Anda di halaman 1dari 5

Nama : Aliyah Nurulhuda

NIM : 07041381722171

Mata Kuliah : Hukum Internasional

Sumber-Sumber Hukum Internasional

Menurut Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional.Sumber Hukum Internasional


menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional adalah terdiri dari :

A. Sumber Primer, terdiri :


1. Konvensi Internasional
2. Kebiasaan Internasional
3. Azas-azas Hukumm Umum
B. Sumber Sekunder, terdiri :
4. Ajaran para sarjana/doktrin
5. Keputusan Peradilan1

I. Konvensi Internasional

Perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan


untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. Perjanjian yang dibuat antar negara
dengan negara dapat dikelompokan dalam beberapa macam ditinjau dari berbagai
segi, yaitu :
1. Jumlah pihak yang terikat dalam perjanjian
2. Kaedah hukum yang timbul dari perjanjian
3. Cara atau prosedur pembentukan perjanjian
4. Jangka waktu berlakunya perjanjian2
Dari segi jumlah pesertanya, akan melahirkan dua jenis perjanjian yaitu :
perjanjian bilateral dan perjanjian multiteral. Contoh perjanjian bilateral; Perjanjian
antara Indonesia dengan Negara tetangga, Malayasia (1969), Australia (1971-1973)
dan India (1974 &1977). Sedangkan perjanjian multilateral; Konvensi Wina tahun

1
Syahmin AK dan Usmawadi, Hukum Internasional, Bagian Hukum Internasional FH UNSRI,
Palembang, 2015, hlm. 65
2
Ibid, 70
1961 tentang Hubungan Diplomatik, Konvensi Hukum Laut 1982 dan Konvensi
Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional.

Dari segi kaedah hukum yang lahir, terbagi dua perjanjian, yaitu:
1. treaty contract
dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian dalam hukum
perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang mengadakan
perjanjian itu. Contoh treaty contract misalnya perjanjian mengenai
dwikewarganegaraan, perjanjian perbatasan, perjanjian perdagangan, perjanjian
pemberantasan, penyeludupan.
2. law making treaties
dimaksudkan perjanjian yang meletakkan ketentuan atau kaidah hukum
bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Contohnya ialah Konvensi tahun
1949 mengenai Perlindungan Korban Perang, Konvensi-konvensi tahun 1958
mengenai Hukum Laut, Konvensi Vienna 1961 mengenai hubungan diplomatik.

Dari segi tahap atau prosedur pembentukan terdiri dari dua tahap dan tiga tahap
1. Perjanjian dua tahap, yaitu perjanjian yang hanya dari negosiasi lalu
penandatanganan
2. Perjanjian tiga tahap, yaitu perjanjian yang dimulai negosiasi,
penandatangan dan pengesahan.

Berakhirnya traktat/perjanjian internasional :


 Telah tercapainya tujuan dari traktat.
 Habis berlakunya traktat tersebut.
 Punahnya salah satu pihak atau punahnya objek traktat.
 Adanya persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri traktat
 Diadakannya traktat yang baru untuk mengakhiri traktat yang terdahulu
 Dipenuhinya syarat-syarat uuntuk berakhirnya traktat
 Diakhirinya traktat secara sepihak dan diterima pengakhirannya oleh
pihak lain3

3
Ibid, 71
II. Kebiasaan Internasional
Berdasarkan pasal 38 (1) sub b, mengatakan bahwa hukum kebiasaan
internasional adalah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum
yang diterima sebagai hukum. Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan
internasional itu merupakan sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur sebagai
berikut:
1)      Harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum;
2)      Kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum.

Dari perincian di atas dapatlah dikatakan bahwa supaya kebiasaan internasional itu
merupakan sumber hukum internasional, harus dipenuhi dua unsur, yang masing-
masing dapat kita namakan unsur material dan unsur psikologis, yaitu kenyataannya
adanya kebiasaan yang bersifat umum dan diterimanya kebiasaan internasional itu
sebagai hukum. Jelaslah, bahwa dipenuhinya unsur pertama saja yaitu kebiasaan
internasional tidak melahirkan hukum. Jika kebiasaan itu tidak diterima sebagai
hukum, terdapat suatu kebiasaan yang dapat merupakan suatu kesopanan
internasional. Misalnya, kebiasaan memberikan sambutan kehormatan waktu
menerima tamu Negara merupakan kebiasaan banyak Negara. Akan tetapi, seorang
tamu tidak dapat menuntut supaya ia disambut dengan tembakan meriam. Karena
kebiasaan itu merupakan suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional.

Dilihat secara praktis suatu kebiasaan internasional dapat dikatakan diterima


sebagai hukum apabila Negara-negara itu tidak menyatakan keberatan terhadapnya.
Keberatan ini dapat dinyatakan dengan berbagai cara misalnya dengan jalan
diplomatic (protes) atau dengan jalan hukum. Dengan mengajukan keberatan
dihadapan suatu mahkamah.4

4
Ibid, 86
III. Azas-azas Hukum Umum

Azas Hukum umum adalah azas hukum yang bersumber dari hukum internasional
maupun hukum nasional serta azas hukum publik maupun hukum sipil. Dalam hukum
perjanjian dikenal azas “pacta sunt servanda”, azas bona fides kemudian diatur dalam
Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian. Dalam bidang laut dikenal azas
kebebasan di laut lepas (freedom on high sea) yang pada awalnya diintridusir oleh
Hugo De Grote. Adanya asas hukum umum sebagai sumber hukum primer tersendiri
disamping perjanjian dan kebiasaan internasional sangat penting bagi pertumbuhan
dan perkembangan hukum interasional sebagai system hukum positif. Pertama,
Mahkamah tidak dapat menyatakan non liquest, yakni menolak mengadili perkara
karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan. Berhubungan erat
dengan hal ini ialah kedudukan mahkamah internasional sebagai badan yang
membentuk dan menemukan hukum baru, diperkuat dengan adanya sumber hukum
yang ketiga ini. Keleluasaan bergerak yang diberikan oleh sumber hukum ini pada
mahkamah dalam membentuk hukum baru sangat berfaedah bagi perkembangan
hukum internasional.
5

IV. Ajaran Para Sarjana/Doktrin & Keputusan Peradilan

Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber


subsidier atau tambahan. Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana
dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional
mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber primer yakni perjanjian
internasional, kebiasaan dan asas hukum umum. Keputusan pengadilan dan
pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat, artinya tidak dapat menimbulkan
suatu kaidah hukum.
Walaupun keputusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan mengikat,
keputusan pengadilan internasional, terutama Mahkamah Internasional permanen
(Permanent Justice), Mahkamah Internasional (International Court of Justice),
Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court of Arbitration) mempunyai
pengaruh besar dalam perkembangan hukum internasional. Mengenai sumber
hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat
5
Ibid, 88
dikatakan bahwa penilitian dan tulisan yang dilakukan oleh para sarjana
terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan/ pedoman untuk menemukan
apa yang menjadikan hukum intrnasional walaupun ajaran para sarjana itu sendiri
tidak menimbulkan hukum.
6

6
Ibid, 89-92

Anda mungkin juga menyukai