Anda di halaman 1dari 19

STASE KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BY. A DENGAN KEJANG DEMAM


DI RUANG ALAMANDA 3 RSUD SLEMAN YOGYAKARTA

Dosen Akademik: Yanita Trisetiyaningsih, M.Kep.Ns

Disusun Oleh :

ANDI SETIAWAN
213203002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XVII


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BY. A DENGAN KEJANG DEMAM


DI RUANG ALAMANDA 3 RSUD SLEMAN YOGYAKARTA

Disusun Oleh:

ANDI SETIAWAN: 213203002

Telah disetujui pada


Hari :
tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

Mahasiswa

(Andii)
LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM

A. PENGERTIAN
Kejang merupakan suatu perubahan fungsi pada otak secara
mendadak dan sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh
aktifitas otak yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang
sangat berlebih (Hidayat Aziz, 2008). Kejang demam adalah kejang yang
terjadi akibat kenaikan suhu tubuh diatas 38,4ºC tanpa disertai infeksi
susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit pada anak diatas usia 1 bulan,
tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (Partini, 2013).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal > 380C) yang disebabkan oleh suatu proses di luar
otak. Kejang demam terjadi pada 2-4 % anak berumur 6 bulan sampai 5
tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam ( Hartono, 2011).
Menurut Wulandari & erawati (2016), kejang demam merupakan
kelainan neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, terutama pada
golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.
B. KLASIFIKASI
Menurut Fukuyama dan Hartono (2011), klasifikasi kejang demam terbagi
menjadi 2 golongan:
1. Kejang Demam Sederhana (KDS)
a. Kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit dan umumnya
dapat berhenti sendiri).
b. Kejangnya bersifat umum (melibatkan seluruh tubuh)
c. Kejang tidak berulang dalam 24 jam pertama.
d. Sebelumnya tidak ada riwayat keluarga yang menderita epilepsy
e. Sebelumnya tidak ada riwayat cidera otak oleh penyebab lain
f. Serangan demam (kejang demam) terjadi antara lain 6 bulan – 6
tahun
g. Lama kejang 15 menit
h. Tidak didapatkan gejala atau abnormalitas pasca kejang
i. Tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau perkembangan
2. Kejang Demam Kompleks (KDK)
a. Kejang fokal/parsial satu sisi tubuh.
b. Kejang dengan lama > 15 menit
c. Kejang berulang (>1 kali dalam 24 jam)

C. FAKTOR PREDISPOSISI/PRESIPITASI
Menurut Mansjoer (2012), faktor predisposisi dan presipitasi dari kejang
demam diantaranya:
1. Faktor predisposisi
a. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu
sakit dengan demam tinggi.
b. Gangguan metabolism
Gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula
darah kurang dari 30 mg% pada neonatus cukup bulan dan kurang
dari 20 mg% pada bayi dengan berat badan lahir rendah atau
hiperglikemia.
c. Trauma
Kejang berkemabang pada minggu pertama setelah kejadian cedera
kepala.
d. Gangguan sirkulasi
e. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
2. Faktor presipitasi
a. Faktor-faktor prenatal
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetika
Faktor keturunan daarai salah satu penyebab terjadinya kejang
demam, 25-50% anak yang mengalami kejang demam memiliki
anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam.
d. Penyakit infeksi
1) Infeksi bakteri: Penyakit pada traktus respiratorius, pharingitis,
tonsilitis, otitis media.
2) Infeksi virus: Varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus
penyebab demam berdarah).
e. Penyakit degeneratif susunan saraf.
f. Neoplasma, toksin

D. PATOFISIOLOGI

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi


dipecah menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan selkeseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter”
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Nabiel, 2014).
Infeksi bakteri, Rangsang mekanik dan biokimia.
virus dan parasit Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit

Reaksi
inflamasi Perubahan konsentrasi ion
di ruang ekstra seluler

Proses
demam Ketidakseimbangan Kelainan neurologis
potensial membran perinatan/prenatal
ATP ASE
Hipertermia
Difusi Na+
dan K+
Risiko
kejang
berulang Kejang Risiko
cedera

