Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

DISUSUN
Kelompok 4

Yeni Lotu 08210100007


Marion Reski Mosa’u 08210100008
Elisabeth Sainyakit 08210100009
Siti Nur Hidayah 08210100011
Rizka Nazila 08210100012
Mafatih 08210100014
Nabila Ernita 08210100018
Mutiara Yolanda Pratiwi 08210100042

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA MAJU (UIMA)

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian Isolasi Sosial


Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial
merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain
(Keliat, 2005).

Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif
dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000).

Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain


karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam
berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan
mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagai pengalaman
(Iyus, 2010).

B. Psikodinamika
1. Etiologi
Isolasi sosial sering disebabkan oleh karena regresi perkembangan, perilaku-
perilaku egosentris, waham, takut akan penolakan atau kegagalan dalam
berinteraksi, kelainan kognitif membantu perkembangan pandangan diri
yang negatif, proses berduka yang belum terselesaikan dan tidak adanya
orang yang bermakna bagi klien atau teman sebaya (Carpenito, 2003).

2. Proses Terjadinya Masalah


Isolasi sosial dapat diakibatkan dari berbagai situasi masalah kesehatan yang
terkait dengan kehilangan dengan hubungan yang telah terbentuk atau
kegagalan dalam mempertahankan hubungan tersebut. Adapun proses
terjadinya masalah dapat digambarkan dalam bagan 2.1 di bawah ini (Keliat
dkk,2005).
Bagan 2.1 Proses terjadinya masalah isolasi sosial (Keliat dkk, 2005).
Pattern of Inefective Lack development Stressor internal
parenting copping (koping task (gangguan and eksternal
(pola asuh individu idak tugas (stress internal dan
keluarga) efektif) perkembangan) eksternal)

Misal: pada Misal : saat Misal : kegagalan Misal : stress


anak yang individu menjalin terjadi akibat
kelahirannya mengalami hubungan intim ansietas yang
tidak kegagalan dengan sesama berkepanjangan
dikehendaki menyalahkan jenis atau lawan dan terjadi
(unwanted orang lain, jenis, tidak bersama dengan
child) akibat ketidak mampu mandiri keterbatasan
kegagalan berdayaan, dan kemampuan
KB, hamil menyangkal menyelesaikan individu untuk
diluar nikah, tidak mampu tugas, bekerja, mengatasinya.
jenis kelamin menghadapi bergaul, sekolah Ansietas terjadi
yang tidak kenyataan dan menyebabkan akibat terpisah
diinginkan, menarik diri dari ketergantungan dengan orang
bentuk fisik lingkungannya, pada orang tua, terdekat,
kurang terlalu tinggi rendahnya hilangnya
menawan (self ideal) dan ketahanan pekerjaan atau
menyebabkan tidak mampu terhadap berbagai orang yang
keluraga menerima realita kegagalan. dicintai.
mengeluarkan dengan rasa
komentar- syukur.
komentar
yang
negative,
merendahkan,
menyalahkan
anak.

Harga Diri Rendah


Kronis

Isolasi Sosial
3. Komplikasi
Adapun komplikasi dari perilaku isolasi sosial dapat beresiko terjadinya
gangguan sensori persepsi halusinasi (Townsend, 2007). Gangguan sensori
persepsi halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa
stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita
atau kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara
yang sebenarnya tidak ada (Johnson, 2005).

C. Rentang Respon Neurobiologis


Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan sosial merupakan sesuatu kontinum yang terbentang antara respons
adaptif dengan maladaptif sebagai berikut: (Struat, 2006).
Bagan 2.2
Rentang Respon Neurobioligis
(Stuart, 2006).
Rentang adaptif Respon maladaptif

Otonomi Pikiran kadang menyimpang Kelainan pikran delusi


Bekerja sama Ilusi Ketergantungan
Interdependen Reaksi emosional Manipulasi
Pikiran logis berlebihan/kurang Curiga
Persepsi akurat Prilaku ganjil/tak lazim Halusinasi
Prilaku sesuai Menarik diri Isolasi sosial

Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam
menyelesaikan masalah (Struat, 2006):
1. Otonomi
Otonomi adalah kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
2. Bekerja sama
Bekerja sama adalah kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain.
3. Interdependen
Interdependen adalah saling ketergantungan antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
4. Pikiran logis
Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh
individu sesuai dengan kenyataan.
5. Persepsi akurat
Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan,
dimana dapat membedakan objek yang satu dengan objek lainnya dan
mengenali kualitasnya menurut berbagai sensasi yang dihasilkan.
6. Perilaku sesuai
Perilaku sesuai adalah cara individu bersikap sesuai dengan perannya.

Sedangkan respon psikososial yaitu respon yang berada antara respon adaptif dan
maladaptif, meliputi (Iyus, 2010):
1. Pikiran kadang menyimpang
Kadang proses pikir terganggu merupakan keadaan dimana seorang
individuakan mengalami ketidakadekuatan dalam berkonsentrasi mencapai
suatu pemecahan masalah yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi/daya
ingat, kadang membayangkan sesuatu tang mustahil dan keadaan ini berada
antara respon adaptif-maladaptif.
2. Ilusi
Ilusi merupakan persepsi individu yang salah mengartikan, misalnya individu
melihat ular padahal benda tersebut bukan ular melainkan tali.
3. Reaksi emosional berlebih/kurang
Emosi berlebihan/kurang merupakan respon yang diberikan individu tidak
sesuai dengan stimulus yang datang kadang orang tersebut akan mengalami
respon yang berlebih/mungkin tidak akan berespon sama sekali atau dalam hal
ini adalah sikap acuh.
4. Perilaku ganjil/tak lazim
Prilaku yang tidak sesuai adalah prilaku yang mungkin berubah menjadi
perilaku yang aneh, tidak enak dipandang dan sulit dipahami.
5. Menarik diri
Menarik diri terjadi dimana seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
diri dan kemampuan untuk berfungsi secara sukses.
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu yang menyimpang dari
norma sosial. Yang termasuk respon maladaptif (Struat, 2006):
1. Kelainan pikiran delusi
Gangguan proses pikir atau waham adalah ketidakmampuan otak untuk
memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir
seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pkiran terkontrol, pikiran yang
tersisipi dan lain-lain.
2. Ketergantungan
Ketergantungan merupakan seseorang yang gagal mengembangkan rasa
percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
3. Manipulasi
Manipulasi adalah seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
4. Curiga
Curiga merupakan seseorang yang gagal mengembangkan rasa percaya
terhadap orang lain.
5. Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang
diterima oleh otak dari lima indra seperti suara, raba, bau ataupun penglihatan.
6. Isolasi sosial
Isolasi sosial adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari
lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungannya.

D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan,
atau masalah klien (Keliat, 2005). Menurut Stuart and Sundden (2003),
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku isolasi sosial adalah:
a. Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi
sosial, diantaranya, yaitu (Stuart and sundden, 2003):
1) Faktor perkembangan
Adanya gangguan dalam mencapai tugas perkembangan individu
tidak dapat mengembangkan interpersonal yang baik.
a) Masa bayi kurang perhatian.
b) Kurang komunikasi antara orang tua dan anak
c) Sistem keluarga yang terganggu seperti individu tidak dapat
memisahkan diri dari keluarganya.
d) Penganiayaan masa kanak-kanak.

2) Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial
maladaptive. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa, contohnya: sorang anak yang mengalami gangguan
jiwa karena ibunya juga mempunyai riwayat gangguan jiwa atau
seorang anak dilahirkan dalam kondisi kelainan dalam susunan
saraf pusat.
3) Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial,
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Ini akibat dari norma yang tidak mendukung
pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota
masyarakat yang tidak produktif seperti lansia, orang cacat, dan
berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma,
prilaku dan adanya sistem nilai yang berbeda dari kelompok
budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistik terhadap hubungan.
(Stuart and sundden, 2003).

b. Faktor presipitasi
Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang
menarik diri. Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor
antara lain (Stuart and sundden, 2003):
1) Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan
dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunya
stabilitas, unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan
orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhanya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan
dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan hubungan
(isolasi sosial).
3) Stressor intelektual
a) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagai pikiran dan perasaan yang mengganggu
pengembangan hubungan dengan orang lain.
b) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan
kesulitan dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit
berkomunikasi dengan orang lain.
c) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan
orang lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat
pada gangguan berhubungan dengan orang lain.
4) Stressor fisik
Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu
sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain.
5) Akibat
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya
terjadinya resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi
ini merupakan salah satu orientasi realitas yang maladaptive,
dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu
yang nyata tanpa stimulus atau rangsangan eksternal.
Tanda dan Gejala :
a) Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b) Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
c) Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
d) Tidak dapat memusatkan perhatian
e) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut.
f) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.
c. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala dari isolasi sosial menurut Iyus (2010) adalah sebagai
berikut:
1) Gejala subjektif:
a) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain.
b) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c) Respon verbal kurang dan sangat singkat.
d) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti hubungan
dengan orang lain.
e) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
f) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
g) Klien merasa tidak berguna.
h) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
i) Klien merasa ditolak.

2) Gejala objektif
a) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
b) Tidak mengikuti kegiatan
c) Banyak berdiam diri di kamar
d) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
yang terdekat.
e) Klien tampak sedih, ekspresi datar, dan dangkal.
f) Kontak mata.
g) Kurang spontan.
h) Apatis (acuh terhadap lingkungan).
i) Ekspresi wajah kurang berseri.
j) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
k) Mengisolasi diri
l) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
m) Masukan makanan dan minuman terganggu.
n) Retensi urin dan feses.
o) Aktivitas menurun.
p) Kurang energy (tenaga).
q) Rendah diri.
r) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya
pada posisi tidur).

d. Mekanisme koping
Individu yang mempunyai respons maladptif menggunakan berbagai
macam mekanisme dalam upayanya untuk mengatasi ansietas.
Mekanisme koping yang disajikan disini berkaitan dengan jenis spesifik
dari masalah-masalah berhubungan (Stuart, 2006).
1) Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian antisosial
a) Proyeksi
b) Splitting (Pemisahan)
c) Merendahkan orang lain
2) Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang
a) Splitting (pemisahan)
b) Reaksi formasi
c) Proyeksi
d) Isolasi
e) Idealisasi orang lain
f) Merendahkan orang lain
g) Identifikasi proyektif

e. Sumber koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respons sosial maladaptif
termasuk (Stuart, 2006).
1) Keterlibatan dalam hubungan yang luas seperti keluarga dan teman
2) Hubungan dengan hewan peliharaan
3) Kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal seperti
kesenian, musik atau tulisan.

f. Pohon masalah
Berdasarkan tanda dan gejala tersebut dari pengkajian yang didapat
maka pohon masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan
isolasi sosial (Keliat, 2005).
Resiko Gangguan Sensori Persepsi: Akibat atau Efek
Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri Masalah utama

Harga diri rendah Penyebab

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola
respon klien baik aktual maupun potensial (Stuart & Laraia, 2005).
Berdasarkan pohon masalah diatas maka diagnosa keperawatan pada klien
dengan isolasi sosial yang sesuai dengan pohon masalah tersebut yang
mengacu pada rumusan diagnosa NANDA adalah:
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Harga diri rendah
c. Resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan langkah ketiga dari proses
keperawatan dimana perawat akan menyusun rencana yang akan dilakukan
pada klien untuk mengatasi masalahnya (Dalami, 2009). Perencanaan
keperawatan jiwa meliputi penatalaksanaan keperawatan jiwa dan terapi
modalitas dengan uraian sebagai berikut:
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Rencana keperawatan untuk diagnosa isolasi sosial (Keliat, 2005)
dimana:
Tujuan umum: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tujuan khusus pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling
percaya. Kriteria evaluasi yaitu menunjukan tanda-tanda percaya
kepada perawat: wajah ceria, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak
mata, bersedia menceritakan perasaannya, bersedia mengungkapkan
masalahnya. Rencana keperawatan yaitu bina hubungan saling
percaya, beri salam setiap berinteraksi, perkenalan nama, nama
panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan, tunjukan sikap jujur
dan menepati janji setiap berinteraksi, buat kontak interaksi yang jelas,
dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.

Tujuan khusus kedua yaitu klien mampu menyebutkan penyebab


menarik diri. Kriteria evaluasi yaitu klien dapat menyebutkan mnimal
satu penyebab menarik diri dari orang lain dengan lingkungan.
Rencana keperawata yaitu tanyakan kepada klien tentang orang yang
tinggal serumah atau teman sekamar klien, orang yang paling dekat
dengan orang tersebut, orang yang tidak dekat dengan klien di rumah
atau di ruang keperawatan, apa yang membuat klien tidak dekat dengan
orang lain, upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang lain,
diskusikan dengan klien penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul
dengan orang lain, beri pujian terhadap klien mengungkapkan
perasaanya.

Tujuan khusus ketiga yaitu Klien mampu menyebutkan keuntungan


berhubungan sosial dan kerugian menarik diri. Kriteria evaluasi yaitu
klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian
menarik diri. Rencan keperawatan: Tanyakan pada klien tentang
manfaat hubungan sosial dan kerugian menarik diri, diskusikan bersama
klien tentang manfaat berhubungan sosdial dan kerugian menarik diri,
beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan.

Tujuan khusus keempat yaitu klien dapat melaksanakan hubungan


sosial secara bertahap. Kriteria evaluasi yaitu klien dapat
melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan perawat, orang
lain dan kelompok. Rencana keperawatan yaitu observasi perilaku
klien saat berhubungan sosial, beri motivasi dan bantu klien untuk
berkenalan atau berkomunikasi dengan orang lain, libatkan klien
dengan terapi aktivitas kelompok sosialisasi, diskusikan jadwal harian
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien untuk
bersosialisasi, beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai
jadwal yang telah dibuat, beri pujian terhadap kemampuan klien
memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang dilaksanakan.
Tujuan khusus kelima yaitu klien mampu menjelaskan perasaan
setelah berhubungan sosial. Kriteria evaluasi yaitu klien dapat
menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial dengan orang lain.
Rencana keperawatan yaitu diskusikan dengan klien tentang
perasaannya setelah berinteraksi dengan orang lain, beri pujian terhadap
kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.

Tujuan khusus keenam yaitu klien mendapat dukungan keluarga


dalam memperluas hubungan sosial. Kriteria evaluasi yaitu keluarga
dapat menjelaskan tentang pengertian menarik diri, tanda dan gejala
menarik diri, penyebab dan akibat, cara merawat klien menarik diri.
Rencana keperawatan yaitu diskusikan pentingnya peran serta
keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku menarik diri,
diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku
menarik diri, latih keluarga dalam merawat klien menarik diri, tanyakan
perasaan keluarga agar membantu klien untuk bersosialisasi, beri pujian
kepada keluarga atas keterlibatan merawat klien di rumah sakit.

Tujuan khusus ketujuh yaitu klien dapat memanfaatkan obat dengan


baik. Kriteria evaluasi yaitu klien menyebutkan manfaat minum obat,
kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek
samping. Setelah tiga kali interaksi klien mendemonstrasikan
penggunaan obat dengan benar. Setelah tiga kali interaksi klien
menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.
Rencana keperawatan yaitu diskusikan dengan klien tentang manfaat
dan kerugian tidak minum obat, pantau klien saat penggunaan obat, beri
pujian jika klien menggunakan obat dengan benar, diskusikan akibat
berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter, anjurkan klien
untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.

b. Terapi modalitas
Menurut Keliat (2004) salah satu terapi modalitas untuk klien dengan
gangguan jiwa khususnya pasien dengan isolasi social adalah terapi
aktivitas kelompok (TAK). Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi
(TASK) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah
klien dengan masalah hubungan sosial. Tujuan umum TAKS, yaitu
klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara
bertahap. Sementara, tujuan khususnya adalah:
1) Sesi 1: TAKS
Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama
lengkap, nama panggilan, asal dan hobi.
2) Sesi 2: TAKS
Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok.
3) Sesi 3 : TAKS
Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
4) Sesi 4 : TAKS
Klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan
anggota kelompok.
5) Sesi 5 : TAKS
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi
dengan orang lain.
6) Sesi 6 : TAKS
Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok.
7) Sesi 7 : TAKS
Klien mampu menyampaikna pendapat tentang manfaat kegiatan
TAKS yang telah dilakukan.

4. Pelaksanaan keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan,
perawat juga perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan
masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya saat ini (here
and now). Perawat perlu juga perlu menilai diri sendiri, apakah mempunyai
kemampuan interpersonal, intelektual, tekhnikal sesuai dengan tindakan
yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien. setelah
semua tidak ada hambatan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien
dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan serta peran serta
klien yang di harapkan. Dokumentasi semua tindakan yang telah
dilaksanakan beserta respons klien.
Sp 1 pasien : Membina hubungan saling percaya, membantu pasien
mengenal panyebab isolasi sosial, membantu pasien
mengenal manfaat berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien
berkenalan.
Sp 2 pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap
(berkenalan dengan orang pertama/perawat)
Sp 3 pasien : Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan
dengan dua orang/kelompok).
a. Tindakan keperawatan pada pasien
1) Tujuan keperawatan
a) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
b) Pasien dapat menyadari penyebab Isolasi sosial
c) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
2) Tindakan keperawatan
a) Membina hubungan saling percaya
(1) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
(2) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama lengkap dan
nama panggilan perawat serta tanyakan nama lengkap dan
nama panggilan pasien.
(3) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
(4) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan
bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan dan tempat
pelaksanaan kegiatan.
(5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi
yang diperolah untuk kepentingan terapi.
(6) Tunjukan sikap empati terhadap pasien setiap saat.
(7) Penuhi kebutuhan dasar pasien jika mungkin.
b) Membantu pasien mengenal penyebab Isolasi sosial dengan
cara:
(1) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain.
(2) Tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
c) Membantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan
dengan orang lain dengan cara mendiskusikan manfaat jika
pasien memiliki banyak teman.
d) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan
dengan cara sebagai berikut:
(1) Diskusikan kerugian jika pasien hanya mengurung diri
dan tidak bergaul dengan orang lain.
(2) Jelaskan pengaruh Isolasi social terhadap kesehatn fisik
pasien.
e) Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap.

Perawat tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien


dalam berinteraksi dengan orang lain karena kebiasaan tersebut telah
terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu, perawat dapat
melatih pasien berinteraksi secara bertahap. Mungkin pada awalnya,
pasien hanya akan akrab dengan perawat, tetapi setelah itu perawat
harus membiasakan pasien untuk dapat berinteraksi secara bertahap
dengan orang-orang disekitarnya. Perawat dapat melatih pasien
berinteraksi dengan cara berikut:
1) Memberikan kesempatan pasien mempraktekan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan dihadapan anda.
2) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang.
3) Jika pasien sudah menunjukan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
4) Berilah pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah
dilakukan oleh pasien.
5) Dengarkan ekspresi persaan pasien setelah berinteraksi dengan
orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan
atau kegagalannya. Berilah dorongan terus menerus agar pasien
tetap semangat meningkatkan interaksinya.
Sp 1 Keluarga : Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga
mengenai masalah isolasi sosial, penyebab isolasi
sosial dan cara merawat pasien isolasi sosial.
Sp 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
isolasi sosial langsung dihadapan pasien.
Sp 3 Keluarga : Menbuat perencanaan ulang bersama keluarga.

b. Tindakan keperawatan pada keluarga


1) Tujuan keperawatan
Setelah tindakan keperawatan, keluarga dapat merawat pasien
isolasi sosial.
2) Tindakan keperawatan
Keluarga merupakan system pendukung utama bagi pasien untuk
dapat membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini karena
keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang
hari. Tindakan keperawatan agar keluarga dapat merawat pasien
dengan isolasi sosial dirumah meliputi hal-hal berikut:
a) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
b) Jelaskan tentang :
(1) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
(2) Penyebab isolasi sosial.
(3) Cara-cara merawat pasien isolasi sosial yaitu:
(a) Bina hubungan saling percaya dengan pasien dengan
cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
(b) Berikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk
dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan
orang lain, yaitu dengn tidak mencela kondisi pasien
dan memberikan pujian yang wajar.
(c) Tidak membiarkan pasien sendiri dirumah.
(d) Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan
pasien.
c) Peragakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
d) Bantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah
dipelajari, mendiskusikan masalah yang dihadapi.
e) Susun perencanaan pulang bersama keluarga.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-enerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan (Keliat, 2005: Hal17).
Hasil yang diharapkan pada klien, yaitu: klien dapat embina hubungan
saling percaya dengan orang lain, klien dapat menyebutkan penyebab
menarik diri, klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial,
klien dapat melaksanakan hubungan sosial, klien mampu menjelaskan
perasaannya setelah berhubungan sosial dengan orang lain, kelompok. Klien
mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial, klien
dapat memanfaatkan obat dengan baik.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai


pola pikir:
Subjektif : Respons subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan
Objektif : Respons objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan
Analisa : Analisa ulang terhadap data subjektif dan data objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul
masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah
yang ada
Planning : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respons klien

Rencana tindak lanjut dapat berupa:


a. Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah
b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan
telah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan
c. Rencana dibatalkan bila ditemukan masalah baru dan
bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama
dibatalkan
d. Rencana atau diagnosa jika tujuan sudah tercapai dan
yang diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang
baru.

Klien dan keluarga perlu dilibatkan dan evaluasi agar dapat melihat
perubahan dan berupaya mempertahankan dan memelihara. Pada evaluasi
sangat diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubahan yang positif.
Klien dan keluarga jika dimotivasi untuk melakukan self-reinforcement
(www.google.com).

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A, dan Akemat. (2004). Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
_____________________. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.
Keliat, B.A dkk. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Stuart, Gail W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Suliswati, (2005), konsep dasar keperawatan jiwa, ECG: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai