ISOLASI SOSIAL
DISUSUN
Kelompok 4
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif
dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000).
B. Psikodinamika
1. Etiologi
Isolasi sosial sering disebabkan oleh karena regresi perkembangan, perilaku-
perilaku egosentris, waham, takut akan penolakan atau kegagalan dalam
berinteraksi, kelainan kognitif membantu perkembangan pandangan diri
yang negatif, proses berduka yang belum terselesaikan dan tidak adanya
orang yang bermakna bagi klien atau teman sebaya (Carpenito, 2003).
Isolasi Sosial
3. Komplikasi
Adapun komplikasi dari perilaku isolasi sosial dapat beresiko terjadinya
gangguan sensori persepsi halusinasi (Townsend, 2007). Gangguan sensori
persepsi halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa
stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita
atau kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara
yang sebenarnya tidak ada (Johnson, 2005).
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam
menyelesaikan masalah (Struat, 2006):
1. Otonomi
Otonomi adalah kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
2. Bekerja sama
Bekerja sama adalah kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain.
3. Interdependen
Interdependen adalah saling ketergantungan antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
4. Pikiran logis
Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh
individu sesuai dengan kenyataan.
5. Persepsi akurat
Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan,
dimana dapat membedakan objek yang satu dengan objek lainnya dan
mengenali kualitasnya menurut berbagai sensasi yang dihasilkan.
6. Perilaku sesuai
Perilaku sesuai adalah cara individu bersikap sesuai dengan perannya.
Sedangkan respon psikososial yaitu respon yang berada antara respon adaptif dan
maladaptif, meliputi (Iyus, 2010):
1. Pikiran kadang menyimpang
Kadang proses pikir terganggu merupakan keadaan dimana seorang
individuakan mengalami ketidakadekuatan dalam berkonsentrasi mencapai
suatu pemecahan masalah yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi/daya
ingat, kadang membayangkan sesuatu tang mustahil dan keadaan ini berada
antara respon adaptif-maladaptif.
2. Ilusi
Ilusi merupakan persepsi individu yang salah mengartikan, misalnya individu
melihat ular padahal benda tersebut bukan ular melainkan tali.
3. Reaksi emosional berlebih/kurang
Emosi berlebihan/kurang merupakan respon yang diberikan individu tidak
sesuai dengan stimulus yang datang kadang orang tersebut akan mengalami
respon yang berlebih/mungkin tidak akan berespon sama sekali atau dalam hal
ini adalah sikap acuh.
4. Perilaku ganjil/tak lazim
Prilaku yang tidak sesuai adalah prilaku yang mungkin berubah menjadi
perilaku yang aneh, tidak enak dipandang dan sulit dipahami.
5. Menarik diri
Menarik diri terjadi dimana seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
diri dan kemampuan untuk berfungsi secara sukses.
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu yang menyimpang dari
norma sosial. Yang termasuk respon maladaptif (Struat, 2006):
1. Kelainan pikiran delusi
Gangguan proses pikir atau waham adalah ketidakmampuan otak untuk
memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir
seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pkiran terkontrol, pikiran yang
tersisipi dan lain-lain.
2. Ketergantungan
Ketergantungan merupakan seseorang yang gagal mengembangkan rasa
percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
3. Manipulasi
Manipulasi adalah seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
4. Curiga
Curiga merupakan seseorang yang gagal mengembangkan rasa percaya
terhadap orang lain.
5. Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang
diterima oleh otak dari lima indra seperti suara, raba, bau ataupun penglihatan.
6. Isolasi sosial
Isolasi sosial adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari
lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungannya.
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan,
atau masalah klien (Keliat, 2005). Menurut Stuart and Sundden (2003),
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku isolasi sosial adalah:
a. Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi
sosial, diantaranya, yaitu (Stuart and sundden, 2003):
1) Faktor perkembangan
Adanya gangguan dalam mencapai tugas perkembangan individu
tidak dapat mengembangkan interpersonal yang baik.
a) Masa bayi kurang perhatian.
b) Kurang komunikasi antara orang tua dan anak
c) Sistem keluarga yang terganggu seperti individu tidak dapat
memisahkan diri dari keluarganya.
d) Penganiayaan masa kanak-kanak.
2) Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial
maladaptive. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa, contohnya: sorang anak yang mengalami gangguan
jiwa karena ibunya juga mempunyai riwayat gangguan jiwa atau
seorang anak dilahirkan dalam kondisi kelainan dalam susunan
saraf pusat.
3) Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial,
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Ini akibat dari norma yang tidak mendukung
pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota
masyarakat yang tidak produktif seperti lansia, orang cacat, dan
berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma,
prilaku dan adanya sistem nilai yang berbeda dari kelompok
budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistik terhadap hubungan.
(Stuart and sundden, 2003).
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang
menarik diri. Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor
antara lain (Stuart and sundden, 2003):
1) Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan
dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunya
stabilitas, unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan
orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhanya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan
dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan hubungan
(isolasi sosial).
3) Stressor intelektual
a) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagai pikiran dan perasaan yang mengganggu
pengembangan hubungan dengan orang lain.
b) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan
kesulitan dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit
berkomunikasi dengan orang lain.
c) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan
orang lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat
pada gangguan berhubungan dengan orang lain.
4) Stressor fisik
Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu
sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain.
5) Akibat
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya
terjadinya resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi
ini merupakan salah satu orientasi realitas yang maladaptive,
dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu
yang nyata tanpa stimulus atau rangsangan eksternal.
Tanda dan Gejala :
a) Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b) Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
c) Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
d) Tidak dapat memusatkan perhatian
e) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut.
f) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.
c. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala dari isolasi sosial menurut Iyus (2010) adalah sebagai
berikut:
1) Gejala subjektif:
a) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang
lain.
b) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c) Respon verbal kurang dan sangat singkat.
d) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti hubungan
dengan orang lain.
e) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
f) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
g) Klien merasa tidak berguna.
h) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
i) Klien merasa ditolak.
2) Gejala objektif
a) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
b) Tidak mengikuti kegiatan
c) Banyak berdiam diri di kamar
d) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
yang terdekat.
e) Klien tampak sedih, ekspresi datar, dan dangkal.
f) Kontak mata.
g) Kurang spontan.
h) Apatis (acuh terhadap lingkungan).
i) Ekspresi wajah kurang berseri.
j) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
k) Mengisolasi diri
l) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
m) Masukan makanan dan minuman terganggu.
n) Retensi urin dan feses.
o) Aktivitas menurun.
p) Kurang energy (tenaga).
q) Rendah diri.
r) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya
pada posisi tidur).
d. Mekanisme koping
Individu yang mempunyai respons maladptif menggunakan berbagai
macam mekanisme dalam upayanya untuk mengatasi ansietas.
Mekanisme koping yang disajikan disini berkaitan dengan jenis spesifik
dari masalah-masalah berhubungan (Stuart, 2006).
1) Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian antisosial
a) Proyeksi
b) Splitting (Pemisahan)
c) Merendahkan orang lain
2) Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang
a) Splitting (pemisahan)
b) Reaksi formasi
c) Proyeksi
d) Isolasi
e) Idealisasi orang lain
f) Merendahkan orang lain
g) Identifikasi proyektif
e. Sumber koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respons sosial maladaptif
termasuk (Stuart, 2006).
1) Keterlibatan dalam hubungan yang luas seperti keluarga dan teman
2) Hubungan dengan hewan peliharaan
3) Kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal seperti
kesenian, musik atau tulisan.
f. Pohon masalah
Berdasarkan tanda dan gejala tersebut dari pengkajian yang didapat
maka pohon masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan
isolasi sosial (Keliat, 2005).
Resiko Gangguan Sensori Persepsi: Akibat atau Efek
Halusinasi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola
respon klien baik aktual maupun potensial (Stuart & Laraia, 2005).
Berdasarkan pohon masalah diatas maka diagnosa keperawatan pada klien
dengan isolasi sosial yang sesuai dengan pohon masalah tersebut yang
mengacu pada rumusan diagnosa NANDA adalah:
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Harga diri rendah
c. Resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan langkah ketiga dari proses
keperawatan dimana perawat akan menyusun rencana yang akan dilakukan
pada klien untuk mengatasi masalahnya (Dalami, 2009). Perencanaan
keperawatan jiwa meliputi penatalaksanaan keperawatan jiwa dan terapi
modalitas dengan uraian sebagai berikut:
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Rencana keperawatan untuk diagnosa isolasi sosial (Keliat, 2005)
dimana:
Tujuan umum: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tujuan khusus pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling
percaya. Kriteria evaluasi yaitu menunjukan tanda-tanda percaya
kepada perawat: wajah ceria, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak
mata, bersedia menceritakan perasaannya, bersedia mengungkapkan
masalahnya. Rencana keperawatan yaitu bina hubungan saling
percaya, beri salam setiap berinteraksi, perkenalan nama, nama
panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan, tunjukan sikap jujur
dan menepati janji setiap berinteraksi, buat kontak interaksi yang jelas,
dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
b. Terapi modalitas
Menurut Keliat (2004) salah satu terapi modalitas untuk klien dengan
gangguan jiwa khususnya pasien dengan isolasi social adalah terapi
aktivitas kelompok (TAK). Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi
(TASK) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah
klien dengan masalah hubungan sosial. Tujuan umum TAKS, yaitu
klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara
bertahap. Sementara, tujuan khususnya adalah:
1) Sesi 1: TAKS
Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama
lengkap, nama panggilan, asal dan hobi.
2) Sesi 2: TAKS
Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok.
3) Sesi 3 : TAKS
Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
4) Sesi 4 : TAKS
Klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan
anggota kelompok.
5) Sesi 5 : TAKS
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi
dengan orang lain.
6) Sesi 6 : TAKS
Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok.
7) Sesi 7 : TAKS
Klien mampu menyampaikna pendapat tentang manfaat kegiatan
TAKS yang telah dilakukan.
4. Pelaksanaan keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan,
perawat juga perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan
masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya saat ini (here
and now). Perawat perlu juga perlu menilai diri sendiri, apakah mempunyai
kemampuan interpersonal, intelektual, tekhnikal sesuai dengan tindakan
yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien. setelah
semua tidak ada hambatan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien
dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan serta peran serta
klien yang di harapkan. Dokumentasi semua tindakan yang telah
dilaksanakan beserta respons klien.
Sp 1 pasien : Membina hubungan saling percaya, membantu pasien
mengenal panyebab isolasi sosial, membantu pasien
mengenal manfaat berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien
berkenalan.
Sp 2 pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap
(berkenalan dengan orang pertama/perawat)
Sp 3 pasien : Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan
dengan dua orang/kelompok).
a. Tindakan keperawatan pada pasien
1) Tujuan keperawatan
a) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
b) Pasien dapat menyadari penyebab Isolasi sosial
c) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
2) Tindakan keperawatan
a) Membina hubungan saling percaya
(1) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
(2) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama lengkap dan
nama panggilan perawat serta tanyakan nama lengkap dan
nama panggilan pasien.
(3) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
(4) Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan
bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan dan tempat
pelaksanaan kegiatan.
(5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi
yang diperolah untuk kepentingan terapi.
(6) Tunjukan sikap empati terhadap pasien setiap saat.
(7) Penuhi kebutuhan dasar pasien jika mungkin.
b) Membantu pasien mengenal penyebab Isolasi sosial dengan
cara:
(1) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi
dengan orang lain.
(2) Tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
c) Membantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan
dengan orang lain dengan cara mendiskusikan manfaat jika
pasien memiliki banyak teman.
d) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan
dengan cara sebagai berikut:
(1) Diskusikan kerugian jika pasien hanya mengurung diri
dan tidak bergaul dengan orang lain.
(2) Jelaskan pengaruh Isolasi social terhadap kesehatn fisik
pasien.
e) Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-enerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan (Keliat, 2005: Hal17).
Hasil yang diharapkan pada klien, yaitu: klien dapat embina hubungan
saling percaya dengan orang lain, klien dapat menyebutkan penyebab
menarik diri, klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial,
klien dapat melaksanakan hubungan sosial, klien mampu menjelaskan
perasaannya setelah berhubungan sosial dengan orang lain, kelompok. Klien
mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial, klien
dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Klien dan keluarga perlu dilibatkan dan evaluasi agar dapat melihat
perubahan dan berupaya mempertahankan dan memelihara. Pada evaluasi
sangat diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubahan yang positif.
Klien dan keluarga jika dimotivasi untuk melakukan self-reinforcement
(www.google.com).
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A, dan Akemat. (2004). Keperawatan Jiwa: Terapi Akitivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
_____________________. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.
Keliat, B.A dkk. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Stuart, Gail W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Suliswati, (2005), konsep dasar keperawatan jiwa, ECG: Jakarta.