisik yang halus.

Ikan bandeng (Chanos chanos) adalah ikan pemakan segala, pada habitat

yang sesungguhnya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil

makanan dari lapisan permukaan air seperti tumbuhan mikroskopik,

tumbuhan mikroskopik ini memuliki struktur yang sama dengan klepak di

tambak. Untuk perumpamaan klekap tersebut berdasarkan dalam kegiatan

budidaya yang memanfaatkan klekap sebagai pakan alami dalam budidaya

ikan bandeng tersebut (Tim perikanan, 2014).

3. Habitat Dan Penyebaran Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Habitat asli ikan bandeng (Chanos chanos) ialah di laut, akan tetapi

pada tahap perkembangan kemudian di pelihara di air payau. Ikan bandeng

(Chanos chanos) pertama kali ditemukan di samudera hindia dan di

samudera pasifik, kebiasaan hidup ikan bandeng (Chanos chanos) adalah

hidup secara bergerombol. Ikan bandeng banyak ditemukan di pulau

dengan dasar karang. Ikan bandeng banyak hidup dilaut akan tetapi sekitar

2-3 minggu kemudian ikan init berpindah ke rawa-rawa, bakau, dan daerah

payau (Tim perikanan, 2014).

Daerah penyebaran yang banyak terdapat ikan bandeng (Chanos

chanos) adalah di perairan tropis dan subtropis indo-pasifk mulai dari laut

merah dan bagian tengah afrika sampai mekxiko. Di Indonesia daerah

penyebaran yang banyak terdapat ikan bandeng (Chanos chanos),

6
ditemukan di daerah pantai timur Sumatra, utara jawa, Kalimantan,

Sulawesi, Maluku, papua, bali, dan nusa tenggara. Pembudidaya ikan

bandeng (Chanos chanos) di Indonesia telah dikenal semenjak abad VII,

dan di budidayakan di tambak-tambak air payau di pulau jawa.

Pembudidaya ikan bandeng di Taiwan selain pada tambak dangkal juga

dilakukan pada tambak dalam (1-2 meter) dengan menggunakan

tekhnologi maju (Johan dalam Qurrataayun, 2018).

Ikan bandeng (Chanos chanos) selain menjadi makanan bernilai

gizi, juga menjadi komoditas eksport di Taiwan dan tiongkok sebagai

umpan ikan tuna dan cakalang (Tim perikanan, 2014).

4. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan bandeg (Chanos chanos)

Pertumbuhan adalah suatu perubahan bentuk dikarenakan

pertambahan panjang, berat dan volume dalam priode tertentu secara

individual. Sintasan (survival rate) merupakan persentase ikan yang hidup

dari jumlah ikan yang dipelihara selama masa pemeliharaan tertentu dalam

suatu wadah pemeliharaan. Kelangsungan hidup ikan dapat dipengaruhi

oleh faktor-faktor yakni kualitas air, ketersedian pakan yang sesuai dangan

kebutuhan ikan, kemampuan untuk beradaptasi dan padat penebaran.

Tingkat kelangsungan hidap dapat digunakan untuk mengetahui toleransi

dan kemampuam ikan untuk hidup (Anggraini dkk, 2012).

a) Kualitas air

Keberhasilan suatu usaha pengankutan ikan ditentukan oleh

kualitas air. Kualitas air sangat penting diperhatiakan dalam budidaya

7
ikan bandeng. Air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan

terserang penyakit. Manajemen kualitas air didefinisikan suatu usaha

menjaga kondisi air agar tetap dalam kondisi baik untuk budidaya

maupun proses transportasi ikan dengan parameter kualitatif air

(Anggraini dkk, 2012).

Kematian ikan pada sistem pengangkutan disebabkan oleh kadar

CO2 yang tinggi, akumulatif amoniak, hiperaktivitas ikan, infeksi

bakteri dan luka fisik akibat penanganan yang kasar. Laju

metabolisme ikan pada pengangkutan akan menjadi tiga kali lebih

tinggi dari biasa karena goncangan atau rangsangan lain selama

pengangkutan (Anggraini dkk, 2012).

b) Suhu

Suhu perairan merupakan parameter fisika yang sangat

mempengaruhi pola kehidupan biota akuitik seperti penyebaran

kelimpahan dan mortalitas Suhu mempengaruhi aktifitas metabolism

orgnanisme karena itu penyebarannya di perairan dibatasi oleh suhu

Variasi suhu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain

tingkat intensitas cahaya yang tiba dipemukaan perairan, keadaan

cuaca, awan, dan proses pengadukan serta radiasi matahari

(Maniagasi dkk, 2013).

Suhu air yang optimal untuk kehidupan benih ikan bandeng

adalah 27 oC sampai 30 oC. Kehidupannya mulai terganggu apabila

suhu perairan mulai turun sampai 15-20 oC atau meningkat diatas 35

8
o
C. Aktivitasnya terhenti pada perairan yang suhunya dibawah 6 oC

atau diatas 42 oC. Sedangkan suhu optimal untuk nila berkisaran

antara 26-33 oC (Anggraini dkk, 2012).

c) Derajad keasamaman (pH)

Derajat keasaman (pH) adalah parameter penting dalam suatu

perairan karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa

bahan dalam air. Nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkan

keasaman atau kebasaan suatu perairan. Tingkat keasaman adalah

faktor yang enting dalam proses pengolahan air untuk perbaikan

kualitas air. Kondisi perairan bersifat netral apabila nilai pH sama

dengan 7, kondisi perairan bersifat asam bila pH kurang dari 7, dan

pH lebih dari 7 kondisi perairan bersifat (Irianto dan triweko, 2011).

Derajat keasaman suatu pera perairan dipengaruhi oleh

konsentrasi CO2 dan senyawa yang bersifat asam. Derajat keasaman

sering digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan aik buruknya

keadaan air sebagai lingkungan hidup. Ikan bandeng mempunyai

toleransi ynag panjang terhadap derajat keasaman yaitu antara 7-9 dan

derajat keasaman yang optimal adalh 7,2 - 8,3 (Anggraini, 2012).

B. Tinjauan Umum Tentang Parasit

Parasit merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang

mengambil makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga organisme yang

tempatnya makan (inang) akan mengalami kerugian. Parasit adalah organisme

yang hidup di dalam atau pada organisme lain yang biasanya menimbulkan

9
bahaya terhadap inangnya. Berdasarkan habitat pada inang, parasit dapat

dibagi menjadi parasit eksternal (ektoparasit) dan parasit intermal

(endoparasit). Ektoparasit hidup pada permukaan tubuh inang atau tempat-

tempat yang sering terbuka seperti mulut dan insang. Endoparasit hidup dalam

tubuh inang yaitu organ dalam dan jaringan. Kelompok organisme parasit

yang berada diantara ektoparasit dan endoparasit disebut sebagai mesoparasit

(Rahmawati, 2014).

