Disusun Oleh :
ANDI SETIAWAN
213203002
Disusun Oleh:
( ) ( )
Mahasiswa
(Andii)
LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM
A. PENGERTIAN
Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara
mendadak dan sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh
aktifitas otak yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang
sangat berlebih (Hidayat Aziz, 2008). Kejang demam adalah kejang yang
terjadi akibat kenaikan suhu tubuh diatas 38,4ºC tanpa disertai infeksi
susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit pada anak diatas usia 1 bulan,
tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (Partini, 2013).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal > 380C) yang disebabkan oleh suatu proses di luar
otak. Kejang demam terjadi pada 2-4 % anak berumur 6 bulan sampai 5
tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam ( Hartono, 2011).
Menurut Wulandari & erawati (2016), kejang demam merupakan
kelainan neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, terutama pada
golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.
B. KLASIFIKASI
Menurut Fukuyama dan Hartono (2011), klasifikasi kejang demam terbagi
menjadi 2 golongan:
1. Kejang Demam Sederhana (KDS)
a. Kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit dan umumnya
dapat berhenti sendiri).
b. Kejangnya bersifat umum (melibatkan seluruh tubuh)
c. Kejang tidak berulang dalam 24 jam pertama.
d. Sebelumnya tidak ada riwayat keluarga yang menderita epilepsy
e. Sebelumnya tidak ada riwayat cidera otak oleh penyebab lain
f. Serangan demam (kejang demam) terjadi antara lain 6 bulan – 6
tahun
g. Lama kejang 15 menit
h. Tidak didapatkan gejala atau abnormalitas pasca kejang
i. Tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau perkembangan
2. Kejang Demam Kompleks (KDK)
a. Kejang fokal/parsial satu sisi tubuh.
b. Kejang dengan lama > 15 menit
c. Kejang berulang (>1 kali dalam 24 jam)
C. FAKTOR PREDISPOSISI/PRESIPITASI
Menurut Mansjoer (2012), faktor predisposisi dan presipitasi dari kejang
demam diantaranya:
1. Faktor predisposisi
a. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu
sakit dengan demam tinggi.
b. Gangguan metabolism
Gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula
darah kurang dari 30 mg% pada neonatus cukup bulan dan kurang
dari 20 mg% pada bayi dengan berat badan lahir rendah atau
hiperglikemia.
c. Trauma
Kejang berkemabang pada minggu pertama setelah kejadian cedera
kepala.
d. Gangguan sirkulasi
e. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
2. Faktor presipitasi
a. Faktor-faktor prenatal
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetika
Faktor keturunan daarai salah satu penyebab terjadinya kejang
demam, 25-50% anak yang mengalami kejang demam memiliki
anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam.
d. Penyakit infeksi
1) Infeksi bakteri: Penyakit pada traktus respiratorius, pharingitis,
tonsilitis, otitis media.
2) Infeksi virus: Varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus
penyebab demam berdarah).
e. Penyakit degeneratif susunan saraf.
f. Neoplasma, toksin
D. PATOFISIOLOGI
Reaksi
inflamasi Perubahan konsentrasi ion
di ruang ekstra seluler
Proses
demam Ketidakseimbangan Kelainan neurologis
potensial membran perinatan/prenatal
ATP ASE
Hipertermia
Difusi Na+
dan K+
Risiko
kejang
berulang Kejang Risiko
cedera
Kurang Cemas
pengetahuan Risiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Inefektif
penatalaksanaan
kejang
(Nabiel, 2014)
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer (2012), manifestasi klinis kejang demam yaitu:
1. Kejang umum biasanya di awali kejang tonik kemudian klonik
berlangsung 10 sampai 15 menit. Bentuk kejang yang lain dapat juga
terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau
kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau
hanya sentakan atau kekakuan fokal.
2. Frekuensi takikardia pada bayi sering di atas 150 – 200 permenit
3. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai
akibat menurunnya curah jantung
4. Gejala bendungan system vena: Hepatomegali, peningkatan vena jugularis
5. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari
8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,
tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali
tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparisis sementara
(hemiparises todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.
Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparises yang menetap.
Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang
demam yang pertama.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Friedman (2010), yaitu:
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam
yang diberikan melalui interavena atau intra rectal.
Dosis awal: 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila kejang
belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika: parasetamol/salisilat 10 mg/kg/dosis, kompres air hangat
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada klien kejang demam yang
pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis. Misalnya
bila terdapat gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam
dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk
profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3
– 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana.
Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai
demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata, dapat
digunakan:
1) Fenobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
2) Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
3) Klonazepam : Indikasi khusus
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Hasan (2010), diantaranya adalah:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang di kemudian hari.
Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk klien kejang
demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan
dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada klien kejang demam yang pertama. Pada bayi
yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus
dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan
dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nefrotoksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium (N: 3,80 – 5,00 meq/dl)
Natrium (N: 135 – 144 meq/dl)
4. Cairan Cerebo Spinal (CCS)
Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan
penyebab kejang.
5. Skull Ray
Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi
Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di
bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Klien
Inisial klien : Pendidikan Ayah :
Jenis Kelamin : Pendidikan Ibu :
Umur : Agama :
Anak ke : Suku/Bangsa :
Nama Ayah : Tanggal masuk rumah sakit :
Nama Ibu :
Diagnosis Medis: Febris konvulsi
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan Utama : biasanya anak demam tinggi
2) Lama Keluhan :
3) Upaya untuk mengatasi :
b. Riwayat kesehatan sebelumnya
1) Prenatal : pemeriksaan kehamilan, imunasasi, proses kelahiran,
dsb
2) Operasi :
3) Alergi :
4) Pola kebiasaan : makan dan minum
5) Tumbuh kembang
c. Riwayat kesehatan keluarga
1) Penyakit keturunan
2) Komposisi keluarga
d. Pemeriksaan Fisik
1) Head to toe
2) Keadaan umum : biasanya anak mengalami kelemahan
3) Kesadaran : biasanya kesadaran anak somnolent, apatis atau sopor
4) GCS
5) Tanda-tanda vital :
a) Suhu, RR biasanya mengalami peningkatan
b) SaO2 biasanya menurun
e. Pola Kebutuhan Dasar
1) Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
2) Sirkulasi
Iktal: Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal: Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan
nadi dan pernafasan
3) Integritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan
keadaan dan atau penanganan
Peka rangsangan: pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
Perubahan dalam berhubungan
4) Eliminasi
a) Inkontinensia epirodik
b) Makanan atau cairan
c) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang
5) Neurosensori
a) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan,
pusing riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
b) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
c) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
6) Kenyamanan
a) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
b) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
7) Pernafasan
a) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun
cepat peningkatan sekresi mulus
b) Fase posektal : Apnea
8) Keamanan
a) Riwayat terjatuh
b) Adanya alergi
9) Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga
lingkungan sosialnya
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Hipertermi b.d agens farmaseutikal, aktivitas berlebihan, dehidrasi,
iskemia, pakaian yang tidak sesuai, peningkatan laju metabolisme,
penurunan perspirasi, penyakit, sepsis, suhu lingkungan tinggi, trauma.
2. Risiko cedera dengan faktor risiko agen nosokomial, gangguan fungsi
kognitif, pajanan pada kimia toksik, gangguan mekanisme pertahanan
primer, pajanan pada patogen.
3. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor risiko agen
farmaseutikal, neoplasma otak, tumor otak (gangguan serebrovaskuler,
penyakit neurologis, trauma, tumor).
4. Defisiensi pengetahuan b.d gangguan fungsi kognitif, gangguan memori,
kurang informasi, kurang sumber pengetahuan.
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, stressor, pajanan pada toksin,
penularan interpersonal, perubahan besar (status ekonomi, lingkungan,
status kesehatan, fungsi peran, status peran), riwayat keluarga tentang
ansietas.
