Anda di halaman 1dari 51

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2
DASAR TEORI

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
DASAR TEORI

2.1. Klasifikasi Jalan


Klasifikasi jalan di Indonesia menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No.038/T/BM/1997 terbagi menjadi 4
klasifikasi.

2.1.1. Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan


Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan adalah sebagai berikut:
a. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan umum dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
b. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang,
dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan Lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.

2.1.2. Klasifikasi Menurut Kelas Jalan


Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima
beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan
ton. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
klasifikasi menurut fungsi jalannya dapat dilihat dalam Tabel 2.1 (Pasal 11, PP
No.43/1993).

commit to user

5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

Tabel 2.1 Klasifikasi menurut kelas jalan

Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat (MST) (ton)


I >10
Arteri II 10
IIIA 8
IIIB
Kolektor 8
IIIC

2.1.3. Klasifikasi Menurut Medan Jalan


Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan
medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Klasifikasi menurut medan jalan untuk
perencanaan geometrik dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Klasifikasi menurut medan jalan

No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)

1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3 – 25
3. Pegunungan G > 25

2.1.4. Klasifikasi Menurut Wewenang Pembinaan Jalan


Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.26/1985 adalah
jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan Desa, dan Jalan
Khusus.

2.2. Kecepatan Rencana


Kecepatan rencana (VR) pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai
dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan
bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang
lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. VR untuk masing-masing
fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 2.3.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

Tabel 2.3 Kecepatan rencana sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan

Kecepatan Rencana, VR (Km/jam)


Fungsi
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70 – 120 60 – 80 40 – 70
Kolektor 60 – 90 50 – 60 30 – 50
Lokal 40 – 70 30 – 50 20 – 30
Sumber: TPGJAK No.038/T/BM/1997

2.3. Bagian – Bagian Jalan


Bagian-bagian jalan menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik
Jalan Antar Kota (TPGJAK) No.038/T/BM/1997 terbagi menjadi 3, antara lain:
a. Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA), adalah daerah yang meliputi seluruh
badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman.
b. Daerah Milik Jalan (DAMIJA), adalah daerah yang meliputi seluruh daerah
manfaat lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman
jalan.
c. Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA), adalah lajur lahan yang berada di
bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap
terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk
pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak
mencukupi.

Gambar 2.1 Damaja, Damija, dan Dawasja di lingkungan jalan antar kota

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

2.4. Penampang Melintang


Penampang melintang jalan terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut:
a. Jalur lalu lintas dan median, adalah bagian bangunan jalan yang secara fisik
memisahkan dua jalur lalu lintas yang berlawanan arah.
b. Bahu jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan
jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan
darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis fondasi bawah, lapis
fondasi, dan lapis permukaan.
c. Fasilitas pejalan kaki, berfungsi memisahkan pejalan kaki dari jalur lalu lintas
kendaraan guna menjamin keselamatan pejalan kaki dan kelancaran lalu
lintas.
d. Selokan, dan lereng.

Gambar 2.2 Penampang melintang jalan tipikal

Gambar 2.3 Penampang melintang jalan tipikal yang dilengkapi trotoar

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

2.5. Jarak Pandang


Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada
saat mengemudi sedemikian rupa, sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan
yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu (antisipasi) untuk
menghindari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu
Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd). Menurut ketentuan
Bina Marga, adalah sebagai berikut:

2.5.1. Jarak Pandang Henti


1. Jarak Pandang Henti (Jh) adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat
adanya halangan di depan. Setiap titik sepanjang jalan harus memenuhi
ketentuan Jh.
2. Asumsi tinggi
Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm
dan tinggi halangan 105 cm, yang diukur dari permukaan jalan.
3. Rumus yang digunakan
Jh dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:

𝐽ℎ = 𝐽ℎ𝑡 + 𝐽ℎ𝑟 (1)


𝑉 2
𝑉𝑅 ( 𝑅)
3,6
𝐽ℎ = 3,6 × 𝑇 + 2×𝑔×𝑓𝑝 (2)

Keterangan:
VR = Kecepatan rencana (km/jam)
T = Waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = Percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
fp = Koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan dengan
perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,28-0,45 (menurut AASHTO), fp
akan semakin kecil jika kecepatan (VR) semakin tinggi dan
sebaliknya. (Menurut Bina Marga, fp = 0,35-0,55)

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

Persamaan (2) di atas dapat disederhanakan menjadi:


• Untuk jalan datar
𝑅 𝑉 2
𝐽ℎ = 0,278 × 𝑉𝑅 × 𝑇 + 254×𝑓𝑝 (3)

• Untuk jalan dengan kelandaian tertentu


𝑅 𝑉 2
𝐽ℎ = 0,278 × 𝑉𝑅 × 𝑇 + 254×(𝑓𝑝±𝐿) (4)

Keterangan: L = Landai jalan dalam (%) dibagi 100

Tabel 2.4 Jarak pandang henti (Jh) minimum

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


Jh minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16
Sumber: TPGJAK No.038/T/BM/1997

2.5.2. Jarak Pandang Mendahului


1. Jarak pandang mendahului (Jd) adalah jarak yang memungkinkan suatu
kendaraan mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman sampai
kendaraan tersebut kembali ke lajur semula.
2. Asumsi tinggi
Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm
dan tinggi halangan 105 cm,s yang diukur dari permukaan jalan.
3. Rumus yang digunakan
Jd dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut:

𝐽𝑑 = 𝑑1 + 𝑑2 + 𝑑3 + 𝑑4 (5)
𝑎×𝑇1
𝑑1 = 0,278 × 𝑇1 × (𝑉𝑅 − 𝑚 + ) (6)
2

𝑑2 = 0,278 × 𝑉𝑅 × 𝑇2 (7)
𝑑3 = 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 30 − 100 𝑚 (8)
VR (km/jam) 60-65 65-80 80-95 95-110
d3 (m) 30 55 75 90
𝑑4 = 2⁄3 × 𝑑2 (9)

