1
Bagian Biomedik Konsentrasi Mikrobiologi Pascasarjana Universitas Hasanuddin
(siskanuryanti@yahoo.co.id)
2
Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
(rizalinda.sjahril@yahoo.com)
3
Bagian Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
(faridha.ilyas@yahoo.com)
Alamat Korespondensi :
Siska Nuryanti
Bagian Biomedik Konsentrasi Mikrobiologi
Pascasarjana Universitas Hasanuddin 90425
Hp. 081242088880
Email:Siskanuryanti@yahoo.co.id
ABSTRAK
Dermatofit merupakan penyakit infeksi paling umum pada manusia. Penyebab infeksi
dermatofitosis yang paling dominan adalah Trichophyton spp. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeteksi Trichophyton spp pada pasien dermatofitosis selama periode Maret-Mei 2016 di Balai
Kesehatan Kulit, Kelamin dan Kosmetik, Kartini Medical Center, dan beberapa Sekolah Dasar
di Makassar dengan metode kultur. Kultur dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Rumah
Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin. Hasil identifikasi kultur dari 49 sampel skuama
diperoleh 30 (61,3%) sampel yang positif Trichophyton spp yang terdiri dari 40,8% T.
mentagrophytes, 8,2% T. rubrum, 6,1% T. Schoenlini, 4,1% T. saudenance dan 2,1% T. verucosum.
Sedangkan untuk dermatofit jenis lain diperoleh hasil 12,3% Microsporum spp dan 26,4 %
dermatofit jenis lain. Spesies dermatofit yang paling umum dimakassar adalah T.
mentagrophytes
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Dermatofita merupakan kelompok jamur yang memiliki kemampuan untuk
melekat pada keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi yang memungkinkan
jamur tersebut untuk berkoloni pada jaringan yang mengandung keratin, seperti stratum
korneum epidermis, rambut dan kuku. Penyakit ini dapat menyerang semua umur tetapi
lebih sering menyerang anak-anak (Havlickova et al., 2008).
Dermatofita tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah terutama di
negara berkembang. Di berbagai negara saat ini terjadi peningkatan bermakna
dermatofitosis (Havlickova et al., 2008). Perpindahan manusia dapat dengan cepat
memengaruhi penyebaran endemik dari jamur. Pemakaian bahan-bahan material yang
sifatnya oklusif, adanya trauma, pemanasan, kelembaban kulit, penggunaan alas kaki
yang tertutup dapat meningkatkan kejadian tinea pedis (Verma&Haffernan, 2008)
Penyebab infeksi dermatofita yang paling dominan adalah Trichophyton spp,
Epidermophyton spp dan Microsporum spp, dimana yang paling banyak adalah spesies
T. rubrum diikuti T. mentagrophytes, M. canis dan T. tonsurans (Verma&Haffernan,
2008).
Di Korea Selatan dilaporkan sekitar 85%-90% kasus dermatofit disebabkan
oleh T. rubrum (Jung et al., 2014). Pengujian Trichophyton spp secara konvensional
untuk sampai ke tingkat spesies memerlukan waktu beberapa hari sampai beberapa
minggu dan sering diperoleh hasil yang tidak spesifik hal ini disebabkan oleh tingginya
tingkat kesamaan fenotipik antara spesies Trichophyton spp (Jung et al., 2014).
Klasifikasi dan identifikasi dermatofit yang dilakukan saat ini sesuai dengan manifestasi
klinis, pemeriksaan gross koloni dari kultur, pemeriksaan mikroskopis dari makro dan
mikro-konidia, karakteristik biokimia (Kim et al., 2011).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka penelitian berikut ini akan melihat
keefektifan kultur dalam mendiagnosis Trichophyton spp
HASIL
Penelitian ini selama 4 bulan dari bulan Maret-Juni 2016.Penelitian ini
dilakukan di Balai Kesehatan Kulit, Kelamin dan Kosmetik, Kartini Medical Centre dan
Beberapa Sekolah Dasar yang berada di Kota Makassar dengan jumlah sampel
sebanyak 49 sampel. Teknik Kultur dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Rumah
Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin.Pada tabel 1 dari 49 sampel, total pasien yang
berjenis kelamin laki-laki dalam penelitian ini adalah 29 orang (59,2%) dan yang
berjenis kelamin perempuan adalah 20 orang (40,8%). Dari segi umur sebanyak 0-18
tahun sebanyak 24 orang (48,9%), umur 19-45 tahun sebanyak 21 orang (42,8% ), umur
> 45 tahun sebanyak 4 orang (8,3% ) (Tabel 2). Pada kelompok umur 0-18 tahun
memiliki resiko tertinggi terinfeksi jamur dermatofit kemudian diikuti kelompok umur
19-45 tahun (Tabel 2).
Dalam penelitian ini digunakan sampel skuama positif KOH dari pasien
dermatofitosis dengan menggunakan medium SDA yang mengandung cycloheximide.
Untuk pengamatan secara fenotipe koloni Trichophyton spp yang tumbuh pada medium
SDA akan dilakukan pengamatn secara visual warna, bentuk koloni, bentuk hifa,
mikrokonidia dan makrokonidia
Hasil identifikasi kultur dari 49 sampel skuama diperoleh hasil 61,3% skuama
positif Trichophyton spp, 12,3% skuama positif Microsporum spp, dan 26,4% sampel
skuama teridentifikasi nondermatofit. Dari 30 sampel yang positif Trichophyton spp,
terdapat 66,7% T. mentagrophytes, 13,3% T. rubrum, 10% T. Schoenlini, 6,7% T.
saudenance dan 3,3% T. verucosum (Tabel 3).
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa T. mentagrophytes merupakan spesies
Trichophyton terbanyak yang teridentifikasi pada pasien dermatofitosis di Makassar.
Dermatofit merupakan penyakit infeksi paling umum pada manusia dan terdapat pada
10-20% populasi dunia. Penyebab infeksi dermatofita yang paling dominan adalah
Trichophyton diikuti Epidermophyton dan Microsporum spp, dimana yang paling
banyak adalah spesies T. rubrum diikuti T. mentagrophytes, M. canis dan T. tonsurans
(Verma&Haffernan, 2008).
Pada deteksi Trichophyton sppdengan menggunakan sampel skuamapasien
dermatofitosis dengan hasil KOH postif, kami lanjutkan dengan metode kultur. Pada
penelitian ini menunjukkan bahwa dermatofitosis lebih banyak diderita oleh laki-laki
dibandingkan perempua.Hal ini mungkin disebabkan karena laki-laki lebih banyak
berkeringat dan kurang menjaga kebersihannya sehingga peluang untuk menderita
dermatofit lebih besar dibandingkan perempuan.MenurutVerma&Haffernan (2008),
bahwa laki-laki 3x lebih sering menderita dermatofit dibandingkan perempuan.
Dari 49 sampel dapat dilihat distribusi penderita dermatofit lebih banyak diderita
pada usia produktif yaitu 10-18 tahun dan 19-45 tahun. Menurut Riani (2014), Usia
produktif lebih beresiko menderita dermatofitosis dibandingkan usia anak-anak dan usia
tua. Hal ini mungkin disebabkan karena usia produktif mempunyai faktor predisposisi,
misalnya mereka bekerja di pekerjaan basah, trauma, dan banyak berkeringat,
sehingga resiko untuk menderita dermatofit lebih besar dibandingkan dengan
kelompok umur lainnya.
Hasil identifikasi kultur dari 49 sampel skuama diperoleh hasil 61,3% skuama
positif Trichophyton spp, 12,3% skuama positif Microsporum spp, dan 26,4% sampel
skuama teridentifikasi nondermatofit. Dari 30 sampel yang positif Trichophyton spp,
terdapat 66,7% T. mentagrophytes, 13,3% T. rubrum, 10% T. Schoenlini, 6,7% T.
saudenance dan 3,3% T. verucosum.
Rippon (1988), memaparkan bahwa berdasarkan pengamatan makroskopis dan
mikroskopis pada beberapa spesies Trichophyton sppterdapat perbedaan pada bentuk
koloni, hifa, makrokonidia, dan mikrokonidia.
T. scholeinii memiliki bentuk koloni irreguler, seperti lilin, berwarna putih
hingga kecoklatan dan pada bagian belakang medium tidak berwarna. Sedangkan untuk
mikroskopik tidak terdapat makrokinidia, mikrokonidia jarang terlihat, hifa berbentuk
tipis dan bercabang seperti ranting.
T. verrucosum memiliki koloni yangtidak berbulu, bertumpuk, berwarna putih,
dan pada bagian belakang medium tidak berwarna.Tidak ditemukan adanya
makrokonidia, sedangkan untuk mikrokonidia jarang dan berada disepanjang hifa.
T. saudenance memliki bentuk koloni yang padat, tidak berbulu, berbentuk
irreguler, berwarna kuning hingga kecoklatan, dan pada bagian belakang medium
berwarna kuning hingga kecoklatan.Tidak ditemukan adanya makrokonidia dan jarang
ditemukan mikrokonidia dengan bentuk hifa yang bercabang.
T. rubrum memiliki bentuk koloni yang halus dan berwarna putih dengan bagian
belakang berwarna merah hingga kecoklatan.Jarang ditemukan adanya makrokonidia
sedangkan mikrokonidianya terlihat sedikit, berbentuk seperti tetesan air dan berada
disepanjang hifa.
T. mentagrophytes memiliki koloni berwarna putih, bagian belakang berwarna
kuning hingga kecoklatan. Makrokonidia pada medium SDA jarang terlihat, sedangkan
mikrokonidianya banyak berada disepanjang hifa, sendiri atau bergerombol,hifa
berbentuk spiral.
DAFTAR PUSTAKA
Havlickova B., Czaika VA.& Friedrich M. (2008). Epidemiological trends in skin
mycoses worldwide.: Mycoses 51:2. PMid: 18783559
Jung, H. et al. (2014).Identification of Dermatophytes by Polymerase Chain Reaction-
Restrictionn Fragment Length Polymorphism Analysis of Metalloproteinase-1;
Ann Dermatol 26
Kim, Y et al. (2011). Identification Of Dermatophytes Using Multiplex Polymerase
Chain Reaction. Departement Of Dermatology. Konkuk Univesity School Of
Medicine, Seoul, Korea. 23;3
Riani E. (2008).Hubungan Antara Karakteristik Demografi, Gaya Hidup dan Perilaku
Pasien Puskesmas di Jakarta Selatan Dengan Dermatofitosis. Vol.2:2
Rippon JW. (1988).Medical Mycology, ed 3. Chicago : University of Chicago. Page
541-543
Verma S.& Haffernan, M.P. (2008).Dermatology in General Medicine. Edisi VII. Mc
Graw Hills. New York.