Anda di halaman 1dari 55

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Tugas
Ilmu Biomedik Dasar II

Siti Nur Hidayah 08210100011


Nazilah Rizka 08210100012
Petrus Aliuk 08210100013
Mafatih 08210100014
Prahestu Listia 08210100015
Novyanthy Chanafy 08210100016
Endang Maharany 08210100017
Nabila Ernita 08210100018
Joty Anggriani 08210100019
Yogi Hersovin Timotius 0821010020

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis, dimana keadaan tersebut
merupakan suatu fase teristimewa dalam kehidupan seorang wanita. Beberapa ibu
hamil tersebut bisa melewatinya dengan ceria hingga melahirkan, tetapi juga tidak
jarang yang mengalami masalah kesehatan dalam kehamilannya. Masalah
kesehatan yang sering muncul pada kehamilan salah satunya adalah hipertensi
dalam kehamilan (Yohanna, Yovita, & Yessica, 2011). Hipertensi dalam
kehamilan adalah suatu kondisi tekanan darah sistol diatas 140 mmHg dan diastol
diatas 90 mmHg atau peningkatan tekanan sistolik sebesar 30 mmHg atau lebih
atau peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau lebih diatas nilai dasar yang
mana diukur dalam dua keadaan, minimal dalam jangka waktu 6 jam (Reeder
dkk, 2011).
Berdasarkan data UNICEF (2015), menyatakan jumlah kematian ibu dan anak
setiap tahun akibat komplikasi kehamilan dan persalinan menurun dari 532.000
pada tahun 1990 menjadi 303.000 pada tahun 2015, dan ini terjadi hampir di 99%
negara berkembang. Penyebab utama kematian ibu adalah akibat komplikasi dari
kehamilan atau melahirkan tersebut salah satunya adalah hipertensi dalam
kehamilan yang telah menyumbangkan 14% penyebab kematian maternal di
dunia (UNICEF, 2015). Kematian ibu di Indonesia yang disebabkan oleh
hipertensi mulai dari tahun 2010 sampai 2013 terus mengalami peningkatan.
Tahun 2010 angka kematian ibu mencapai 21,5 %, tahun 2011 (24,7%), tahun
2012 (26,9%), sedangkan pada tahun 2013 mencapai 27,1% (Kemenkes RI,
2015).
Mual (nausea) dan muntah (hiperemesis gravidarum) adalah gejala yang wajar
dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi
hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala – gejala ini
kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung

2
selama kurang lebih 10 minggu. Mual dan muntah terjadi pada 60 – 80% primi
gravida dan 40 – 60% multi gravida. Satu diantara seribu kehamilan, gejala-gejala
ini menjadi lebih berat. Perasaan mual ini desebabkan oleh karena meningkatnya
kadar hormon estrogen dan HCG (Human Chorionic Gonadrotropin) dalam
serum. Pengaruh Fisiologik kenaikan hormon ini belum jelas, mungkin karena
sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang. Pada umumnya
wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala mual
dan muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari – hari
menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inilah yang
disebut hiperemesis gravidarum. Keluhan gejaladan perubahan fisiologis
menentukan berat ringannya penyakit.
Menurut data World Health Organitation (WHO), pada tahun 2012, sebanyak
585.000 perempuan meninggal saat hamil atau persalinan. Sebanyak 99%
kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara
berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan
tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika
dibandingkan dengan rasio kematian ibu di 9 negara maju dan 51 negara
persemakmuran. ( WHO, 2012 ).
Menurut data World Health Organitation (WHO), pada tahun 2012, sebanyak
585.000 perempuan meninggal saat hamil atau persalinan. Sebanyak 99%
kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara
berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan
tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika
dibandingkan dengan rasio kematian ibu di 9 negara maju dan 51 negara
persemakmuran.

3
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat ditarik rumusan masalah yaitu bagaimana asuhan
keperawatan pada ibu dengan hiperemisis gravidarum dan hipertensi pada ibu
hamil?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada hiperemisis
gravidarum dan hipertensi pada ibu hamil.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar dari hiperemisis gravidarum
dan hipertensi pada ibu hamil.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penyebab dari hiperemisis
gravidarum dan hipertensi pada ibu hamil.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari hiperemisis gravidarum
dan hipertensi pada ibu hamil.
d. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala dari hiperemisis
gravidarum dan hipertensi pada ibu hamil.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan penanganan medis dari hiperemisis
gravidarum dan hipertensi pada ibu hamil.
f. Mahasiswa mampu merencanakan asuhan keperawatan.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Hiperemisis Gravidarum


1. Pengertian Hiperemisis Gravidarum
Hiperemisis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan yang
terjadi kira kira sampai umur kehamilan 20 minggu (Serri Hutahaean,
2013).
Ketika umur kehamilan 14 minggu (trimester pertama) mual dan muntah
yang dialami ibu begitu hebat, semua yang dimakan dan diminum ibu
dimuntahkan sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan ibu
sehari hari.
Hiperemesis Gravidarum juga dapat diartikan keluhan mual muntah
yang dikatagorikan berat jika ibu hamil selalu muntah setiap kali minum
ataupun makan. Akibatnya, tubuh sangat lemas, muka pucat, dan frekuensi
buang air kecil menurun drastis, aktifasi sehari-hari menjadi terganggu
dan keadaan umum menurun. Meski begitu, tidak sedikit ibu hamil yang
masih mengalami mual muntah sampai trimester ketiga (Rukiyah, dkk,
2010).
Insiden ini sekitar 3,5 per 1000 kelahiran. Walaupun kebanyakan
kasus ringan dan hilang atau sembuh dengan sendirinya(self limiting).
Tetapi penyembuhan berjalan lambat dan relaps yang sering terjadi.
Faktor-faktor predisposisi pada umumnya terjadi pada primigravida, usia
ibu kurang dari 20 tahun, obesitas, gestasi multijanin, penyakit trofoblastik
(molahidatidosa).

5
2. Etiologi
Penyebab hiperemis gravidarum belum diketahui secara pasti.
Faktor- faktor predisposisi terjadinya mual dan muntah :
a. Kadar estrogen yang tinggi dan hipertiroidisme,karena pada kedua
keadaan tersebut hormon korionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
b. Masuknya vili korialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan
metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu.
c. Alergi
Sebagai respon dari jaringan ibi terhadap anak, yang disebut sebagai
satu faktor organik.
d. Faktor psikolgis
Ambivalen terhadap kehamilan dan perasaan yang saling berkonflik
tentang perubahan peran sebagai ibu,perubahan tubuh, perubahan gaya
hidup.

3. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga
tingkatan sebagai berikut:
a. Tingkatan I
Muntah terus menerus,lemah,nafsu makan tidak ada, berat badan
menurun, dan nyeri epigastrum. Takikardi, TD sistol menurun, turgor
kulit berkurang, lidah mengering, dan mata cekung .
b. Tingkatan II
Penderita tampak lebih lemah dan apatis. Turgor kulit lebih berkurang,
lidah mengering dan tampak kotor , nadi ecil dan cepat, suhu kadang
kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan menurun dan ata
cekung,TD rendah, hemokonsentrasi,oliguri,dan konstipasi.Tercium
aseton pada bau mulut ,aceton dapat pula ditemukan dalam urine.
c. Tingkatan III

6
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun,dan
somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu badan meningkat,
TD menurun. Komplikasi fatal dapat terjadi yaitu ensefalopati
wernicke dengan gejala nistagmus dan diplopia.kadang-kadang timbul
ikterik sebagai tanda adanya payah hati.

7
4. WOC Hiperemisis Gravidarum

8
5. Patofisiologi
Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari

meningkatnya kadar esterogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada

trimester pertama. Pengaruh fisiologik hormone hormone esterogen ini

tidak jelas, mungkin berasal dari system saraf pusat atau akibat

berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada

kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat

berlangsung bebulan-bulan.

Hiperemesis gravidarum merupakan komplikasi mual dan muntah

pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi

dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokoremik. Belum jelas

mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi

faktor psikologik merupakan faktor utama, disamping itu pengaruh

hormonal. Yang jelas, Wanita yang sebelum kehamilan sesudah menderita

lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan

mengalami emesis gravidarum yang lebih berat.

Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan

karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karna

oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis denagn tertimbun

nya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah.

Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah

menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma

berkurang. Natrium dan klorida darah turun, demikian pula khlorida air

9
kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga

aliran darah kejaringan berkurang pula dan tertimbunnya zat metabolik

yang toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan

bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi mual-muntah

yang lebih banyak, dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang

sulit dipatahkan. Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan

elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lender dan esofagus dan

lambung (Sindroma Mallory-Weiss), Dengan akibat perdarahan gastro

intestinal. Pada umunya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti

sendiri. Jarang sampai diperlukan transfuse atau tandaka operatif.

(prawirohardjo, 2006).

6. Penatalaksanaan
a. Pencegahan dengan informasi dan edukasi. Hiperemesis akan
berkurang sampai umur kehamilan 4 bualn.
b. Dinasehatkan agar tidak terlalu cepat bangun dari tempat tidur,
sehingga tercapai adaptasi aliran darah menuju susunan saraf pusat
c. Nasehat diit dianjurkan makan dengan porsi kecil tapi lebih sering.
Makanan yang menimbulakn mual dan muntah dihindari.
d. Terapi obat menggunakan sedative ringan luminal 3x 30 mg (luminal,
stesolid, valium), vitamin (B1&B6) anti muntah (mediamer B6,
Drammamin, avopreg, avomin, torecan, primperan), antasida dan anti
mulas.
e. Nasihat pengobatan : banyak minum dan hindari minuman atau
makanan yang asam untuk mengurangi iritasi lambung.

10
Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap dirumah
sakit:
a. Istirahat baring
b. Isolasi dan Therapi psikologik
c. Penambahan cairan ; berikan infuse dekstrosa atau glukosa 5%-10%
sebanyak 2-3 liter dalam 24 jam.
d. Observasi cairan yang masuk dan keluar denagn pemasangan kateter.
e. Observasi keadaan umu dan tanda vital.
f. Beri obat-obatan sda. (Nugraheny, 2010;h.59-60)

7. Diet
Ciri khas diet hiperemesis adalah penekanan karbohidrat kompleks
terutama pada pagi hari, serta menghindari makanan yang berlemak dan
goring-gorengan untuk menekan rasa mual dan muntah, sebaiknya di beri
jarak dalam pemberian makan dan minum. Diet pada hiperemesis
bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol
asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi
yang cukup. Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat,
diantaranya adalah karbohidrat tinggi, yaitu 75-80% dari kebutuhan energi
total, lemak rendah, yaitu <10% dari kebutuhan energi total, protein
sedang, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total, makanan di berikan
dalam bentuk kering, pemberian cairan di sesuaikan dengan keadaan
pasien, yaitu 7-10 gelas per hari, makanan mudah di cerna, tidak
merangsang saluran pencernaan dan di berikan sering dalam porsi kecil,
bila makan pagi dan sulit di terima, pemberian di optimalkan pada makan
malam dan selingan malam, makanan secara berangsur di tingkatkan
dalam porsi dan nilai gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi
pasien. (Rukiyah, dkk, 2010).
Ada tiga macam diet pada hiperemesis gravidarum yaitu :

11
a. Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan
hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak di berikan
bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang
akan zat-zat gizi kecuali vitamin C karena itu hanya di berikan selam
beberapa hari.
b. Diet hiperemesis II di berikan bila rasa mual dan muntah berkurang.
Secara berangsur mulai di berikanbahan mkanan yang bernilai gizi
tinggi. Pemberian mnum tidak di berikan bersamaan dengan makanan.
Makanan ini rendah dalam semua zat-zt gizi kecuali vitamin A dan D.
c. Diet hiperemesis III di berikan pada penderita dengan hiperemesis
ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman boleh di berikan
bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali
kalsium.
d. Makanan yang di anjurkan untuk diet hiperemesis I, II, dan III adalah
roti panggang, biscuit, crakers, buah segar dan saribuah, minuman
botol ringan, sirup, kaldu tak berlemak, teh hangat. Sedangkan
makanan yang tidak di anjurkan adalah makanan yang pada umumnya
merangsang saluran pencernaan dan berbumbu tajam. Bahan makanan
yang mengandung alcohol, kopi dan makanan yang mengandung zat
pengawet, pewarna, dan penyedap rasa juga tidak di anjurkan.
Diet pada ibu yang mengalamihiperemesis terkadang melihat kondisi
si ibu dan tingkatan hiperemesisnya, konsep saat ini di anjurkan pada
ibu adalah makanlah apa yang ibu suka, bukan makan sedikit-sedikit
tapi sering juga jangan di paksakan ibu memakan apa yang saat ini
membuat mual karena diet tersebut tidak akan berhasil malah akan
memperparah kondisinya (Rukiyah, dkk, 2010).