Parasit adalah hubungan dengan salah satu spesies parasit dimana

inangnya sebagai habitat dan merupakan tempat untuk memperoleh makanan

atau nutrisi, tubuh inang adalah lingkungan utama dari parasit, sedangkan

lingkungan sekitarnya merupakan lingkungan keduanya (Kabata dalam

Rahmawati, 2014).

1. Nematoda

Penyakit cacing yang sering menginfeksi ikan ialah nematoda yang

kebanyakan sebagai endoparasit, infeksi endoparasit nematoda

menimbulkan kondisi patologis yang ringan, pada kondisi lingkungan

yang normal memiliki gejala klinisnya yang kurang dapat dideteksi

dengan jelas. Meskipun ikan yang terinfeksi cacing tidak menimbulkan

kematian akan namun dapat mengaibatkan menurunnya fekunditas inang,

dan meningkatkan kerentanan terhadap pathogen lain serta dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan pada usus. Nematoda yang sudah

ditemukan pada family caranidae di Filipina adalah larva anisakidae,

10
camalanus marinus, C. carangis, C. paracarangis, metabronema magnum

(Rahmawati, 2014).

a) Camallanus Carangis

1) Klasifikasi

Klasifikasi ilmiah parasit Camallanus carangis (Rahmawati,

2014):

Kindom : Animalia
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Ordo : Camallanoidea
Family : Camallanidae
Genus : Camallanus
Spesies : Camallanus carangis

2) Morfologi

Camallanus carangis biasanya menginfeksi saluran

pencernaan atau organ usus. Cacing ini memiliki ciri mempunyai

buccal capsul yang dilapisi kutikula yang tebal dan memiliki

sepasang lekukan pada buccal capsul. Mulut seperti penjepit yang

kuat, semacam tanduk yang dapat memegang dengan kuat ke

dinding usus dan sulit lepas. Tempat berkaitnya cacing ini pada

usus dapat menyebabkan pendarahan. Mulut sampai esophagus

memiliki dinding otot yang tebal, biasanya esophagus dilapisi

(Rahmawati, 2014).

Panjang tubuh Camallanus carangis jantan dapat mencapai

6,2 mm dan betinanya dapat mencapai 11 mm. cacing ini

11
mempunyai ciri adanya rongga kapsul yang terdiri dari dua katup

lateral, cincin basal dan dua trident (Rahmawati, 2014).

Gambar 2.2: Morfologi Camallanus carangis


Keterangan: (A) Katup buccal capsule, (B) Buccal capsule; (1)
Cincin basal (2) Katup lateral (3) Trident, (C) Bagian
anterior; (4) Otot esophagus, (D) Esophagus, (E)
Lubang eksretori, (F-H) Ekor. Skala = 50 µm (A, E,
dan F), 100 µm (B, C, D, dan G) (Rahmawati, 2014).
3) Predileksi

Genus Camallanus umumnya menginfeksi usus, cacing ini

dapat juga menginfeksi pylorus sekum, Camallanus carangis

biasanya menginfeksi usus (Rahmawati, 2014).

4) Siklus Hidup

Siklus hidup Camallanus carangis berawal dari betina

dewasa yang membawa larva menuju lumen usus. Larva tersebar

ke dalam air dan kemudian menetas menjadi larva 2. Larva 2 ini

kemudian akan termakan oleh krustasea dan di dalam tubuhnya


12
akan berkembang menjadi larva 3. Krustasea ini berperan sebagai

inang perantara yang berisi L3 dari Camallanus carangis tersebut

akan dimakan oleh inang definitif. Larva cacing melekat pada

mukosa dan berkembang menuju stadium dewasa pada ikan

sebagai inang definitif. Inang pareatenik termaksud dalam siklus

cacing tersebut yang selanjutnya membawa sejumlah larva dan

berakhir pada saluran pencernaan ikan (Rahmawati, 2014).

Camalanus carangis berkembang pada keberadaan inang

perantara. Kebanyakan larva ini dapat hidup bebas di air selama 12

hari. Larva cacing yang telah termakan oleh krustasea dan

berkembang dalam saluran pencernaannya, kemudian krustasea

menjadi inang perantara bagi camallanus carangis. Krustasea

akan termakan oleh inang definitif yaitu ikan. Cacing dewasa dapat

berkembang dan mencapai kematangan seksual kemudian

melepaskan larvanya dan kemudian berkembang di saluran

pencernaan ikan (Rahmawati, 2014).

5) Gejala Klinis

Genus Camallanus mempunyai kebiasaan menghisap darah

sehingga menyebabkan anemia. Perlekatan pada rongga kapsul

menyebabkan lubang pada mukosa usus, jika ikan diam tidak

bergerak cacing ini akan kelihatan keluar dari anus dan berwarna

merah. Saat ikan tersebut mulai bergerak cacing masuk lagi ke

dalam usus, sehingga anus terlihat menonjol. Camallanus carangis

13
melakukan migrasi ke jaringan usus dan menyebabkan kerusakan

terhadap jaringan. Kerusakan yang parah menyebabkan infeksi dari

parasit lain dan pertambahan tubuh ikan menurun sehingga

menyebabkan ikan mati (Rahmawati, 2014).

b) Entrobius vermicularis

1) Morfologi Entrobius vermicularis

Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. pada ujung

anterior pelebaran kutikulum seperti sayap yang disebut alae.

Bulbus esofagus jelas sekali, ekornya panjang dan runcing.

Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh telur. Cacing

betina yang gravid mengandung 11.000-15.000 butir telur,

berimigrasi ke daerah perianal untuk bertelur dengan

cara kontraksi uterus. Cacing jantan berukuran 2-5 mm, juga

mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga bentuknya

seperti tanda tanya (?) serta spekulum pada ekor jarang

ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum,

usus besar dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga

sekum (Duha,2018).

14
(a) (b)

Gambar 2.3 : Morfologi Entrobius vermicularis

Keterangan : (a) jantan, (b) betina (Duha,2018).

2) Morfologi telur Entrobius vermicularis

Telur cacing Enterobius vermicularis berbentuk lonjong

dan lebih datar pada satu sisi (asimetrik). Mempunyai ukuran

50-60 mikron x 20-32 mikron. Dinding telur bening dan agak

lebih tebal dari dinding telur cacing tambang. Terdapat 3 lapisan

dinding telur, lapisan pertama (lapisan luar) berupa lapisan

albuminous dan tranclusent yang bersifat sebagai mechanical

protection, lapisan kedua berupa membran yang terdiri dari

lemak, berfungsi sebagai chemical protection, lapisan ketiga

adalah lapisan dalam telur yang berisi larva.Telur menjadi

matang dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan. Telur resisten

terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam keadaan lembab

telur dapat hidup dalam 13 hari (Duha,2018).

15
Gambar 2.4: Morfologi telur cacing Entrobius vermicularis

(Duha,2018).

3) Siklus hidup cacing Entrobius vermicularis

Siklus hidup cacing Enterobius vermicularis dimulai

dengan keluarnya cacing betina yang gravid bermigrasi ke daerah

perianal/anus pada waktu malam hari kemudian bertelur dengan

cara kotraksi uterus dan melekat pada daerah tersebut (migrasi ini

disebut “Nocturnal migration”). Telur tersebut bisa menjadi larva

infektif terutama pada suhu 23º - 46ºC (Duha,2018).

Telur cacing kremi dalam waktu 6 jam setelah

dikeluarkan akan menjadi telur yang infektif dapat menetas

menjadi larva dan masuk kembali kedalam usus besar

(retrofeksi). Telur cacing yang infektif dapat bertahan lama dan

dapat mengkontaminasi lewat makanan, pakaian, tangan karena

telur Enterobius vermicularis yang infektif dapat diterbangkan

bersama debu. Telur yang masuk ke mulut, di dalam duodenum

akan menetas menjadi larva kemudian dewasa di usus besar

(Duha,2018).

Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang

atau bila larva dari telur yang menetas di daerah perianal

berimigrasi kembali ke usus besar. Bila telur matang yang

tertelan, telur menetas di duodenum dan larva rabditiform

berubah dua kali setelah menjadi dewasa di jejenum dan bagian

16
atas ileum (Duha,2018).

Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari

tertelannya telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid

yang berimigrasi ke daerah perianal berlangsung 2 minggu

sampai 2 bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung 1 bulan

karena telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling

cepat 5 minggu sesudah pengobatan. Infeksi cacing kremi dapat

sembuh sendiri (self limited). Bila tidak ada reinfeksi tanpa

pengobatan infeksi dapat berakhir (Duha,2018).

Gambar 2.5: Siklus hidup cacing Entrobius


vermicularis (Duha,2018)
2. Trematoda
Trematoda merupakan cacing pipih yang tubuhnya memiliki bentuk

ovoid atau seperti daun dan tidak bersegmen. Biasanya trematoda

merupakan endoparasit dengan satu atau sepasang alat penghisap.

Pevalensi cacing trematoda pada ikan cukup tingi. Dalam jumlah banyak,

infeksi trematoda parasit dapat mengakibatkan infeksi sekunder pada

organ yang terinfeksi dan dapat menyebabkan penurunan metabolisme

(Rahmawati, 2014).
17
Cacing trematoda digenetik yang biasa menginfeksi pada ikan laut

adalah Tansversotrema patialense, Lecithocladium excisum pada lambung

mackerel, Brachyphallus crenatus pada lambung salon, Diplostomum

spathaceum Crepidostomum, Phyllodistomum, Nanophyetus,

Sangunicoluca, Thylodelphysosis. Cacing yang telah ditemukan pada ikan

family Carangidae adalah Lechitocladium angustiovum, L. megalaspis, L.

Alopecti, Alcicornis cirrudiscoides, Bucephalus varicus, B. Fragilis, B.

paraheterotentaculatus, Prosogonotrema bilabiatum, Erilepturus

lemeriensis (Rahmawati, 2014).

Digenea atau trematoda digenetik berbentuk cacing dewasa pipih

dorsoventral, akan tetapi ada beberapa yang panjang dan ramping serta ada

juga yang berbentuk seperti daun (Subekti dan Mahasri,2002). Cacing

digenea umum bersifat endoparasit yang dapat ditemukan pada organ

dalam ikan seperti usus, pembuluh darah atau terbungkus krista di jaingan

tubuh namun sebagian jenis digenea bersifat ektoparasit dan dapat

ditemukan pada permukaan insang, operculum dan rongga mulut. infestasi

cacing trematoda digenea pada insang dapat mengakibatkan terjadinya

pembengkakan dan kerusakan. (Rahmawati, 2014).

a) Lecithochirium grandiporum

1) Klasifikasi

Klasifikasi ilmiah parasit Lecithochirium grandiporum

(Amrina, 2014):

Filum : Platyhelminthes

18
Kelas : Trematoda
Subkelas : Dignea
Ordo : Azyiigida
Subordo : Hemiurata
Family : Hemiuridae
Subfamily : Hemiuroidea
Genus : Lecithochirium grandiporum

Gambar 2.4: Morfologi Lecithochirium grandiporum


Keterangan: (Os: Oral sucker) mulut penghisap, (Ph: Pharynx)
faring, (Gp: Genital pore) lubang genital, (Sc:
Sinus sac), (Sv : Seminal vesicle) kantung seminal,
(Vs: Ventral sucker), (In: Intestine) usus, (Ts:
Testis) testis, (Ut : Uterus) uterus, (Ov: Ovary)
ovarium, (Vt: Vittelaria) vitelin, (Ca: Caudal
appendage) (Amrina, 2014).
2) Morfologi

Cacing Lecithochirium grandiporum berukuran panjang 1,1

mm – 2,8 mm dengan bentuk tubuh memanjang dan menggembung

di sekitar ventral sucker yang terletak di anterior tubuh. Oral

sucker terletak di subterminal dengan diameter 0,13 mm. memiliki

esophagus yang sangat pendek dan uterus yang melilit. Genital

pore terletak di belakang oral sucker dan diantara intestine

(Amrina, 2014).
19
3) Predileksi

Distribusi cacing Lecithochirium grandiporum dalam tubuh

ikan adalah saluran pencernaan yaitu lambung, usus dan caecum

(Amrina, 2014).

4) Siklus hidup

Cacing Lecithochirium grandiporum memiliki siklus hidup

yang dimulai dari telur yang hidup bebas di perairan, menetas

melalui terbukanya operculum menjadi miracidum, kemudian

menembus permukaan kulit inang perantara siput (moluska) yang

akan berkembang di tubuhnya menjadi cercaria dan lepas ke

perairan menuju inang perantara kedua (ikan) dan berkembang

menjadi metacercaria dalam tubuhnya. Apabila ikan atau krustasea

ini dikonsumsi oleh manusia dalam kondisi mentah atau kurang

matang, maka dapat mengakibatkan kecacingan karena

perkembangan metacercaria yang tumbuh menjadi stadium dewasa

dalam tubuh inang definitive (Amrina, 2014).