Pengobatan Kurang dari Lebih dari


perawatan kondisi, 15 menit 15 menit
prognosis lanjut dan
diit
Tidak Perubahan
menimbulkan suplay ke otak
Kurang informasi gejala sisa
kondisi prognosis
pengobatan dan
Risiko kerusakan sel
perawatan
neuron otak

Kurang Cemas
pengetahuan Risiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan otak

Inefektif
penatalaksanaan
kejang
(Nabiel, 2014)
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer (2012), manifestasi klinis kejang demam yaitu:
1. Kejang umum biasanya di awali kejang tonik kemudian klonik
berlangsung 10 sampai 15 menit. Bentuk kejang yang lain dapat juga
terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau
kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau
hanya sentakan atau kekakuan fokal.
2. Frekuensi takikardia pada bayi sering di atas 150 – 200 permenit
3. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai
akibat menurunnya curah jantung
4. Gejala bendungan system vena: Hepatomegali, peningkatan vena jugularis
5. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari
8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,
tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali
tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparisis sementara
(hemiparises todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.
Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparises yang menetap.
Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang
demam yang pertama.

F. AKIBAT YANG DITIMBULKAN


Menurut Waskitho (2013), akibat yang ditimbulkan dari kejang demam
diantaranya adalah:
1. Kerusakan neurotransmitter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel ataupun membran sel yang menyebabkan kerusakan pada
neuron.
2. Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di
kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan
3. Kelainan anatomi di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan
kelainan di otak, lebih banyak terjadi pada anak umur 4 bulan sampai 5
tahun.
4. Kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Friedman (2010), yaitu:
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam
yang diberikan melalui interavena atau intra rectal.
Dosis awal: 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila kejang
belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika: parasetamol/salisilat 10 mg/kg/dosis, kompres air hangat
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada klien kejang demam yang
pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis. Misalnya
bila terdapat gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam
dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk
profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3
– 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana.
Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai
demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata, dapat
digunakan:
1) Fenobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
2) Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
3) Klonazepam : Indikasi khusus

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Hasan (2010), diantaranya adalah:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang di kemudian hari.
Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk klien kejang
demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan
dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada klien kejang demam yang pertama. Pada bayi
yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus
dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan
dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nefrotoksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium (N: 3,80 – 5,00 meq/dl)
Natrium (N: 135 – 144 meq/dl)
4. Cairan Cerebo Spinal (CCS)
Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan
penyebab kejang.
5. Skull Ray
Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi
Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di
bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Klien
Inisial klien : Pendidikan Ayah :
Jenis Kelamin : Pendidikan Ibu :
Umur : Agama :
Anak ke : Suku/Bangsa :
Nama Ayah : Tanggal masuk rumah sakit :
Nama Ibu :
Diagnosis Medis: Febris konvulsi
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan Utama : biasanya anak demam tinggi
2) Lama Keluhan :
3) Upaya untuk mengatasi :
b. Riwayat kesehatan sebelumnya
1) Prenatal : pemeriksaan kehamilan, imunasasi, proses kelahiran,
dsb
2) Operasi :
3) Alergi :
4) Pola kebiasaan : makan dan minum
5) Tumbuh kembang
c. Riwayat kesehatan keluarga
1) Penyakit keturunan
2) Komposisi keluarga
d. Pemeriksaan Fisik
1) Head to toe
2) Keadaan umum : biasanya anak mengalami kelemahan
3) Kesadaran : biasanya kesadaran anak somnolent, apatis atau sopor
4) GCS
5) Tanda-tanda vital :
a) Suhu, RR biasanya mengalami peningkatan
b) SaO2 biasanya menurun
e. Pola Kebutuhan Dasar
1) Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
2) Sirkulasi
Iktal: Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal: Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan
nadi dan pernafasan
3) Integritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan
keadaan dan atau penanganan
Peka rangsangan: pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
Perubahan dalam berhubungan
4) Eliminasi
a) Inkontinensia epirodik
b) Makanan atau cairan
c) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang
5) Neurosensori
a) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan,
pusing riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
b) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
c) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
6) Kenyamanan
a) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
b) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
7) Pernafasan
a) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun
cepat peningkatan sekresi mulus
b) Fase posektal : Apnea
8) Keamanan
a) Riwayat terjatuh
b) Adanya alergi
9) Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga
lingkungan sosialnya
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Hipertermi b.d agens farmaseutikal, aktivitas berlebihan, dehidrasi,
iskemia, pakaian yang tidak sesuai, peningkatan laju metabolisme,
penurunan perspirasi, penyakit, sepsis, suhu lingkungan tinggi, trauma.
2. Risiko cedera dengan faktor risiko agen nosokomial, gangguan fungsi
kognitif, pajanan pada kimia toksik, gangguan mekanisme pertahanan
primer, pajanan pada patogen.
3. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor risiko agen
farmaseutikal, neoplasma otak, tumor otak (gangguan serebrovaskuler,
penyakit neurologis, trauma, tumor).
4. Defisiensi pengetahuan b.d gangguan fungsi kognitif, gangguan memori,
kurang informasi, kurang sumber pengetahuan.
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, stressor, pajanan pada toksin,
penularan interpersonal, perubahan besar (status ekonomi, lingkungan,
status kesehatan, fungsi peran, status peran), riwayat keluarga tentang
ansietas.

K. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Hipertermi b.d Setelah dilakukan tindakan Temperature regulation
agens keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor suhu minimal setiap 2
farmaseutikal, diharapkan hipertermi dapat jam sekali, secara tepat
aktivitas teratasi dengan kriteria hasil: 2. Monitor tekanan darah, nadi,
berlebihan, dan respirasi, secara tepat
dehidrasi, Thermoregulation 3. Monitor warna kulit dan suhu
iskemia, pakaian 1. Berkeringat ketika 4. Promosikan intake cairan dan
yang tidak sesuai, panas. Dari 3 (kondisi nutrisi yang cukup
peningkatan laju kompromais sedang) 5. Instruksikan pada klien
metabolisme, menjadi 5 (tidak ada bagaimana mencegah heat
penurunan kondisi kompromais). exhaustion dan heat stroke
perspirasi, 2. Menggigil ketika 6. Berikan medikasi antipiretik,
penyakit, sepsis, dingin. Dari 3 (kondisi secara tepat
suhu lingkungan kompromais sedang)
tinggi, trauma menjadi 5 (tidak ada
kondisi kompromais).
3. Melaporkan suhu yang
nyaman. Dari 4
(kondisi kompromais
ringan) menjadi 5
(tidak ada kondisi
kompromais).
4. Tidak mengalami
peningkatan suhu kulit.
Dari 3 (sedang)
menjadi 5 (tidak ada
peningkatan suhu
kulit).
5. Tidak mengalami
penurunan suhu kulit.
Dari 3 (sedang)
menjadi 5 (tidak ada
penurunan suhu kulit).
6. Tidak terdapat
hipertermia. Dari 2
(berat) menjadi 4
(ringan)
7. Tidak terdapat
hipotermi. Dari 4
(ringan) menjadi 5
(tidak terjadi
hipotermi).
8. Tidak terjadi dehidrasi.
Dari 4 (ringan) menjadi
5 (tidak terjadi
dehidrasi).
2. Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan Environmental management safety
dengan faktor keperawatan selama 3x24 jam
risiko agen diharapkan risiko cedera dapat 1. Identifikasi keamanan yang
nosokomial, teratasi dengan kriteria hasil: dibutuhkan oleh klien,
gangguan fungsi berdasarkan level fungsi
kognitif, pajanan Physical injury severity kognitif dan fisik serta
pada kimia toksik, 1. Tidak terjadi abrasi pengalaman masa lalu.
gangguan pada kulit. Dari 3 2. Pindahkan barang-barang
mekanisme (sedang) menjadi 4 yang membahayakan dari
pertahanan (ringan) lingkungan
primer, pajanan 2. Tidak ada laserasi. 3. Modifikasi lingkungan untuk
pada patogen Dari 3 (sedang) meminimalkan bahaya dan
menjadi 4 (ringan) risikonya
3. Ekstremitas tidak 4. Pandu keluarga untuk relokasi
keseleo. Dari 2 (berat) barang-barang ke lingkungan
menjadi 3 (sedang). yang aman
4. Tidak terjadi fraktur 5. Berikan edukasi mengenai
pada ekstremitas. Dari lingkungan yang berbahaya
3 (sedang) menjadi 4 pada individu/keluarga yang
(ringan). berisiko tinggi
5. Tidak ada hambatan 6. Kolaborasikan dengan agen
mobilitas. Dari 4 lain untuk meningkatkan
(ringan) menjadi 5 keamanan lingkungan.
(tidak ada hambatan
mobilitas).
6. Tidak terjadi
penurunan kesadaran.
Dari 3 (sedang)
menjadi 5 (tidak ada
penurunan kesadaran).
7. Tidak terjadi
perdarahan. Dari 4
(ringan) menjadi 5
(tidak ada perdarahan).

3. Risiko Setelah dilakukan tindakan Seizure precautions


ketidakefektifan keperawatan selama 3x24 jam
perfusi jaringan diharapkan risiko 1. Monitor pengobatan kejang
otak dengan ketidakefektifan perfusi 2. Siapkan tempat tidur dengan
faktor risiko agen jaringan otak dapat teratasi ketinggian rendah
farmaseutikal, dengan kriteria hasil: 3. Pindahkan benda-benda yang
neoplasma otak, berbahaya dari lingkungan
tumor otak Tissue perfusion:cerebral klien
(gangguan 1. Tekanan darah sistolik 4. Instruksikan kepada klien
serebrovaskuler, dalam batas normal. Dari 4 tentang obat dan efek
penyakit (deviasi dari range normal sampingnya
neurologis, ringan) menjadi 5 (tidak 5. Instruksikan keluarga
trauma, tumor) ada deviasi dari range mengenai pertolongan
normal). pertama pada kejang
2. Tekanan darah diastolik 6. Instruksikan klien untuk
dalam batas normal. Dari 4 membawa obat anti kejang
(deviasi dari range normal
ringan) menjadi 5 (tidak
ada deviasi dari range
normal).
3. Tidak terjadi pusing. Dari 3
(deviasi dari range normal
sedang) menjadi 4 (deviasi
dari range normal ringan).
4. Tidak terjadi muntah. Dari
3 (deviasi dari range
normal sedang) menjadi 4
(deviasi dari range normal
ringan).
5. Tidak terjadi pingsan. Dari
3 (deviasi dari range
normal sedang) menjadi 4
(deviasi dari range normal
ringan).
6. Tidak demam. Dari 3
(deviasi dari range normal
sedang) menjadi 4 (deviasi
dari range normal ringan).
7. Tidak terjadi penurunan
level kesadaran. Dari 4
(deviasi dari range normal
ringan) menjadi 5 (tidak
ada deviasi dari range
normal).
8. Tidak terjadi kerusakan
refleks neurologis. Dari 3
(deviasi dari range normal
sedang) menjadi 4 (deviasi
dari range normal ringan)