12
8. Komplikasi

Menurut Wiknjosastro dalam Rukiyah dampak yang di timbulkan

dapat terjadi pada ibu dan janin, seperti ibu akan kekurangan nutrisi dan

cairan sehinga keadaan fisik ibu menjadi lemah dan lelah dapat pula

mengakibatkan gangguan asam basa, pneumoni aspirasi, robekan mukosa

pada hubungan gastroesofagus yang menyebabkan perdarahan ruptur

esofagus, kerusakan hepar dan kerusakan ginjal, ini akan memberikan

pengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan janin karena nutrisi yang

tidak terpenuhi atau tidak sesuai dengan kehamilan, yang mengakibatkan

peredaran darah janin berkurang.

Pada bayi, jika hiperemesis ini terjadi hanya di awal kehamilan tidak

berdampak terlalu serius, tetapi jika sepanjang kehamilan si ibu menderita

hiperemessi gravidarum, maka kemungkinan bayinya mengalami BBLR,

IUGR, Prematur hingga terjadi abortus .

Hal ini didukung oleh pernyataan Gross et al menyatakan bahwa ada

peningkatan peluang retradasi pertumbuhan intrauterus jika ibu

mengalami penurunan berat badan sebesar 5 % dari berat badan sebelum

kehamilan, karena pola pertumbuhan janin terganggu oleh metabolisme

maternal. Terjadi pertumbuhan janin terhambat sebagai akibat kurangnya

pemasukan oksigen dan makanan yang kurang adekuat dan hal ini

mendorong terminasi kehamilan lebih dini (Rukiyah, dkk, 2010)

13
B. Konsep Hipertensi dalam Kehamilan
1. Pengertian Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi dalam kehamilan adalah suatu kondisi dalam kehamilan
dimana tekanan darah sistol diatas 140 mmHg dan diastol diatas 90
mmHg atau adanya peningkatan tekanan sistolik sebesar 30 mmHg atau
lebih atau peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau lebih diatas nilai
dasar yang mana diukur dalam dua keadaan, minimal dalam jangka waktu
6 jam (Reeder dkk, 2011).

Hipertensi dalam kehamilan ialah tekanan darah sistolik dan diaistolik


140/90 mmHg pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan
2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg dan
kenaikan tekanan darah diastolic 15 mmHg sebagai parameter hipertensi
sudah tidak dipakai lagi (Prawirohardjo, 2013).

Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan :


a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis
setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12
minggu pasca persalinan.
b. Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria.
c. Eklamsi adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang sampai
dengan koma.
d. Hipertensi kronik dengan superposed preeklamsi adalah hipertensi
kronik di sertai tanda-tanda preeklamsi atau hipertensi kronik disertai
proteinuria. Hipertensi gestasional (transient hypertensi) adalah
hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan
hipertensi.

14
e. Menghilang setelah 3 bulan pascapersalin atau kehamilan dengan
preeklamsi tetapi tanpa proteinuria (prawirohardjo, 2013).

2. Etiologi
Prawirohardjo (2013), menjelaskan penyebab hipertensi dalam kehamilan
belum diketahui secara jelas. Namun ada beberapa faktor risiko yang
menyebabkan terjadinya hipertensi dan dikelompokkan dalam faktor
risiko.
Beberapa faktor risiko sebagai berikut :
a. Primigravida, primipaternitas
b. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel,
diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
c. Umur d. riwayat keluarga pernah pre eklampsia/ eklampsia
d. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
e. Obesitas

3. Manifestasi Klinis
Jhonson (2014), menjelaskan beberapa manifestasi klinis dari hipertensi
dalam kehamilan adalah sebagai berikut :
Gejala yang timbul akan beragam, sesuai dengan tingkat PIH dan organ
yang dipengaruhi.
1) Spasme pembuluh darah ibu serta sirkulasi dan nutrisi yang buruk
dapat mengakibatkan kelahiran dengan berat badan dan kelahiran
prematur.
2) Mengalami hipertensi diberbagai level.
3) Protein dalam urin berkisar dari +1 hingga +4.
4) Gejala neurologi seperti pandangan kabur, sakit kepala dan hiper
refleksia mungkin akan terjadi.
5) Berpotensi gagal hati.
6) Kemungkinan akan mengalami nyeri di kuadran kanan atas.

15
7) Meningkatnya enzim hati.
8) Jumlah trombosit menurun

4. Patofisiologi
Prawirohardjo (2013), menjelaskan beberapa teori yang mengemukakan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan diantaranya adalah :
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh
darah tersebut menembus miometrium berupa uteri arkuarta dan
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium
menjadi arteri basalis dan artrei basalis memberi cabang arteri spiralis.
Kehamilan normal akan terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot
arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan arteri spiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Keadaan ini akan memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan tekanan darah pada
daerah utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak
dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini sering dinamakan dengan
remodeling arteri spiralis.
Sebaliknya pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi selsel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarrya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis.

16
Sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadi hipoksia dan
iskemia plasenta.
b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan yang disebut juga radikal bebas. Iskemia plasenta tersebut
akan menghasilkan oksidan penting, salah satunya adalah radikal
hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel
pembuluh darah. Radikal hidroksil tersebut akan merusak membran sel
yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak. Peroksida lemak tersebut selain akan merusak membran sel,
juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Peroksida lemak sebagai oksidan akan beredar diseluruh tubuh dalam
aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Akibat sel
endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. 10
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
HLA-G (human leukocyte antigen protein G) merupakan prakondisi
untuk terjadinya invasi trofoblas kedalam jaringan desidua ibu,
disamping untuk menghadapi sel natular killer. HLA-G tersebut akan
mengalami penurunan jika terjadi hipertensi dalam kehamilan. Hal ini
menyebabkan invasi desidua ke trofoblas terhambat. Awal trimester
kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecendrungan terjadi
pre-eklampsia, ternyata mempunyai proporsi helper sel yang lebih
rendah bila dibanding pada normotensif.
d. Teori adaptasi kardiovaskuler
Daya refrakter terhadap bahan konstriktor akanhilangjika terjadi
hipertensi dalam kehamilan, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh

17
darah terhadap bahan vasopresor hilang hingga pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
e. Teori Genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah
terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pre-eklampsia, 2,6% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya
8% anak menantu mengalami preeklampsia. f. Teori defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Misalnya
seorang ibu yang kurang mengkonsumsi minyak ikan, protein dan
lain-lain. 11.
f. Teori stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi. Plasenta juga akan melepaskan debris trofoblas dalam
kehamilan normal. Sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik
trofoblas, akibar reaksi steress oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Proses apoptosis pada preeklampsia
terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga terjadi peningkatan
produksi debris apoptosis dan dan nekrotik trofoblas. Makin banyak
sel trofoblas plasenta maka reaksi stress oksidatif makin meningkat,
sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan
ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh
lebih besar dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal
(Prawirohardjo, 2013).
Berdasarkan teori di atas, akan mengakibatkan terjadinya kerusakan
membran sel endotel. Kerusakan ini mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan

18
ini disebut dengan disfungsi sel endotel. Apabila terjadi disfungsi sel
endotel, maka akan terjadi beberapa gangguan dalam tubuh,
diantaranya adalah :
1) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu fasodilator
kuat.
2) Perubahan pada sel endotel kapiler glomerulus.
3) Peningkatan permeabilitas kapiler.
4) Peningkatan produksi bahan- bahan vasopresor, yaitu endotelin.
Kadar NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin
(vasokonstriktor) meningkat. 12.
5) Peningkatan vaktor koagulasi.
6) Agresi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agresi sel-sel trombosit ini untuk menutupi
tempattempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan.
Terjadinya agresi trombosit akan memproduksi tromboksan
(TXA2) yang mana tromboksan tersebut merupakan suatu
vasokonstriktor kuat. Ibu hamil yang mengalami hipertensi akan
terjadi perbandingan kadar tromboksan (vasokonstriktor kuat)
lebih tinggi dari pada prostasiklin (vasodilator kuat), sehingga
menyebabkan pembuluh darah cendrung mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kenaikan tekanan darah.
Reeder (2011), menjelaskan patofisiologi hipertensi
dalam kehamilan terjadi karena adanya vasokonstriksi arteriol,
vasospasme sistemik, dan kerusakan pembuluh darah merupakan
karakteristik terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Sirkulasi arteri
terganggu karena adanya segmen yang menyempit dan melebar
yang berselang-seling. Kerja vasospastik tersebut merusak
pembuluh darah akibat adanya penurunan suplai darah dan

19
penyempitan pembuluh darah di area tempat terjadinya pelebaran.
Apabila terjadi kerusakan pada endotelium pembuluh darah,
trombosit, fibrinogen, dan hasil darah lainnya akan dilepaskan ke
dalam interendotelium. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan peningkatan permeabilitas albumin, dan akan
mengakibatkan perpindahan cairan dari ruang intravaskuler ke
ruang ekstravaskuler yang terlihat secara klinis sebagai edema
(Reeder, 2011).

20
5. WOC Hipertensi dan Kehamilan

21
6. Pemeriksaan diagnostik
Manuaba dkk (2013) dan Purwaningsih & Fatmawati(2010) menyebutkan
pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada ibu hamil dengan hipertensi
diantaranyana :
a. Uji urin kemungkinan menunjukkan proteinuria.
b. Pengumpulan urin selama 24 jam untuk pembersihan kreatinin dan
protein.
c. Fungsi hati : meningkatnya enzim hati (meningkatnya alamine
aminotransferase atau meningkatnya aspartate ).
d. Fungsi ginjal: profil kimia akan menunjukkan kreatinin dan elektrolit
abnormal, karena gangguan fungsi ginjal.
e. Tes non tekanan dengan profil biofisik.
f. USG seri dan tes tekanan kontraksi untuk menentukan status janin.
g. Evaluasi aliran doppler darah untuk menentukan status janin dan ibu.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap hipertensi dalam kehamilan tersebut juga
dijelaskan oleh Purwaningsih dan Fatmawati (2010) dan Prawirohardjo
(2013), beberapa penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan
diantaranya:
a. Anjurkan melakukan latihan isotonik dengan cukup istirahat dan tirah
baring.
b. Hindari kafein, merkok, dan alkohol.
c. Diet makanan yang sehat dan seimbang, yaitu dengan mengkonsumsi
makanan yang mengandung cukup protein, rendah karbohidrat, garam
secukupnya, dan rendah lemak.
d. Menganjurkan agar ibu melakukan pemeriksaan secara teratur, yaitu
minimal 4 kali selama masa kehamilan. Tetapi pada ibu hamil dengan
hipertensi dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan yang
lebih sering, terutama selama trimester ketiga, yaitu harus dilakukan

22
pemeriksaan setiap 2 minggu selama 2 bulan pertama trimester ketiga,
dan kemudian menjadi sekali seminggu pada bulan terakhir kehamilan.
e. Lakukan pengawasan terhadap kehidupan dan pertumbuhan janin
dengan USG.
f. Pembatasan aktivitas fisik.
g. Penggunaan obat- obatan anti hipertensi dalam kehamilan tidak
diharuskan, karena obat anti hipertensi yang biasa digunakan dapat
menurunkan perfusi plasenta dan memiliki efek yang merugikan bagi
janin. Tetapi pada hipertensi berat, obat-obatan diberikan sebagai
tindakan sementara. Terapi anti hipertensi dengan agen farmakologi
memiliki tujuan untuk mengurangi tekanan darah perifer, mengurangi
beban kerja ventrikel kiri, meningkatkan aliran darah ke uterus dan
sisitem ginjal serta mengurangi resiko cedera serebrovaskular.

8. Komplikasi
Purwaningsih & Fatmawati (2010) dan Mitayani (2011), menyebutkan
beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi dalam
kehamilan pada ibu dan janin.
Pada ibu :
a. Eklampsia
b. Pre eklampsia berat
c. Solusio plasenta
d. Kelainan ginjal
e. Perdarahan subkapsula hepar
f. Kelainan pembekuan darah
g. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated, liver, enzymes, dan low
platellet count).
h. Ablasio retina.

Pada janin :

23
a. Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus
b. Kelahiran prematur
c. Asfiksia neonatorum
d. Kematian dalam uterus
e. Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal.