5) Gejala klinis

Infeksi dari cacing Lecithochirium grandiporum tidak

menunjukan gejala klinis. Dalam jumlah yang banyak, infeksi

cacing Lecithochirium grandiporum dapat mengakibatkan infeksi

sekunder pada organ terinfeksi dan dapat mengakibatkan

penurunan metabolisme tubuh (Amrina, 2014).

20
b) Lecithocladium scombri

1) Klasifikasi

Klasifikasi ilmiah parasit Lecithocladium scombri

(Rahmawati, 2014):

Kindom : Animalia
Phylum : Plathyhelminthes
Class : Trematoda
Subclass : Digenea
Ordo : Prosostomata
Family : Hemiuridae
Genus : Lecithocladium
Spesies : Lecithocladium scombri

2) Morfologi

Cacing ini termaksud ke dalam family hemiuridae karena

memiliki bentuk tubuh yang slindris memanjang dan adanya dua

buah alat penghisap yaitu anterior sucker (oral sucker= mulut

penghisap yang terletak dibagian anterior tubuh) dan ventral sucker

(penghisap ventral yang terletak pada sepertiga anterior dari

permukaan ventral). Beberapa jenis dari cacing family ini memiliki

bagian tubuh yang seperti ekor. Mempunyai ukuran panjang 1-3

mm dan lebar 0,1-0,4 mm, tubuhnya bertingkat atau dengan tepi

bergerigi. Memipunyai esophagus yang pendek dan dua buah testis

yang terletak di bagian posterior tubuh (Rahmawati, 2014).

Cacing ini memiliki seminal vesikel dan ductus hemafrodit,

vitelaria kompak, berlobus atau berbentuk tubulus, uterus berisi

telur dalam jumlah besar, dan saluran ekskretori berbentuk Y-V.

21
Telur cacing ini memiliki karakteristik seperti telur digenea

(Rahmawati, 2014).

Gambar 2.5: Morfologi Lecithocladium scombri (Rahmawati,


2014).

3) Predileksi

Cacing dewasa dari genus Lecithocladium biasanya

ditemukan pada saluran pencernaan ikan terutama pada usus dan

lambung, akan tetapi cacing ini dapat juga ditemukan dilokasi lain

pada tubuh ikan seperti insang akibat migrasi cacing ke lingkungan

kemudian masuk dan menempel pada lamena insang saat ikan

bernapas dan membuka operkulumnya (Rahmawati, 2014).

4) Siklus Hidup

22
Siklus hidup Lecithocladium scombri berawal dari telur

lechitocladium scombri kemudian dikeluarkan oleh cacing dewasa

bersamaan dengan keluarnya feses dari ikan. Setelah telur menetas,

telur ini menjadi miracidium di dalam air, miracidium masuk ke

dalam tubuh molusca. Miracidium yang berkembang di dalam

tubuh molusca berkembang menjadi sporokista. Kemudian

sporokista berkembang menjadi radia, kemuadian mengalami

perkembangan cercaria. Cercaria keluar dari tubuh Mollusca

melalui saluran pencernaan dan berenang bebas. Di perairan bebas

cercaria ini masuk ke dalam tubuh udang dan ikan kecil. Udang

dan ikan kecil yang terdapat metacercaria kemudian termakan oleh

ikan yang memiliki ukuran lebih besar dan berkembang menjadi

cacing dewasa (Rahmawati, 2014).

5) Gejala Klinis

Gejala klinis akibat terinfeksi cacing Lecithocladium

scombri yakni adanya pembengkakan pada usus bagian belakang

dan menyebabkan tergangunya sistem pencernaan (Rahmawati,

2014).

C. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Telur Cacing

Pemeriksaan mikroskopis bertujuan untuk memeriksa parasit dan telur

cacing. Selain pemeriksaan kropromikroskopik terdapat juga pemeriksaan

antibody, deteksi antigen dan diagnosis molekuler dengan menggunakan

Polymerase Chain Reaction (PCR) (WHO, 2013)

23
Pemeriksaan mikroskopik terdiri dari dua pemeriksaan yaitu

pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif dapat dilakukan

dengan beberapa cara seperti pemeriksaan secara natif (direct slide),

pemeriksaan dengan metode apung, modifikasi merthiolat iodine

formaldehyde, metode selotip, metode konsentrasi, teknik sediaan tebal dan

metode sedimentasi fomol ether (ritchie). Sedangkan pemeriksaan kuantitatif

dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode stoll dan metode kato katz

(Duha, 2018). Adapun teknik pemeriksaan mikroskopik sebagai berikut:

a. Pemeriksaan kualitatif

1) Pemeriksaan secara natif (direct slide)

Metode pemeriksaan ini sangat baik digunakan untuk infeksi

berat tetapi pada infeksi ringan telur-telur cacing sulit ditemukan.

Prinsip dari pemeriksaan ini dilakukan dengan mencampurkan sampel

dengan1 – 2 tetes NaCl 0,9 % atau eosin 2% lalu di periksa di bawah

mikroskop dengan pembesaran 100X. Penggunaan eosin 2%

digunakan untuk agar lebih jelas membedakan telur – telur cacing

dengan kotoran sekitarnya (Duha, 2018).

2) Pemeriksaan dengan metode apung

Prinsip kerja dari metode ini berat jenis (BJ) telur-telur yang

lebih ringan dari pada BJ larutan yang digunakan sehingga telur-telur

terapung dipermukaan dan digunakan untuk memisahkan partikel-

partikel besar yang ada dalam tinja. Pemeriksaan ini menggunakan

NaCl jenuh atau larutan gula jenuh yang didasarkan atas berat jenis

24
telur sehingga telur akan mengapung dan mudah di amati (Duha,

2018).

3) Metode selotip

Metode ini digunakan untuk identifikasi cacing E. vermicularis

metode ini menggunakan plaster plastic yang bening dan tipis.

Dipotong dengan ukuran 2 x 1,5 cm. plaster plastic lalu ditempelkan

pada lubang anus dan ditekan dengan ujung jari. Hasil diplester

kemudian ditempelkan ke objek glass dan dilihat dibawah mikroskop

untuk melihat telur cacing (Duha, 2018).

4) Metode konsentrasi

Metode ini sangat praktis dan sederhana. Prosedur pemeriksaan

ini yaitu 1 gr tinja dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu tambahkan

aquadest dan diaduk sampai homogen, disentrifuge dengan kecepatan

3000 rpm selama ± 1 menit. Larutan supernatant dibuang dan sedimen

diambil dengan menggunakanpipet Pasteur lalu diletakkan diatas kaca

objek dan ditutup dengan cover glass kemudian diamati dibawah

mikroskop. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sampai 2-3 kali (Duha,

2018).

5) Metode sedimentasi

Metode ini cocok untuk pemeriksaan tinja yang telah diambil

beberapa hari sebelumnya, misalnya kiriman dari daerah yang jauh dan

tidak memiliki sarana laboratorium. Prinsip dari metode ini adalah

25
gaya sentrifugal, dapat memisahkan supernatant dan suspense sehingga

telur cacing dapat terendapkan (Duha, 2018).

b. Pemeriksaan kuantitatif

1) Metode stoll

Pemeriksaan ini menggunakan NaOH 0,1 N sebagai pelarut

tinja. Cara ini cocok untuk pemeriksaan infeksi berat dan sedang.

Pemeriksaan ini kurang baik untuk infeksi ringan (Duha, 2018).

2) Metode kato katz

Pemeriksaan dilakukan dengan menghitung jumlah telur cacing

yang terdapat dalam feses yang dikeluarkan seseorang dalam sehari.

Pemeriksaan ini untuk STH. Jumlah telur yang didapat kemudian

dicocokan dengan skala pembagian berat ringannya penyakit

kecacingan yang diderita (Duha, 2018).

D. Kerangka Pikir

Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu jenis ikan

budidaya air payau yang bernilai ekonomis dan digemari oleh konsumen di

Indonesia sehingga memiliki tingkat konsumsi yang tinggi. Hal ini didukung

oleh rasa daging yang enak dan nilai gizi protein yang tinggi.

Sampai saat ini ikan bandeng (Chanos chanos) yang berada di pasar

masih berasal dari budidaya alam. Adapun kondisi lingkungan yang tidak

terkontrol dapat mengakibatkan menurunnya kualitas air dan menyebabkan

26
ikan stess. Ikan yang stess daya tahan tubuhnya akan menurun sehingga

mudah terinfeksi oleh parasit. Parasit dapat dibagi menjadi dua kelompok

berdasarkan habitat parasit yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit

adalah parasit yang habitatnya melekat pada bagian permukaan tubuh.

Sedangkan endoparasit adalah parasit yang habitatnya di dalam tubuh inang,

seperti saluran pencernaan, hati dan organ lain.

Secara umum infeksi endoparasit nematoda hanya menimbulkan

kondisi patologis yang ringan, bahkan pada kondisi lingkungan yang normal

gejala kinisnya kurang dapat dideteksi dengan jelas. Ikan yang terinfeksi

cacing tidak menimbulkan kematian, akan tetapi dapat menurunkan fekunditas

inang, dan meningkatkan kerentanan terhadap pathogen lain, serta dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan pada usus.

Dalam jumlah yang banyak keberadaan cacing endoparasit dapat

menyebabkan efek kematian pada populasi inang dan konsekuensinya dapat

menyebabkan kerugian besar bagi industri perikanan dan akuakultur. Infeksi

cacing endoparasit dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya cara hidup dan

kebiasaan makan, migrasi dan adanya kontak antar individu dalam

kelompoknya. Ikan yang bergerombol menjadi sarana paling efektif dari satu

ikan yang terinfeksi cacing ke ikan yang lainnya.

Bahaya yang ditimbulkan akibat tertelannya larva nematode yakni tanpa

sengaja melalui konsumsi ikan mentah atau setengh matang dapat

menyebabkan infeksi lambung dan usus, larva nematode dalam keadaan

matipun masih dapat menyebabkan reaksi alergi.

27
Secara umum infeksi cacing endoparasit pada ikan tidaklah mematikan,

sehingga kerugian yang ditimbulkan tidak langsung dapat dirasakan, seperti

ikan budidaya. Sampai saat ini informasi tentang identifikasi cacing parasit

pada saluran pencernaan ikan bandeng (Chanos chanos) di pasar tradisional

Makassar Sulawesi Selatan masih sedikit. Maka dalam hal ini, perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut tentang identifikasi endoparasit pada ikan bandeng

(Chanos chanos) di Pasar Lelong kecamatan Manggala Kota Makassar.

E. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Telur cacing Ikan bandeng

Faktor Eksternal: Faktor Internal :


28
1. Lingkungan 1. Genetika
a. Fisika perairan 2. Nutrisi
b. Kimia perairan 3. Jenis dan umur ikan
2. Vector 4. Aktivitas ikan
3. Parasit itu sendiri
Variabel Antara

Bagan 2.1 kerangka konsep

29
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional laboratorik untuk

mengetahui dan mengidentifikasi adanya telur cacing pada ikan bandeng

(Chanos chanos) yang dijual di pasar Lelong kecamatan Mamajang Kota

Makassar.

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Februari tahun 2021 di

Laboratorium Infeksi Penyakit Tropis Program Studi DIII Teknologi

Laboratorium Medis (TLM). Dan lokasi pengambilan sampel adalah pasar

Lelong kecamatan Mamajang kota Makassar.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling

yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti

sendiri berdasarkan sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya,

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan yang telah

didagangkan dipasar. Bukan merupakan ikan yang masih berada ditambak,

dengan kata lain sampel yang digunakan disesuaikan dengan kriteria-kriteria

tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian.

30
D. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ikan bandeng (Chanos chanos)

yang dijual di pasar Lelong.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ikan bandeng (Chanos chanos)

yang dijual dipasar Lelong sebanyak 10 sampel dengan pedagang yang

berbeda-beda.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah telur cacing.

2. Variabel Terkait

Variabel terkait penelitian ini adalah ikan bandeng (chanos chanos)

yang dijual dipasar Lelong.

F. Kriteria Penelitian

1. Kriteria Inklusi

a) Ikan Bandeng (chanos chanos) yang masih segar dengan kondisi

insang berwarna merah cerah dan keadaan mata tidak pucat.

b) Ukuran berat tubuh ikan bandeng 200-300gr

2. Kriteria Ekslusi

a) Ikan yang sudah lama mati

b) Ikan yang busuk

31
G. Defenisi Operasional

1. Parasit merupakan organisme yang hidup pada organisme lain yang

mengambil makanan dari tubuh organisme tersebut, sehingga organisme

yang tempatnya makan (inang) akan mengalami kerugian.

2. Cacing merupakan salah satu dari parasit yang mempunyai peran bagi

kesehatan hewan dan manusia.

3. Endoparasit merupakan parasit yang hidup di dalam tubuh inang seperti

alat pencernaan, peredaran darah atau organ dalam lainnya.

4. Ikan bandeng (chanos chanos) merupakan komunitas strategis dalam

pemenuhan kebutuhan protein yang murah dan digemari oleh konsumen di

Indonesia sehingga memiliki tingkat konsumsi yang sangat tinggi.

5. Metode sedimentasi adalah metode menggunakan larutan dengan berat

jenis yang lebih rendah dari organisme parasit dan memanfaatkan gaya

sentrifugal, sehingga parasite dapat mengendap di bawah. Metode

sedimentasi yang sering digunakan adalah metode sedimentasi

menggunakan NaCl 0,9 %.

H. Alat Dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan adalah centrifuge, alat pemotong ikan (pisau),

pipet tetes, mistar, object glass, caver glass, timbangan digital, tabung

reaksi, gunting, mikroskop, cawan petri, gunting bedah, pinset, rak tabung,

dan jas laboratorium.

32
2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah ikan bandeng (chanos-chanos), NaCl

0,9 %, aquadest, kertas saring, handscoon, dan masker

I. Prosedur Kerja

1. Pra Analitik

a) Pengumpulan bahan penelitian

1) Melakukan pengambilan sampel ikan bandeng sebanyak 10 ekor

dari 5 pedagang dengan daerah asal pemasok ikan berbeda yang

dijual di pasar Lelong kecamatan Mamajang kota Makassar.

2) Kemudian sampel dimasukan ke dalam wadah box untuk dibawa

dan dilakukan identifikasi parasit di laboratorium mikro prodi DIII

Teknologi Laboratorium Medis (TLM).

2. Analitik

a) Pemeriksaan telur cacing metode sedimentasi

1) Sampel ikan bandeng (Chanos chanos) dibersihkan dan dicuci

hingga bersih dengan menggunakan air mengalir.

2) Sampel ikan yang telah diambil diletakkan diatas nampan

kemudian ditimbang dan diukur panjangnya.

3) Kemudian dilakukan pembedahan dari arah anterior tubuh sampai

pada bagian strip ventral

4) Keluarkan isi saluran pencernaan dengan diurut ke arah ujung

posterior khusus.

33
5) Isi saluran pencernaan yang telah keluar kemudian diletakkan pada

object glass atau cawan petri.

6) Campurkan feses dengan 10 ml aquadest lalu diaduk sampai

tercampur.

7) Masukkan ke dalam tabung centrifuge sampai dengan 1 cm di

bawah permukaan tabung.

8) Centrifuge selama 2-3 menit dengan kecepatan 1500 rpm.

9) Larutan supernatant (permukaan) dibuang, disisakan endapan 1 cm

dari dasar tabung. Lalu dirambahkan dengan NaCl fisiologis

secukupnya.

10) Centrifuge lagi dengan kecepatan 1500 rp selama 2-3 menit dan

buang laruan supernatant.

11) Endapan di ambil menggunakan pipet, diletakkan pada object glass

dan ditutup dengan cover glass.

12) Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100X.

13) Dicatat hasil pemeriksaan

34
J. Kerangka Alur

Populasi Teknik sampling


Ikan bandeng dipasar Lelong Simple random sampling

Sampel

10 ekor ikan bandeng yang Pemeriksaan bagian tubuh


dijual dipasar Lelong ikan

Mengumpulkan setiap sampel Melakukan pembedahan dan


yang diperoleh di cawan petri mengeluarkan isi saluran
masing-masing pencernaan ikan

Menambahkan 10 ml aquadest, Larutan supernatant dibuang,


lalu diaduk sampai tercampur, disisikan endapan 1 cm dari
masukan kedalam tabung dasar tabung, lalu
centrifuge sampai dengan 1 cm ditambahkan dengan NaCl
dibawah permukaan tabung dan fisiologis dan dicentrifuge
centrifuge selama 2-3 menit dengan kecepatan 1500 rpm
dengan kecepatan 1500 rpm. selama 2-3 menit.

Data

Analisis data

Bagan 3.1 Kerangka Alur

35
K. Analisis Data

Pengumpulan data dan analisis data pada penelitian ini disajikan dalam

bentuk gambar dan tabel yang selanjutnya di analis secara deskriptif.

36
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan sampel dilakukan di Pasar Lelong Kecamatan Mamajang

kota Makassar dengan pengambilan sampel yang sesuai kriteria sampel. Penelitian

ini dilakukan di laboratorium mikro prodi DIII Teknologi Laboratorium Medis

(TLM) Universitas Mega Rezky Makassar (UNIMERZ). Laboratorium ini

merupakan salah satu dari lima laboratorium yang terdapat di prodi DIII

Teknologi Laboratorium Medis dimana laboratorium ini sudah memiliki

kelengkapan yang memadai untuk melakukan penelitian parasitologi. Adapum

sampel yang digunakan yaitu sampel ikan bandeng yang diambil dari pasar

Lelong.

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian identifikasi tentang jenis telur cacing pada

ikan bandeng yang dibeli dipasar Lelong kecamatan Mamajang Kota Makassar

pada tanggal 23 Februari 2021 Sampai tanggal 27 Februari 2021 disajikan pada

table berikut :

4.1.Hasil data identifikasi telur cacing pada ikan bandeng yang dijual dipasar
Lelong Kecamatan Mamajang kota Makassar.

Kode Hasil pemeriksaan telur Cacing


No Sampel
Ascaris lumbriciodes Trichuris Hook worm
trichiura
1 A (+) (-) (-)
2 B (-) (-) (-)
3 C (+) (-) (+)

37
4 D (-) (-) (-)
5 E (-) (+) (-)
6 F (-) (-) (-)
7 G (-) (-) (-)
8 H (+) (+) (-)
9 I (+) (+) (+)
10 J (+) (-) (-)

Sumber Data Primer

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis telur cacing pada

sistem pecernaan ikan bandeng, adapun jenis penelitian yang digunakan adalah

observasional laboratorik tetang ada tidaknya telur cacing pada saluran

pencernaan ikan bandeng yang dijual dipasar Lelong kecamatan Mamajang kota

Makassar.

Ikan bandeng diperoleh dari pasar Lelong Kota Makassar yang telah

memenuhi kriteria sampel yaitu ikan bandeng yang masih segar dan berat tubuh

ikan bandeng 200-300gr, dari 10 sampel yang diidentifikasi, sebelum dilakukan

pengambilan sampel ikan terlebih dahulu ditimbang. Identifikasi telur cacing

dilakukan dengan cara pengambilan sistem pencernaan ikan bandeng (usus). Usus

disimpan pada cawan petri kemudian diurut dari atas ke bawah untuk

mengeluarkan isi ususnya kemudian disimpan pada pot sampel dan dicampurkan

dengan aquades sebanyak 10ml kemudian diaduk dan setelah itu dilakukan proses

penyaringan dengan menggunakan kertas saring yang bertujuan untuk menyaring

kotoran agar nantinya tidak terlalu banyak endapan pada saat dilakukan

38
centrifuge. Kemudian dimasukkan pada tabung dan di centrifuge selama 2-3 menit

dengan kecepatan 1500 rpm yang bertujuan agar kotoran dan telur cacingnya

mengendap pada permukaan tabung. Kemudian larutan supernatant (permukaan)

dibuang, disisakan endapan 1cm dari dasar tabung lalu ditambah dengan NaCl 0,9

secukupnya yang bertujuan agar menghasilkan endapan yang sempurna dan di

centrifuge lagi. Setelah itu dibuang lagi larutan supernatannya dan endapannya

diambil menggunakan pipet tetes dan disimpan pada object glass dan ditutup

dengan cover glass. Dan dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop dengan

perbesaran 100x agar telur cacingnya tampak jelas.

Berdasarkan hasil penelitian, dari total 10 sampel yang diperiksa, ada 6

sampel yang terdeteksi telur cacing, yaitu pada sampel A teridentifikasi telur

cacing Ascaris lumbriciodes, pada sampel C teridentifikasi telur cacing Ascaris

lumbriciodes dan Hook worm, pada sampel E teridentifikasi telur cacing Trichuris

trichiura, pada sampel H teridentifikasi telur cacing Ascaris lumbriciodes dan

Trichuris trichiura, pada sampel I teridentifikasi telur cacing Ascaris

lumbriciodes, Trichuris trichiura dan Hook worm, dan pada sampel J

teridentifikasi telur cacing Ascaris lumbriciodes. Pada keseluruhan sampel

didapatkan hasil 5 positif telur cacing Ascaris lumbricoides, 3 positif Trichuris

Trichura, dan 2 positif Hook worm Dari 10 sampel yang diambil dari sistem

pencernaan ikan bandeng. Data sampel yang didapatkan hasil negative sebanyak 4

sampel. Hasil negatif ini artinya tidak terdapat telur cacing yang artinya sebagian

kecil dari total sampel.

39
Ada tiga bentuk telur cacing Ascaris lumbricoides yang mungkin

ditemukan yaitu (1) telur yang dibuahi, berukuran 60x45m, bulat atau oval,

dengan dinding telur yang kuat, terdiri atas tiga lapis, yaitu lapisan luar terdiri atas

lapisan albuminoid dengan permukaan yang tidak rata, bergerigi, berwarna

kecoklat-coklatan karena pigmen empedu; lapisan tengah merupakan lapisan

chitin, terdiri atas polisakarida dan lapisan dalam, membrane vetellin yang terdiri

atas sterol yang liat sehingga telur dapat tahan sampai satu tahun dan terapung

didalam larutan yang mengalami garam jenuh (pekat). (2) Telur yang mengalami

dekortikasi adalah telur yang dibuahi, akan tetapi kehilangan lapisan

albuminoidnya. Telur yang mengalami dekortikasi ini juga terapung didalam

larutan garam jenuh(pekat). (3) Telur yang tidak dibuahi, mungkin dihasilkan oleh

betina yang tidak subur atau terlalu cepat dikeluarkan oleh betina yang subur.

Telur ini berukuran 90x40m, berdinding tipis, akan tenggelam dalam larutan

garam jenuh.( Natadisastra dan Ridad,2009 ) sedangkan pada yang teridentifikasi

telur Ascaris lumbricoides yang peneliti amati didapatkan ciri-ciri ada yang

berdinding tipis berbentuk lonjong dan adapula yang berwarana kuning dengan

lapisan yang kuat dan ada juga yang berbentuk bulat dengan warna sedikit

kecoklatan.

Telur Trichuris trichura berukuran 50x25m, berbentuk seperti tempayan,

pada kedua kutubnya terdapat operkulum, yaitu semacam penutup yang jernih dan

menonjol. Dindingnya terdiri atas dua lapis, bagian dalam jernih, bagian luar

berwarna kecoklat-coklatan. ( Natadisastra dan Ridad,2009 ) sedangkan pada yang

teridentifikasi telur Trichuris trichura yang peneliti amati didapatkan ciri-ciri

40
berbentuk seperti tempayan dengan operculum, dan dinding berwarna kecoklatan

ada pula yang kami dapiti dindingnya berwarna jernih.

Telur cacing tambang Hook worm berbentuk oval, tidak berwarna,

berukuran 40x60m. dinding luar dibatasi oleh lapisan vitelline yang halus,

diantara ovum dan dinding telur terdapat ruang yang jelas dan bening. Telur yang

baru keluar bersama tinja mempunyai ovum yang mengalami segmentasi 2,4, dan

8 sel. Bentuk telur Necator americanus tidak dapat dibedakan dari Ancylostoma

duodenale.( Natadisastra dan Ridad,2009 ) Sedangkan pada yang teridentifikasi

telur Hook worm yang peneliti amati didapatkan ciri-ciri berbentuk oval berdiding

tipis, dan diantara ovum dan dinding luar telur terdapat ruangan yang jelas dan

bening.

Keberadaan telur cacing pada pencernaan ikan bandeng dapat berpengaruh

bagikesehatan manusia dikarenakan beberapa orang masih ada yang mengonsumsi

isi pencernaan ikan bandeng untuk dijadikan lauk dengan cara ditumis dan ada

juga yang menjadikannya pepes perut ikan bandeng lalu dikonsumsi bersama nasi.

Dan keberadaan telur cacing pada ikan bandeng dapat berpengaruh bagikesehatan

karena cara penyajian isi perut ikan bandeng yang kurang bersih dan isi ususnya

hanya dicuci pakai air dan tidak mengelurkan isi dari ususnya.

Daerah penyebaran yang banyak terdapat ikan bandeng (Chanos chanos)

adalah di perairan tropis dan subtropis indo-pasifk mulai dari laut merah dan

bagian tengah afrika sampai mekxiko. Di Indonesia daerah penyebaran yang


41
banyak terdapat ikan bandeng (Chanos chanos), ditemukan di daerah pantai timur

Sumatra, utara jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, papua, bali, dan nusa

tenggara. Pembudidaya ikan bandeng (Chanos chanos) di Indonesia telah dikenal

semenjak abad VII, dan di budidayakan di tambak-tambak air payau di pulau

jawa. Pembudidaya ikan bandeng di Taiwan selain pada tambak dangkal juga

dilakukan pada tambak dalam (1-2 meter) dengan menggunakan tekhnologi maju

(Johan dalam Qurrataayun, 2018). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

ambrosius sodi terdapat jenis endoparasit yang ditemukan menginfeksi ikan

bandeng (Chanos chanos) adalah telur Enterobius Vermicularis. Berdasarkan hal

yang telah di kemukakan di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian lebih

lanjut tentang “Identifikasi Telur Cacing Pada Saluran Pencernaan Ikan Bandeng

(Chanos chanos) yang Dijual Di Pasar Lelong Kecamatan Mamajang Kota

Makassar”.

