Program Kartu Prakerja merupakan program pengembangan kompetensi kerja dan kewirausahaan yang
ditujukan untuk pencari kerja, pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja, dan/atau
pekerja/buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil.
Program ini tujuan utamanya sebenarnya ialah untuk mengurangi angka penganguran, akan tetapi
pelaksanaan Kartu Pra Kerja ini dipercepat untuk mengurangi dampak ekonomi dari wabah Virus
Covid-19.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Program Kartu Prakerja sebagai implementasi janji kampanye
Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan pengangguran,
terutama akibat keahlian pekerja yang seringkali tidak relevan dengan kebutuhan pasar tenaga
kerja.Pengangguran di Indonesia sendiri sudah mencapai 6,88 juta orang pada Februari lalu, naik 60
ribu orang dibanding tahun sebelumnya.Program ini sendiri menargetkan 5,6 Juta orang warga negara
Indonesia berusia 18 tahun yang sedang tidak menempuh pendidikan formal atau pencari kerja
muda.Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk program ini dengan jatah sebesar
Rp 3,55 juta untuk setiap peserta.
Dengan kriteria Evaluasi Kebijakan yang dirumuskan ole William N. Dunn yang mencakup efektifitas,
efisiensi, kesamaan, perataan, responsivitas dan ketepatan maka Analisa Saya sebagai Mahasiswa
SEKOLAH TINGGI ADMINISTRASI (STIA) Banten terkait kebijakan bantuan sosial untuk rakyat
yang terdampak oleh pandemi covid-19 yang bernama Kartu Prakerja adalah sebagai berikut :
1. Dari Aspek Efektifitas
Jika dilihat dari segi efektivitas nya maka program Kartu Prakerja kurang efektif, adapun alasannya :
1. Peserta tidak diarahkan ke industri unggulan.
Sebelum menawarkan pelatihan, pemerintah tidak mengumumkan industri spesifik apa
yang menjadi unggulan Indonesia, dalam jangka pendek dan jangka panjang, apakah itu sektor
manufaktur, perdagangan, atau jasa.
Page | 1
Hal ini menyebabkan peserta menentukan sendiri program pelatihan yang ingin diikuti,
tanpa mengetahui industri apa yang akan dikembangkan dan keahlian apa yang diperlukan oleh
industri tersebut. Sebagai contoh, “pelatihan ojek online” menempati permintaan
tertinggi .Padahal pasar ini mulai kelebihan tenaga kerja. Selain itu, program pelatihan tersebut
tidak menambah keahlian baru. Ketrampilan mengemudikan sepeda motor dan menggunakan
ponsel adalah keahlian dasar yang mayoritas sudah dimiliki pekerja muda.
2. Tidak memberikan informasi kepada peserta mengenai keahlian apa yang dibutuhkan oleh
industri potensial.
Pemerintah memberikan kebebasan kepada peserta Kartu Prakerja untuk memilih
pelatihan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan sesuai dengan informasi yang dimiliki
pekerja.Padahal, perkembangan teknologi telah mengubah jenis keterampilan yang
diharapkan di pasar tenaga kerja.
Dengan kebebasan yang diberikan, bisa saja pelatihan yang diinginkan oleh peserta
bukanlah jenis keterampilan yang dicari di pasar tenaga kerja, sehingga peserta tetap mengalami
kesulitan mendapatkan pekerjaan.
3. Desain dan konten pelatihan belum memastikan terpenuhinya ketrampilan yang dibutuhkan.
Dilihat dari judul-judul pelatihan yang banyak dibeli dan desain pelatihan yang
memberikan kebebasan kepada peserta untuk memilih, sangat mungkin peserta memilih
keahlian yang sebenarnya sudah dikuasai sebelumnya.
Apabila peserta memilih pelatihan yang sudah dikuasai, maka tujuan program untuk
mendapatkan keahlian baru, meningkatkan keterampilan di bidang yang telah ditekuni, atau
beralih bidang yang baru akan sulit dicapai.
Page | 2
2. Materi yang hanya bisa diakses oleh kelas menengah
Berdasarkan observasi yang kami lakukan, sebanyak 99% dari sekitar 1.900 materi yang
disajikan oleh delapan penyedia jasa pelatihan lebih berorientasi pada masyarakat perkotaan
dibandingkan pedesaan. Bentuk pelatihan seperti pelatihan pembuatan konten game, digital
marketing, pelatihan konten YouTube, fotografi, desain grafis, dan lainnya hanya cocok untuk
masyarakat perkotaan dibanding pedesaan. Bukan masalah akses terhadap industrinya saja, tapi
alat dan infrastruktur yang memadai untuk jenis pelatihan tersebut hanya tersedia di perkotaan.
Kemudian ada juga latihan pelayanan ojek online yang saat ini operasinya hanya
menjangkau 31% kota di seluruh Indonesia. Jenis pelatihan ini juga hanya melayani orang-orang
yang tinggal di kota-kota tersebut.
Berdasarkan analisa Saya, hanya tiga paket materi yang berbicara tentang pertanian dan
satu paket materi tentang perikanan dari ribuan materi yang disediakan oleh Kartu Prakerja. Hal
ini berarti hampir seluruh materi-materi dalam program Kartu Prakerja tidak memiliki orientasi
terhadap aktivitas pemberdayaan pemanfaatan potensi desa atau pun terintegrasi dengan
pengembangan ekonomi pedesaan. Data Badan Pusat Statistik tahun 2018 menunjukkan dari
83.931 wilayah administrasi setingkat desa di Indonesia, baru terdapat 66% yang memiliki sinyal
telepon seluler kuat, sedangkan sisanya berkategori sinyal lemah, bahkan tidak ada sinyal sama
sekali
5. Responsivitas (responsiveness)
Responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan
kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu (Dunn;2003)
Jika dianlisa dari segi Responsiveness yaitu sejauh mana suatu kebijakan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat maka saya menilai program kartu prakerja sudah memenuhi kriteria ini,
berarti bernilai positif di mata masyarakat. positif dalam hal insentifnya bukan pelatihannya. Karena
yang masyarakat butuhkan disaat pandemi ini adalah bantuan tunai langsung tanpa disertai
tambahan dalam bentuk pelatihan-pelatihan. Bijaknya Pelatihan itu diadakan secara langsung offline
bukan online dengan kondisi yang aman pasca berakhirnya pandemi covid-19.
Page | 3