BAB III

24
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPEREMISIS GRAVIDARUM DAN
HIPERTENSI PADA IBU HAMIL

A. Hiperemisis Gravidarum
1. Pengkajian
Istirahat kurang, terjadi kelemahan, TD sistol menurun, denyut nadi
meningkat,konflik interpersonal keluarga, kesulitan ekonomi, perubahan
tentang persepsi kondisinya, dan kehamilan yang tidak direncanakan.
Perubahan konsistensi defekasi, peningkatan frekwensi berkemih,dan
peningkatan konsentrasi urine. Mual muntah yang berlebihan (4-8
minggu), nyeri epigastrium, penurunan berat badan (5-10 kg), iritasi dan
kemerahan membrane mukosa mulut, hb dan ht rendah napas bau aseton,
turgor kulit berkurang, mata cekung, lidah kering, suhu kadang naik,
badan lemah, ikterius, perubahan peran,system pendukung yang kurang,

2. Diagnosa keperawatan
a. Defisit Nutrisi
b. Resiko ketidakseimbangan cairan
c. Intoleransi aktifitas

3. Rencana Keprawatan

25
Diagnosa Keperawatan Intervensi
Defisit Nutrisi 1. Manajemen Nutrisi
a. Observasi
- Identifikasi status nutrisi

- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

- Identifikasi makanan yang disukai

- Monitor asupan makanan\

- Monitor berat badan

- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

b. Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika

perlu
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu

yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk

mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan protein

c. Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu

- Ajarkan diet yang di programkan

d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum

makan (mis. pereda nyeri, antiemetik), jika

26
perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien


yang dibutuhkan, jika perlu

2. Pemantauan Nutrisi
a. Observasi
- Identifikasi faktor yang mempengaruhi

asupan gizi
- Identifikasi perubahan berat badan

- Identifikasi pola makan (mis.

kesukaan/ketidaksukaan makanan)
- Monitor mual dan muntah

- Monitor asupan oral

- Monitor hasil laboratorium (mis. kadar

kolesterol, albumin serum, hemoglobin,


hematokrit, dan elektrolit darah)
b. Terapeutik
- Timbang berat badan

- Ukur antropometri komposisi tubuh (mis.

imt, pengukuran pinggang)


- Hitung perubahan berat badan

- Atur interval waktu pemantauan sesuai

dengan kondisi pasien

27
- Dokumentasikan hasil pemantauan

c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

- Informasikan pemantauan, jika perlu

3. Manajemen Gangguan Makan


a. Observasi
- Monitor asupan dan keluarnya makanan

dan cairan serta kebutuhan kalori


b. Terapeutik
- Timbang berat badan secara rutin

- Dampingi ke kamar mandi untuk

pengamatan perilaku memuntahkan


kembali makanan
- Berikan penguatan positif terhadap

keberhasilan target dan perubahan perilaku


c. Edukasi
- Anjurkan membuat catatan harian tentang

perasaan dan situasi pemicu pengeluaran


makanan (mis. muntah, aktivitas
berlebihan)
- Ajarkan ketrampilan koping untuk

penyelesaian masalah perilaku makanan

28
d. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target

berat badan, kebutuhan kalori dan pilihan


makanan.
Resiko 1. Pemantauan Cairan:
ketidakseimbangan a. Observasi
cairan - Monitor frekuensi dan kekuatan nadi

- Monitor frekuensi napas

- Monitor tekanan darah

- Monitor berat badan

- Monitor waktu pengisian kapiler

- Monitor elastisitas atau turgor kulit

- Monitor intake dan output cairan

b. Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan sesuai

dengan kondisi pasien


- Dokumentasikan hasil pemantauan

c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2. Pemantauan Tanda Vital:

29
a. Observasi
- Monitor tekanan darah

- Monitor nadi (frekuensu, kekuatan, irama)

- Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)

- Monitor suhu tubuh

- Identifikasi penyebab perubahan sesuai

tanda vital
b. Terapeutik
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi

pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan

c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3. Pencegahan Perdarahan:
a. Observasi
- Monitor tanda dan gejala perdarahan

- Monitor nilai hematokrit/hemoglobin

sebelum dan sedudah perdarahan


- Monitor tanda-tanda vital ortistatik

30
b. Terapeutik
- Pertahankan bed rest selama perdarahan

- Batasi tindakan invasif, jika perlu

- Hindari pengukuran suhu rektal

c. Edukasi
- Anjurkan meningkatkan asuoan cairan untuk

menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari aspirin atau

antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan

dan vitamin K
- Anjurkan segera melapor jika terjadi

perdarahan
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol

darah, jika perlu


- Kolaborasi pemberian produk darah, jika

perlu

Intoleransi aktivitas 1. Manajemen energi:


a. Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang

mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional

31
- Monitor pola dan jam tidur

b. Terpeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah

stimulus
- Lakukan latihan gerak pasif atau aktuf

- Berikan aktivitas distraksi yang

menenangkan
c. Edukasi
- Anjurkan tirah baring

- Anjurkan melakukan aktivitas secara

bertahap
- Anjurkan strategi koping untuk mengurangi

kelelahan
d. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara

meningkatkan asupan makanaan

2. Dukungan Tidur:
a. Observasi
- Identifikasi pola aktivitas dan tidur

- Identifikasu faktor pengganggu tidur

b. Terapeutik
- Modifikasi lingkungan

32
- Tetapkan jadwal tidur rutin

c. Edukasi
- Jelaskan pentingnya cukup tidur

- Anjurkan menepati kebiasaan wsktu tidur

- Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara

nonfarmakologi lainnya

3. Pemantauan tanda vital


a. Observasi
- Monitor tekanan darah
- Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, irama)
- Monitor pernafasan ( frekuensi,
kedalaman)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor oksimetri nadi
- Identivikasi penyebab perubahan tanda
vital
b. Terapeutik
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan

4. Promosi dukungan keluarga


a. Observasi
- Identifikasi sumber daya fisik, emosional,
dan pendidikan keluarga
- Identifikasi kebutuhan dan harapan

33
anggota keluarga
- Identifikasi persepsi tentang situasi,pemicu
kejadian, perasaan dan perilaku pasien
b. Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang nyaman
- Diskusikan anggota keluarga yang akan
dilibatkan dalam perawatan
- Diskusika kemampuan dan perencanaan
keluarga dalam perawatan
c. Edukasi
- Anjurkan keluarga meningkatkan aspek
positif dari situasi yang dijalani pasien

