Anda di halaman 1dari 9

Journal Reading

Clinico-mycological study of Dermatophytosis in a fertiary care centre


in Bagalkot

Disusun oleh:

George Abraham Situmorang

(18010036)

Dokter Pembimbing:

dr. Joice Sonya Panjaitan Sp.KK

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Medan
ABSTRAK

Mikosis superfisial oleh Dermatofita menunjukkan penyebaran populasi


secara luas, terutama di negara-negara tropis dan subtropis seperti India. Gejala
klinis yang sangat khas pada infeksi jamur juga sulit ditentukan dengan gangguan
kulit lainnya, konfirmasi dari pemeriksaan laboratorium juga diperlukan untuk
menyatakan suatu diagnosis. Spesimen kulit, kuku dan rambut diambil acak dari
seratus lima pasien yang secara klinis didiagnosis dermatofitosis yang datang untuk
rawat jalan di Rumah Sakit dan Pusat Penelitian HSK, Bagalkot, (Karnataka Utara,
India) yang telah dilakukan pemeriksaan KOH diperiksa secara mikroskopi dan
kultur untuk menentukan korelasi klinis dari etiologi yang disebabkan oleh infeksi
jamur pada sampel penelitian. Jamur sudah terbukti di 74 kasus (70,48%) baik
dengan pemeriksaan KOH dan/atau kultur. Presentasi klnis yang paling umum
ditemukan pada penelitian ini ialah Tinea Corporis (44,8%) dan Tinea Cruris
(18,09%) dan agen etiologinya adalah T. Rubrum (51,35%), T. Mentagrophyte
(43,24%), E. Floccosum (5,4%).

Kata Kunci: Dermatofitosis, Tinea Corporis, Tinea Cruris, Trichophyton rubrum,


Trichophyton mentagrophyte.

PENGANTAR

Infeksi jamur kulit superfisial pada umumnya sering dijumpai di sebagian


besar wilayah di dunia. Dermatofitosis sampai saat ini masih menjadi jamur kulit
yang sangat signifikan karena penyebarannya melibatkan populasi yang luas dan
prevalensinya mendunia.

Dermatofita erat kaitannya dengan jamur keratinophilic dengan


kemampuan untuk menurunkan keratin dan menyerang kulit, rambut dan kuku,
sehingga menyebabkan dermatofitosis (kurap atau tinea). Gejala klinis dari infeksi
jamur adalah lesi yang annular, berbatas tegas dengan central healing dan
dikelilingi oleh tepi yang meninggi serta meradang. Namun, gejala klinis dapat
bervariasi tergantung pada spesies yang menginfeksi, ukuran inokulum, lokasi
infeksi dan kekebalan tubuh penderita. Dermatofita secara signifikan
perkembangannya sama di negara maju maupun di negara berkembang terutama
karena munculnya penyakit imunosupresan dan obatnya. Iklim panas dan lembab
di negara-negara tropis dan subtropis seperti India membuat dermatofitosis atau
kurap merupakan infeksi kulit jamur superfisial yang sangat umum terjadi. Dengan
berlangsungnya waktu distribusi dan prevalensi spesies dapat bervariasi di wilayah
geografis dan juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, kebersihan pribadi dan
kerentanan seseorang. Epidemiologi sebagian besar dermatofitosis secara klinis
telah banyak berubah selama beberapa tahun terakhir

Gejala klinis sangat sering ditentukan dengan penyakit kulit lainnya


terutama karena pemakaian steroid spektrum luas yang sangat banyak, sehingga
diagnosis dan konfirmasi dari laboratorium sangat diperlukan meskipun terjadi
respons terhadap anti jamur, walaupun dermatofitosis memiliki kecenderungan
untuk muncul kembali pada tempat yang sama atau berbeda. Oleh karena itu,
diagnosis yang tepat sangat penting untuk memulai pengobatan yang tepat dan juga
penting untuk epidemiologi.

METODE DAN BAHAN

Sebanyak seratus lima kasus infeksi kulit, rambut dan kuku yang secara
klinis didiagnosis dan dipilih secara acak, dari semua kelompok usia dan jenis
kelamin, menghadiri rawat jalan dermatologi dan venereologi dari rumah sakit HSK
& Pusat Penelitian, SN Medical College, Bagalkot dimasukkan dalam penelitian.
Riwayat yang terperinci sudah didapatkan yaitu status pasien, pekerjaan,
penggunaan obat lokal, lamanya penyakit dan banyaknya lesi yang timbul di suatu
tempat di tubuh, pemeriksaan klinis pasien dilakukan dengan cahaya yang baik
untuk menentukan letak lesi, jumlah lesi, jenis lesi, adanya tanda inflamasi, dll.
Area yang terkena dibersihkan dengan etil alkohol 70%, kerokan kulit,
krusta dan potongan kuku atau rambut dikumpulkan dalam paket kertas coklat yang
bersih dan kering.

Spesimen kulit dikumpulkan dengan menggores melintasi tepi lesi yang


meradang ke arah jaringan kulit yang tampak sehat. Spesimen kuku dikumpulkan
dengan mengambil bagian guntingan kuku yang terinfeksi dan kerokan di bawah
kuku. Spesimen rambut dikumpulkan dengan mencabut dengan alat epilating
forcep yang bersama dengan pangkal batang rambut di sekitar folikel.

Izin etis diperoleh untuk prosedur di atas dari komite Etika lembaga (S.N Medical
College dan Rumah Sakit & Pusat Penelitian HSK)

Spesimen yang dikumpulkan ditetesi kalium-hidroksida (KOH) di preparat


yang basah dengan konsentrasi yang berbeda (10%, 20% dan 40%) tergantung pada
jenis spesimen klinis unsur-unsur jamur. Unsur-unsur jamur tampak sebagai
refraktil yang sangat tinggi, filamen-filamen yang membelah hialin. Setelah
pemeriksaan mikroskopik secara langsung, terlepas dari demonstrasi elemen jamur,
spesimen adalah diinokulasi ke dua set tabung reaksi, satu berisi dextrose agar
Sabouraud dengan 0,05% kloramfenikol, 0,1% gentamisin dan 0,5%
sikloheksimida, dan yang lainnya untuk media uji dermatofita.

Dextrose agar Sabouraud dengan 0,05% kloramfenikol, 0,1% gentamisin


dan 0,5% sikloheksimida diinkubasi pada 28 ° C selama hingga empat minggu, dan
diamati secara berkala untuk pertumbuhan. Jika tidak ada pertumbuhan yang
ditemukan setelah empat minggu, itu dianggap negatif untuk pertumbuhan jamur.

Media uji dermatophyte diinkubasi pada 28 ° C hingga sepuluh hari dan


diamati untuk perubahan warna. Isolat jamur diidentifikasi berdasarkan morfologi
koloni, pigmentasi, laju pertumbuhan, mikroskopi (LPCB), kultur, tes urease dan
tes perforasi rambut. Analisis statistik: Persentase, proporsi dan uji statistik yang
sesuai digunakan untuk analisis data.
Gambar 1. Koloni T. rubrum pada media uji dermatofita (tanpa pertumbuhan dan
dengan pertumbuhan jamur)

HASIL

Dari 105 kasus, yang paling banyak didapat adalah tinea corporis dengan
47 kasus (44,76%), diikuti dengan tinea cruris (18,09%), tinea unguium (15,24%),
tinea capitis (7,62%), tinea corporis et. cruris (5,71%). tinea pedis (3,81%), tinea
faciei (3,81%) dan tinea manuum (1,9%).

Gambar 2: Jenis dermatofitosis dalam kelompok studi


Gambar 3. Korelasi jumlah KOH (+) dan Kultur (+).

Dari 105 kasus dermatofitosis yang dicurigai secara klinis, jamur ditemukan
dalam 74 kasus (70,48%) baik dengan pemeriksaan mikroskopi dan / atau kultur.
35 kasus (33,33%) positif baik oleh mikroskopi dan kultur. 37 kasus (35,24%)
positif dengan mikroskopi dan negatif dengan kultur. 2 kasus (1,9%) negatif dengan
mikroskopi tetapi positif dengan kultur. 31 kasus (29,52%) negatif dengan
mikroskopi dan kultur.
Gambar 4. Korelasi dermatofitosis dengan tipe klinis.

DISKUSI

Dermatofitosis adalah kelompok infeksi jamur superfisial yang paling


umum yang terlihat di daerah tropis di mana iklim panas dan lembab sangat
kondusif bagi pertumbuhan jamur. Dalam penelitian ini yang dilakukan di
Bagalkot, kawasan Karnataka Utara, tipe klinis dan pola sosio-demografi
dermatofitosis dipelajari bersama dengan prevalensi spesies yang lazim di bagian
negara ini.

Dermatofitosis lebih sering terjadi pada kelompok usia 31-40 tahun


(27,6%), 21-30 tahun (24,76%), yang sebanding dengan penelitian lain yang
dilakukan oleh Veer P, Dkk. Insiden yang lebih tinggi terjadi pada orang dewasa
berusia 20-40 tahun dapat disebabkan oleh aktivitas fisik yang lebih banyak dengan
peningkatan produksi keringat dan peningkatan kesempatan untuk paparan. Dalam
penelitian ini, laki-laki (70,48%) lebih sering terkena dibandingkan perempuan
(29,52%). Rasio perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 2,38: 1, yang
sebanding dengan penelitian sebelumnya oleh Siddappa K, Dkk. Laki-laki lebih
dominan dikarenakan oleh peningkatan aktivitas fisik di luar ruangan dan
peningkatan kesempatan paparan terjadinya infeksi dibandingkan perempuan.

Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar kasus yang terinfeksi adalah para


pekerja manual (48,6%), yaitu bertani, karyawan dan pekerja rumah tangga
(terutama ibu rumah tangga) (24,8%), yang telah dilakukan penelitian sebelumnya
oleh Veer P, Dkk. Ini bisa disebabkan oleh peningkatan aktivitas fisik dan
kesempatan untuk terpapar dalam kasus pekerja manual dan peningkatan kejadian
terjadinya pada pekerja basah dalam kasus ini adalah ibu rumah tangga.

Dalam penelitian ini, tinea corporis adalah tipe klinis yang paling umum ditemui
(44,76%), tinea cruris (18,09%) yang sebanding dengan penelitian sebelumnya
oleh Bindu V (54,6%), Singh S. Dkk, Sen SS (48%) ) dan Jain Neetu (37%).

Variasi yang terlihat dalam temuan KOH dan Kultur dalam penelitian ini telah
dilaporkan sebelumnya oleh Sumana V. Dkk, Karmakar S. Dkk, Singh S. Dkk. dan
Bindu V. dan dapat disebabkan oleh tidak berlangsungnya hidup unsur jamur dalam
beberapa kasus.

Dalam penelitian ini, T. rubrum pada 19 kasus (51,35%) adalah agen etiologi yang
paling umum di sebagian besar tipe klinis yang diikuti oleh T. mentagrophytes pada
16 kasus (43,24%) dan E. flocossum adalah agen etiologi ketiga dermatofitosis yang
akan diisolasi pada 5,4%. kasus yang sebanding dengan penelitian lain yang
dilakukan oleh Bindu V dkk., Ranganathan S, Dkk, Singh S Dkk, dan Jain N, Dkk,
Sahai S. Dkk.

KESIMPULAN

Infeksi dermatofita sangat umum di negara yang terdapat iklim yang panas
dan lembab dan kondisi higienis yang buruk memiliki peran penting dalam
pertumbuhan jamur. Ada perbedaan yang bervariasi dari agen etiologi yang berbeda
dari bagian selatan dan utara India. Pada umumnya spesies Trichophyton adalah
agen etiologi dermatofitosis yang paling umum. T. Rubrum adalah yang paling
umum yang ditemukan di tinea corporis, tinea cruris dan tinea capitis. T.
Mentagrophytes adalah agen yang paling umum yang ditemukan di tinea unguium.
E. Floccosum juga merupakan agen etiologi dalam kasus tinea corporis dan tinea
unguium.

Anda mungkin juga menyukai