Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH PERAWATAN PREOPERATIF,INTRAOPERATIF

DAN PASCAOPERATIF

NAMA : MUHAMMAD FAKHRIE KAMIL

NIM : 2019040065

KELAS : ANESTESI 3B

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN PKU


MUHAMMDIYAH SURAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan

jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan

leiomioma, fibriomioma atau fibroid (Prawirohardjo Sarwono,2009).

Salah satu masalah kesehatan pada kaum wanita yang insidensinya terus

meningkat adalah mioma uteri. Mioma uteri menempati urutan kedua

setelah kanker serviks berdasarkan jumlah angka kejadian penyakit.

Penelitian Marino (2004) di Italia melaporkan 73 kasus mioma uteri

dari 341 wanita terjadi pada usia 30-60 tahun dengan prevalensi 21,4%.

Penelitian Boynton (2005) di Amerika melaporkan 7.466 kasus mioma

uteri dari 827.348 wanita usia 25-42 tahun dengan prevalensi 0,9%.

Penelitian Pradhan (2006) di Nepal melaporkan 137 kasus mioma uteri

dari 1.712 kasus ginekologi dengan prevalensi 8%. Penelitian Okizei O

(2006) di Nigeria (Departement of Gynecology, University of Nigeria

Teaching Hospital Enugu) melaporkan mioma uteri 190 diantara 1.938

kasus ginekologi dengan prevalensi 9.8%. Penelitian Rani Akhil Bhat

(2006) di India (Departement of Obstetric and Gynecology, Kasturba

Medical College and Hospital) terdapat 150 kasus mioma uteri, dan 77

kasus terjadi pada wanita umur 40-49 tahun dengan prevalensi 51%, dan
45 kasus terjadi pada wanita umur lebih dari 50 tahun dengan prevalensi

30%.

Derajat kesehatan salah satunya didukung dengan kaum

wanita yang memperhatikan kesehatan reproduksi karena hal

tersebut berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Penyebab pasti

mioma uteri belum diketahui secara pasti, diduga merupakan

penyakit multifaktor karena memiliki banyak faktor dan resikonya

meningkat seiiring dengan bertambahnya usia.

Berdasarkan multifaktor tersebut, kewaspadaan wanita

terhadap resiko mioma uteri sangat dibutuhkan. Dalam hal ini peran

perawat berpengaruh dalam menjawab kebutuhan klien dengan

mioma uteri. Yaitu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada

klien dengan mioma uteri serta menjalankan fungsi perannya sebagai

health educator.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami dan menyusun Asuhan Keperawatan

Mioma Uteri.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN OPERASI
Preoperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai pre
operasi (pre bedah), intra operasi (bedah), dan post operasi (pasca bedah).
Pre bedah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan,
dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja
bedah. Intra bedah merupakan masa pembedaahan dimulai sejak ditransfer
ke meja bedah dan berakhir saat pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pasca
bedah merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak
pasien memasuki ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi
selanjutnya.

B. JENIS-JENIS OPERASI (PEMBEDAHAN)


a. Jenis-Jenis Pembedahan Berdasarkan Lokasi
Berdasarkan lokasinya, pembedahan dapat dibagi menjadi bedah toraks
kardiovaskuler, bedah neurologi, bedah ortopedi, bedah urologi, bedah
kepala leher, bedah digestif, dan lain-lain.

b. Jenis-Jenis Pembedahan Berdasarkan Tujuan


Berdasarkan tujuannya, pembedahan dapat dibagi menjadi :
1) Pembedahan diagnosis, ditunjukan untuk menentukan sebab terjadinya
gejala penyakit seperti biopsy, eksplorasi, dan laparotomi.
2) Pembedahan kuratif, dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit.
Misalnya pembendahan apendektomi.
3) Pembedahan restoratif, dilakukan untuk memperbaiki deformitas,
menyambung daerah yang terpisah.
4) Pembedahan paliatif, dilakukan untuk mengurangi gejala tanpa
menyembuhkan penyakit.
5) Pembedahan kosmetik, dilakukan untuk memperbaiki bentuk dalam tubuh
seperti rhinoplasti.

C. ANASTESIA
Anestesia adalah penghilangan kesadaran sementara sehingga
menyebabkan hilang rasa pada tubuh tersebut. Tujuannya untuk penghilang
rasa sakit ketika dilakukan tindakan pembedahan. Hal yang perlu
diperhatikan yaitu dosis yang diberikan sesuai dengan jenis pembedahan
atau operasi kecil/besar sesuai waktu yang dibutuhkan selama operasi
dilakukan.
Jenis-jenis anestesia
a) Anestesia umum, dilakukan umtuk memblok pusat kesadaran otak dengan
menghilangkan kesadaran, menimbulkan relaksasi, dan hilangnya rasa.
b) Anestesia regional, dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan sadar
untuk meniadakan proses konduktivitas pada ujung atau serabut saraf
sensoris di bagian tubuh tertentu, sehingga dapat menyebabkan adanya
hilang rasa pada daerah tubuh tersebut.
c) Anestesia lokal, dilakukan untuk memblok transmisi impuls saraf pada
daerah yang akan dilakukan anestesia dan pasien dalam keadaan sadar.
d) Hipoanestesia, dilakukan untuk membuat status kesadaran menjadi pasif
secara artifisial sehingga terjadi peningkatan ketaatan pada saran atau
perintah serta untuk mengurangi kesadaran sehingga perhatian menjadi
terbatas.
e) Akupuntur, anestesia yang dilakukan untuk memblok rangsangan nyeri
dengan merangsang keluarnya endorfin tanpa menghilangkan kesadaran.

2.1 Anatomi Uterus

Uterus (rahim) merupakan organ yang tebal, berotot,

berbentuk buah pir, yang sedikit gepeng kearah muka belakang,

terletak di dalam pelvis antara rektum di belakang dan kandung

kemih di depan. Ukuran uterus sebesar telur ayam dan mempunyai

rongga. Dindingnya terdiri atas otot polos. Ukuran panjang uterus

adalah 7-7,5 cm lebar di atas 5,25 cm, tebal 1,25 cm. Berat uterus
normal lebih kurang 57 gram. Pada masa kehamilan uterus akan

membesar pada bulan-bulan pertama dibawah pengaruh estrogen dan

progesterone yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada

dasarnya disebabkan oleh hipertropi otot polos uterus, disamping itu

serabutserabut kolagen yang ada menjadi higroskopik akibat

meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus dapat mengikuti

pertumbuhan janin. Setelah Menopause, uterus wanita nullipara

maupun multipara, mengalami atrofi dan kembali ke ukuran pada

masa predolesen

2.1.1 Pembagian Uterus


1) Fundus Uteri (dasar rahim) : bagian uterus yang

proksimal yang terletak antara kedua pangkal saluran

telur.

2) Korpus Uteri : Bagian uterus yang membesar pada

kehamilan. Korpus uteri mempunyai fungsi utama

sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang

terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau

rongga rahim.

3) Serviks Uteri : Ujung serviks yang menuju puncak

vagina disebut porsio,hubungan antara kavum uteri dan

kanalis servikalis disebut ostium uteri yaitu bagian

serviks yang ada di atas vagina.


2.1.2 Pembagian Dinding Uterus
1) Endometrium di korpus uteri dan endoserviks di

serviks uteri. Endometrium terdiri atas epitel kubik,

kelenjar-kelenjar, dan jaringan dengan banyak

pembuluh-pembuluh darah yang berlekuk-lekuk.

Dalam masa haid endometrium untuk sebagian besar

dilepaskan, untuk kemudian tumbuh menebal dalam

masa reproduksi pada kehamilan dan pembuluh darah

bertambah banyak yang diperlukan untuk memberi

makanan pada janin.

2) Miometrium (lapisan otot polos) di sebelah dalam

berbentuk sirkuler, dan disebelah luar berbentuk

longitudinal. Diantara kedua lapisan ini terdapat

lapisan otot oblik, berbentuk anyaman. Lapisan otot

polos yang paling penting pada persalinan oleh karena

sesudah plasenta lahir berkontraksi kuat dan menjepit

pembuluh-pembuluh darah yang ada di tempat itu dan

yang terbuka.

3) Lapisan serosa (peritoneum viseral) terdiri dari lima

igamentum yang menfiksasi dan menguatkan uterus

yaitu:

a. Ligamentum kardinale kiri dan kanan yakni

ligamentum yang terpenting, mencegah supaya


uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat

tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak

vagina kea rah lateral dinding pelvis.

Didalamnya ditemukan banyak pembuluh

darah, antara lain vena dan arteria uterine.

b. Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan

yakni ligamentum yang menahan uterus supaya

tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks

bagian belakang kiri dan kanan kearah sarkum

kiri dan kanan. Ligamentum rotundum kiri dan

kanan yakni ligamentum yang menahan uterus

agar tetap dalam keadaan antofleksi, berjalan

dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke

daerah inguinal waktu berdiri cepat karena

uterus berkontraksi kuat.

c. Ligamentum latum kiri dan kanan yakni

ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari

uterus kearah sisi, tidak banyak mengandung

jaringan ikat.

d. Ligamentum infundibulo pelvikum yakni

ligamentum yang menahan tuba fallopi,

berjalan dari arah infundibulum ke dinding


pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf,

saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarikal

2.2 Definisi Mioma Uteri

Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan

jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan

leiomioma, fibriomioma atau fibroid (Prawirohardjo Sarwono,2009).

Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus

dan jaringan ikat yang menumnpang, sehingga dalam

kepustakaan dikenal dengan istilah Fibromioma, leiomioma, atau

fibroid (Mansjoer, 2007).

Myoma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari otot rahim

(miometrium) atau jaringan ikat yang tumbuh pada dinding atau di

dalam rahim. (Lina Mardiana, 2007)


2.3 Klasifikasi

Berdasarkan letaknya mioma uteri dibagi atas:

1) Mioma sub mukosum

Mioma yang berada di bawah lapisan mukosa

uterus/endometrium dan tumbuh kearah kavun uteri. Hal ini

menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan besar kavum

uteri. Bila tumor ini tumbuh dan bertangkai, maka tumor

dapat keluar dan masuk ke dalam vagina yang disebut mioma

geburt.

Mioma submukosum walaupun hanya kecil selalu

memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan

sulit dihentikan, sehingga sebagai terapinya dilakukan

histerektomi. Mioma uteri dapat tumbuh bertangkai menjadi

polip, kemudian dilahirkan melalui serviks (mioma geburt).

2) Mioma intramural
Berada diantara serabut miometrium.Disebut juga

sebagai mioma intraepitalial, biasanya multiple. Apabila

masih kecil, tidak merubah bentuk uterus, tapi bila besar akan

menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar

dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan

gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena

adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah.

3) Mioma subserosum

Lokasi tumor di sub serosa korpus uteri. Dapat hanya

sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang

dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan

kearah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum, dan

disebut sebagai mioma intraligamen. Mioma yang cukup

besar akan mengisi rongga peritoneum sebagai suatu massa.

Perlekatan dengan ementum di sekitarnya menyebabkan

sisten peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum.

Akibatnya tangkai semakin mengecil dan terputus, sehingga

mioma terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas

dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai

mioma jenis parasitik

Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga

menonjol ke permukaan uterus dan diliputi serosa. Mioma


subserosum dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum

latum menjadi mioma intra ligamenter. Mioma subserosum

dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain setelah lepas

dari uterus, misalnya ke ligamentum atau omentum dan

kemudian bebas disebut wondering / parasitic fibroid.

(Sarwono, 2005).

2.4 Etiologi

Walaupun mioma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab

yang pasti, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz

dikatakan bahwa mioma uteri terjadi terjadi tergantung pada sel-sel

imatur yang terdapat pada “cell Nest” yang selanjutnya dapat

dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen. Namun demikian,

beberapa faktor yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya

mioma adalah wanita usia 35-45 tahun, hamil pada usia muda,

genetik, zat-zat karsinogenik, sedangkan yang menjadi pencetus dari

terjadinya mioma uteri adalah adanya sel yang imatur.

Teori Mayer dan Snoo, rangsangan “sell nest” oleh estrogen, faktor:

1) Tak pernah dijumpai sebelum menstruasi

2) Atropi setelah menopause

3) Cepat membesar saat hamil


4) Sebagian besar masa reproduktif (Bagus, 2002).

Faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2

teori yang berpendapat :

1. Teori stimulasi

Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi, mengingat

bahwa:

1) Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil

2) Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche

3) Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause

4) Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan

mioma uteri.

Penyebab dari mioma pada rahim masih belum diketahui.

Beberapa penelitian mengatakan bahwa masing-masing mioma

muncul dari 1 sel neoplasma soliter (satu sel ganas) yang berada

diantara otot polos miometrium (otot polos di dalam rahim).

Selain itu didapatkan juga adanya faktor keturunan sebagai

penyebab mioma uteri. Pertumbuhan dari leiomioma berkaitan

dengan adanya hormone estrogen. Tumor ini menunjukkan

pertumbuhan maksimal selama masa reproduksi, ketika

pengeluaran estrogen maksimal. Mioma uteri memiliki

kecenderungan untuk membesar ketika hamil dan mengecil


ketika menopause berkaitan dengan produksi dari hormon

estrogen. Apabila pertumbuhan mioma semakin membesar

setelah menopause maka pertumbuhan mioma ke arah keganasan

harus dipikirkan. Pertumbuhan mioma tidak membesar dengan

pemakaian pil kontrasepsi kombinasi karena preparat progestin

pada pil kombinasi memiliki efek anti estrogen pada

pertumbuhannya. Perubahan yang harus diawasi pada leiomioma

adalah perubahan ke arah keganasan.

yang berkisar sebesar 0,04%.

2. Teori Cellnest atau genitoblas

Terjadinya mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur

yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang

terus menerus oleh estrogen. (Prawirohardjo, 2002).

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor

yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri,

yaitu :

1. Umur :

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,

ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.

Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45

tahun.

2. Paritas :
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang

relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan

infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma

uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan

ini saling mempengaruhi.

3. Faktor ras dan genetik :

Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam,

angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras,

kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga

ada yang menderita mioma.

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala klinik mioma uteri adalah:


1) Perdarahan tidak normal

Merupakan gejala yang paling umum dijumpai. Gangguan

perdarahan yang terjadi umumnya adalah: menoragia, dan

metrorargia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan

ini antara lain adalah: pengaruh ovarium sehingga terjadilah

hiperplasia endometrium, permukaan endometrium yang lebih

luas dari pada biasa, atrofi endometrium, dan gangguan kontraksi

otot rahim karena adanya sarang mioma di antara serabut

miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang

melaluinya dengan baik. Akibat perdarahan penderita dapat


mengeluh anemis karena kekurangan darah, pusing, cepat lelah,

dan mudah terjadi infeksi

a. Hipermenorea perdarahan banyak saat menstruasi

b. Meluasnya permukaan endometrium dalam proses

menstruasi

c. Gangguan kontraksi otot rahim

d. Perdarahan berkepanjangan

Akibat perdarahan penderita dapat mengeluh

anemis karena kekurangan darah, pusing, cepat

lelah dan mudah terjadi infeksi.

2) Penekanan rahim yang membesar

Penekanan rahim karena pembesaran mioma uteri dapat

terjadi:

a. Terasa berat di abdomen bagian bawah

b. Sukar miksi atau defekasi

c. Terasa nyeri karena tertekannya urat syaraf

Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat miomauteri.

Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuria,

padauretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat

menyebabkanhidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat

menyebabkan obstipasi dantenesmia, pada pembuluh darah dan


pembuluh limfe di panggul dapatmenyebabkan edema tungkai

dan nyeri panggul.

3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan

Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses

saling mempengaruhi:

a. Kehamilan dapat mengalami keguguran

b. Persalinan prematurus

c. Gangguan saat proses persalinan

d. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan

infertilitas

e. Kala ke tiga terjadi gangguan pelepasan plasenta

dan perdarahan

2.6 Patofisiologi

Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih

banyakdibanding miometrium normal. Teori “Cell Nest” atau teori

“Genitoblat” membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata

menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur.

Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti

konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan


pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder

pada mioma uteri sebagian besar bersifat degeneratif karena

berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma

terdiri dari mioma submukosum, intramuskular dan subserosum.

Ammature muscle cell nest dalam miometrium akan

berproliferasi hal tersebut diakibatkan oleh rangsangan hormon

estrogen. ukuran myoma sangat bervariasi. sangat sering ditemukan

pada bagian body uterus (corporeal) tapi dapat juga terjadi pada

servik. Tumot subcutan dapat tumbuh diatas pembuluh darah

endometrium dan menyebabkan perdarahan. Bila tumbuh dengan

sangat besar tumor ini dapat menyebabkan penghambat terhadap

uterus dan menyebabkan perubahan rongga uterus. Pada beberapa

keadaan tumor subcutan berkembang menjadi bertangkai dan

menonjol melalui vagina atau cervik yang dapat menyebabkan

terjadi infeksi atau ulserasi. Tumor fibroid sangat jarang bersifat

ganas, infertile mungkin terjadi akibat dari myoma yang

mengobstruksi atau menyebabkan kelainan bentuk uterus atau tuba

falofii. Myoma pada badan uterus dapat menyebabkan aborsi secara

spontan, dan hal ini menyebabkankecilnya pembukaan cervik yang

membuat bayi lahir sulit.

2.7 Pathway
2.8 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mansjoer (2002), pemeriksaan yang dilakukan pada


kasus Mioma Uteri adalah :

1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb turun, Albumin turun,

Lekosit turun/meningkat, Eritrosit turun.

2. USG (Ultrasonografi) : terlihat massa pada daerah uterus.


3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba

massa, konsistensi dan ukurannya.

4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma

tersebut.

5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang

dapat menghambat tindakan operasi.

6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat

mempengaruhi tindakan operasi.

7. Ultrasonografi

Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat

dalam menetapkan adanya Mioma Uteri. Ultrasonografi

transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yng kecil. Uterus

atau massa yang paling besar paling baik diobservasi melalui

ultrasonografi transabdominal. Mioma Uteri secara khas

menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan

irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya

klasifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan

akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik.

8. Histeroskopi

Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya Mioma Uteri

submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut

sekaligus dapat diangkat.


9. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan

lokasi mioma, tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma

tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat dibedakan

dari miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil

3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma

submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada

kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.

2.9 Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia

2. Torsi ( putaran tungkai mioma ) dari :

1) Mioma uteri, subsemsa

2) Mioma uteri subumatosa

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul

gangguans irkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan

demikian terjadilah syndrome abdomen akut. Jika torsi terjadi

perlahan-lahan gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya

dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang

mioma dalam rongga peritoneum.

Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang

diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya


terjadi pada mioma yang menyebabkan perdarahan berupa

metroragia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang

disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri

3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan

infeksi

4. Pengaruh timbale balik mioms dan kehamilan

1) Pengaruh mioma terhadap kehamilan

2) Infeksi

3) Abortus

4) Persalinan premature dan kelaianan letak

5) Infeksia uteria

6) Gangguan jalan persalinan

7) Retensi plasenta

5.Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri bertangkai

2.10 Penatalaksaaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu :

1. Penatalaksanaan koservatif sebagai berikut :

a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik

setiap 3-6 bulan

b. anemia, Hb < 89 % tranfusi PRC

c. Pemberian zat besi


d. Penggunaan agonis GnRH lenprotid asetat 3,75 mg 1M

pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak 3

kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan

menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi

genedropin dan menciptakan keadaan hipohistrogonik

yang serupa yang ditekankan pada periode

postmenopause efek maksimum dalam mengurangi

ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi

GnRH . Ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan,

karena memberikan beberapa keuntungan , mengurangi

kehilangan darah selama pembedahan, dan dapat

mengurangi kebutuhan akan transfuse darah, namun

obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang

meningkat dan osteoporosis pada waktu tersebut.

2. Penatalaksanaan operatif bila

a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14

minggu

b. Pertumbuhan tumor ceppat

c. Mioma subserosa, bertangkai, dan torsi

d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya

e. Hipermenoria pada mioma submukosa

f. Penekanan pada organ sekitarnya


3. Radioterapi.

a. Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat

dioperasi (bad risk patient).

b. Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan.

c. Bukan mioma jenis submukosa

d. Tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada

rectum.

e. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat

menyebabkan menopause.

4. Operasi

a. Miomektomi

Miomektomiadalahpengambilansarangmiomatanpapen

gangkatanrahim/uterus (Rayburn, 2001).

Miomektomilebihsering di lakukanpadapenderitamioma

uteri secaraumum.

Miomektomidilakukanpadawanitayangmasihmenginginka

nketurunan. Syaratnyaharusdilakukankuretasedulu,

untukmenghilangkankemungkinankeganasan.

KERUGIAN:

a) Melemahkandinding uterus,

sehinggadapatmenyebabkan rupture uteri

padawaktuhamil.
b) Menyebabkanperlekatan.

c) Residif.

b. Histerektomi/ PengangkatanRahim

Histerektomi

adalahtindakanoperatifyangdilakukanuntukmengangkatrah

im, baik sebagian (subtotal) tanpaserviks uteri

ataupunseluruhnya (total) berikutserviks uteri

(Prawirohardjo, 2001).

Histerektomi dapatdilakukanbilapasien tidak

menginginkananaklagi,

danpadapenderitayangmemilikimiomayangsimptomatikata

uyangsudahbergejala.

Histrektomidilakukanpadamiomayangukurannyabesardan

multipel. Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan satu

atau kedua ovarium, maksudnya adalah untuk menjaga

agar tidak terjadi menopause sebelum waktunya dan

menjaga gangguan coronair atau arteriosklerosis umum.

Sebaiknya dilakukan histerektomi total, kecuali bila

keadaan tidak mengijinkan bisa dilakukan histerektomi

supravaginal. Untuk menjaga kemungkinan keganasan


pada cervix, sebaiknya dilakukan pap smear pada waktu

tertentu.

Ada dua cara histerektomi, yaitu :

1) Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor

besar terutama mioma intraligamenter, torsi dan

akan dilakukan ooforektomi

2) Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil

(ukuran < uterus gravid 12 minggu) atau disertai

dengan kelainan di vagina misalnya rektokel,

sistokel atau enterokel (Callahan, 2005).

Kriteria menurut American College of Obstetricians

Gynecologists (ACOG) untuk histerektomi adalah sebagai

berikut :

1) Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik

atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan

oleh pasien.

2) Perdarahan uterus berlebihan, meliputi

perdarahan yang banyak dan bergumpal-gumpal

atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan

anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.


3) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri

meliputi nyeri hebat dan akut, rasa tertekan

punggung bawah atau perut bagian bawah yang

kronis dan penekanan pada vesika urinaria

mengakibatkan frekuensi miksi yang sering

(Chelmow, 2005).

5. Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil

Selamakehamilan, terapiawalyangmemadaiadalahtirahbaring,

analgesia danobservasiterhadapmioma.

Penatalaksanaankonservatifselalulebihdisukaiapabilajaninimatur.

Seksiosesareamerupakanindikasiuntukkelahiranapabilamioma uteri

menimbulkankelainanletakjanin, inersia uteri atauobstruksimekanik.

2.11 Pencegahan

1. Pencegahan Primordial

Pencegahan ini dilakukan pada perempuan yang belum

menarche atau sebelum terdapat resiko mioma uteri. Upaya yang

dapat dilakukan yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi

serat seperti sayuran dan buah.

2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan awal pencegahan sebelum

seseorang menderita mioma. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan

dengan penyuluhan mengenai faktor-faktor resiko mioma terutama

pada kelompok yang beresiko yaitu wanita pada masa reproduktif.

Selain itu tindakan pengawasan pemberian hormone estrogen dan

progesteron dengan memilih pil KB kombinasi (mengandung

estrogen dan progesteron), pil kombinasi mengandung estrogen lebih

rendah dibanding pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan mioma

uteri berhubungan dengan kadar estrogen .

3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan untuk orang yang telah terkena

mioma uteri, tindakan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya

komplikasi. Pencegahan yang dilakukan adalah dengan melakukan

diagnosa dini dan pengobatan yang tepat.

4. Pencegahan Tertier

Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan setelah

penderita melakukan pengobatan. Umumnya pada tahap pencegahan

ini adalah berupa rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas hidup dan

mencegah timbulnya komplikasi. Pada dasarnya hingga saat ini

belum diketahui penyebab tunggal yang menyebabkan mioma uteri,

namun merupakan gabungan beberapa faktor atau multifaktor.

Tindakan yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas


hidup dan mempertahankannya. Penderita pasca operasi harus

mendapat asupan gizi yang cukup dalam masa pemulihannya.


BAB III

PEMBAHASAN

A. PERSIAPAN DAN PERAWATAN PREOPERATIF


Pre operasi (pre bedah) merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan
pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai
pasien di meja bedah.
Hal-hal yang perlu dikaji dalam tahap pra oprasi adalah pegetahuan tentang
persiapan pembedahan, dan kesiapan psikologis. Prioritas pada prosedur
pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan
persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang
berguna untuk mencegah ketidak tahuan klien tentang prosedur yang akan
dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari
klien dan keluarganya mengenai tindakan tersebut. Pengakajian secara
integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis
sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. Adapun
persiapan klien di unit perawatan meliputi :

1. Konsultasi dengan dokter obstetrik dan dokter anestesi

Semua ibu yang akan dioperasi harus diperiksa dokter obstetri dan dokter
anestesi sebelum operasi dilakukan. Anggota multidisiplin lainnya juga
dapat terlibat, misalnya fisioterapis.

2. Pramedikasi

Pramedikasi adalah obat yang diberikan sebelum operasi dilakukan.


Sebagai persiapan atau bagian dari anestesi. Pramedikasi dapat diresepkan
dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan, misalnya relaksan, antiemetik,
analgesik dll.

3. Perawatan kandung kemih dan usus

Konstipasi dapat terjadi sebagai masalah pascabedah setelah puasa dan


imobilisasi, oleh karena itu lebih baik bila dilakukan pengosongan usus
sebelum operasi. Kateter residu atau indweling dapat tetap dipasang untuk
mencegah terjadinya trauma pada kandung kemih selama operasi.

4. Mengidentifikasi dan melepas prostesis

Semua prostesis seperti lensa kontak, gigi palsu, kaki palsu, perhiasan dll
harus dilepas sebelum pembedahan. Selubung gigi juga harus dilepas
seandenya akan diberikan anestesi umum, karena adanya resiko terlepas
dan tertelan. Pakai gelang identitas, terutama pada ibu yang diperkirakan
akan tidak sadar dan disiapkan gelang identitas untuk bayi.

5. Persiapan Fisik

Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2
tahapan, yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi antara lain :

a. Status kesehatan fisik secara umum

Pemeriksaan status kesehatan secara umum meliputi identitas klien, riwayat


penyakit, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap; antara
lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi
ginjal dan hepatik, fungsi endokrin dan fungsi imunologi. Selain itu pasien
harus istirahat yang cukup karena pasien tidak akan mengalami stres fisik
dan tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darah pasien dapat stabil serta bagi pasien wanita tidak
akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status Nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat


badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin
dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi
harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang
cukup bagi perbaikan jaringan. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus
dikoreks sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup
untuk perbaikan.

Protein sangat penting untuk mengganti massa otot tubuh selama fase
katabolik setelah pembedahan, memulihkan volume darah dan protein
plasma yang hilang, dan untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat untuk
perbaikan jaringan dan daya tahan terhadao infeksi.

Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai


komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi
pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa
menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang
serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.

c. Keseimbangan cairan dan elektrolit

Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diperhatikan dalam kaitannya


dengan input dan output cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum harus
berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya diperiksa
adalah kadar natrium serum (normal : 135 – 145 mmol/l), kadar kalium
serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50
mg/dl).

Keseimbangan cairan dan elektrolit berkaitan erat dengan fungsi ginjal.


Ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit
obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan
dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri atau
anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda
menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa.

d. Kebersihan lambung dan kolon

Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi


keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan
dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema atau lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 – 8 jam. Tujuan
pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi
feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadi infeksi pasca
pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO
(segera) seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, pengosongan lambung
dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).

e. Pencukuran daerah operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya


infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak
dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.

(1) Pengertian

Pencukur rambut dilakukan untuk menghilangkan rambut tubuh yang


menjadi tempat mikroorganisme dan menghambat pandangan lengan
pembedahan.

(2) Tujuan

(a) Mencegah terjadinya infeksi


(b) Menurunkan angka terjadinya injuri saat operasi.
(3) Indikasi

a) Pencukuran daerah sekitar alat kelamin, dengan tidakan


apendiktomi, herniatomi, oretroliasis, pemasangan palte pada fraktur femur,
hemoroidektomi
b) Pemasangan infus sebelum pembedahan
c) Bulu mata sebelum operasi katarak

(4) Kontra Indikasi

a) Luka dengan Insisi.

(5) Persiapan alat

(a) Alat cukur biasa/ listrik


(b) Gunting
(c) Handuk
(d) Bola kapas
(e) Larutan antiseptik (tidak menjadi keharusan)
(f) Lampu portable
(g) Selimut mandi
(h) Bengkok
(i) Sketsel/Tirai Pasien.

(6) Prosedur

a) Inspeksi kondisi umum kulit bila terjadi lesi, iritasi, atau tanda infeksi,
pencukuran seharusnya tidak dilakukan. Kondisi ini meningkatkan
kemungkinan terhadap infeksi luka pasca operasi
b) Tinjau kembali pesanan dokter untuk memastikan area yang akan
dipotong. (tinjau prosedur ruang operasi sesuai kebijakan institusi)
area luas untuk pemotongan rambut tergantung pada tempat insisi,
tempat pembedahan.
c) Jelaskan mengenai prosedur dan rasionalisasinya untuk pemotongan
rambut diatas permukaan yang luas. Meningkatkan kerja sama dan
meminimalkan ansietas karena klien dapat berpikir insisi akan seluas
tempat pemotongan rambut.
d) Cuci tangan Mengurangi transmisi infeksi.
e) Tutup pintu ruangan atau tirai tempat tidur memberikan privasi pada
klien
f) Atur posisi tempat tidur yang sesuai (tempat tidur di tinggikan)
Menghindari bekerja sambil membungkuk dalam waktu yang lama.
g) Atur posisi pasien senyaman mungkin dengan posisi pembedahan.
Pemotongan rambut dan persiapan kulit dapat memerlukan waktu
beberapa menit.
h) Keringkan area yang dipotong dengan handuk. Menghilangkan
kelembaban, yang mempengaruhi kebersihan potongan dari
pemotongan.
i) Pegang pemotong pada tangan dominan, sekitar 1 cm diatas kulit, dan
gunting rambut pada arah tumbuhnya. Mencegah penarikan rambut
dan abrasi kulit
j) Atur selimut sesuai kebutuhan. Mencegah pemajangan bagian tubuh
yang tidak perlu
k) Dengan ringan, sikat rambut yang tercukur dengan handuk.
Menghilangkan rambut yang terkontaminasi dan meningkatkan
kenyamanan klien memperbaiki penglihatan terhadap area yang
dipotong
l) Bila memotong area diatas permukaan tubuh (missal umbilicus atau
lipat paha) bersihkan lipatan dengan aplikator berujung kapas yang
telah dicelupkan ke arah larutan antiseptik, kemudian dikeringkan.
Menghilangkan secret, kotoran, dan sisa potongan rambut, yang
menjadi tempat pertumbuhan mikroorganisme.
m) Berikan klien bahwa prosedur telah selesai. Menghilangkan ansietas
klien
n) Bersihkan dan rapikan peralatan sesuai kebijakan institusi, buang
sarung tangan. Pembuangan peralatan yang kotor sesuai tempatnya
mencegah penyebaran infeksi dan mengurangi resiko cidera.
o) Inspeksi kondisi kulit setelah menyelesaikan pemotongan rambut.
Menentukan bila terdapat sisa rambut atau bila kulit terpotong
p) Dokumentasikan prosedur (nama, waktu, area yang dipotong atau
dicukur, dan kondisi kulit sebelum dan sesudah tindakan)
q) Hal yang perlu diperhatikan
r) Lakukan kewaspadaan ekstra bila klien memiliki kecenderungan
perdarahan sebelumnya seperti pada leukemia, anemia aplikasi, atau
hemofilia atau telah menerima terapi anti koagulan. Bila klien
memiliki kecenderungan perdarahan atau pada terapi antikoagulan,
pencukuran kering mungkin dianjurkan

f. Personal Hygine

Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena


tubuh yang kotor dapat menjadi sumber kuman dan mengakibatkan infeksi
pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat
diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan
lebih seksama. Sebaliknya, jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan
personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan
pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

g. Pengosongan kandung kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan


kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga
diperlukan untuk mengobservasi keseimbangan cairan.

h. Latihan Fisik
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini
sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi
pascaoperasi, seperti nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada
tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara
lain latihan nafas dalam, latihan batuk efektif dan latihan gerak sendi.

i.Pemeriksaan Status Anastesi


Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk
keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi
kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik
yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA ( American Society of Anasthesiologist ).
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya
akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
Kelas Status Fisik
Seorang pasien yang normal dan sehat, selain penyakit
ASA I
yang akan dioperasi.
Seorang pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai
ASA II
sedang.
Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang
ASA III
belum mengancam jiwa.
Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang
ASA IV
mengancam jiwa.
Penderita sekarat yang mungkin tidak bertahan dalam
ASA V
waktu 24 jam dengan atau tanpa pembedahan, kategori ini
meliputi penderita yang sebelumnya sehat, disertai dengan
perdarahan yang tidak terkontrol, begitu juga penderita
usia lanjut dengan penyakit terminal.

j. Inform Consent/Izin Persetujuan Operasi


Selain dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang terhadap pasien hal yang
paling penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab adalah
inform consent. Baik pasien maupu keluarganya harus menyadari bahwa
tindakan medis dan operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena
itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis wajib menuliskan
surat pernyataan persetujuan dilakukanya tindakan medis. Informed consent
sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum,
maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib
untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya
apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan
keluarga melalui segala resiko dan konsekuensinya. Jika petugas belum
menjelaskan secara detail maka pihak keluarga harus betul-betul perlu
menanyakanya pada petugas sehingga paham. Hal ini perlu dilakukan agar
tidak terjadi sesuatu yang buruk dikemudian hari jika operasi tak berjalan
sesuai harapan.

6. Persiapan Psikis (Mental)

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.Tindakan pembedahan merupakan
ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat
membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C.
Long). Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan
ketakutan antara lain :Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami
kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan
tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. Pasien
wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi
lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda.Takut /
ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.

B.PERSIAPAN DAN PERAWATAN INTRA OPERATIF


1) Melakukan pemeriksaan kembali nama pasien, data diagnosa
dan rencana operasi.
2) Mengenalkan pasien kepada dokter spesialis anestesiologi,
dokter ahli bedah, dokter asisten dan perawat instrumen.
3) Memberikan dukungan moril, menjelaskan tindakan induksi yang akan
dilakukan dan menjelaskan fasilitas yang ada di
sekitar meja operasi.
4) Memasang alat-alat pemantau (antara lain tensimeter, ECG
dan alat lainnya sesuai dengan kebutuhan).
5) Mengatur posisi pasien bersama-sama perawat bedah sesuai
dengan posisi yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan.
6) Mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilakukan.
Selama tindakan anestesi perawat anestesi wajib:
1) Mencatat semua tindakan anestesia.
2) Berespon dan mendokumentasikan semua perubahan fungsi
vital tubuh pasien selama anestesia/pembedahan. Pemantauan meliputi
sistem pernapasan, sirkulasi, suhu, keseimbangan cairan, perdarahan,
produksi urine dan lain-lain.
3) Berespon dan melaporkan pada dokter spesialis anestesiologi bila
terdapat tanda-tanda kegawatan fungsi vital tubuh pasien agar dapat
dilakukan tindakan segera.
4) Melaporkan pada dokter yang melakukan pembedahan tentang
perubahan fungsi vital tubuh pasien dan tindakan yang diberikan selama
anestesia.
5) Mengatur dosis obat anestesi atas pelimpahan wewenang dokter.
6) Menanggulangi keadaan perawat darurat.
Pengakhiran anestesi meliputi :
1) Memantau tanda vital secara lebijh intensif.
2) Menjaga jan nafas supaya tetap bebas.
3) Menyiapkan alat-alat dan obat-obat untuk pengakhiran anestesia dan atau
ekstubasi.
4) Melakukan pengakhiran anestesia dan atau sekstubai sesuai kewenangan
yang diberikan.

C.PERSIAPAN DAN PERAWATAN PASCA OPERATIF


Post operasi adalah masa yang dimulai ketika masuknya pasien
keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan
klinik ataudirumah. Setelah pembedahan, perawatan klien dapat menjadi
kompleks akibatfisiologis yang mungkin terjadi. Untuk mengkaji kondisi
pasca atau post operasiini, perawat mengandalkan informasi yang berasal
dari hasil pengkajian keperawatan preoperative. Pengetahuan yang dimiliki
klien tentang prosedur pembedahan dan hal - hal yang terjadi selama
pembedahan berlangsung.Informasi ini membantu perawat mendeteksi
adanya perubahan. Tindakan pasca operasi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu
periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase pasca
operasi. Untuk klien yang menjalani bedah sehari, pemulihan normalnya
terjadi dalam 1 sampai 2 jam dan penyembuhan dilakukan di rumah. Untuk
klien yang dirawat di rumah sakit pemulihan terjadi selama beberapa jam
dan penyembuhan berlangsung selama 1hari atau lebih tergantung pada
luasnya pembedahan dan respon klien. Setelah tindakan pembedahan (pra
oprasi), beberapa hal yang perlu dikaji diantaranya adalah status kesadaran,
kualitas jalan napas, sirkulasi dan perubahan tanda vital yang lain,
keseimbangan elektrolit, kardiovaskular, lokasi daerah pembedahan dan
sekitarnya, serta alat-alat yang digunakan dalam pembedahan. Selama
periode ini proses asuhan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada
keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan
komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien
kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.

Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah


masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan
penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah
komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau
membahayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini,
asuhan postoperasi sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu
sendiri.
A. Faktor yang Berpengaruh Postoperasi
o Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan
mayo/gudel.
o Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian
bantuan nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul.
o Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan
pemberian caiaran plasma ekspander.
o Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui
keadaan pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau
muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga
perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat
penting untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi
perdarahan yang dialami pasien.
o Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran
klien. Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan,
seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan
yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait
dengan fungsi eleminasi pasien.
o Mempertahanakan kenyamanan dan mencegah resiko injury
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan,
disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada
tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya
sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang
tepat juga kolaborasi dengan medi terkait dengan agen pemblok
nyerinya.

B. Tindakan:
1. Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri
dapat dilakukan manajemen luka. Amati kondisi luka operasi dan
jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal.
Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan
pengangkatan jahitan. Kemudian memperbaiki asupan makanan
tinggi protein dan vitamin C. Protein dan vitamin C dapat membantu
pembentukan kolagen dan mempertahankan integritas dinding
kapiler.
2. Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan napas,
tarik napas yang dalam dengan mulut terbuka, lalu tahan napas
selama 3 detik dan hembuskan. Atau, dapat pula dilakukan dengan
menarik napas melalui hidung dan menggunakan diafragma,
kemudian napas dikeluarkan secara perlahan-lahan melalui mulut
yang dikuncupkan.
3. Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang
berisiko tromboflebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu
lama dan harus meninggikan kaki pada tempat duduk guna untuk
memperlancar vena.
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan
memberikan cairan sesuai kebutuhan pasien, monitor input dan
output , serta mempertahankan nutrisi yang cukup.
5. Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupan dan
output, serta mencegah terjadinya retensi urine.
6. Mobilisasi dini, dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga
batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi
neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
Mempertahankan aktivitas dengan latihan yang memperkuat otot
sebelum ambulatori.
7. Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi
secara terapeutik.
8. Rehabilitasi, diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi
pasien kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan
spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien
seperti sedia kala.
9. Discharge Planning. Merencanakan kepulangan pasien dan
memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal
yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan
kondis/penyakitnya post operasi.

Ada 2 macam discharge planning :


a. Untuk perawat/bidan : berisi point-point discahrge planing yang

diberikan kepada klien (sebagai dokumentasi)


b. Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan

lebih detail.

a. Perawatan Pasien Di Ruang Pemulihan / Recovery Room


Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien
post anaesthesi. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk
perawatan / observasi diruang pemulihan :
 Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada
pasien dengan pembiusan umum, sedang pada pasein dengan
anaesthesi regional posisi semi fowler.
 Pasang pengaman pada tempat tidur.
 Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.
 Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
 Beri O2 2,3 liter sesuai program.
 Observasi adanya muntah.
 Catat intake dan out put cairan.

b. Pengeluaran dari Ruang Pemulihan / Recovery Room

Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :

 Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.


 Tanda-tanda vital harus stabil.
 Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.
 Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.
 Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah
sempurna.
 Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus
dicatat dan dilaporkan.
 Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-masing.
 Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat
untuk kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat khusus yang
bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan.
 Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan
untuk menyiapkan dan menerima pasien tersebut.

c. Pengangkutan Pasien keruangan

Hal - hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan


antara lain :

 Keadaan penderita serta order dokter.


 Usahakan pasien jangan sampai kedinginan.
 Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga
bila muntah sewaktu - waktu, dan muka pasien harus terlihat
sehingga bila ada perubahan sewaktu - waktu terlihat.

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi

a) Pengkajian awal
1. Status Respirasi
Meliputi : Kebersihan jalan nafas, Kedalaman pernafasaan,
Kecepatan dan sifat pernafasan, Dan Bunyi nafas
2. Status sirkulator
Meliputi :Nadi, Tekanan, darah, Suhu,Warna kulit
3. Status neurologis
Meliputi : tingkat kesadaran
4. Balutan
Meliputi : Keadaan drain. Terdapat pipa yang harus disambung
dengan sistem drainase.
5. Kenyamanan
Meliputi :Terdapat nyeriMualMuntah
6. Keselamatan
Meliputi : Diperlukan penghalang samping tempat tidur. Kabel
panggil yang mudah dijangkau. Alat pemantau dipasang dan dapat
berfungsi.
7. Perawatan
Meliputi : Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
Sistem drainase : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat
penampung, sifat dan jumlah drainage.
8. Nyeri
Meliputi : Waktu Tempat.

9. Frekuensi.
10. Kualitas.
11. Faktor yang memperberat / memperingan.

B. Pengkajian Psikososial

Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari


prosedur pembedahan dan pengobatan, body image dan pola / gaya hidup.
Juga tanda fisik yang menandakan kecemasan termasuk denyut nadi,
tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah.

C. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat


medis, dan manifestasi klinik post operasi.

Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum anatara lain :

1. Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah


lengkap.
2. Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko
dehidrasi dan insufisisensi ginjal.

Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul


A. Diagnosa Umum

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari


anaesthesi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
4. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek
anaesthesi, obat-obatan ( penenang, analgesik ) dan imobilisasi
terlalu lama.

B. Diagnosa Tambahan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan


produksi sekret.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami
informasi.
3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
prosedur pembedahan.
4. Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika,
ketidaseimbangan elektrolit.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksoia, lemah, nyeri, mual.
7. Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pre operasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai
prebedah (preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pasca bedah
(postoperasi). Pre operasi merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan
pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai
pasien di meja bedah. Intrabedah merupakan masa pembedahan yang
dimulai sejak ditransfer ke meja bedah dan berakhir sampai pasien dibawa
ke ruang pemulihan. Pra oprasi merupakan masa setelah
dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang
pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Tingkat keberhasilan
pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling
ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter
anestesi, perawat/bidan) di samping peranan pasien yang kooperatif selama
proses perioperatif. Tindakan prebedah, bedah, dan pasca bedah yang
dilakukan secara tepat dan berkesinambungan akan sangat berpengaruh
terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.
B. Saran
Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan mewujud
nyatakan peran tenaga kesehatan yang prefesional, serta dapat
melaksanakan tugas – tugas dengan penuh tanggung jawab, dan selalu
mengembangkan ilmunyDAFTAR PUSTAKA
Maryunani, Anik. 2011. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan
(KDPK). Jakarta: CV Trans Info Media

Uliyah, Musrifatul, Alimul Hidayat Azis. 2011. Buku Ajar Ketrampilan


Dasar Praktik Klinik Kebidanan (KDPK). Surabaya: Health Book
Publishing.

http://fani-fawuz.blogspot.com/2014/02/makalah-asuhan-pada-pasien-pre-
intra.html

http://theurbanmama.com/articles/5-hal-yang-perlu-dipersiapkan-sebelum-
operasi-elektif-M20914.html

https://desafir.wordpress.com/2013/05/17/persiapan-pre-operasi-perawatan-
post-operasi/

Anda mungkin juga menyukai