B. Hipertensi pada Ibu Hamil


1. Pengkajian
a. Anamnesa Pengkajian pada pasien dengan kasus hipertensi dalam
kehamilan meliputi :
1) Identitas umum ibu, seperti:nama, tempat tanggal lahir/umur,
pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, dan alamat rumah
2) Data Riwayat Kesehatan
a). Riwayat kesehatan sekarang : Biasanya ibu akan mengalami:
sakit kepala di daerah frontal, terasa sakit di ulu hati/ nyeri
epigastrium, bisa terjadi gangguan visus, mual dan muntah,
tidak nafsu makan, bisa terjadi gangguan serebral, bisa terjadi

34
edema pada wajah dan ekstermitas, tengkuk terasa berat, dan
terjadi kenaikan berat badan 1 kg/ minggu.
b). Riwayat kesehatan Dahulu: Biasanya akan ditemukan riwayat:
kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi pada
kehamilan sebelumnya, kemungkinan ibu mempunyai riwayat
preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan terdahulu,
biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas, ibu mungkin
pernah menderita gagal ginjal kronis.
c). Riwayat Kesehatan Keluarga Kemungkinan mempunyai
riwayat kehamilan dengan hipertensi dalam keluarga.
3) Riwayat Perkawinan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun
atau di atas 35 tahun.
4) Riwayat Obstetri
Biasanya hipertensi dalam kehamilan paling sering terjadi pada ibu
hamil primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
molahidatidosa dan semakin semakin tuanya usia kehamilan
(Prawirohardjo, 2013).

b. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : Biasanya ibu hamil dengan hipertensi akan

mengalami kelemahan.
- TD : Pada ibu hamil dengan hipertensi akan ditemukan tekanan

darah darah sistol diatas 140 mmHg dan diastol diatas 90 mmHg.
- Nadi : Biasanya pada ibu hamil dengan hipertensi akan ditemukan

denyut nadi yang meningkat, bahkan pada ibu yang mengalami


eklampsia akan ditemukan nadi yang semakin cepat.

35
- Nafas : Biasanya pada ibu hamil dengan hipertensi akan ditemuksn

nafas pendek, dan pada ibu yang mengalami eklampsia akan


terdengar bunyi nafas yang berisik dan ngorok.
- Suhu : Ibu hamil yang mengalami hipertensi dalam kehamilan

biasanya tidak ada gangguan pada suhunya, tetapi jika ibu hamil
tersebut mengalami eklampsia maka akan terjadi peningkatan
suhu.
- BB : Biasanya akan terjadi peningkatan berat badan lebih dari 0,5

kg/minggu, dan pada ibu hamil yang mengalami preeklampsia


akan terjadi peningkatan BB lebih dari 1 kg/minggu atau sebanyak
3 kg dalam 1 bulan
- Kepala : Biasanya ibu hamil akan ditemukan kepala yang

berketombe dan kurang bersih dan pada ibu hamil dengan


hipertensi akan mengalami sakit kepala.
- Wajah : Biasanya pada ibu hamil yang mengalami

preklampsia/eklampsia wajah tampak edema.


- Mata : Biasanya ibu hamil dengan hipertensi akan ditemukan

konjungtivasub anemis, dan bisa juga ditemukan edema pada


palvebra. Pada ibu hamil yang mengalami preeklampsia atau
eklampsia biasanya akan terjadi gangguan penglihat yaitu
penglihatan kabur.
- Hidung : Biasanya pada ibu hamil tidak ditemukan gangguan

- Bibir : Biasanya akan ditemukan mukosa bibir lembab

- Mulut : Biasanya terjadi pembengkakan vaskuler pada gusi,

menyebabkan kondisi gusi menjadi hiperemik dan lunak, sehingga


gusi bisa mengalami pembengkakan dan perdarahan

36
- Leher : Biasanya akan ditemukan pembesaran pada kelenjer tiroid

- Thorax :

1) Paru-paru : Biasanya akan terjadi peningkatan respirasi, edema


paru dan napas pendek
2) Jantung : Pada ibu hamil biasanya akan terjadi palpitasi
jantung, pada ibu yang mengalami hipertensi dalam
kehamilan,khususnya pada ibu yang mengalami preeklampsia
beratakan terjadi dekompensasi jantung.
- Payudara : Biasanya akan ditemukan payudara membesar, lebih

padat dan lebih keras, puting menonjol dan areola menghitam dan
membesar dari 3 cm menjadi 5 cm sampai 6 cm, permukaan
pembuluh darah menjadi lebih terlihat.
- Abdomen :Pada ibu hamil akan ditemukan umbilikus menonjol

keluar, danmembentuk suatu area berwarna gelap di dimding


abdomen, serta akanditemukan linea alba dan linea nigra. Pada ibu
hamil dengan hipertensibiasanya akan ditemukan nyeri pada
daerah epigastrum, dan akanterjadi anoreksia, mual dan muntah
- Pemeriksaan janin : Biasanya ibu hamil dengan hipertensi bisa

terjadi bunnyi jantung janin yang tidak teratur dan gerakan janin
yang melemah (Mitayani, 2011).
- Ekstermitas : Pada ibu yang mengalami hipertensi dalam

kehamilan bisa ditemukan edema pada kaki dan tangan juga pada
jari-jari.
- Sistem persarafan : Biasanya ibu hamil dengan hipertensi bisa

ditemukan hiper refleksia, klonus pada kaki

37
- Genitourinaria : Biasanya ibu hamil dengan hipertensi akan

didapatkan oliguria dan proteinuria, yaitu pada ibu hami dengan


preeklampsia (Reeder, 2011; Mitayani, 2011).

c. Pemeriksaan Penunjang
Mitayani (2011), mengatakan beberapa pemeriksaan penunjang
hipertensi dalam kehamilan yang dapat dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
a). Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%)
b). Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
c). Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3
b. Urinalisis
Untuk menentukan apakah ibu hamil dengan hipertensi
tersebut mengalami proteinuria atau tidak. Biasanya pada ibu
hipertensi ringan tidak ditemukan protein dalam urin.
c. Pemeriksaan fungsi hati
a). Bilirubin meningkat (N=< 1 mg/ dl)
b). LDH (Laktat dehidrogenase) meningkat
c). Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul.
d). Serum glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat
(N: 15-45 u/ml).
e). Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT)
meningkat (N: < 31 u/l).
f). Total protein serum normal (N: 6,7-8,7 g/dl).
d. Tes kimia darah
Asam urat meningkat (N: 2,4-2,7 mg/ dl).
2) Radiologi

38
a. Ultrasonografi
Bisa ditemukan retardasi pertumbuhan janin intrauterus,
pernapasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan
volume cairan ketuban sedikit
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah

3) Data sosial ekonomi


Hipertensi pada ibu hamil biasanya lebih banyak terjadi pada
wanita dengan golongan ekonomi rendah, karena mereka kurang
26 Poltekkes Kemenkes Padang mengonsumsi makanan yang
mengandung protein dan juga melakukan perawatan antenatal yang
teratur.

4) Data Psikologis
Biasanya ibu yang mengalami hipertensi dalam kehamilan berada
dalam kondisi yang labil dan mudah marah, ibu merasa khawatir
akan keadaan dirinya dan keadaan janin dalam kandungannya, dia
takut anaknya nanti lahir cacat ataupun meninggal dunia, sehingga
ia takut untuk melahirkan (Prawihardjo, 2013).

2. Diagnosis Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif
b. Perfusi perifer tidak efektif
c. Gangguan rasa nyaman
d. Intoleransi aktifitas

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Intervensi

39
Keperawatan
Pola napas tidak 1. Pemantauan respirasi :
efektif a. Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman,

usaha napas
- Monitor pola napas (seperti

bradipnea, takipnea, hiperventilasi)


- Monitor adanya sputum

- Monitor adanya sumbatan jalan napas

- Auskultasi bunyi napas

- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

b. Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi

sesuai kondisi pasien


- Dokumentasikan hasil pemantauan

c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan

2. DukunganVentilasi :
a. Observasi
- Identifikasi adanya kelelahan otot

bantu napas

40
- Identifikasi efek perubahan posisi

terhadap status pernapasan


- Monitor status respirasi dan

oksigenasi (mis. Frekuensi dan


kedalaman napas, penggunaan otot
bantu napas, bunyi napas tambahan,
saturasi oksigen).
b. Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas

- Berikan posisi semifowler atau fowler

- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan

(mis. nasal kanul, masker wajah,


masker rebreathing atau non
rebreathing).
c. Edukasi
- Ajarkan melakukan teknik relaksasi

napas dalam
- Ajarkan mebngubah posisi secara

mandiri
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,

jika perlu

3. Pengaturan Posisi
a. Observasi
- Monitor status oksigenasi sebelum

41
dan sesudah mengubah posisi
b. Terapeutik
- Atur posisi untuk mengurangi sesak

(mis. semifowler).
- Atur posisi tidur yang disukai

- Tinggikan tempat tidur bagian kepala

c. Edukasi
- Informasikan saat akan dilakukan

perubahan posisi
- Ajarkan cara menggunakan postur

yang baik dan mekanika tubuh yang


baik selama melakukan perubahan
posisi

Perfusi perifer 1. Perawatan sirkulasi


tidak efektif b. Observasi
- Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
perifer, edema, pengsian kapiler,
warna, suhu)
- Identifikasi faktor resiko gangguan
sirkulasi
c. Terapeutik
- Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah vena didaerah
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tekanan darah
pada ektremitas dengan keterbatasan
perfusi

42
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan hidrasi
d. Edukasi
- Ajarkan program diet untu
memperbaiki sirkulasi
- Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan

2. Pemantauan tanda vital


a. Observasi
- Monitor tekanan darah
- Monitor nadi (frekuensi, kekuatan,
irama)
- Monitor pernafasan ( frekuensi,
kedalaman)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor oksimetri nadi
- Identivikasi penyebab perubahan
tanda vital
b. Terapeutik
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantaun

3. Pengambilan sampel darah vena


a. Observasi
- Identifikasi order pemeriksaan darah
vena, sesuai indikasi

43
- Pilih bena dengan pertimbangan
jumlah darah yang dibutuhkan
- Pilih ukuran dan jenis jarum yang
sesuai
- Pilih tabung sempel darah yang tepat
b. Terapeutik
- Lebarkan pembuluh darah dengan
torniket dan mengepalkan tinju
- Bersihkan lokasi penusukan dengan
antiseptik
- Lakukan penusukan dengan sudut
20-30 derajat
- Aspirasi
- Keluarkan jarum dan lakukan
penekanan pada penusukan
- Berikan label pada tabung sampel
- Kirim sampai ke labolatorium
- Buang jarum pada wadah tertutup,
sesuai prosedur
e. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan langkah-langkah
prosedur sebelum pengambilan darah
- Informasikan hasil pemeriksaan
sampel darah

4. Terapi intravena
a. Observasi
- Identifikasi indikasi dilakukan terapi
intravena
- Periksa jenis, jumlah, tanggal

44
kaldaluarsa,jenis larutan,dan
kerusakan wadah
- Periksa kepatenan IV sebelum
pemberian obat atau cairan
- Monitor tanda flebitis atau infeksi
lokal
b. Terapeutik
- Pertahankan teknik aseptik
- Lakukan 6 benar
- Berikan obat melalui IV dan monitor
reaksi obat
- Lakukan perawatan area penusukan
kateter IV
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan langkah-langkah
prosedur

Gangguan rasa 1. Terapi Relaksasi


nyaman a. Observasi
- Identifikasi teknik relaksasi yang

pernah efektif digunakan


- Identifikasi kesediaan, kemampuan,

dan penggunaan teknik sebelumnya


- Periksa ketegangan otot, frekuensi

nadi, tekanan darah, dan suhu


sebelum dan sesudah latihan
- Monitor respons terhadap terapi

relaksasi

45
b. Terapeutik
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan

tanpa gangguan dengan pencahayaan


dan suhu ruang nyaman
- Berikan informasi tertulis tentang

persiapan dan prosedur teknik


relaksasi
- Gunakan pakaian longgar

- Gunakan relaksasi sebagai strategi

penunjang dengan analgetik atau


tindakan medislain, jika sesuai
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan

jenis relaksasi yang tersedia (mis.


Musik, meditasi napas dalam,
relaksasi otot progresif)
- Jelaskan secara rinci intervensi

relaksasi yang dipilih


- Anjurkan mengambil posisi nyaman

- Anjurkan rileks dan merasakan

sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi atau

melatih teknik yang dipilih


- Demonstrasikan dan latih teknik

relaksasi (mis. napas dalam,

46
peregangan, atau imajinasi
terbimbing).

2. Manajemen Nyeri
a. Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, intensitas


nyeri
- Identifikasi skala nyeri

- Identifikasi respons nyeri verbal

- Monitor efek samping penggunaan

analgetik
b. Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis

untuk mengurangi rasa nyeri (mis.


terapi musik, aromateraphy, kompres
hangat/dingin).
- Kontrol lingkungan yang

memperberat rasa nyeri (mis. suhu


ruangan, pencahayaan, kebisingan).
- Fasilitasi istirahat dan tidur

c. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan

pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri

47
- Anjurkan memonitor nyeri secara

mandiri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis

untuk mengurangi rasa nyeri


d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika

perlu

3. Pemantauan Nyeri
a. Observasi
- Identifikasi faktor pencetus dan

pereda nyeri
- Monitor kualitas nyeri (mis. terasa

tajam, tumpul, diremas-remas ditimpa


beban berat)
- Monitor lokasi dan penyebaran nyeri

- Monitor intensitas nyeri dengan

menggunakan skala
- Monitor durasi dan frekuensi nyeri

b. Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan

sesuai dengan kondisi pasien


- Dokumentasi hasil pemantauan

c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur

48
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika

perlu

Intoleransi 1. Manajemen energy


aktifitas a. Observasi
- Identifikasi yang mengakibatkan
kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan
emosional
- Monitor pola dan jam tidur
b. Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (mis.
Cahaya,suara,kunjungan)
- Fasilitasi duduk disisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
c. Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas seara
bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
d. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

49
2. Dukungan Ambulasi:
a. Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan
ambulasi
b. Terapeutik

- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan


alat bantu
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,
jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dan meningkatkan ambulasi
c. Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi


- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Anjurkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan

2. Dukungan kepatuhan program


pengobatan
a. Observasi
- Identifikasi yang mengakibatkan
kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan
emosional
- Monitor pola dan jam tidur
b. Terapeutik

50
- Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (mis.
Cahaya,suara,kunjungan)
- Fasilitasi duduk disisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
c. Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktivitas seara
bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala tidak berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
d. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

3. Pemantauan tanda vital


a. Observasi
- Monitor tekanan darah
- Monitor nadi (frekuensi, kekuatan,
irama)
- Monitor pernafasan ( frekuensi,
kedalaman)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor oksimetri nadi
- Identivikasi penyebab perubahan
tanda vital
b. Terapeutik

51
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan

4. Promosi dukungan keluarga


a. Observasi
- Identifikasi sumber daya
fisik,emosional, dan pendidikan
keluarga
- Identifikasi kebutuhan dan harapan
anggota keluarga
- Identifikasi persepsi tentang
situasi,pemicu kejadian,perasaan dan
perilaku pasien
b. Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang nyaman
- Diskusikan anggota keluarga yang
akan dilibatkan dalam perawatan
- Diskusika kemampuan dan
perencanaan keluarga dalam
perawatan
c. Edukasi
- Anjurkan keluarga meningkatkan
aspek positif dari situasi yang
dijalani pasien

BAB IV

52
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian makalah ini dapat ditarik kesimpulan yaitu pengertian hiperemesis
gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan muntah lebih dari 10
kali dalam 24 jam, sehingga mengganggu kesehatan dan pekerjaan sehari-hari
Hipertensi karena kehamilan yaitu tekanan darah yang lebih tinggi dari
140/90mmHg yang disebabkan karena kehamilan itu sendiri, memiliki potensi
yang menyebabkan gangguan serius pada kehamilan.
Masa kehamilan seperti hiperemisis gravidarum dan hipertensi pada ibu hamil
juga dapat memiliki resiko kematian ibu dan bayi. Kejadian tersebut harus
selalu di waspadai karena dapat meningkatkan resiko angka prematuritas,
BBLR, dan angka kematian bayi.

B. SARAN
Menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan secara teratur agar
dapat terdeteksi secara dini bila ada kelaianan sehubungan dengan
kehamilannya. Pentingnya kesiapan mental dan fisik dalam setiap kehamilan
agar status kesehatan ibu dan janin tetap optimal. Menganjurkan ibu untuk
segera ke rumah sakit atau puskesmas terdekat bila mengalami salah satu dari
tanda bahaya kehamilan. Demikian isi makalah ini, kami sangat menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan
baik dari segi bentuk maupun materi yang kami uraikan. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya.

53
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:EGC.


Johnson. 2014. Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Kemenkes RI. 2014. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI.
Jakarta Selatan. http://www.depkes.go.id.pdf. Diakses tanggal 16 Oktober
2021.
Kristiyani, Sagung Desy. 2014. Laporan Kasus: Hipertensi dalam Kehamilan.
Http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 16 Oktober 2021.
Manuaba, Chandranita dkk. 2013. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi &
Obstetri Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC.
Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
Purwaningsih, Wahyu dan Fatmawati, Siti. 2010. Asuhan Keperawatan
Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Puspitasari dkk. (2015). Hubungan Usia, Graviditas dan Indeks Massa Tubuh
denganKejadian Hipertensi dalam Kehamilan. Http://Download.Portalgaruda.
Org. Diakses tanggal 16 Oktober 2021.
Reeder dkk. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, &
Keluarga: Volume 2 (Edisi 18). Jakarta: EGC.
Reeder, dkk. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, &
Keluarga: Volume 1 (Edisi 18). Jakarta : EGC
Faktor Risiko Hipertensi Pada Wanita Hamil Di Indonesia (Analisis Data
Riskesdas UNICEF. 2015. UNICEF Data: Monitoring the Situation of
Children and Women.https://data.unicef.org. Diakses tanggal 15 Oktober
2021.
Yohanna dkk. 2011. Kehamilan & Persalinan.jakarta: Graha Media.
Runiari, Nengah. 2010. Asuhan keperawatan pada klien dengan hiperemesis
Sgravidarum : penerapan konsep dan teori keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.

54
Fadlun & Achmad Feryanto. 2011. Asuhan Keperawatan Patologis. Jakarta:
Salemba Medika.
Jannah, Nurul. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kehamilan.
Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET.
Maryunani, Anik. 2010. Biologi reproduksi dalam keperawatan. Jakarta:
Trans info media.
Nugraeheny, Esti. 2009. Asuhan Keperawatan Patologi. Yogyakarta: Pustaka
Rihana.
Prawirohardjo. 2005. Ilmu Keperawatan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu keperawatan. Jakarta:Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

55

Anda mungkin juga menyukai