Anda di halaman 1dari 3

TUGAS PRIBADI

MEMBUAT ANALISIS KEBIJAKAN


MATA KULIAH EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK
Nama Mahasiswa : PERI HIDAYAT
NIM : AP202010033
Dosen Pengampu : Haryo Setyoko, M.PA
Alamat Email : hsetyoko1975@gmail.com

ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH


TERKAIT PROGRAM KARTU PRAKERJA

Program Kartu Prakerja merupakan program pengembangan kompetensi kerja dan kewirausahaan yang
ditujukan untuk pencari kerja, pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja, dan/atau
pekerja/buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil.
Program ini tujuan utamanya sebenarnya ialah untuk mengurangi angka penganguran, akan tetapi
pelaksanaan Kartu Pra Kerja ini dipercepat untuk mengurangi dampak ekonomi dari wabah Virus
Covid-19.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Program Kartu Prakerja sebagai implementasi janji kampanye
Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan pengangguran,
terutama akibat keahlian pekerja yang seringkali tidak relevan dengan kebutuhan pasar tenaga
kerja.Pengangguran di Indonesia sendiri sudah mencapai 6,88 juta orang pada Februari lalu, naik 60
ribu orang dibanding tahun sebelumnya.Program ini sendiri menargetkan 5,6 Juta orang warga negara
Indonesia berusia 18 tahun yang sedang tidak menempuh pendidikan formal atau pencari kerja
muda.Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk program ini dengan jatah sebesar
Rp 3,55 juta untuk setiap peserta.

Dengan kriteria Evaluasi Kebijakan yang dirumuskan ole William N. Dunn yang mencakup efektifitas,
efisiensi, kesamaan, perataan, responsivitas dan ketepatan maka Analisa Saya sebagai Mahasiswa
SEKOLAH TINGGI ADMINISTRASI (STIA) Banten terkait kebijakan bantuan sosial untuk rakyat
yang terdampak oleh pandemi covid-19 yang bernama Kartu Prakerja adalah sebagai berikut :
1. Dari Aspek Efektifitas
Jika dilihat dari segi efektivitas nya maka program Kartu Prakerja kurang efektif, adapun alasannya :
1. Peserta tidak diarahkan ke industri unggulan.
Sebelum menawarkan pelatihan, pemerintah tidak mengumumkan industri spesifik apa
yang menjadi unggulan Indonesia, dalam jangka pendek dan jangka panjang, apakah itu sektor
manufaktur, perdagangan, atau jasa.
Page | 1
Hal ini menyebabkan peserta menentukan sendiri program pelatihan yang ingin diikuti,
tanpa mengetahui industri apa yang akan dikembangkan dan keahlian apa yang diperlukan oleh
industri tersebut. Sebagai contoh, “pelatihan ojek online” menempati permintaan
tertinggi .Padahal pasar ini mulai kelebihan tenaga kerja. Selain itu, program pelatihan tersebut
tidak menambah keahlian baru. Ketrampilan mengemudikan sepeda motor dan menggunakan
ponsel adalah keahlian dasar yang mayoritas sudah dimiliki pekerja muda.
2. Tidak memberikan informasi kepada peserta mengenai keahlian apa yang dibutuhkan oleh
industri potensial.
Pemerintah memberikan kebebasan kepada peserta Kartu Prakerja untuk memilih
pelatihan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan sesuai dengan informasi yang dimiliki
pekerja.Padahal, perkembangan teknologi telah mengubah jenis keterampilan yang
diharapkan di pasar tenaga kerja.
Dengan kebebasan yang diberikan, bisa saja pelatihan yang diinginkan oleh peserta
bukanlah jenis keterampilan yang dicari di pasar tenaga kerja, sehingga peserta tetap mengalami
kesulitan mendapatkan pekerjaan.
3. Desain dan konten pelatihan belum memastikan terpenuhinya ketrampilan yang dibutuhkan.
Dilihat dari judul-judul pelatihan yang banyak dibeli dan desain pelatihan yang
memberikan kebebasan kepada peserta untuk memilih, sangat mungkin peserta memilih
keahlian yang sebenarnya sudah dikuasai sebelumnya.
Apabila peserta memilih pelatihan yang sudah dikuasai, maka tujuan program untuk
mendapatkan keahlian baru, meningkatkan keterampilan di bidang yang telah ditekuni, atau
beralih bidang yang baru akan sulit dicapai.

2. Dari Aspek Efisiensi


Hal ini sangat tidak efisien. Pasalnya, banyak yang belum terakomodasi dari pelaksanaan
program Kartu Prakerja ini. Pelatihan Prakerja secara webinar tidak efisien dari sisi anggaran.
Dalam pelaksanaannya, kenaikan anggaran program Kartu Prakerja sebesar 100 persen dari Rp 10
triliun menjadi Rp 20 triliun.
Pelaksanaan program Kartu Prakerja yang dikemas dalam bentuk pelatihan online merupakan
salah satu bentuk pemborosan anggaran pemerintah. Padahal di sisi lain, Indonesia memerlukan
alokasi anggaran yang cukup besar untuk penanganan Covid-19. Sebaiknya anggaran bisa
disalurkan ke dalam bantuan penanganan Covid-19. Jangan malah terkesan pemerintah
menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak bisa diukur.
Dalam pelaksanaan pelatihan online di program Kartu Prakerja lebih menguntungkan berbagai
lembaga penyedia pelatihan ketimbang para pesertanya. Alasannya, berbagai lembaga pelatihan itu
mendapat keuntungan per peserta yang mengikuti sesi webinar secara daring (online).

3. Dari Aspek Adequacy (Kecukupan)


Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah dicapai sudah dirasakan
mencukupi dalam berbagai hal. Program Kartu Prakerja telah mampu meningkatkan kesejahteraan
keluarga secara dasar (memenuhi kebutuhan sehari hari) tetapi untuk dikatakan sebagai proses
pemberdayaan masih kurang karena tidak adanya tahap pendampingan serta proses evaluasi.

4. Dari Aspek Equity (Pemerataan)


Terlepas dari niat baik pemerintah, Saya melihat program ini sangat memihak pada kelompok
masyarakat ekonomi menengah yang tinggal di perkotaan. Berikut alasannya:
1. Distribusi kuota penerima terpusat di Pulau Jawa
Selama wabah COVID-19, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah pegawai
yang di-PHK dan dirumahkan mendekati angka 3 juta orang di seluruh Indonesia. Angka
tersebut belum termasuk jumlah orang yang setengah menganggur (8,1 juta) dan pekerja paruh
waktu (28,1 juta). Namun, data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menunjukkan
jumlah kuota penerima Kartu Prakerja lebih banyak di Pulau Jawa, yaitu mencapai 70%. Artinya
dari 5,6 juta kartu yang dibagi, hampir 4 juta akan didistribusikan di Pulau Jawa. Dari jumlah
itu, Provinsi DKI Jakarta mendapatkan kuota paling besar, sekitar 1,6 juta penerima disusul oleh
Jawa Barat sekitar 930 ribu penerima.
Besarnya kuota yang diberikan kepada para peserta di kota-kota di Pulau Jawa mungkin
mengingat statusnya sebagai pusat perekonomian Indonesia dan kondisi beberapa kota di Pulau
Jawa yang menjadi zona merah COVID-19.
Namun, perlu juga diingat bahwa persoalan pengangguran baik sebelum maupun saat
pandemi COVID-19 ini juga terjadi di luar Pulau Jawa. Bahkan kota-kota di luar Jawa mungkin
lebih membutuhkan karena kondisi mereka yang lebih buruk dengan indeks kemiskinan yang
tinggi dan minimnya infrastruktur dan lapangan pekerjaan

Page | 2
2. Materi yang hanya bisa diakses oleh kelas menengah
Berdasarkan observasi yang kami lakukan, sebanyak 99% dari sekitar 1.900 materi yang
disajikan oleh delapan penyedia jasa pelatihan lebih berorientasi pada masyarakat perkotaan
dibandingkan pedesaan. Bentuk pelatihan seperti pelatihan pembuatan konten game, digital
marketing, pelatihan konten YouTube, fotografi, desain grafis, dan lainnya hanya cocok untuk
masyarakat perkotaan dibanding pedesaan. Bukan masalah akses terhadap industrinya saja, tapi
alat dan infrastruktur yang memadai untuk jenis pelatihan tersebut hanya tersedia di perkotaan.
Kemudian ada juga latihan pelayanan ojek online yang saat ini operasinya hanya
menjangkau 31% kota di seluruh Indonesia. Jenis pelatihan ini juga hanya melayani orang-orang
yang tinggal di kota-kota tersebut.
Berdasarkan analisa Saya, hanya tiga paket materi yang berbicara tentang pertanian dan
satu paket materi tentang perikanan dari ribuan materi yang disediakan oleh Kartu Prakerja. Hal
ini berarti hampir seluruh materi-materi dalam program Kartu Prakerja tidak memiliki orientasi
terhadap aktivitas pemberdayaan pemanfaatan potensi desa atau pun terintegrasi dengan
pengembangan ekonomi pedesaan. Data Badan Pusat Statistik tahun 2018 menunjukkan dari
83.931 wilayah administrasi setingkat desa di Indonesia, baru terdapat 66% yang memiliki sinyal
telepon seluler kuat, sedangkan sisanya berkategori sinyal lemah, bahkan tidak ada sinyal sama
sekali

5.  Responsivitas (responsiveness)
Responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan
kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu (Dunn;2003)
Jika dianlisa dari segi Responsiveness yaitu sejauh mana suatu kebijakan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat maka saya menilai program kartu prakerja sudah memenuhi kriteria ini,
berarti bernilai positif di mata masyarakat. positif dalam hal insentifnya bukan pelatihannya. Karena
yang masyarakat butuhkan disaat pandemi ini adalah bantuan tunai langsung tanpa disertai
tambahan dalam bentuk pelatihan-pelatihan. Bijaknya Pelatihan itu diadakan secara langsung offline
bukan online dengan kondisi yang aman pasca berakhirnya pandemi covid-19.

6. Dari Aspek Appropriateness (Ketepatan atau Kelayakan)


Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?
Dilihat dari aspek Appropriateness yaitu Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna
atau bernilai?
Analisa saya yang pastinya segala sesuatu yang bernilai bantuan disaat pandemi ini sangatlah
berguna dan bermanfaat bagi masyarakat. Untuk masalah tepat sasaran atau tidak dari sebuah
program kartu prakerja ini adalah bisa dievaluasi dari siapa penerima kartu prakerja ini, jika yang
menerima orang yang bukan korban PHK atau pelaku usaha mikro dan kecil berarti tidak tepat
sasaran.

Page | 3

Anda mungkin juga menyukai