Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERSPEKTIF PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN ANAK


TUNAGRAHITA

( Klasifikasi Dan Karakteristik Anak Tunagrahita )

DOSEN PENGAMPU:

RAHMATRISILVIA, M.Pd

KELOMPOK 2 :

ERNA MAYLANI LUBIS (21003272)

MAY LENY (21003297)

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdullilah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar
sehingga kami pada akhirnya bisa menyelesaikan tugas Perspektif Pendidikan dan
Pembelajaran Anak Tunagrahita tentang Klasifikasi, Karakteristik Belajar, Sosial
dan Kognitif Anak Tunagrahita tepat pada waktunya.

Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pengampu yang selalu
memberikan dukungan serta bimbingannya sehingga tugas ini dapat disusun dengan
baik. Semoga tugas yang telah kami susun ini turut memperkaya khazanah ilmu
serta bisa menambah pengetahuan dan pengalaman para pembaca.

Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang


sempurna. Kami juga menyadari bahwa tugas ini juga masih memiliki banyak
kekurangan. Maka dari itu kami mengharapkan saran serta masukan yang
membangun dari para pembaca demi penyusunan tugas dengan tema serupa yang
lebih baik lagi.

Medan, 09 Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ..................................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH .................................................................. 1
C. TUJUAN ........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN

A. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA ....................................... 2


B. KARAKTERISTIK BELAJAR ANAK TUNAGRAHITA ............. 6
C. KARAKTERISTIK SOSIAL ANAK DENGAN HAMBATAN
KECERDASAN ................................................................................ 8
D. KARAKTERISTIK KOGNITIF ANAK DENGAN HAMBATAN
KECERDASAN ................................................................................ 9
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ................................................................................ 10
B. SARAN ............................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tumbuh kembang anak terjadi secara kompleks dan sistematis anak
akan mengalami 2 proses, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Proses
pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
dan pengalaman orang tua. Beberapa anak mengalami kegagalan atau
gangguan tumbuh kembang, yaitu penyandang cacat fisik dan mental.
Berdasarkan konsep diatas dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan pertumbuhan
dan perkembangan yang disertai gangguan pada fisik, emosi, mental, sosial
dan intelegensi yang memerlukan penanganan dan perlakuan khusus.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana klasifikasi anak tunagrahita?
2. Bagaimana karakteristik belajar anak tunagrahita?
3. Bagaimana karakteristik sosial anak dengan hambatan kecerdasan?
4. Bagaimana karakteristik kognitif anak dengan hambatan kecerdasan?

C. TUJUAN
1. Mengetahui klasifikasi anak tunagrahita;
2. Mengetahui karakteristik belajar anak tunagrahita;
3. Mengetahui karakteristik sosial anak dengan hambatan kecerdasan;
4. Mengetahui karakteristik kognitif anak dengan hambatan kecerdasan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Anak Tunagrahita


Pengklasifikasian anak tunagrahita penting dilakukan untuk
mempermudah guru dalam menyusun program dan melaksanakan layanan
pendidikan. Penting bagi kita untuk memahami bahwa pada anak
tunagrahita terdapat perbedaan individual yang variasinya sangat besar.
Artinya, berada pada level usia (usia kalender dan usia mental) yang hampir
sama serta jenjang pendidikan yang sama, kenyataannya kemampuan
individu berbeda satu dengan lainnya. Dengan demikian, tentu diperlukan
strategi dan program khusus yang disesuaikan dengan perbedaan individual
tersebut.
Pengklasifikasian ini pun bermacam-macam sesuai dengan disiplin
ilmu maupun perubahan pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita.
Klasifikasi anak tunagrahita yang telah lama dikenal adalah debil, imbecile,
dan idiot, sedangkan klasifikasi yang dilakukan oleh kaum pendidik di
Amerika adalah educable mentally retarded (mampu didik), trainable
mentally retarded (mampu latih) dan totally/custodial dependent (mampu
rawat). Pengelompokan yang telah disebutkan itu telah jarang digunakan
karena terlampau mempertimbangkan kemampuan akademik seseorang.
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dikemukakan oleh
AAMD (Hallahan, 1982: 43), sebagai berikut :
1. Mild mental retardation (tunagrahita ringan) IQ-nya 70 – 55;
2. Moderate mental retardation (tunagrahita sedang) IQ-nya 55 – 40;
3. Severe mental retardation (tunagrahita berat) IQ-nya 40 – 25;
4. Profound mental retardation (sangat berat) IQ-nya 25 ke bawa.