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

Keterangan:
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
d2 = Jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke
lajur semula (m)
d3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan datang dari
arah berlawanan setelah prases mendahului selesai (m)
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan
T1 = Waktu dalam (detik), ꝏ 2,12 + 0,026 x VR
T2 = Waktu kendaraan berada di jalur lawan, (detik) ꝏ 6,56 + 0,048 x VR
a = Percepatan rata-rata km/jam/det, ꝏ 2,052 + 0,036 x VR
m = Perbedaan kecepatan dari kendaraan yang menyiap dan kendaraan yang
disiap, (biasanya diambil 10-15 km/jam)

Tabel 2.5 Jarak pandang mendahului (Jd)

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


Jd (m) 800 670 550 350 250 200 150 100
Sumber: TPGJAK No.038/T/BM/1997

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

2.6. Alinyemen Horizontal


Alinyemen horizontal atau trace jalan adalah proyeksi garis sumbu jalan tegak lurus
pada bidang horizontal. Trace jalan adalah susunan dari potongan-potongan garis
lurus yang disebut tangen dan garis lengkung yang disebut tikungan. Garis
lengkung atau tikungan dapat berupa busur lingkaran atau busur peralihan.

Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah gagasan tikungan di
mana terdapat gaya sentrifugal yang seolah-olah dapat melemparkan kendaraan
keluar jauh, sehingga sangat perlu dipahami hubungan antara kecepatan rencana
dan keadaan lengkung pada tikungan jalan raya dengan superelevasi.

2.6.1. Bagian Lurus


Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi
kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus
ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR). Panjang bagian lurus
dapat ditetapkan dari Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Panjang bagian lurus maksimum

Panjang Bagian Lurus Maksimum (m)


Fungsi
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 3000 2500 2000
Kolektor 2000 1750 1500
Sumber: TPGJAK No.038/T/BM/1997

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

2.6.2. Bagian Lengkung


2.6.2.1. Jari – Jari Tikungan
Agar kendaraan stabil saat melalui tikungan, perlu dibuat suatu kemiringan
melintang jalan pada tikungan yang disebut superelevasi (e). Pada saat kendaraan
melalui daerah superelevasi, akan terjadi gesekan arah melintang jalan antara ban
kendaraan dengan permukaan aspal yang menimbulkan gaya gesekan melintang.
Perbandingan gaya gesekan melintang dengan gaya normal disebut koefisien
gesekan melintang (f).

Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat


dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien gesekan
maksimum.

Rumus perhitungan lengkung horizontal dari TPGJAK 1997:

𝑓𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,192 − (0,00065 × 𝑉𝑅 ) (10)


𝑉𝑅 2
𝑅𝑚𝑖𝑛 = 127(𝑒 (11)
𝑚𝑎𝑘𝑠 +𝑓𝑚𝑎𝑘𝑠 )

181913,53(𝑒𝑚𝑎𝑘𝑠 +𝑓𝑚𝑎𝑘𝑠 )
𝐷𝑚𝑎𝑘𝑠 = (12)
𝑉𝑅 2

Keterangan:
Rmin = Jari-jari tikungan minimum, (m)
VR = Kecepatan rencana, (km/jam)
emaks = Superelevasi maksimum, (%)
fmaks = Koefisien gesekan maksimum
Dmaks = Derajat lengkung maksimum

Nilai Rmin yang menggunakan nilai superelevasi (e) = 10% dapat ditetapkan
berdasarkan Tabel 2.7.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

Tabel 2.7 Panjang jari-jari minimum (dibulatkan)

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


Jari-jari Minimum,
600 370 210 110 80 50 30 15
Rmin (m)
Sumber: TPGJAK No.038/T/BM/1997

Perhitungan derajat lengkung terjadi (Dtj) dan superelevasi terjadi (etj) dengan
rumus:

1432,39
𝐷𝑡𝑗 = (13)
𝑅𝑟

−𝑒𝑚𝑎𝑘𝑠 ×𝐷𝑡𝑗 2 2×𝑒𝑚𝑎𝑘𝑠 ×𝐷𝑡𝑗


𝑒𝑡𝑗 = 2 + (14)
𝐷𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐷𝑚𝑎𝑘𝑠

Keterangan:
Dmaks = Derajat lengkung maksimum
Dtj = Derajat lengkung terjadi
emaks = Superelevasi maksimum, (%)
etj = Superelevasi terjadi, (%)
fmaks = Koefisien gesekan maksimum
VR = Kecepatan rencana, (km/jam)
Rr = Jari-jari tikungan rencana, (m)

2.6.2.2. Lengkung Peralihan (LS)


Lengkung peralihan (LS) adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus
jalan dan bagian lengkung jalan berjari jari tetap R, berfungsi mengantisipasi
perubahan alinyemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian
lengkung jalan berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada
kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika
kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

Dengan adanya lengkung peralihan, maka tikungan menggunakan jenis S-C-S.


Bentuk lengkung peralihan dalam TPGJAK No.038/T/BM/1997 digunakan bentuk
spiral. Panjang lengkung peralihan (LS) diambil nilai yang terbesar dari tiga
persamaan di bawah ini:

1. Berdasarkan waktu tempuh maksimum (3 detik) di lengkung peralihan,


𝑉
𝐿𝑆 = 3,6𝑅 × 𝑇 (15)

2. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal,


𝑉 3 𝑉𝑅 ×𝑒𝑡𝑗
𝐿𝑆 = 0,022 × 𝑅 𝑅×𝐶 − 2,727 × (16)
𝑟 𝐶

3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian,


(𝑒𝑚𝑎𝑘𝑠 −𝑒𝑛 )×𝑉𝑅
𝐿𝑆 = (17)
3,6×𝑟𝑒

4. Sedangkan rumus Bina Marga,


𝑊
𝐿𝑆 = × (𝑒𝑛 + 𝑒𝑡𝑗 ) × 𝑚 (18)
2

Keterangan:
LS = Panjang lengkung peralihan, (m)
VR = Kecepatan rencana, (km/jam)
T = Waktu tempuh, (3 detik)
Rr = Jari-jari tikungan rencana, (m)
C = Perubahan percepatan 0,3-1,0 disarankan 0,4 m/det2
W = Lebar perkerasan, (m)
m = Landai relatif maksimum antara tepi perkerasan
etj = Superelevasi terjadi, (%)
emaks = Superelevasi maksimum, (%)
en = Superelevasi normal, (%)
re = Tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan
VR ≤ 70 km/jam, re-maks = 0,035 m/m/detik
VR ≥ 80 km/jam, re-maks = 0,025 m/m/detik

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

2.6.2.3. Jenis – Jenis Tikungan


Jenis tikungan terdiri dari 3 bentuk umum, yaitu:
2.6.2.3.1. Bentuk Tikungan Full – Circle (F-C)

Gambar 2.4 Bentuk tikungan Full-Circle (F-C)


Keterangan:
ΔPI = Sudut tikungan
O = Titik pusat tikungan
TC = Titik dari Tangen ke Circle
CT = Titik dari Circle ke Tangen
TT = Panjang tangen (jarak dari TC ke PI atau PI ke TC)
ET = Jarak luar dari PI ke busur lingkaran
LC = Panjang busur lingkaran
Rr = Jari-jari lingkaran

Full-Circle (F-C) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu
lingkaran saja. Tikungan F-C hanya digunakan untuk R (jari-jari) yang besar agar
tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil maka diperlukan superelevasi yang
besar. Tikungan Full-Circle (F-C) biasa digunakan pada sudut tikungan (ΔPI) kecil
commit to user
(< 10°), dan Rrencana > Rmin tanpa LS, dengan syarat LC > 20 m.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

Tabel 2.8 Jari-jari minimum tikungan yang tidak memerlukan lengkung peralihan

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60
Sumber: TPGJAK No.038/T/BM/1997

Rumus-rumus yang digunakan:

𝑇𝑇 = 𝑅𝑟 tan 1⁄2 ∆𝑃𝐼 (19)

𝐸𝑇 = 𝑇𝑇 tan 1⁄4 ∆𝑃𝐼 (20)


∆𝑃𝐼×2𝜋×𝑅𝑟
𝐿𝐶 = (21)
360°

Cek Kontrol:
a. ΔPI < 10°
b. Rrencana ≥ Rmin
c. 2TT ≥ LC
d. LC ≥ 20 m

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

2.6.2.3.2. Bentuk Tikungan Spiral – Circle – Spiral (S-C-S)

Gambar 2.5 Bentuk tikungan Spiral-Circle-Spiral (S-C-S)

Keterangan:
ΔPI = Sudut tikungan
O = Titik pusat tikungan
TS = Titik dari Tangen ke Spiral
SC = Titik dari Spiral ke Circle
CS = Titik dari Circle ke Spiral
ST = Titik dari Spiral ke Tangen
XS = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC
YS = Jarak tegak lurus garis tangen (garis dari titik PI ke titik TS) ke titik SC
θS = Sudut lengkung spiral terhadap tangen
LS = Panjang spiral (panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST )
LC = Panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS)
TT = Panjang tangen (jarak dari TS ke PI atau PI ke ST)
ET = Jarak luar dari PI ke busur lingkaran
p = Pergeseran tangen terhadap spiral
k = Absis dari p pada garis tangen spiral
Rr = Jari-jari lingkaran commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

Spiral-Circle-Spiral (S-C-S) yaitu tikungan yang terdiri atas 1 lengkung circle dan
2 lengkung spiral. Tikungan S-C-S biasa digunakan pada lengkung dengan sudut
tikungan (ΔPI) sedang (antara 10° - 30°) dengan syarat ΔC > 0, LC ≥ 20 m

Rumus-rumus yang digunakan:

𝐿𝑆 ×360°
𝜃𝑆 = (22)
2×𝑅𝑟 ×𝜋

∆𝐶 = ∆𝑃𝐼 − (2 × 𝜃𝑆 ) (23)
∆𝐶 ×𝜋×𝑅𝑟
𝐿𝐶 = (24)
180

𝑆 𝐿 2
𝑋𝑆 = 𝐿𝑆 × (1 − 40×𝑅 2) (25)
𝑟

𝐿 2
𝑆
𝑌𝑆 = 6×𝑅 (26)
𝑟

𝑝 = 𝑌𝑆 − 𝑅𝑟 × (1 − cos 𝜃𝑆 ) (27)
𝑆𝐿 2
𝑝 = 24×𝑅 (28)
𝑟

𝑘 = 𝑋𝑆 − 𝑅𝑟 × sin 𝜃𝑆 (29)
𝑅 +𝑝
𝐸𝑇 = cos(1𝑟⁄ − 𝑅𝑟 (30)
2∆𝑃𝐼)

𝑇𝑇 = ((𝑅𝑟 + 𝑝) × tan(1⁄2 ∆𝑃𝐼)) + 𝑘 (31)

𝐿𝑡𝑜𝑡 = 𝐿𝐶 + (2 × 𝐿𝑆 ) (32)

Cek Kontrol:
a. ΔPI = (10° - 30°)
b. ΔC > 0
c. LC ≥ 20 m
d. 2TT ≥ Ltot
e. p > 0,25 m

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

2.6.2.3.3. Bentuk Tikungan Spiral - Spiral (S-S)

Gambar 2.6 Bentuk tikungan Spiral-Spiral (S-S)


Keterangan:
ΔPI = Sudut tikungan
O = Titik pusat tikungan
TS = Titik dari Tangen ke Spiral
SS = Titik dari Spiral ke Spiral
ST = Titik dari Spiral ke Tangen
XS = Absis titik SS pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SS
YS = Jarak tegak lurus garis tangen (garis dari titik PI ke titik TS) ke titik SS
θS = Sudut lengkung spiral terhadap tangen
LS = Panjang spiral (panjang dari titik TS ke SS atau SS ke ST )
p = Pergeseran tangen terhadap spiral
k = Absis dari p pada garis tangen spiral
TT = Panjang tangen (jarak dari TS ke PI atau PI ke ST)
ET = Jarak luar dari PI ke busur lingkaran
Rr = Jari-jari lingkaran

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

Bentuk Tikungan Spiral-Spiral (S-S) yaitu tikungan yang terdiri atas dua lengkung
spiral. Tikungan S-S biasa digunakan pada sudut tikungan (ΔPI) besar (> 30°)
dengan syarat Lc < 20.

Rumus-rumus yang digunakan:

1
𝜃𝑆 = 2 × ∆𝑃𝐼 (33)

𝑆 𝐿 2
𝑋𝑆 = 𝐿𝑆 × (1 − 40×𝑅 2) (34)
𝑟

𝐿 2
𝑆
𝑌𝑆 = 6×𝑅 (35)
𝑟

𝑝 = 𝑌𝑆 − 𝑅𝑟 × (1 − cos 𝜃𝑆 ) (36)
𝐿 2
𝑆
𝑝 = 24×𝑅 (37)
𝑟

𝑘 = 𝑋𝑆 − 𝑅𝑟 × sin 𝜃𝑆 (38)
𝑅 +𝑝
𝐸𝑇 = cos(1𝑟⁄ − 𝑅𝑟 (39)
2∆𝑃𝐼)

𝑇𝑇 = ((𝑅𝑟 + 𝑝) × tan(1⁄2 ∆𝑃𝐼)) + 𝑘 (40)

𝐿𝑡𝑜𝑡 = 2 × 𝐿𝑆 (41)

Cek Kontrol:
a. ΔPI > 30°
b. ΔC >
c. LC < 20 m
d. TT ≥ LS
e. p > 0,25 m

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

2.6.3. Diagram Superelevasi


Superelevasi adalah kemiringan melintang jalan pada daerah tikungan. Untuk
bagian jalan lurus, jalan mempunyai kemiringan melintang yang biasa disebut
lereng normal atau Normal Trawn yaitu diambil minimum 2% baik sebelah kiri
maupun sebelah kanan AS jalan.

Hal ini dipergunakan untuk system drainase aktif. Harga elevasi (e) yang
menyebabkan kenaikan elevasi terhadap sumbu jalan di beri tanda (+) dan yang
menyebabkan penurunan elevasi terhadap jalan di beri tanda (–).

Gambar 2.7 Superelevasi


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

Sedangkan yang dimaksud diagram superelevasi adalah suatu cara untuk


menggambarkan pencapaian superelevasi dan lereng normal ke kemiringan
melintang (Superelevasi). Diagram superelevasi pada ketinggian bentuknya
tergantung dari bentuk lengkung yang bersangkutan.
1. Diagram superelevasi Full-Circle

Gambar 2.8 Diagram superelevasi Full-Circle

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

Ls pada tikungan Full-Circle ini sebagai Ls bayangan yaitu untuk perubahan


kemiringan secara berangsur-angsur dari kemiringan normal ke maksimum atau
minimum.

Pada lengkung circle daerah tangen sudah mengalami perubahan kemiringan.


Untuk mencari kemiringan pada titik x digunakan rumus:

𝑥 𝑒𝑥
=𝑒 (42)
𝐿𝑆 𝑛 +𝑒𝑡𝑗

Jika x diketahui maka kemiringan pada titik x adalah ex – en, sebaliknya juga untuk
mencari jarak x jika ex diketahui.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

2. Diagram superelevasi Spiral-Circle-Spiral

Gambar 2.9 Diagram superelevasi Spiral-Circle-Spiral

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

3. Diagram superelevasi Spiral-Spiral

Gambar 2.10 Diagram superelevasi Spiral-Spiral

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

2.6.4. Daerah Bebas Samping di Tikungan


Jarak pandang pengemudi pada lengkung horizontal (di tikungan), adalah
pandangan bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan. Daerah bebas
samping di tikungan dihitung berdasarkan rumus-rumus sebagai berikut:
1. Jarak pandangan lebih kecil daripada panjang tikungan (Jh < Lt).

Gambar 2.11 Jarak pandangan pada lengkung horizontal untuk Jh < Lt


Keterangan:
Jh = Jarak pandang henti (m)
Lt = Panjang tikungan (m)
E = Daerah kebebasan samping (m)
Rr = Jari-jari lingkaran (m)

Maka,
90° 𝐽ℎ
𝐸 = 𝑅𝑟 (1 − cos ) (43)
𝜋 𝑅𝑟

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

2. Jarak pandangan lebih besar daripada panjang tikungan (Jh > Lt).

Gambar 2.12 Jarak pandangan pada lengkung horizontal untuk Jh > Lt


Keterangan:
Jh = Jarak pandang henti (m)
Lt = Panjang tikungan (m)
E = Daerah kebebasan samping (m)
Rr = Jari-jari lingkaran (m)

Maka,
90° 𝐽ℎ 1 90° 𝐽ℎ
𝐸 = 𝑅𝑟 (1 − cos ) + (2 ( 𝐽ℎ − 𝐿𝑡𝑜𝑡 ) × sin ) (44)
𝜋 𝑅𝑟 𝜋 𝑅𝑟

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

2.6.5. Pelebaran Perkerasan pada Tikungan


Pelebaran perkerasan dilakukan pada tikungan-tikungan yang tajam, agar
kendaraan tetap dapat mempertahankan lintasannya pada jalur yang telah
disediakan. Gambar dari pelebaran perkerasan pada tikungan dapat dilihat pada
gambar berikut ini.