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Hipertermi b.d Setelah dilakukan tindakan Temperature regulation
agens keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor suhu minimal setiap 2
farmaseutikal, diharapkan hipertermi dapat jam sekali, secara tepat
aktivitas teratasi dengan kriteria hasil: 2. Monitor tekanan darah, nadi,
berlebihan, dan respirasi, secara tepat
dehidrasi, Thermoregulation 3. Monitor warna kulit dan suhu
iskemia, pakaian 1. Berkeringat ketika 4. Promosikan intake cairan dan
yang tidak sesuai, panas. Dari 3 (kondisi nutrisi yang cukup
peningkatan laju kompromais sedang) 5. Instruksikan pada klien
metabolisme, menjadi 5 (tidak ada bagaimana mencegah heat
penurunan kondisi kompromais). exhaustion dan heat stroke
perspirasi, 2. Menggigil ketika 6. Berikan medikasi antipiretik,
penyakit, sepsis, dingin. Dari 3 (kondisi secara tepat
suhu lingkungan kompromais sedang)
tinggi, trauma menjadi 5 (tidak ada
kondisi kompromais).
3. Melaporkan suhu yang
nyaman. Dari 4
(kondisi kompromais
ringan) menjadi 5
(tidak ada kondisi
kompromais).
4. Tidak mengalami
peningkatan suhu kulit.
Dari 3 (sedang)
menjadi 5 (tidak ada
peningkatan suhu
kulit).
5. Tidak mengalami
penurunan suhu kulit.
Dari 3 (sedang)
menjadi 5 (tidak ada
penurunan suhu kulit).
6. Tidak terdapat
hipertermia. Dari 2
(berat) menjadi 4
(ringan)
7. Tidak terdapat
hipotermi. Dari 4
(ringan) menjadi 5
(tidak terjadi
hipotermi).
8. Tidak terjadi dehidrasi.
Dari 4 (ringan) menjadi
5 (tidak terjadi
dehidrasi).
2. Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan Environmental management safety
dengan faktor keperawatan selama 3x24 jam
risiko agen diharapkan risiko cedera dapat 1. Identifikasi keamanan yang
nosokomial, teratasi dengan kriteria hasil: dibutuhkan oleh klien,
gangguan fungsi berdasarkan level fungsi
kognitif, pajanan Physical injury severity kognitif dan fisik serta
pada kimia toksik, 1. Tidak terjadi abrasi pengalaman masa lalu.
gangguan pada kulit. Dari 3 2. Pindahkan barang-barang
mekanisme (sedang) menjadi 4 yang membahayakan dari
pertahanan (ringan) lingkungan
primer, pajanan 2. Tidak ada laserasi. 3. Modifikasi lingkungan untuk
pada patogen Dari 3 (sedang) meminimalkan bahaya dan
menjadi 4 (ringan) risikonya
3. Ekstremitas tidak 4. Pandu keluarga untuk relokasi
keseleo. Dari 2 (berat) barang-barang ke lingkungan
menjadi 3 (sedang). yang aman
4. Tidak terjadi fraktur 5. Berikan edukasi mengenai
pada ekstremitas. Dari lingkungan yang berbahaya
3 (sedang) menjadi 4 pada individu/keluarga yang
(ringan). berisiko tinggi
5. Tidak ada hambatan 6. Kolaborasikan dengan agen
mobilitas. Dari 4 lain untuk meningkatkan
(ringan) menjadi 5 keamanan lingkungan.
(tidak ada hambatan
mobilitas).
6. Tidak terjadi
penurunan kesadaran.
Dari 3 (sedang)
menjadi 5 (tidak ada
penurunan kesadaran).
7. Tidak terjadi
perdarahan. Dari 4
(ringan) menjadi 5
(tidak ada perdarahan).
Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta:
EGC.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S., (2014). Nursing Diagnoses Definitions and
Classification 2015-2017 10th ed., Oxford: Willey Blackwell.
Mansjoer, Arif, dkk. (2012). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeus
Clapius.
Nelson. (2010). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 3. Edisi ke-15. Jakarta: EGC.
Partini. (2013). Kiat Praktis Dalam Pediatrik Klinis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia Cabang DKI Jakarta.