Kebersihan alat yang digunakan dan ketelitian dalam melakukan proses

pemeriksaan sampel dan kurangnya ilmu peneliti saat pengidentifikasi telur cacing

juga merupakan faktor kesalahan dan dapat mempengaruhi hasil.

42
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa dari 10 sampel ikan bandeng yang diperiksa terdapat 6

sampel yang positif telur cacing dan jenis telur cacing yang terdapat pada

ikan bandeng (Chanos chanos) yang berada di pasar Lelong adalah

Ascaris lumbriciodes, Trichuris trichura, dan Hook worm

B. Saran

1. Bagi masyarakat diharapkan lebih teliti dan berhati-hati saat

mengonsumsi atau pengelolaan makanan khususnya ikan bandeng.

Sebaiknya ikan bandeng saat diolah bagian pencernaannya dibuang

kemudian dicuci dengan bersih dan saat memasak diusahakan

ikannya sampai mendidih agar parasit yang ada pada ikan tidak

tertinggal.

2. Bagi peneliti diharapkan dapat melakukan penelitian dengan


jumlah sampel yang lebih banyak dengan variabel yang bervariasi

43
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Eddy. dkk. 2015. Penyakit Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Amrina S, Catur. 2014. Studi Identifikasi dan Prevalensi Cacing Endoparasit


Pada Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) Di Tempat Pelelangan Ikan
(TPI) Brondong Kabupaten Lamongan. Skripsi. Universitas Airlangga.
Surabaya.

Anggraini, Fitria., Dkk., 2012. Identifikasi dan Prevalensi Cacing Endoparasit


Pada Saluran Pencernaan Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Di Keramba
Jarring Apung (KJA) Situbondo dan Tambak Desa Bangunrejo Siduarjo.

Ardany, Merry., Leni Handayani. 2020. Prevalensi dan Derajat Infeksi Parasite
Pada Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Di Tambak Tradisional. Staff
Pengajar Program Studi Budidaya Perairan. Universitas Derwan Ali.

Duha,Bulqis Syal. 2018. Identifikasi Telur Cacing Nematode Usus Pada Kotoran
Kuku Pedagang Bakso Keliling Di Wilayah Antang Raya. Karya Tulis
Ilmiah: Program Studi Diploma III Analis Kesehatan. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Mega Rezky Makassar.

Hafiluddin 2015. Analisis Kandungan Gizi Pada Ikan Bandeng Yang Berasal
Dari Habitat Yang Berbeda. Jurnal Kelautan.

Juniardi, Endang., Dkk. 2014. Inventarisasi Cacing Parasite Pada Ikan Bandeng
(Chanos Chanos) Di Tambak Desa Ketapang Kecamatan Mauk Kabupaten
Tanggerang Provinsi Banten. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa : Serang Banten.

Kementrian Perikanan. (2015). Analisis Data KKP2015.Pdf.

Natadisastra, Djaenudin dan Ridad Agoes. (2009). PARASITOLOGI


KEDOKTERAN Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta : EGC

Qurrataayun, Siti. 2018. Pengaruh Asam Basa Metode Ekstrasi dan Metode
Pengeringan Terhadap Viskositas Gelatin Dari Sisik Ikan Baneng (Chanos
chanos). Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar.

Rahmawati, Dhanik. 2014. Studi Identifikasi dan Prevalensi Cacing Endoparasit


Pada Ikan Layur (Trichiurus savala) Di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Brondong Kabupaten Lamongan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan
Kelautan.Universitas Airlangga. Surabaya

44
Riko, Yazid., Dkk. 2012. Intensitas dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan
Bandeng (Chanos Chanos) Dalam Keramba Jarring Apung (KJA) Di
Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Jurnal. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran : Jawa Barat.

Saputra. A. R. 2011. Deteksi Morfologi dan Molekuler Parasite Anisakis Sp Pada


Ikan Tongkol (Auxis thazard). Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan. Universitas Hasanuddin Makassar.

Sodi, Ambrosius. 2018. Identifikasi Endoparasit dan Ektoparasit Pada Ikan


Bandeng (Chanos chanos) Menggunakan Metode Sedimentasi. Skripsi.
Program Studi Analis Kesehatan STIKES Maharani Malang.

Subekti S, dan G. Mahasri. 2012. Buku Ajar Parasite dan Penyakit Ikan
(Trematodiasis Dan Cestodiasis). Jurnal. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Universitas Airlangga. Surabaya.

Susanah, Utari Ani. 2011. Struktur Mikroanatomi Insang Ikan Bandeng Di


Tambak Wilayah Tapak Kelurahan Tugurejo Kecamatan Tugu Semarang.
Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Penetahuan Alam. Universitas
Negeri Semarang.

Tim Perikanan, W. 2014. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Tambak
Ramah Lingkungan.

World Health Organization. 2013. Soil Transmitted Helminth Infections. [Online]:


Available at: http//www.who.int/mediacentre/factsheets/fs366/en/[diakses
pada 23 januari 2013]

45
LAMPIRAN

Pembuatan larutan NaCl 0,9 %

% w/v = gr/v x 100%

0,9 % = gr/50 x 100%

gr = 45 / 100

gr = 0,45 gram

Ditimbang NaCl sebanyak 0,45 gram dalam 50 ml aquadest di

dalam beaker glass kemudian di aduk hingga homogeny.

46
1. DOKUMENTASI PROSES PENELITIAN

Persiapan alat dan bahan Proses pembedahan ikan Proses pemisahan organ
bandeng usus ikan bandeng

Proses pengeluaran isi Proses peletakan


pencernaan ikan bandeng Proses centrifuge endapan pada objek
galass

47
2. LAMPIRAN HASIL PENGAMATAN

Hasil Penelitian
Kode
Keterangan
Sampel Mikroskopik

A.Ascaris
lumbrichiodes

B
Negative

A.Ascaris
lubricoides
C
B.Hook worm
A
B

48
B

D Negative

C.Trichuris
trichura

E
C

F gelembung

49
G Negative

A.Ascaris
lumbricoides

H C.Trichuris
trichura
C

A.Ascaris
lubricoide

I B.Hook worm

C.Trichuris
A trichura
C

50
A.Ascaris
lumbricoides

51

Anda mungkin juga menyukai