Gambar 2.13 Pelebaran perkerasan pada tikungan

Rumus-rumus yang digunakan:

𝑏 ′′ = 𝑅𝑟 2 − √𝑅𝑟 2 − 𝑝2 (45)

𝑏 ′ = 𝑏 + 𝑏′′ (46)

𝑇𝑑 = √𝑅𝑟 2 + 𝐴(2𝑝 + 𝐴) − 𝑅𝑟 (47)

𝑉𝑅
𝑍 = 0,105 × ( ) (48)
√𝑅𝑟

𝐵 = 𝑛(𝑏 ′ + 𝑐) + (𝑛 + 1) 𝑇𝑑 + 𝑍 (49)
commit to user
𝜀 =𝐵−𝑊 (50)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

Keterangan:
B = Lebar perkerasan pada tikungan
n = Jumlah jalur lalu lintas
b = Lebar lintasan truk pada jalur lurus
b’ = Lebar lintasan truk pada tikungan
c = Kebebasan samping
p = Jarak as roda depan dengan roda belakang truk
Td = Lebar melintang akibat tonjolan depan
Z = Lebar tambahan akibat kelelahan pengemudi
Rr = Jari-jari tikungan
VR = Kecepatan rencana
A = Tonjolan depan sampai bumper
𝜀 = Pelebaran perkerasan

2.6.6. Kontrol Overlapping


Pada setiap tikungan yang sudah direncanakan, maka jangan sampai terjadi
Overlapping. Karena kalau hal ini terjadi maka tikungan tersebut menjadi tidak
aman untuk digunakan sesuai kecepatan rencana. Syarat supaya tidak terjadi
Overlapping:

λn > 3detik × VR (51)


Di mana:
λn = Daerah tangen (m)
VR = Kecepatan Rencana (m/det)

2.6.7. Perhitungan Stationing


Stasioning adalah dimulai dari awal proyek dengan nomor station angka sebelah
kiri tanda (+) menunjukkan (meter). Angka stasioning bergerak ke kanan dari titik
awal proyek menuju titik akhir proyek.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

❖ Flow Chart Perencanaan Alinyemen Horizontal

Mulai

Data :
• Sudut luar tikungan (ΔPI)
• Kecepatan rencana (VR)
• Superelevasi maksimum (emaks)

Perhitungan :
• Jari-jari minimum (Rmin)
• Derajat lengkung maksimum (Dmaks)

Tidak
RR tanpa Ls ≥ Rmin tanpa Ls Dicoba Tikungan S-C-S

Ya
Dicoba Tikungan F-C

Perhitungan Dtj dan etj

Perhitungan Data Tikungan F-C :


• Lengkung peralihan fiktif (LS')
• Panjang tangen (TC)
• Jarak luar dari PI ke busur lingkaran (EC)
• Panjang busur lingkaran (LC)

Checking : Tidak
2TC > LC ... OK
Ya
Diagram superelevasi

Pelebaran perkerasan

Jh dan Jd Daerah kebebasan samping

Selesai

Gambar 2.14 Diagram alir perencanaan tikungan Full-Circle

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

Mulai

Data :
• Sudut luar tikungan (ΔPI)
• Kecepatan rencana (VR)
• Superelevasi maksimum (emaks)

Perhitungan :
• Jari-jari minimum (Rmin)
• Derajat lengkung maksimum (Dmaks)

Rmin tanpa Ls > RR dengan Ls > Rmin dengan Ls

Dicoba Tikungan S-C-S

Perhitungan :
• Superelevasi terjadi (etj)
• Panjang lengkung peralihan (LS)
• Sudut lengkung spiral (ϴS)
• Sudut busur lingkaran (ΔC)
• Panjang busur lingkaran (LC)

Syarat : Tidak
LC ≥ 20m, ΔC > 0° Dicoba Tikungan S-S

Ya
Perhitungan Data Tikungan S-C-S :
• Absis titik SC (XS) dan Ordinat titik SC (YS)
• Pergeseran tangen terhadap spiral (p)
• Absis dari p pada garis tangen spiral (k)
• Panjang tangen total (TT)
• Jarak luar dari PI ke busur lingkaran (ET)

Checking : Tidak
2TT > LC + 2LS ... OK

Ya
Diagram superelevasi

Pelebaran perkerasan

Jh dan Jd Daerah kebebasan samping

Selesai
commit to user
Gambar 2.15 Diagram alir perencanaan tikungan Spiral-Circle-Spiral
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

Mulai

Data :
• Sudut luar tikungan (ΔPI)
• Kecepatan rencana (VR)
• Superelevasi maksimum (emaks)

Perhitungan :
• Jari-jari minimum (Rmin)
• Derajat lengkung maksimum (Dmaks)

Rmin tanpa Ls > RR dengan Ls > Rmin dengan Ls

Perhitungan :
• Superelevasi terjadi (etj)
• Panjang lengkung peralihan (LS)
• Sudut lengkung sprial (ϴS)
• Sudut busur lingkaran (ΔC)
• Panjang busur lingkaran (LC)

Syarat : LC = 0m, ΔC = 0°

ϴS = ΔPI / 2

Perhitungan Data Tikungan S-S :


• Panjang lengkung peralihan (LS), LT = 2LS
• Absis titik SC (XS) dan Ordinat titik SC (YS)
• Pergeseran tangen terhadap spiral (p)
• Absis dari p pada garis tangen spiral (k)
• Panjang tangen total (TT)
• Jarak luar dari PI ke busur lingkaran (ET)

Checking : Tidak
TT > LS ... OK
Ya
Diagram superelevasi

Pelebaran perkerasan

Jh dan Jd Daerah kebebasan samping

Selesai

commit to user
Gambar 2.16 Diagram alir perencanaan tikungan Spiral-Spiral
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

2.7. Alinyemen Vertikal


Alinyemen Vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang
ditinjau, berupa profil memanjang. Pada perencanaan alinyemen vertikal terdapat
kelandaian positif (Tanjakan) dan kelandaian negatif (Turunan), sehingga
kombinasinya berupa lengkung cembung dan lengkung cekung. Di samping kedua
lengkung tersebut terdapat pula kelandaian = 0 (Datar).

Rumus-rumus yang digunakan:

(𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟)


𝑔= × 100% (52)
𝑆𝑇𝐴 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑆𝑇𝐴 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

𝐴 = 𝑔2 − 𝑔1 (53)
𝐴×𝐿𝑉
𝐸𝑉 = (54)
800
1
𝑥 = 4 × 𝐿𝑉 (55)
𝐴×𝑥 2
𝑦 = 200×𝐿 (56)
𝑉

Panjang Lengkung Vertikal (LV):


a. Berdasarkan keluwesan bentuk
𝐿𝑉 = 0,6 × 𝑉𝑅 (57)
b. Berdasarkan drainase
𝐿𝑉 = 40 × 𝐴 (58)
c. Berdasarkan kenyamanan
𝑉𝑅 2 ×𝐴
𝐿𝑉 = (59)
360

d. Berdasarkan jarak pandang henti (Jh)


• Jh < LV
ℎ 𝐴×𝐽 2
𝐿𝑉 = 150+(3,5×𝐽 (60)
ℎ)

• Jh > LV
150+(3,5×𝐽ℎ )
𝐿𝑉 = 2 × 𝐽ℎ − (61)
𝐴

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

e. Syarat jarak pandang menyiap(Jd)


• Jd < LV
𝐴×𝐽𝑑 2
𝐿𝑉 = (62)
840

• Jd > LV
840
𝐿𝑉 = 2 × 𝐽𝑑 − (63)
𝐴

2.7.1. Jenis – Jenis Lengkung Vertikal


Jenis-jenis lengkung vertikal terdiri dari 2 bentuk, yaitu:
2.7.1.1. Lengkung Vertikal Cembung
Adalah lengkung di mana titik perpotongan antara kedua tangen berada di atas
permukaan jalan

Gambar 2.17 Lengkung vertikal cembung

Keterangan:
PPV = Titik perpotongan kelandaian g1 dan g2
PLV = Titik awal lengkung parabola
PTV = Titik akhir lengkung parabola
LV = Panjang lengkung vertikal
g = Kemiringan tangen: (+) naik, (-) turun
A = Perbedaan aljabar landai (g1 – g2) %
EV = Pergeseran vertikal titik tengah besar lingkaran (PV1 – m) meter
Jh = Jarak pandang henti
VR commit to user
= Kecepatan rencana (km/jam)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

2.7.1.2. Lengkung Vertikal Cekung


Adalah lengkung di mana titik perpotongan antara kedua tangen berada di atas
permukaan jalan

Gambar 2.18 Lengkung vertikal cekung

Keterangan:
PPV = Titik perpotongan kelandaian g1 dan g2
PLV = Titik awal lengkung parabola
PTV = Titik akhir lengkung parabola
LV = Panjang lengkung vertikal
g = Kemiringan tangen: (+) naik, (-) turun
A = Perbedaan aljabar landai (g1 – g2) %
EV = Pergeseran vertikal titik tengah besar lingkaran (PV1 – m) meter
Jh = Jarak pandang henti
VR = Kecepatan rencana (km/jam)

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

2.7.2. Kelandaian
2.7.2.1. Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh
mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan semula
tanpa harus menggunakan gigi rendah.

Tabel 2.9 Kelandaian maksimum yang diizinkan

Landai Maksimum (%) 3 3 4 5 8 9 10 10


VR (km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 < 40
Sumber: TPGJAK No.038/T/BM/1997

2.7.2.2. Kelandaian Minimum


Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu dibuat
kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran samping, karena
kemiringan jalan dengan kerb hanya cukup untuk mengalirkan air ke samping.

2.7.3. Panjang Kritis


Panjang kritis ini diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian maksimum agar
pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh VR.

Tabel 2.10 Panjang kritis (m)

Kecepatan pada awal Kelandaian (%)


tanjakan (km/jam) 4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
Sumber: TPGJAK No.038/T/BM/1997

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

❖ Flow Chart Perencanaan Alinyemen Vertikal

Mulai

Data :
• Stationing PPV
• Elevasi PPV
• Kelandaian tangen (g)
• Kecepatan rencana (VR)
• Perbedaan aljabar kelandaian (A)

Perhitungan Panjang Lengkung Vertikal


berdasarkan :
• Syarat jarak pandang henti
• Syarat penyinaran lampu besar
• Syarat lintasan bawah
• Pengurangan guncangan
• Syarat keluwesan bentuk
• Syarat kenyamanan pengemudi
• Syarat drainase

Perhitungan :
• Pergeseran vertikal titik tengah busur
lingkaran (EV)
• Perbedaan elevasi titik PLV dan titik yang
ditinjau pada STA (y)
• Stationing lengkung vertikal
• Elevasi lengkung vertikal

Selesai

Gambar 2.19 Diagram alir perencanaan alinyemen vertikal

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

2.8. Tebal Perkerasan Lentur


Perencanaan konstruksi lapisan perkerasan lentur di sini untuk pembuatan jalan
baru dengan mengacu pada Manual Desain Perkerasan Jalan tahun 2017 yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga.

2.8.1. Jenis Struktur Perkerasan


Jenis struktur perkerasan baru terdiri atas:
1. Perkerasan pada permukaan tanah asli
2. Perkerasan pada timbunan
3. Perkerasan pada galian

Gambar 2.20 Tipikal struktur perkerasan lentur

2.8.2. Umur Rencana


Tabel 2.11 Umur rencana perkerasan jalan baru (UR)

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

2.8.3. Volume Lalu Lintas


2.8.3.1. Analisis Volume Lalu Lintas
Parameter yang penting dalam analisis struktur perkerasan adalah data lalu lintas
yang diperlukan untuk menghitung beban lalu lintas rencana yang dipikul oleh
perkerasan selama umur rencana. Beban dihitung dari volume lalu lintas pada tahun
survei yang selanjutnya diproyeksikan ke depan sepanjang umur rencana. Volume
tahun pertama adalah volume lalu lintas sepanjang tahun pertama setelah
perkerasan diperkirakan selesai dibangun atau direhabilitasi.

Elemen utama beban lalu lintas dalam desain adalah:


• Beban gandar kendaraan komersial
• Volume lalu lintas yang dinyatakan dalam beban sumbu standar

Dalam analisis lalu lintas, penentuan volume lalu lintas pada jam sibuk dan lalu
lintas harian rata – rata tahunan (LHRT) mengacu pada Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI). Penentuan nilai LHRT didasarkan pada data survei volume lalu
lintas dengan mempertimbangkan faktor k.

2.8.3.2. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas


Faktor pertumbuhan lalu lintas berdasarkan data–data pertumbuhan series
(historical growth data) atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain
yang berlaku. Jika tidak tersedia data maka Tabel 4.1. dapat digunakan (2015 –
2035).

Tabel 2.12 Faktor laju pertumbuhan lalu lintas (i) (%)

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

Pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung dengan faktor pertumbuhan
kumulatif (Cumulative Growth Factor):

(1+0,01 𝑖)𝑈𝑅 −1
𝑅= (64)
0,01 𝑖

Keterangan:
R = Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas kumulatif
i = laju pertumbuhan lalu lintas tahunan (%)
UR = Umur rencana (tahun)

2.8.3.3. Lalu Lintas pada Lajur Rencana


Lajur rencana adalah salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan yang
menampung lalu lintas kendaraan niaga (truk dan bus) paling besar. Beban lalu
lintas pada lajur rencana dinyatakan dalam kumulatif beban gandar standar (ESA)
dengan memperhitungkan faktor distribusi arah (DD) dan faktor distribusi lajur
kendaraan niaga (DL).
Untuk jalan dua arah, faktor distribusi arah (DD) umumnya diambil 0,50 kecuali
pada lokasi yang jumlah kendaraan niaga cenderung lebih tinggi pada satu arah
tertentu.

Tabel 2.13 Faktor distribusi lajur (DL)

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

2.8.3.4. Faktor Ekuivalen Beban (Vehicle Damage Factor)


Dalam desain perkerasan, beban lalu lintas dikonversi ke beban standar (ESA)
dengan menggunakan Faktor Ekuivalen Beban (Vehicle Damage Factor). Analisis
struktur perkerasan dilakukan berdasarkan jumlah kumulatif ESA pada lajur
rencana sepanjang umur rencana.

Tingkat pembebanan faktual berlebih diasumsikan berlangsung sampai tahun 2020.


Setelah tahun 2020, diasumsikan beban kendaraan sudah terkendali dengan beban
sumbu nominal terberat (MST) 12 ton. Namun demikian, untuk keperluan desain,
Direktorat Jenderal Bina Marga dapat menentukan waktu penerapan efektif beban
terkendali tersebut setiap waktu.

Jika survei beban gandar tidak mungkin dilakukan oleh perencana dan data survei
beban gandar sebelumnya tidak tersedia, maka nilai VDF pada tabel 4.4 dan tabel
4.5 dapat digunakan untuk menghitung ESA.

Tabel 4.4. menunjukkan nilai VDF regional masing-masing jenis kendaraan niaga
yang diolah dari data studi WIM yang dilakukan Ditjen Bina Marga pada tahun
2012 – 2013. Data tersebut perlu diperbarui secara berkala sekurang-kurangnya
setiap 5 tahun.

Apabila survei lalu lintas dapat mengidentifikasi jenis dan muatan kendaraan niaga,
dapat digunakan data VDF masing-masing jenis kendaraan menurut tabel 4.5.

Untuk periode beban faktual (sampai tahun 2020), digunakan nilai VDF beban
nyata. Untuk periode beban normal (terkendali) digunakan VDF dengan muatan
sumbu terberat 12 ton.

commit to user
Tabel 2.14 Nilai VDF masing-masing jenis kendaraan niaga
library.uns.ac.id

commit to user
43
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.15 Nilai VDF masing-masing jenis kendaraan niaga
library.uns.ac.id

commit to user
44
digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

2.8.3.5. Beban Sumbu Standar Kumulatif


Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load
(CESAL) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur
desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai berikut:

Menggunakan VDF masing-masing kendaraan niaga:

𝐸𝑆𝐴𝑇𝐻−1 = (Σ𝐿𝐻𝑅𝐽𝐾 × 𝑉𝐷𝐹𝐽𝐾 ) × 365 × 𝐷𝐷 × 𝐷𝐿 × 𝑅 (70)

Keterangan:
ESATH-1 = kumulatif lintasan sumbu standar ekuivalen pada tahun pertama
LHRJK = lintas harian rata – rata tiap jenis kendaraan niaga (satuan
kendaraan per hari)
VDFJK = Faktor Ekuivalen Beban (Vehicle Damage Factor) tiap jenis
kendaraan niaga
DD = Faktor distribusi arah
DL = Faktor distribusi lajur
R = Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas kumulatif

2.8.4. Desain Tebal Fondasi Perkerasan


Tanah dasar normal adalah tanah dasar yang secara umum mempunyai nilai CBR
in-situ lebih besar dari 2,5%, termasuk pada daerah timbunan, galian dan
permukaan tanah asli. Pemilihan tebal perbaikan tanah dasar dapat dilihat pada
Tabel 2.16.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

Tabel 2.16 Bagan desain fondasi jalan minimum

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

2.8.5. Desain Tebal Perkerasan


Tabel 2.17 Bagan desain perkerasan lentur opsi biaya minimum dengan CTB

Tabel 2.18 Bagan desain perkerasan lentur dengan HRS

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

Tabel 2.19 Bagan desain perkerasan lentur - aspal dengan lapis fondasi berbutir

Tabel 2.20 Bagan desain penyesuaian tebal lapis fondasi agregat A untuk tanah
dasar CBR ≥ 7%

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

Tabel 2.21 Bagan desain perkerasan berbutir dengan laburan

Tabel 2.22 Bagan desain perkerasan dengan stabilisasi tanah semen

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

Gambar 2.21 Bagan desain perkerasan tanpa penutup beraspal dan lapis
permukaan beraspal tipis

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

❖ Flow Chart Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Mulai

Data :
• Umur rencana (UR)
• Lalu lintas harian rata-rata (LHR)
• Faktor Laju Pertumbuhan Lalu
Lintas (i)
• VDF masing-masing jenis
kendaraan
• CBR rencana

Menentukan dan menghitung


Faktor distribusi arah (DD) dan Faktor distribusi lajur (DL)

Perhitungan :
• LHR tahun pertama pembukaan untuk lalu lintas
• LHR periode beban normal MST 12 ton (5 tahun setelah tahun data awal)
• Nilai faktor pengali pertumbuhan lalu lintas kumulatif (R)
• ESA5 tahun pertama pembukaan untuk lalu lintas hingga tahun periode
beban normal MST 12 ton
• ESA5 tahun periode beban normal MST 12 ton hingga tahun umur
rencana berakhir
• CESAL5 selama umur rencana

Penentuan desain tebal fondasi perkerasan

Penentuan desain tebal perkerasan lentur

Selesai

Gambar 2.22 Diagram alir perencanaan tebal perkerasan lentur


commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

2.9. Rencana Anggaran Biaya (RAB)


Untuk menentukan besarnya biaya yang diperlukan terlebih dahulu harus diketahui
volume dari pekerjaan yang direncanakan. Pada umumnya pembuat jalan tidak
lepas dari masalah galian maupun timbunan. Besarnya galian dan timbunan yang
akan dibuat dapat dilihat pada gambar Long Profile. Sedangkan volume galian
dapat dilihat melalui gambar Cross Section.

Selain mencari volume galian dan timbunan juga diperlukan untuk mencari volume
dari pekerjaan lainnya yaitu:
1. Volume Pekerjaan
a. Pekerjaan persiapan
- Peninjauan lokasi
- Pengukuran dan pemasangan patok
- Pembersihan lokasi dan persiapan alat dan bahan untuk pekerjaan
- Pembuatan Bouwplank
- Direksi keet
- Dokumentasi
b. Pekerjaan tanah
- Galian tanah
- Timbunan tanah
c. Pekerjaan perkerasan
- Lapis permukaan (Surface Course)
- Lapis fondasi atas (Base Course)
- Lapis fondasi bawah (Sub Base Course)
- Lapis tanah dasar (Sub Grade)
d. Pekerjaan drainase
- Galian saluran
- Pembuatan talud
e. Pekerjaan pelengkap
- Pemasangan rambu-rambu
- Pengecatan marka jalan
- penerangan commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

2. Analisa Harga Satuan


Analisa harga satuan diambil dari Analisa Harga Satuan Spesifikasi Umum
tahun 2018 Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.
3. Kurva S
Setelah menghitung Rencana Anggaran Biaya dapat dibuat Time Schedule
dengan menggunakan Kurva S.

Proses penyusunan diagram batang:


a. Mendaftar item kegiatan yang berisi seluruh jenis kegiatan pekerjaan
yang ada dalam rencana pelaksanaan pekerjaan.
b. Mengurutkan pekerjaan dari daftar item kegiatan yang akan dilaksanakan
lebih dahulu, kemudian tanpa mengesampingkan kemungkinan
pelaksanaan pekerjaan secara bersamaan.
c. Waktu pelaksanaan pekerjaan adalah jangka waktu pelaksanaan dari
seluruh kegiatan yang dihitung dari permulaan kegiatan sampai dengan
seluruh pekerjaan berakhir.

Langkah – langkah pembuatan Kurva S:


a. Menghitung besarnya bobot persentase setiap kegiatan.
b. Menghitung bobot setiap minggu (satuan waktu) dari setiap kegiatan
c. Membuat diagram batang pada kolom waktu sesuai dengan durasi setiap
pekerjaan.
d. Menghitung prestasi setiap minggu (satuan waktu) dengan cara
menjumlahkan setiap bobot kegiatan yang direncanakan dalam minggu
(waktu) yang dihitung.
e. Menghitung prestasi kumulatif dalam setiap minggu (satuan waktu).
f. Menggambar Kurva S berdasarkan data prestasi kumulatif dengan skala

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

❖ Flow Chart Perencanaan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Time


schedule

Mulai

Data Rencana Anggaran :


• Gambar rencana
• Daftar harga satuan bahan, Upah
pekerja, dan peralatan

Perhitungan :
• Volume pekerjaan
• Harga satuan pekerjaan

Rencana anggaran biaya

Time Schedule

Selesai

Gambar 2.23 Diagram alir perencanaan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan
Time schedule

commit to user

Anda mungkin juga menyukai