Untuk memperjelas klasifikasi tersebut, cobalah Anda perhatikan


ilustrasi dan grafik berikut:

2
Ada lima orang anak berusia 10 tahun. Si A, IQ-nya 100 (normal);
si B IQ-nya 70 -55; si C IQ-nya 55 - 40; si D IQ-nya 40 - 25; dan si E IQ-
nya 25 ke bawah. Untuk kebutuhan pendidikannya perlu ditentukan lebih
dahulu umur kecerdasannya (mental age).

Dari grafik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. A berusia (chronological age) 10 tahun dan MA-nya 10 tahun;


2. B berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 7-5,5 tahun artinya ia dapat
mempelajari materi pelajaran/ tugas anak normal usia 5,5 - 7 tahun;
3. C berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 5.5-4.0 tahun artinya ia dapat
mempelajari materi pelajaran/ tugas anak normal usia 5,5-4.0 tahun;
4. D berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 4.0-2,5 tahun artinya ia dapat
mempelajari materi pelajaran/ tugas anak normal 4,0-2,5 tahun;
5. E berusia 10 tahun dan MA-nya berkisar 2,5 tahun ke bawah artinya ia
dapat mempelajari materi pelajaran/tugas anak normal usia 2,5 tahun ke
bawah.

3
Pengklasifikasian / penggolongan anak tunagrahita untuk keperluan
pembelajaran menurut America Association on Mental Retardation dalam
(Tunagrahita & Tunagrhita, 1992)sebagai berikut :
1. Educable
Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemmapuan dalam
akademik.
2. Trainable
Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan
diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuan untuk
pendidikan secara akademik.
3. Custodial
Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat
melatih anak tentang dasar dasar cara menolong diri sendiri dan
kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan
pengawasan dan dukungan terus menerus.

Pengklasifikasian anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran


menurut B3PTKSM (P.26) sebagai berikut:

1. Taraf perbatasan (border line) dalam pendidikan disebut dengan lamban


belajar (slowlearner) dengan IQ 70-85.
2. Tunagrahita mampu didik (educable mentally retarded) dengan IQ 50-
75;
3. Tunagrahita mampu latih ( dependent of proudlley retarded) dengan IQ
30–50 ;
4. Tunagrahita butuh rawat (dependent of proudlly mentally retarded)
dengan IQ 25 – 30.

Penggolongan tunagrahita secara medis-biologis menurut roan,


1979 dalm B3 PTKSM sebagai berikut :
1. Retardasi mental taraf perbatasan ( IQ 68 – 85);
2. Retardasi mental ringan (IQ 52 – 67);

4
3. Retardasi mental sedang (IQ 36 – 51);
4. Retardasi mental berat ( 20 -35);
5. Retardasi sangat berat (IQ < 20); dan
6. Retadasi mental tak tergolongkan.

Adapun penggolongan tunagrahita secara Sosial psikologis terbagi


2 kriteria, yaitu : Psikometrik dan prilaku adaptif.

1. Ada 4 taraf tunagrahita berdasarkan kriteria Psikometrik menurut skala


intelegensi Wecheler yaitu
a. Retardasi mental ringan (mild mental retardation dengn IQ 55 – 69.
b. Retardasi mental sedang ( moderat e mental reterdation dengnan IQ
40 – 54.
c. Retardasi mental berat (sever mental retardation dnegna IQ 20 – 39.
d. Retardasi mental sangat berat (provan mental retardation IQ <20.
2. Penggolongan anak tunagrahita menurut perilaku adaptif tidak
berdasarkan taraf intelegensi, tetapi berdasarkan kematangan sosial. Hal
ini juga mempunyai 4 taraf :
a. Ringan
b. Sedang
c. Berat
d. Sangat berat

Sedangkan secara klinis, tunagrahita dapat digolongkan atas dasar


tipe atau ciri-ciri jasmaniah sebagai berikut.

1. Sindrom down–mongoloid: dengan ciri-ciri wajah khas mongol, mata


sipit dan miring, lidah dan bibir tebal dan suka menjulur jari kaki
melebar, kaki dan tangan pendek, kulit kering, tebal, kasar dan keriput,
dan susunan gigi kurang baik

2. Hidrosefalus (kepala besar berisi cairan); dengan ciri kepala besar, raut
muka kecil, tengkorak sering menjadi besar

5
3. Mikro sefalus dan makro sefalus dengan ciri-ciri ukuran kepala tidak
proporsional (terlalu kecil dan terlalu besar)

B. KARAKTERISTIK BELAJAR ANAK TUNAGRAHITA

1. Metode argumentasi

Metode argumentasi adalah suatu metode pembelajaran dengan


menggunakan peralatan atau cara khusus. Metode ini dapat digunakan
ketika dalam pembelajaran dimana penyampaian materi membutuhkan
media sehingga dengan adanya media dapat mempermudah proses
pembelajaran (Delphie, 2006:69).

2. Metode bermain

Metode bermain bertujuan untuk meningkatkan perkembangan


intelegensi, fisik, emosi dan cara bersosialisasi setiap peserta. Metode ini
biasanya diterapkan di luar kelas sehingga dapat mengenal lingkungan
sekitar (Delphie, 2006:22). Bila metode ini diterapkan di salam kelas
dapat berupa bermain peran atau sosiodrama, dimana setiap pesertadidik
diberi peran dalam adegan yang terencanakan.

3. Metode kawan sebaya


Metode kawan sebaya adalah metode yang di dalam kegiatan ini
biasanya dipakai peserta didik lain sebagai fasilitator. Teman sebaya
disini dapat berupa peserta didik drngan peserta didik yang sama yaitu
tunagrahita ataupun peserta didik yang normal (Delphie, 2006:68).

4. Metode ceramah
Metode ceramah adalah penerangan atau penuturan secara lisan oleh
guru terhadap kelas (Ramayulis, 2005:233). Metode ini menjadi metode
yang dominan dalam pembelajaran karena banyak digunakan oleh guru
sejak dulu sampai sekarang dan merupakan metode yang sangat mudah

6
diaksanakan.Penggunaan metode ceramah yang berlebihan dapat
membuat peserta didik cepat merasa bosan dan kurang menarik
perhatian, sehingga harus disesuaikan dengan kondisi pembelajaran.
Kondisi pembelajaran yang sesuai untuk penggunaan metode ceramah
diantaranya adalah apabila ukuran kelas besar dengan bnayak peserta
didik dan materi yang disampaikan maasih sulit untuk ditemui pada buku
pedoman peserta didik. Pada upaya menanamkan pendidikan akhlak
pada pembelajaran, metode ceramah lebih bnayak digunakan karena
mudah disesuaikan dengan materi pelajaran.
5. Metode tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah metode yang lebih banyak
menggunakan interaksi tanya jawab antara guru dengan siswa dalam
proses pembelajarannya. Pada penerapan metode ini pertanyaan apat
berasal dari guru untuk megukur pemahan siswa atau berasal dari siswa
untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami. Secara umum tujuan
penggunaan metode tanya jawab ini (Nasihin, 2009:54). Mengetahui
penguasaan siswa terhadap pengetahuan yang telah lalu. Menguatkan
pengetahuan dan gagasan pada pelajaran dengan memberi kesempatan
untuk mengajukan persoalan yan belum dipahami. Memotivasi siswa
untuk berbuat, menunjukkan kebenaran, dan membangkitkan semangat
untu maju.

6. Metode Drill

Metode drill atau latihan merupakan metode pembelajaran yang


digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari
apa yang telah dipelajari (Nasih, 2009:91). Ketangkasan dan
keterampilam didapatkan dengan mengulang-ulang materi atau
kemampuan yang ingin dicapai oleh siswa. Penerapan metode driil dalam
pembelajaran memiliki beberapa keuntunga, diantaranya adalah:
Siswa akan memperoleh ketangkasan dan kemahiran dalam melakukan
sesuatu sesuai apa yang dipelajarinya. Dapat menimbulkan rasa percaya

7
diribahwa siswa yang berhasil belajarnya telah memiliki keterampilan
yang akan berguna di kemudian hari. Guru lebih mudah mengontrol dan
dapat membedakan mamna siswa yang disiplin dalam belajarnya serta
mana yang kurang (Basyirudin Usman , 2005:87).
7. Metode grouping
Metode grouping adalah usaha untuk mengelompokkan atau
berkelas kelas dari materi yang akan disajikan. Metode seperti itu lebih
menguntungan bagi pembelajar tunagrahitadari pada materi disajikan
secara acak (Mumpurniati, 2007:19).
8. Metode Pengantara (mediation)
Metode ini merupakan sesuatu untuk mengantarai atau
menghubungkan. Dalam pembelajaran verbal, mediator menunjiuk pada
proses individu menghubungkan stimulus untuk direspon
(Mumpurniati, 2007:20).
9. Metode Suri Tauladan
Dengan adanya teadan yang baik maka akan menumbuhkan hasrat
bagi orang lain untuk meniru dan mengikutinya (majid, 2009:135).
10. Metode Karya Wisata
Metode ini dimaksudkan agar anak didik dapat menggali,
memperhatikan lingkungan serta memperhatikan aneka ragam ciptaan
Allah SWT termasuk memperhatikan diri sendiri dengan tujuan
mengambil hikmahnya (majid, 2009:135).

C. KARAKTERISTIK SOSIAL ANAK DENGAN HAMBATAN


KECERDASAN
Dengan memahami kondisi dan karakteristik mentalnya,
kemungkinan anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam segi sosial
diantaranya :
1. Kurang memiliki kemampuan berpikir
Anak tunagrahita memiliki IQ dibawah anak normal sehingga
mereka mengalami hambatan dalam perilaku.

8
2. Keseimbangan pribadinya labil
Masalah ini berkaitan dengan kesulitan dalam hubungan dengan
kelompok atau individu di sekitarnya seperti tidak mampu untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah, keluarga dan masyarakat.
3. Mudah marah dan tersinggung
Seringnya mengalami kekecewaan yang timbul dari kesukaran
menerima pelajaran dan sulitnya mengerti apa yang disampaikan oleh
orang lain kepada nya, hal ini dapat diekspresi kan dengan kemarahan.

D. KARAKTERISTIK KOGNITIF ANAK DENGAN HAMBATAN


KECERDASAN
Adapun karakteristik kognitif anak dengan hambatan kecerdasan,
yaitu sebagai berikut :
1. Sulit menyadari situasi, benda, orang disekitarnya, tidak mampu
memahami keberadaan dirinya. Hal tersebut disebabkan oleh faktor
bahasa yang menjadi hambatan.
2. Sulit memecahkan masalah, tidak mampu membuat rencana bagi dirinya,
sulit untuk memilih alternative pilihan yang berbeda.
3. Mereka sulit sekali untuk menuliskan symbol- angka, memiliki kesulitan
dalam bidang baca, menulis dan berhitung.
4. Kemampuan belajar anak tunagrahita terbatas
5. Mereka mengalami kesulitan yang berarti dalam pengetahuan yang
bersifat konsep dan dalam menempatkan dirinya dengan keadaan situasi
lingkungannya.

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pengklasifikasian / pengglongan anak tunagrahita untuk keperluan
pembelajaran menurut America Association on Mental Retardation dalam
(Tunagrahita & Tunagrhita, 1992) sebagai berikut : Educable, Trainable,
Custodial. Pengklasifikasian anak tunagrahita untuk keperluan
pembelajaran menurut B3PTKSM (P.26) sebagai berikut: Taraf perbatasan
(border line) dalam pendidikan disebut dengan lamban belajar (slowlearner)
dengan IQ 70-85, Tunagrahita mampu didik (educable mentally retarded)
dengan IQ 50-75, Tunagrahita mampu latih ( dependent of proudlley
retarded) dengan IQ 30–50, Tunagrahita butuh rawat (dependent of proudlly
mentally retarded) dengan IQ 25 – 30.
Karakteristik anak tunagrahita dapat dibedakan menjadi karakteristik
belajar, karakteristik sosial dan karakteristik kognitif.

B. SARAN
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi
makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Tunagrahita, P. B., & Tunagrhita, D. (1992). Jumlah Penyandang Tunagrahita di


Indonesia. Jumlah Penyandang Tunagrahita Di Indonesia, 20–22.

Rochyadi, E. (2012). Karakteristik dan Pendidikan Anak Tunagrahita. Pengantar


Pendidikan Luar Biasa, 6.3-6.54.

11

Anda mungkin juga menyukai