4. Defisiensi Setelah dilakukan tindakan Teach: disease process


pengetahuan b.d keperawatan selama 3x24 jam
gangguan fungsi diharapkan kurang pengetahuan 1. Kaji pengetahuan klien tentang
kognitif, dapat teratasi dengan kriteria penyakitnya
gangguan hasil: 2. Jelaskan tentang proses
memori, kurang penyakit (tanda dan gejala),
informasi, kurang Knowledge: disease process identifikasi kemungkinan
sumber 1. Mengetahui karakteristik penyebab.
pengetahuan dari penyakit. Dari 3 3. Jelaskan kondisi klien
(pengetahuan sedang) 4. Jelaskan tentang program
menjadi 5 (tidak ada pengobatan dan alternatif
kondisi kompromais). pengobantan
2. Mengetahui penyebab dari 5. Diskusikan perubahan gaya
penyakit. Dari 4 hidup yang mungkin digunakan
(pegetahuan banyak) untuk mencegah komplikasi
menjadi 5 (pengetahuan 6. Diskusikan tentang terapi dan
luas). pilihannya
3. Mengetahui tanda dan 7. Eksplorasi kemungkinan
gejala dari penyakit. Dari sumber yang bisa digunakan/
2 (pengetahuan terbatas) mendukung
menjadi 3 (pengetahuan 8. Instruksikan kapan harus ke
banyak). pelayanan
4. Mengetahui strategi untuk 9. Tanyakan kembali pengetahuan
meminimalkan klien tentang penyakit, prosedur
progresifitas penyakit. perawatan dan pengobatan
Dari 1 (tidak mengetahui)
menjadi 3 (pengetahuan
sedang).
5. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Anxiety reduction
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam, 1. Anjurkan untuk tenang
dengan krisis diharapkan ansietas klien 2. Jelaskan prosedur secara lengkap
situasi, stressor, teratasi dengan kriteria hasil: agar klien mengerti
pajanan pada 3. Gali pemahaman klien mengenai
toksin, penularan Anxiety level stres situasional
interpersonal, 1. Dapat beristirahat cukup. 4. Berikan informasi faktual
perubahan besar Dari 3 (sedang) menjadi 5 mengenai diagnosis, perawatan,
(status ekonomi, (istirahat tercukupi). serta prognosis
lingkungan, status 2. Tidak mengalami distress. 5. Dampingi klien
kesehatan, fungsi Dari 3 (sedang) menjadi 5 6. Dengarkan secara antusias
peran, status (tidak distress). 7. Berikan reinforcement positif
peran), riwayat 3. Otot tidak tegang. Dari 4 8. Ciptakan suasana saling percaya
keluarga tentang (ringan) menjadi 5 (tidak 9. Bantu klien untuk menggunakan
ansietas ada). mekanisme koping yang tepat
4. Ekspresi wajah tidak 10. Instrusikan klien untuk
tegang. Dari 3 (sedang) menggunakan teknik relaksasi
menjadi 5 (tidak tegang). 11. Kolaborasi dengan keluarga untuk
5. Tidak mengalami masalah selalu mendampingi klien
pada perilaku. Dari 4
(ringan) menjadi 5 (tidak
ada).
6. Tidak panic. Dari 4
(ringan) menjadi 5 (tidak
panik).
7. Dapat memverbalkan
ansietas. Dari 3 (sedang)
menjadi 4 (ringan).
8. Tidak mengalami
peningkatan nadi, RR, TD.
Dari 3 (sedang) menjadi 4
(ringan).
9. Tidak mengalami
gangguan tidur. Dari 3
(sedag) menjadi 5 (tidak
ada).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta:
EGC.

Friedman, M. Marlyn. (2010). Buku Ajar Keperawatan: Riset, Teori, danPraktik.


Edisi ke-5. Jakarta: EGC.

Hartono. (2011). Kumpulan Tips Pediatri. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Hasan, dkk. (2010). Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta: FKUI.

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S., (2014). Nursing Diagnoses Definitions and
Classification 2015-2017 10th ed., Oxford: Willey Blackwell.

Hidayat, Aziz. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba.

Mansjoer, Arif, dkk. (2012). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeus
Clapius.

Moorhead, S. et al., (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th ed.,


Missouri: Elsevier Mosby.

Nabiel, H.(2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nelson. (2010). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 3. Edisi ke-15. Jakarta: EGC.

Partini. (2013). Kiat Praktis Dalam Pediatrik Klinis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia Cabang DKI Jakarta.

Wakitho, Punguh A. (2013). Asuhan Keperawatan Hipertermi. Jakarta: Salemba


Medika.

Wulandari, M & Ernawati, M. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai