Anda di halaman 1dari 32

TUGAS MATA KULIAH

NTSI 6020 TEKNIK LINGKUNGAN


Dosen Pembina : Anie Yulistyorini, ST., MSc., PhD

TUGAS 3

PERENCANAAN PENGELOLAHAN SAMPAH

Oleh

OFF : B3-13MB
Nama : Kevin Reznadya Setia Budi
NIM: 200523629265

PROGRAM S1 TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2022
BAB I
OBSERVASI PENGELOLAHAN SAMPAH

1.1 Pengertian Sampah


Menurut Slamet (2002), sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi
dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Sementara didalam Naskah
Akademis Rancangan Undang-undang Persampahan disebutkan sampah adalah
sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang berujud padat atau semi padat berupa
zat organik atau an organik bersifat dapat terurai maupun tidak dapat terurai
yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut sampah dapat dibedakan atas
dasar sifat-sifat biologis dan kimianya sehingga mempermudah
pengelolaannya sebagai berikut :
1. Sampah yang dapat membusuk (garbage), menghendaki pengelolaan yang
cepat. Gas-gas yang dihasilkan dari pembusukan sampah berupa gas
metan dan H2S yang bersifat racun bagi tubuh.
2. Sampah yang tidak dapat membusuk (refuse), terdiri dari sampah plastik,
logam, gelas, karet dan lain-lain.
3. Sampah yang berupa debu/abu sisa hasil pembakaran bahan bakar atau
sampah.
4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, yakni sampah B3 adalah
sampah yang karena sifatnya , jumlahnya, konsentrasinya atau karena sifat
kimia, fisika dan mikrobologinya dapat meningkatkan mortalitas dan
morbiditas secara bermakna atau menyebabkan penyakit yang
irreversibell ataupun sakit berat yang pulih (tidak berbalik) atau
reversibell (berbalik) atau berpotensi menimbulkan bahaya sekarang
maupun dimasa yang akan datang terhadap kesehatan atau lingkungan
apabila tidak diolah, disimpan atau dibuang dengan baik.
Dilihat dari wujudnya limbah dapat berupa padatan, cairan atau gas,
sedangkan sampah hanya berupa padatan atau setengah padatan. Berbeda
dengan sampah, limbah memerlukan pengelolaan khusus agar tidak
mencemari lingkungan. Dalam pengertian ini maka tinja tidak termasuk
kategori sampah, melainkan limbah. Jadi perbedaan sampah dan limbah dapat
dilihat dari wujudnya, tingkat pencemaran dan metode pengelolaan.

1.2 Jenis-jenis Sampah


Menurut Gelbert dkk. (1996) sampah dikelompokan berdasarkan
pasalnya, sampah padat dapat digolongkan sebagai:
1. Sampah Organik, terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan
yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan
atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami.
Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk
sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit
buah, dan daun.
2. Sampah Anorganik, berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti
mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan
ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat
anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang
sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama.
Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol
plastik, tas plastik, dan kaleng.

Gambar 1Klasifikasi Buangan Padat

1.2.1 Sampah Khusus


Sampah khusus adalah sampah yang memerlukan penanganan khusus
untuk menghindari bahaya yang akan ditimbulkannya. Sampah khusus
meliputi :
1. Sampah dari rumah sakit
Sampah rumah sakit merupakan sampah biomedis, seperti
sampah dari pembedahan, peralatan (misalnya pisau bedah yang
dibuang), botol infus dan sejenisnya, serta obat-obatan (pil, obat
bius, vitamin). Semua sampah ini mungkin terkontaminasi oleh
bakteri, virus dan sebagian beracun sehingga sangat berbahaya bagi
manusia dan makhluk lainnya.
Cara pencegahan dan penanganan sampah rumah sakit antara
lain:
a. Sampah rumah sakit perlu dipisahkan.
b. Sampah rumah sakit harus dibakar di dalam sebuah
incinerator milik rumah sakit.
c. Sampah rumah sakit ditampung di sebuah kontainer dan
selanjutnya dibakar di tempat pembakaran sampah.
d. Sampah biomedis disterilisasi terlebih dahulu sebelum
dibuang ke landfill.
2. Baterai kering
Baterai umumnya berasal dari sampah rumah tangga, dan
biasanya mengandung logam berat seperti raksa dan kadmium.
Logam berat sangat berbahaya bagi kesehatan. Akumulator dengan
asam sulfat atau senyawa timbal berpotensi menimbulkan bahaya
bagi manusia. Baterai harus diperlakukan sebagai sampah khusus.
Saat ini di Indonesia, baterai kering hanya dapat disimpan di tempat
kering sampai tersedia fasilitas pengolahan.
Jenis sampah khusus lainnya adalah :
a. Bola lampu bekas
b. Pelarut dan cat
c. Zat-zat kimia pembasmi hama dan penyakit tanaman
d. Sampah dari kegiatan pertambangan dan eksplorasi minyak
e. Zat-zat yang mudah meledak dalam suhu tinggi

1.3 Sumber-sumber Timbunan Sampah


Menurut Gelbert dkk. (1996), sumber-sumber timbulan sampah adalah
sebagai berikut :
1. Sampah permukiman, yaitu sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan
makanan, perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas, kain,
sampah kebun/halaman, dan lain-lain.
2. Sampah pertanian dan perkebunan. Sampah kegiatan pertanian tergolong
bahan organik, seperti jerami dan sejenisnya. Sebagian besar sampah yang
dihasilkan selama musim panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk.
Untuk sampah bahan kimia seperti pestisida dan pupuk buatan perlu
perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan. Sampah pertanian
lainnya adalah lembaran plastik penutup tempat tumbuhtumbuhan yang
berfungsi untuk mengurangi penguapan dan penghambat pertumbuhan
gulma, namun plastik ini bisa didaur ulang.
3. Sampah dari sisa bangunan dan konstruksi gedung. Sampah yang berasal
dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung ini bisa berupa bahan
organik maupun anorganik. Sampah organik, misalnya: kayu, bambu,
triplek. Sampah anorganik, misalnya: semen, pasir, spesi, batu bata, ubin,
besi dan baja, kaca, dan kaleng.
4. Sampah dari perdagangan dan perkantoran. Sampah yang berasal dari
daerah perdagangan seperti: toko, pasar tradisional, warung, pasar
swalayan ini terdiri dari kardus, pembungkus, kertas, dan bahan organik
termasuk sampah makanan dan restoran. Sampah yang berasal dari
lembaga pendidikan, kantor pemerintah dan swasta biasanya terdiri dari
kertas, alat tulis-menulis (bolpoint, pensil, spidol, dll), toner foto copy,
pita printer, kotak tinta printer, baterai, bahan kimia dari laboratorium,
pita mesin ketik, klise film, komputer rusak, dan lain-lain. Baterai bekas
dan limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara terpisah dan harus
memperoleh perlakuan khusus karena berbahaya dan beracun.
5. Sampah dari industri. Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses
produksi (bahan-bahan kimia serpihan/potongan bahan), perlakuan dan
pengemasan produk (kertas, kayu, plastik, kain/lap yang jenuh dengan
pelarut untuk pembersihan). Sampah industri berupa bahan kimia yang
seringkali beracun memerlukan perlakuan khusus sebelum dibuang.
BAB II
PERENCANAAN TPS 3R DAN PENGELOLAHAN SAMPAH

1. Laju timbulan sampah dan komposisi sampah


Dalam perencanaan TPS 3R, data berupa laju timbulan sampah dan
komposisi sampah merupakan data yang harus ada dan diketahui. Data tersebut
adalah acuan dalam merencanakan TPS 3R, terutama dalam merencanakan
proses pengolahan yang tepat. Dengan menggunakan data sekunder berupa
data laju timbulan sampah yaitu 0,3 kg/orang.hari dan jumlah penduduk yang
dilayani yaitu sebesar 150.000 orang. Maka timbulan sampah tiap harinya
adalah sebesar 45000 kg/hari. Angka tersebut didapatkan berdasarkan
perhitungan sebagai berikut:

𝑘𝑔
Timbulan sampah = 0,3 ⁄𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔. ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 150.000 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔
= 45000 kg/hari
Jika diasumsikan densitas sampah lepas sebesar 100 kg/m3 , maka volume
sampah yang dihasilkan dalam sehari adalah 450 m3. Angka tersebut didapatkan
berdasarkan konsep hubungan antara densitas, berat, dan volume sebagai
berikut:
𝑘𝑔
Berat (kg) = densitas ( ⁄
𝑚3) : volume (𝑚 )
3

= 45000 : 100
= 450 𝑚3

Sehingga beban sampah yang dihasilkan setiap harinya sebesar 45 ton dalam
sehari atau 450 m3 sampah dalam sehari.

Tabel 1 Komposisi Sampah

Jenis sampah (kg) = komposisi sampah (%) x total sampah (kg)

Sehingga dengan menggunakan persamaan di atas, didapatkan berat sampah per jenisnya
yaitu :
Sampah makanan = 45% x 45000 kg
= 20250 kg

Berdasarkan Permen PU No. 3 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan prasarana dan


sarana persampahan dalam penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga, menekankan bahwa pengurangan sampah mulai dari sumber merupakan
tanggung jawab dari semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Jika mengacu
pada Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga tahun 2017 atau Jakstranas, pada pasal 5 disebutkan
bahwa pengurangan dan penangan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah
tangga sebesar 30% dari angka timbulan sampah hingga tahun 2025. Sehingga dengan
kebijakan tersebut pengurangan sampah yang meliputi pembatasan timbulan sampah,
pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah pada sumber sebesar 30%
dari timbulan sampah atau sebesar 13.500 kg/hari. Angka tersebut diperoleh dari
perhitungan sebagai berikut:

Reduksi sampah di sumber = 30% x 45.000 kg/hari


= 13.500 kg/hari
Dengan demikian sampah yang akan ditangani lebih lanjut melalui program pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir hanya sebesar 70% atau
31.500 kg/hari. Angka tersebut didapatkan dari perhitungan sebagai berikut:

Penangan sampah = 45.000 kg/hari – 13.500 kg/hari


= 31.500 kg/hari

2. Skenario Pengelolahan Sampah


Berdasarkan perhitungan beban sampah yang masuk menuju TPS 3R pada bagian
1 dengan menerapkan jakstranas yang menargetkan 30% sampah dapat direduksi pada
sumber, sampah yang masuk ke TPS 3R hanya sebesar 31.500 kg/hari. Perhitungan mass
balance dari timbulan sampah dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Mass Balance Reduksi Sampah di Sumber dan TPS 3R
Persen Berat Faktor
Jenis Total yang Total Reduksi pada Reduksi pada TPS
Sampah sampah recovery
Sampah direduksi (kg) residu (kg) sumber (kg)** 3R (kg)
(%) (kg) (%)*
Sampah
45 20.250 69 13.972.5 6.277,5 9.000 4.972,5
makanan
Sampah
20 9.000 69 6.210 2.790 4.500 1.710
kebun
Sampah
15 6.750 50 3.375 3.375 0 3.375
plastik
kertas 10 4.500 50 2.250 2.250 0 2.250
Kain 2 900 25 225 675 0 225
karet 2 900 25 225 675 0 225
pampers 2 900 0 0 900 0 0
logam 1 450 80 360 90 0 360
B3 1 450 0 0 450 0 0
Dll 2 900 0 0 900 0 0
Jumlah 100 45.000 26.617.5 18.382,5 13.500 13.117,5
Sumber: Hasil
Perhitungan [*] Wardiha
et al., 2013 [**] Jakstranas
2017
Contoh perhitungan Tabel 2.1
a. Contoh perhitungan untuk kolom total sampah yang dapat direduksi tiap
jenis sampahanya sebagai berikut:
Total yang
= berat sampah (kg) x factor recovery (%)
direduksi
= 20.250 kg x 69%
= 13.972,5 kg
Sehingga sampah yang dapat direduksi untuk jenis sampah makanan
adalah 13.972,5 kg. Konsep perhitungan tersebut digunakan untuk
menentukan berat sampah yang dapat direduksi untuk tiap jenis sampah.
b. Contoh perhitungan total residu tiap jenis sampah sebagai berikut:
Residu = berat sampah (kg) – reduksi sampah (kg)
= 20.250 kg – 13.972,5 kg
= 6.277,5 kg
Sehingga residu jenis sampah makanan adalah 6.277,5 kg. Konsep
perhitungan tersebut digunakan untuk menentukan residu tiap jenis
sampah.
c. Perhitungan reduksi sampah makanan pada sumber sebagai berikut:
Reduksi sampah = 20% x total berat sampah (kg)
makanan
= 0,2 x 45.000 kg
= 9.000 kg
Untuk perhitungan reduksi sampah kebun sebagai berikut:
Reduksi sampah kebun = 10% x total berat sampah (kg)
= 0,1 x 45.000 kg
= 4.500 kg
Sehingga total sampah yang dapat direduksi di sumber adalah 13.500 kg.
d. Contoh perhitungan reduksi sampah di TPS 3R sebagai berikut:
Reduksi sampah = total sampah yang direduksi (kg) – reduksi
makanan sampah di sumber (kg)
= 13.972,5 kg – 9.000 kg
= 4.972,5 kg
Sehingga sampah yang dapat direduksi di TPS 3R untuk jenis sampah
makanan adalah 4.972,5 kg. Konsep perhitungan tersebut digunakan untuk
menentukan berat sampah yang dapat direduksi untuk tiap jenis sampah di
TPS 3R.
Berdasarkan Tabel 2.1 sampah yang akan diangkut menuju TPS 3R adalah
residu dari tiap jenis sampah dan sampah yang direduksi melalui pengolahan lebih
lanjut pada TPS 3R. Jika mengacu pada perhitungan, maka sampah yang diangkut
menuju TPS 3R adalah 70% dari berat total sampah yang dihasilkan. Perhitungan
jumlah sampah yang diangkut menuju TPS 3R sebagai berikut:
Berat sampah
= Residu (kg) + Reduksi sampahdi TPS 3R (kg)
(kg)
= 18.382,5 kg + 13.117,5 kg
= 31.500 kg

Dengan demikian, perhitungan mass balance pada Tabel 2.1 sesuai dengan
perhitungan teoritis. Dimana sampah yang direduksi pada sumber sebanyak 30%
atau sebesar 13.500 kg dan sampah yang masuk ke TPS 3R sebanyak 70% atau
sebesar 31.500 kg.
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga tahun 2017 atau Jakstranas, pada pasal 5
disebutkan bahwa pengurangan dan penangan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis rumah tangga sebesar 30% dari angka timbulan sampah. Berdasarkan
Tabel 2.1, reduksi pada sumber diasumsikan sebesar 20% untuk sampah makanan
dan 10% untuk sampah kebun. Hal tersebut mempertimbangkan bahwa
Masyarakat Indonesia dapat mereduksi sampah mereka dengan metode
komposting. Selain itu, metode komposting tidak memerlukan biaya yang terlalu
besar dan mudah dalam pelaksanaannya.
Ada beberapa teknik mengolah sampah organik antara lain pengomposan,
pembuatan briket dan biogas. Namun, teknik yang paling mudah dilakukan pada
skala rumah tangga adalah mengubah sampah organik menjadi kompos.
Pengomposan adalah proses penguraian terkendali bahan-bahan organik menjadi
kompos yaitu bahan yang tidak merugikan lingkungan (Widiarti, 2012). Melihat
karakter sampah organik (sampah makanan dan sampah kebun) yang tinggi kadar
airnya (59,88%), C/N ratio sebesar 37,1 dan rentang ukuran sekitar 2,5 – 7,5 cm,
merupakan karakter atau nilai yang cocok untuk proses komposting skala kawasan
(Sahwan et al., 2011). Pembuatan kompos skala rumah tangga tidak memerlukan
lahan yang luas dan tidak menghasilkan bau tak sedap. Salah satu metode
pembuatan kompos yang sederhana, praktis, dan dapat diterapkan untuk skala
rumah tangga adalah metode komposting Takakura, yang dapat diaplikasikan
dalam skala individu atau rumah tangga. Selain sederhana dan relatif murah,
metode komposting Takakura tepat untuk diaplikasikan dalam skala rumah tangga
karena tidak membutuhkan lahan yang luas, portable, proses dekomposisi yang
cepat, dan tidak berbau (Warjoto et al., 2018).
Gambar 2.1 Skema Mass Balance Reduksi Sampah pada TPS 3R

Sumber: Hasil perhitungan mass balance


Keterangan gambar:
Garis hitam: Sampah direduksi pada sumber
Garis biru: Sampah diangkut menuju TPS
3R Garis hijau: Sampah diolah lebih lanjut
Garis merah: Sampah diangkut menuju TPA
Garis abu-abu: Sampah diangkut menuju pengolah B3 dan diolah secara khusus
Pada Gambar 2.1 mengilustrasikan skema mass balance reduksi sampah pada
TPS 3R. Seperti penjelasan sebelumnya mengenai Tabel 2.1, sampah sebanyak
30% dari total sampah direduksi pada sumber dan alternatif metode yang dapat
digunakan untuk mereduksi adalah komposting. Kemudian sebanyak 70% dari
total sampah akan diangkut menuju TPS 3R. Dari 70% total sampah yang diangkut
menuju TPS 3R terdiri dari hanya sebesar 55,5% dari komposisi total sampah
makanan dan 50% dari komposisi total sampah kebun akan diangkut menuju TPS
3R karena sebagian sampah makanan dan kebun tereduksi di sumber. Komposisi
sampah selain kedua jenis sampah tersebut, 100% dari komposisi sampah masing-
masing akan diangkut menuju TPS 3R karena tidak ada reduksi sampah di sumber
selain sampah makanan dan kebun.
Pada TPS 3R, sampah jenis tertentu akan dioah lebih lanjut. Sedangkan
sampah yang tidak dioah pada TPS 3R akan langsung diangkut menuju TPA, serta
hanya ditampung sementara tanpa pengolahan di TPS 3R. Sampah yang
digolongkan sebagai residu yaitu sampah B3, pampers, dan sampah lain-lain.
Untuk sampah makanan dan kebun akan diolah dengan teknologi komposting
windrow sedangkan jenis sampah selain kedua jenis tersebut dipilah untuk daur
ulang dan baling (kompaksi).
Berikut contoh perhitungan dalam penentuan skema mass balance pada Gambar
2.1:
a. Perhitungan berat sampah makanan dan kebun yang diangkut ke TPS 3R
Sampah masuk
(kg) =
[ berat komposisi sampah (kg) – reduksi sampah di sumber (kg)]
berat komposisi sampah (kg)
(20250 kg – 9000 kg) x 100 %
= 20250 kg
= 55,5% dari berat total sampah makanan
= 11.250 kg
Konsep perhitungan untuk sampah kebun sama seperti contoh perhitungan.
b. Perhitungan sampah yang diolah pada TPS 3R
Sampah
diolah =
(kg) [(recovery factor x berat komposisi sampah)−reduksi sampah di sumber ]
berat komposisi sampah (kg)
[(50 % x 6750 kg)−0 kg ] x 100 %
= 6750 kg
= 50% dari berat total sampah plastik
= 3.375 kg
Sehingga berat sampah plastik yang direduksi pada TPS 3R sebeser 50%
dari berat sampah plastik yang diangkut menuju TPS 3R. Konsep
perhitungan untuk menentukan berat sampah tiap jenisnya yang akan
diolah pada TPS 3R sama seperti contoh perhitungan.
c. Perhitungan residu sampah yang diangkut menuju TPA
Residu (kg)
¿ x 100 %
= ¿
¿
¿
(6750 kg−3375 kg) x 100 %
= 6750 kg
= 50% dari berat total sampah plastik
= 3.375 kg
Sehingga residu sampah plastik setelah pengolahan di TPS 3R yaitu
sebesar 50% dari berat total sampah plastik yang masuk ke TPS 3R atau
seberat 3.375 kg. Konsep perhitungan untuk menentukan residu tiap jenis
sampah sama seperti contoh perhitungan residu yang diangkut menuju
TPA.
d. Total sampah yang diangkut menuju TPA
Total residu (kg)
( Σresidu ) x 100 %
= Σ sampah masuk di TPS 3 R
(17.932,5 kg)x 100 %
= 31.500 kg
= 56,93% dari berat total sampah yang masuk ke TPS
3R
Sehingga TPS 3R dapat mereduksi sampah sebesar 41,64% dari total
sampah yang masuk TPS dalam sehari dan residu yang akan diangkut
menuju TPA adalah sebesar 56,93% dari berat total sampah yang masuk ke
TPS 3R. Sedangkan sisanya, sampah B3, akan diolah secara khusus
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Peraturan Pemerintah No. 74
tahun 2001 tentang Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Perencanaan pengolahan pada TPS 3R berupa komposting, pemilahan,
dan baling. Untuk jenis sampah yang akan dikomposting yaitu jenis
sampah makanan dan sampah kebun. Jenis sampah yang akan
dikomposting memperhatikan karakteristik dari sampah terutama tingkat
degradasinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan
(Damanhuri dan Padmi, 2016 dalam Petunjuk Teknis TPS 3R, 2017):
- Bahan yang dikomposkan.
Sebaiknya dipisah pengomposan sampah daun dan kayu dengan sampah
sisa makanan. Semakin banyak kandungan kayu atau bahan yang
mengandung lignin, semakin sulit terurai.
- Ukuran bahan yang dikomposkan.
Kontak bakteri akan semakin baik jika ukuran sampah semakin kecil dan
luas permukaan besar. Diameter yang baik antara 25 – 75 mm. Namun
apabila terlalu kecil, dikhawatirkan kondisi akan menjadi anaerob karena
proses pemampatan.
- Kandungan karbon, nitrogen dan fosfor.
Sumber karbon (C) banyak dari jerami, sampah kota, daun-daunan. Sumber
nitrogen (N) berasal dari protein, misal kotoran hewan. Perbandingan C/N
yang baik dalam bahan yang dikomposkan adalah 25 – 30 (berat-kering),
sedang C/N akhir proses adalah 12 – 15. Seperti halnya nitrogen, fosfor
merupakan nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme. Harga C/P untuk
stabilisasi optimum adalah 100:1. Nilai C/N untuk beberapa bahan antara
lain: Kayu (200 – 400), Jerami padi (50 – 70), Kertas (50), Kotoran Ternak
(10-20), Sampah kota (30).
- Mikroorganisme.
Ada pendapat ahli yang menyatakan penambahan EM4 tidak terlalu
dibutuhkan. Mikroorganisme yang dibutuhkan sudah sangat berlimpah
pada sampah kota. Cara yang efektif adalah mengembalikan lindi dan
sebagain kompos yang telah berhasil pada timbunan kompos yang baru,
sebab pada bahan itulah terkumpul mikroorganisme dan enzime yang
dibutuhkan. - Termperatur. Termperatur terbaik pengomposan adalah 50 –
55oC. Suhu rendah menyebabkan pengomposan akan lama, sementara suhu
tinggi (60 – 70oC) menyebabkan pecahnya telur insek, dan materinya
bakteri-bakteri patogen.
- Kadar air.
Kadar air sangat penting dalam proses aerobik. Kadar air sampah sangat
dipengaruhi oleh komposisi sampahnya. Pembalikan diperlukan untuk
menjaga kelembaban selama proses pengomposan. Kadar air yang
optimum sebaiknya berada pada rentang 50 – 65%, kurang lebih selembab
karet busa yang diperas.
- Kondisi asam basa (pH).
pH memegang peranan penting dalam pengomposan. Bila pH terlalu
rendah perlu penambahan kapur atau abu. Di awal proses pengomposan,
nilai pH pada umumnya adalah antara 5 dan 7, dan beberapa hari kemudian
pH akan turun dan mencapai nilai 5 atau kurang akibat terbentuknya asam
organik dari akrivitas mikroorganisme dan temperatur akan naik cepat. 3
hari kemudian pH akan mengalami kenaikan menjadi 8 – 8,5 dan akhirnya
stabil pada pH 7-8 hingga akhir proses (kompos matang). Bila aerasi tidak
cukup maka akan terjadi kondisi anaerob, pH dapat turun hingga 4,5.
Proses pembuatan kompos teridiri dari 2 tahap (Petunjuk Teknis TPS 3R, 2017):
- Pembuatan kompos setengah matang membutuhkan waktu sekitar 3
minggu
- Pematangan (maturasi) kompos yang berlangsung sekitar 4 – 6 minggu.

Berdasarkan karakter sampah organik (sampah makanan dan sampah


kebun) yang tinggi kadar airnya (59,88%), C/N ratio sebesar 37,1 dan
rentang ukuran sekitar 2,5 – 7,5 cm, merupakan karakter atau nilai yang
cocok untuk proses komposting (Sahwan et al., 2011). Karakteristik yang
dimiliki sampah organik (sampah makanan dan sampah kebun)
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sahwan et al., 2011 dapat
disimpulkan bahwa sampah makanan dan sampah kebun cocok untuk
diolah dengan metode komposting berdasarkan kriteria yang tertera pada
Petunjuk Teknis TPS 3R, 2017.
Untuk sampah jenis plastik, kertas, kain, karet, dan logam akan dipilah
pada TPS 3R. Sampah plastik, logam, dan kertas setelah dari proses
pemilahan, akan dikompaksi dengan baler agar tidak memakan ruang yang
besar karena densitas sampah plastik dan kertas kecil, yaitu masing-
masing sebesar 16,4 kg/m3 dan 17,93 kg/m3 (Wardiha et al., 2013). Jika
ditinjau dari karakteristik mudah terbakar dan kadar air yang kecil, sampah
jenis plastik dan karet dapat diolah dengan cara pengolahan termal untuk
menerapkan konsep waste to energy (Damanhuri dan Padmi, 2016).
Namun, pada TPS 3R pengolahan jenis termal tidak dilakukan sehingga
sampah plastik hanya dipilah dan dikompaksi.
Untuk sampah B3 akan dipisahkan dan ditempatkan kontainer khusus
sampah B3. Sampah B3 perlu segera ditangani dengan pengolahan khusus
agar tidak mencemari lingkungan karena dari sifat sampah B3 yang
berbahaya dan beracun. Dalam pengelolaan sampah B3 berdasarkan PP
no. 18 tahun 1999 terdapat beberapa peran yang terlibat dan berkontribusi
di dalam pengelolaan sampah B3 yaitu penghasil limbah B3, pengumpul
limbah B3, pengangkut limbah B3, pemanfaat limbah B3, pengolah B3,
penimbun limbah B3, dan pengawas. Penghasil limbah B3 adalah orang
yang usaha dan/atau kegiatannya menghasilkan limbah B3. Pengumpul
limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengumpulan
dengan tujuan untuk mengumpulkan limbah B3 sebelum dikirim ke tempat
pengolahan dan/atau pemanfaatan dan/atau penimbunan limbah B3.
Pengangkut limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pengangkutan limbah B3. Pemanfaat limbah B3 adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3. Pengolah limbah B3 adalah
badan usaha yang mengoperasikan sarana pengolahan limbah B3.
Penimbun limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
penimbunan limbah B3. Pengawas adalah pejabat yang bertugas di instansi
yang bertanggung jawab melaksanakan pengawasan pengelolaan limbah
B3.
Untuk sampah pampers dan lain-lain akan diangkut menuju TPA
bersama residu dari sampah jenis yang lain karena sudah tidak dapat
diolah lagi di TPS 3R. Pada TPA untuk sampah jenis plastik dan karet
masih memungkinkan untuk diolah lebih lanjut untuk menghasilkan energi
dengan metode pengolahan termal.
3. Perencanaan TPS 3R Berdasarkan SNI
Penyelengaraan Tempat pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R)
merupakan pola pendekatan pengelolaan persampahan pada skala komunal atau
kawasan. Konsep TPS 3R sesuai dengan namanya yaitu reduce (mengurangi),
reuse (menggunakan kembali), dan recycle (daur ulang), yang dilakukan untuk
melayani suatu kelompok masyarakat. Tujuan utama dari pengolahan sampah pada
TPS 3R adalah untuk mengurangi kuantitas dan/atau memperbaiki karakteristik
sampah yang akan diolah lebih lanjut pada TPA. TPS 3R diharapkan berperan
dalam menjamin kebutuhan lahan yang semakin sedikit untuk penyediaan TPA di
perkotaan (Petunjuk Teknis TPS 3R, 2017).
Berdasarkan SNI tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman,
Petunjuk Teknis TPS 3R, dan Permen PU No.3 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, persyaratan atau
kriteria desain TPS 3R sebagai berikut:
a. luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2;
b. tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5
(lima) jenis sampah;
c. TPS 3R dilengkapi dengan ruang pemilahan, pengomposan sampah
organik, dan/atau unit penghasil gas bio, gudang, zona penyangga, dan
tidak mengganggu estetika serta lalu lintas.
d. jenis pembangunan penampung sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan
merupakan wadah permanen;
e. lokasi yang memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
o penempatan lokasi TPS 3R sedekat mungkin dengan daerah
pelayanan dalam radius tidak lebih dari 1 km;
o luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan;
o lokasinya mudah diakses;
o lahan TPS 3R berada dalam batas administrasi yang sama dengan
area pelayanan TPS 3R;
o kawasan yang memiliki tingkat kerawanan sampah yang tinggi,
sesuai dengan SSK dan dara dari BPS;
o status kepemilikan lahan milik Pemerintah Kabupaten/Kota,
fasilitas umum/sosial, dan lahan milik desa;
o berada di dalam wilayah masyarakat berpenghasilan rendah di
daerah perkotaan/semi-perkotaan di kawasan padat kumuh miskin,
bebas banjir, ada akses jalan masuk, dan sebaiknya tidak terlalu
jauh dengan jalan raya;
f. tidak mencemari lingkungan;
g. memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan;
h. gapura yang memuat logo Pemerintah kabupaten/Kota dan Kementrian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
i. bangunan (hanggar) beratap;
j. TPS 3R juga dilengkapi dengan unit pengolahan sampah organik (mesin
pencacah sampah organik), unit pengolahan/penampungan sampah
anorganik/daur ulang, unit pengolahan/penampungan sampah residu, dan
gerobak/motor pengumpul sampah.
k. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan metode manual atau
gerobak motor dengan kapasitas 1 m3 dengan 3 kai ritasi per hari
l. Musholla, ruang jaga, dan toilet

Dengan mengacu kriteria desain TPS 3R berdasarkan SNI tahun 2002,


Permen PU no. 3 tahun 2013, dan petunjuk teknis TPS 3R 2017 maka, desain
TPS 3R dengan pelayanan sebanyak 150.000 dapat dirancang. Data-data yang
digunakan sebagai perhitungan dalam merancang desain TPS 3R sebagai
berikut:
Tabel 3.1 Data untuk Perencanaan TPS 3R
Data Satuan Nilai/angka
Jumlah penduduk yang
Orang 150.000
dilayani
Sampah yang diangkut
kg 31.500
menuju TPS 3R
Densitas sampah lepas* kg/m 3
100
Densitas sampah di
kg/m3 200
gerobak*
Volume gerobak m3 1
Kecepatan tiap orang
ton/orang.jam 0,15
dalam memilah sampah*
Jam kerja Jam 8
*) asumsi
Pada perencanaan TPS 3R, TPS akan dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu
tempat kontainer, tempat pemilahan, dan tempat penyimpanan. Kontainer
digunakan untuk pengumpulan atau penampungan residu yang akan dibuang
ke TPA.
a. Perhitungan lahan penerimaan sampah
Lahan penerimaan sampah digunakan untuk bongkar muatan sampah
yang diangkut oleh petugas pengumpul sampah menggunakan gerobak
sampah dengan kapasitas 1 m3 dan densitas sampah di gerobak adalah 200
kg/m3. Dengan demikian gerobak sampah dalam satu kali ritasi dapat
menampung sampah sebanyak 200 kg, perhitungan berat sampah
maksimum dalam gerobak sebagai berikut:
Berat sampah
= volume (m3) x densitas (kg/m3)
(kg)
= 1 m3 x 200 kg/m3
= 200 kg
Diasumsikan bahwa rata-rata kedatangan gerobak pada tiap jamnya adalah 23
gerobak sampah dan dalam kondisi full terisi sampah. Sehingga perkiraan sampah
yang akan masuk dalam jangka waktu 1 jam sebagai berikut:
Berat sampah
= gerobak sampah x kapasitas gerobak (kg)
(kg)
= 23 x 200 kg
= 4600 kg
Dengan demikian dalam kurun waktu 1 jam, sampah yang masuk TPS 3R seberat
4600 kg. Densitas sampah pada lahan penerimaan diasumsikan sama seperti pada
gerobak yaitu 200 kg/m3 karena tidak ada kompaksi sehingga densitas sampah
seperti densitas sampah lepas. Volume sampah yang masuk dalam kurun waktu 1
jam sebagai berikut:
Volume (m3) = berat sampah (kg) / densitas (kg/m3)
= 4600 kg/200 kg/m3
= 23 m3
Luas lahan penerimaan sampah direncanakan dengan dimensi sebagai berikut:
Panjang = 10 m
Lebar = 4,6 m
Tinggi timbunan sampah = 0,5 m
Tinggi penyangga = 0,6 m
Luas lahan penerimaan = panjang (m) x lebar (m)
= 10 m x 4,6 m
= 46 m2
Tinggi timbunan sampah adalah tinggi yang diukur dari dasar bak penerima
sampah. Sedangkan tinggi penyangga adalah tinggi yang diukur dari permukaan
tanah hingga dasar bak penerima sampah. Sehingga tinggi total lahan atau bak
penerima sampah adalah 1 m.
Maka desain untuk luas lahan penerimaan sampah adalah 46 m2.
b. Perhitungan luas tempat pemilahan
Lokasi ruang pemilahan didesain langsung terhubung dengan lahan
penerimaan sampah tanpa teknologi conveyor. Sehingga sampah akan
dipindahkan dari lahan penerimaan menuju ruang pemilahan secara
manual dengan garpu sampah karena desain lokasi yang terhubung
langsung dengan lahan penerimaan. Pada tempat pemilahan sampah,
densitas sampah sama seperti densitas sampah lepas yaitu 100 kg/m3
karena tidak ada kompaksi dan petugas pemilah akan meleburkan kembali
sampah yang terkompaksi pada lahan penerimaan. Volume sampah yang
akan dipilah sebagai berikut:
Volume (m3) = berat sampah (kg) / densitas (kg/m3)
= 4600 kg/100 kg/m3
= 46 m3
Diasumsikan kecepatan pemilahan sampah setiap pekerja adalah 0,15
ton/orang.jam atau 150 kg/orang.jam. sehingga apabila dalam rentang
waktu 1 jam berat sampah yang masuk adalah 4600 kg maka tenaga kerja
yang dibutuhkan untuk memilah sampah adalah
Tenaga kerja = berat sampah (kg) / kecepatan memilah (kg/orang.jam)
= 4600 kg/jam / 150 kg/orang.jam
= 32 orang (hasil pembuatan)
Untuk satu tenaga kerja membutuhkan area 1,5 m2 atau jarak antar pekerja
diasumsikan sejauh 1,5 m dan terdapat 2 meja pemilahan, setiap meja pemilahan
terdapat 16 orang pekerja yang bekerja pada dua sisi samping meja atau terdapat 8
orang pekerja pada tiap sisi samping meja. Sehingga panjang meja yang
direncanakan untuk tempat pemilahan sebagai berikut:
Panjang (m) = 8 x 1,5 m
= 12 m
Jika tinggi maksimum timbunan sampah adalah 0,5 m maka lebar meja pemilahan
sebagai berikut:
Lebar (m) = volume sampah tiap meja (m3) / [panjang (m) x tinggi (m)]
= 23 m3 / 6 m2
= 4m
Desain dari tempat pemilahan yang dirancang adalah sebagai berikut:
Jumlah meja pemilahan = 2 meja pemilahan
Panjang meja = 12 m tiap meja pemilahan
Tingi meja = 0,6 m
Tinggi timbunan sampah = 0,5 m
Lebar =4m
Jumlah tenaga kerja = 32 orang
Tinggi meja mempertimbangkan tinggi rata-rata orang dewasa yaitu 155 cm untuk
wanita dan 165 cm untuk laki-laki. Sehingga ketika melakukan pemilahan, tinggi
dari meja dan timbunan sampah tidak menyulitkan para pekerja serta pemilahan
tidak dilakukan dengan berjongkok melainkan berdiri.
Luas tempat pemilahan total yaitu:
Luas jarak antara = 40 m2
Luas tempat pemilahan = Σ luas meja pemilahan + Σ area tiap 1 orang pekerja +
luas jarak antara
= (2 x 12 m x 4 m) + (1,5 m2 x 32 orang) + 40 m2
= 184 m2
Luas jarak antara merupakan luas yang memisahkan lahan pemilahan dengan
lahan lain, sehingga dalam perencanaan dapat terhitung juga perkiraan luas untuk
para pekerja berlalu lalang dalam melaksanakan pekerjaannya.
Pada TPS 3R disediakan 5 buah keranjang untuk memisahkan jenis
sampah tersebut, hal ini dilakukan karena pada TPS 3R pada perencanaan
ini terjadi proses pemisahan dan pengolahan sampah khusus barang lapak.
Sehingga dipilihlah 5 jenis wadah sesuai dengan komposisi sampah yang
ada. Berikut pembagian keranjang yang digunakan:
Keranjang 1 untuk plastik
Keranjang 2 untuk kertas /kardus
Keranjang 3 untuk karet
Keranjang 4 untuk logam
Keranjang 5 untuk kain
Pembagian wadah atau kontainer untuk menampung jenis sampah lain sebagai
berikut:
Kontainer 1 untuk sampah makanan
Kontainer 2 untuk sampah kebun
Kontainer 3 untuk residu
Kontainer 4 untuk B3
Pemilahan dilakukan di sisi kanan dan kiri meja pemilahan dimana sisi
kanan digunakan untuk memilah sampah plastik sedangkan di sebelah kiri
digunakan untuk memilah sampah kertas, karet, kain, logam, dan B3.
Sampah makanan dan kebun dipilah pada kedua sisi. Sedangkan residu
akan ditampung dengan kontainer yang diletakkan pada ujung meja,
setelah selesai memilah sampah yang masih bisa diolah, residu akan
langsung didorong untuk menampungnya pada kontainer yang teah
disiapkan pada ujung meja pemilahan. Untuk sampah jenis kertas, kain,
dan plastik akan dikompaksi dengan baler, sampah makanan dan kebun
akan diangkut menuju lahan pencacahan dan dicacah menjadi ukuran yang
disarankan untuk proses komposting. Limbah B3 yang telah dipilah dan
ditempatkan pada kontainer khusus limbah B3 diangkut oleh pengangkut
limbah B3 yang akan diolah lebih lanjut di tempat pengolahan limbah B3
sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Peraturan
Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengolahan Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Mesin bailing yang digunakan untuk mengompaksi sampah plastik,
kertas, logam dan kain memiliki spesifikasi sebagai berikut:
Tegangan = 380 V/50Hz
Power = 13kw
Ukuran mesin = 3600 x 1000 x 1200 mm
Berat mesin = 1300 kg
Berat bale = 100-150 kg
Ukuran bale = 900 x 600 x 900mm

c. Perhitungan luas lahan pencacahan


Lahan pencacahan digunakan untuk mencacah sampah makanan dan
kebun yang memiliki ukuran terlalu besar atau melebihi ukuran optimum
untuk komposting yaitu 0,25 – 0,75 mm. Hal pertama dilakukan untuk
merencanakan lahan pencacahan adalah memperhitungkan volume sampah
yang akan dicacah setiap jamnya. Berikut perhitungan volume sampah yang
akan dicacah:
Sampa
=
h
makana s. makanan total−residu s .makanan
berat total x volume sampah di gerobak x Σ
n ge
x faktor kompaksi
200
11.250−6277,5 x 1 m3 x 23 x
=
kg 100
31.500 kg
Sampa = 7,36 m
3

=
h kebun s. kebun total−residu s. kebun
x volume sampah di gerobak x Σ
gerobak berat total
x faktor kompaksi
200
4500−2790 x 1 m3 x 23 x
=
kg 100
31.500
= 2,5 m3
Total = 7,36 + 2,5
= 9,86 m3
Sehingga sampah yang akan dicacah setiap jam adalah 7,86 m3. Dengan
demikian kebutuhan alat pencacah mekanis dan luas lahan perncacahan dapat
diperkirakan. Berikut merupakan perhitungan lahan pencacahan:
Volume sampah = 9,86 m3
Kapasitas alat pencacah = 2 m3/jam
mekanis
Jam operasi = 7 jam
Kebutuhan alat pencacah = volume sampah / kapasitas total alat
= 9,86 m3 / 2 m3/jam
= 5 alat
Dimensi alat (p x l x t) =1x2x1m
Luas penampung hasil cacahan = 1 x 1 x 1,5 m
(p x t x l)
Jarak antar alat =1m
Luas antar alat = jarak antar alat x (lebar alat + lebar
penampung hasil cacahan)
= 3,5 m2
Luas jarak antara = 20,5 m2
Luas total = luas penampung + luas alat + luas jarak antara + luas antar
alat
= (5 x 1,5 m2) + (5 x 2 m2) + 20,5 m2 + [(5 – 1) x 3,5 m2]
= 7,5 m2 + 10 m2 + 20,5 m2 + 14 m2
= 52 m2
Sehingga luas lahan pencacahan yang diperlukan adalah 52 m2 dengan
asumsi luas jarak antara adalah 20,5 m2. Luas jarak antara merupakan luas
yang memisahkan lahan pencacahan dengan lahan lain, sehingga dalam
perencanaan dapat terhitung juga perkiraan luas untuk para pekerja berlalu
lalang dalam melaksanakan pekerjaannya.
d. Perhitungan luas tempat penyimpanan bahan terpilah dan kompaksi
sampah
Lahan tempat penyimpanan bahan terpilah digunakan untuk menyimpan
sampah hasil pilahan seperti sampah plastik, logam, kain, kertas, dan karet.
Kebutuhan lahan tempat penimbunan bahan terpilah bergantung bale (sampah
yang dikompaksi) yang dihasilkan dan volume sampah yang tidak dikompaksi.
Berikut perhitungan kebutuhan lahan penyimpanan:
Spesifikasi baler yang digunakan yaitu:
Tegangan = 380 V/50Hz
Power = 13kw
Ukuran mesin = 3600 x 1000 x 1200 mm
Berat mesin = 1300 kg
Berat bale = 100-150 kg
Ukuran bale = 900 x 600 x 900mm
Luas mesin = 3600 x 1000 mm
Waktu kompaksi = 35 detik
Kebutuhan alat =1
Luas lahan = 3,6 m x 1 m + faktor keamanan 50%
= 3,6 x 1 + 1,8
= 5,4 m2
Tabel 3.2 Berat Sampah yang Dikompaksi
No Jenis sampah Berat sampah (kg)
1 HDPE 1687,5
Plastik PET 1687,5
2 Alumunium 180
Logam Non Alumunium 180
3 Kertas 1125
Kertas Karton 1125
4 Kain 225
Data berat sampah yang dikompaksi pada Tabel 3.2 berdasarkan dari
data mass balance sampah yang dapat di-recovery pada Gambar 2.1.
Diasumsikan bahwa komposisi tiap subjenis sampah adalah 50% dari
berat total jenis sampah tersebut.
Contoh perhitungan hasil kompaksi sampah plastik
PET: Berat sampah yang dapat didaur ulang = 1687,5 kg
Berat bale setelah proses kompaksi = 150 kg
Jumlah bale yang dihasilkan = berat sampah/berat bale
=1687,5 kg/150 kg
= 11,25 bale
Sehingga dengan menggunakan konsep perhitungan di atas, jumlah
bale yang dihasilkan untuk setiap jenis sampah dapat dilihat pada Tabel
3.3 berikut:
Tabel 3.3 Perhitungan Jumlah Bale yang dihasilkan

Berat Dimensi Bale


Berat Jumlah
Jenis Sampah Bale Panjang Tinggi Lebar
sampah (kg) Bale
(kg) (m) (m) (m)
Plastik
HDPE 1687.5 150 11.25 0.9 0.9 0.6
Plastik PET 1687.5 150 11.25 0.9 0.9 0.6
Kertas 180 150 1.2 0.9 0.9 0.6
Karton 180 150 1.2 0.9 0.9 0.6
Logam
alumunium 1125 150 7.5 0.9 0.9 0.6
Logam Non
Alumunium 1125 150 7.5 0.9 0.9 0.6
Kain 225 150 1.5 0.9 0.9 0.6
Total bale 41.4
Sumber: Hasil Perhitungan
Direncanakan dalam lahan penyimpanan ditumpuk sebanyak 4 tingkat
bale dan disimpan maksimum selama 2 hari sehingga luas lahan
penyimpanan yang dibutuhkan yaitu:
Luas 1 bale = 0,9 m x 0,6 m
= 0,54 m2
Banyak tumpukan bale = 41,4 / 4
= 10,68 ≈ 11
Tumpukan dalam 2 hari = 11 x 2
= 22
Luas lahan = luas 1 bale x Σ tumpukan bale +faktor keamanan
50%
= 0,54 m2 x 22 + (0,5 x 0,54 m2 x 22)
= 18 m2
Sehingga lahan yang diperlukan untuk menyimpan sampah hasil
pilahan yang dikompaksi adalah 18 m2. Selanjutnya adalah menghitung
luas lahan yang diperlukan untuk sampah karet. Frekuensi pengambilan
sampah karet direncanakan 1 kali dalam sehari dan penyimpanan
maksimum adalah 2 hari.
Berat sampah karet
= 225 kg
yang bisa diolah
Densitas keranjang = 150 kg/m3
Volume sampah = 1,5 m3
Dimensi keranjang = 1,5 x 1 x 1 m
(p x l x t)
Luas lahan = panjang (m) x lebar m x lama penyimpanan + faktor keamanan
= 1,5 m x 1 m x 2 hari + (0,5 x 1,5 x 1 x 2)
= 4,5 m2
Luas total = luas sampah terkompaksi + luas sampah karet + luas baler
= 18 m2 + 4,5 m2 + 5,4 m2
= 28 m2
Sehingga luas total lahan tempat penyimpanan dengan lama penyimpanan
maksimum selama 2 hari adalah 28 m2.
e. Perhitungan luas lahan komposting
Metode komposting yang digunakan adalah aerobik windrow dengan
penambahan inoculum/biostarter EM4. Waktu proses komposting adalah 4
minggu atau 30 hari. Berikut perhitungan luas lahan untuk komposting:
Volume hasil pencacahan = 69,02 m3/hari
Volume kompos = 69,02 m3/hari x 30 hari
= 2070,6 m3
Direncanakan luas penampang timbunan
L1 = 0,6 m; T1 = 0,6 m
L2 = 2 m; P = 2,75 m; T2 = 2 m
Maka:
Luas penampang = [(2 m + 2,75 m)/2] x 2 m
= 5,5 m2
Panjang tumpukan = 2070,6 m3 / 5,5 m2
= 376,5 m2
Luas area timbunan = 376,5 x 2
= 753 m2
Setelah komposting maka perlu rencanakan juga lahan untuk pengemasan
dan penyimpanan hasil komposting. Berikut perhitungan lahan pengemasan
komposting dan penyimpanannya:
Volume kompos 69,02 m3
Densitas kompos dalam kemasan 160 kg/m3
Berat kompos per kemasan 10 kg
Volume kompos per kemasan = 160 kg/m3 / 10
= 0,0625 m3
Banyak produk kompos = 69,02 m3 / 0,0625 m3
= 1104 produk/bulan
Ukuran kemasan (p x l) = 0,8 m x 0,6 m
= 0,48 m2
Tinggi kemasan = 0,0625 m3 / 0,48 m2
= 0,13 m
Direncanakan:
Tumpukan = 15 tingkat
Jumlah tumpukan = 1104 / 15
= 74 tumpukan
Luas lahan penyimpanan produk = 74 x 0,48 m2 + faktor keamanan 50%
kompos
= 53 m2
Luas lahan pengemasan produk direncanakan sama dengan luas lahan
penyimpanannya sehingga luas total untuk pengemasan dan penyimpanan
produk kompos adalah 106 m2
f. Lahan untuk kontainer B3 dan Residu
- Kontainer B3
Berdasarkan komposisi sampah, maka sampah B3 yang masuk ke TPS 3R
adalah sebanyak 450 kg. Diasumsikan densitas sampah B3 pada kontainer
adalah 200 kg/m3.
Direncanakan :
Penimbunan maksimum 4 hari di TPS
Volume kontainer = (450 kg / 200 kg/m3) x 4
= 9 m3
Dimensi kontainer (p x l x t) = 4,5 x 2 x 1 m
Faktor keamanan 50% = 4,5 m2
Luas lahan kontainer B3 = (4,5 m x 2 m) + 4,5 m2
= 13,5 m2
Maka luas total lahan untuk kontainer sampah B3 adalah 13,5 m2
- Kontainer residu
Berdasarkan komposisi sampah, maka residu adalah sebanyak 17932,5 kg.
diasumsikan densitas residu pada kontainer adalah 200 kg/m3
Direncanakan :
Penimbunan maksimum 1 hari di TPS
Volume sampah = (17932,5 kg / 200 kg/m3)
= 90 m3
Volume kontainer = 10 m3
Kebutuhan kontainer = 90 m3/10 m3
= 9 kontainer
Frekuensi pengangkutan = 9 kali
Dalam kurun waktu kurang dari 1 jam setidaknya ada 1 truk pengangkut
yang datang sehingga pada TPS 3R terdapat 2 kontainer sampah berukuran
10 m3. Hal tersebut sebagai upaya pencegahan apabila truk pengangkut
datang terlambat.
Dimensi kontainer (p x l x t) = 8 x 1 x 1,25 m
Faktor keamanan 50% = 4 m2
Luas lahan kontainer residu = 2 x [(8 m x 1 m) + 4 m2]
= 24 m2
Sehingga luas total untuk kontainer residu dan sampah B3 adalah 37,5
m.2

g. Bangunan pelengkap
Bangunan pelengkap pada TPS 3R digunakan untuk fasilitas penunjang
dari TPS 3R dan tenaga kerja yang bekerja di TPS 3R tersebut.
- Musholla
Untuk fasilitas musholla beserta tempat wudhu direncanakan berkapasitas
30 orang, dengan masing-masing kapasitas 15 pria dan 15 wanita. Untuk batas
pria dan wanita hanya dibatasi sekat berupa kain selambu. Untuk letak tempat
wudhu akan ditempatkan pada sisi musholla yang berbeda. Dengan masing-
masing tempat wudhu terdapat 3 sambungan hidran air. Berikut perhitungan
luas lahan untuk musholla:
Direncanakan:
Luas yang dibutuhkan untuk = 1 x 0,5 m
1 orang dalam beribadah (p x
l)
Jarak antar hidran = 0,5 m
Luas tempat wudhu (p x l) = 1 x [(3+1) x 0,5]
= 2 m2
= 2 m2 x 2
= 4 m2
Luas musholla = kapasitas musholla + luas tempat wudhu
= 30 x 0,5 m2 + 4 m2
= 19 m2
Luas jarak antara = 5 m2
Luas total musholla = 24 m2
Sehingga luas lahan yang dibutuhkan untuk musholla adalah 24 m2.
- Kantor administrasi
Untuk kantor administrasi direncanakan berkapasitas 2 orang, dengan
masing-masing orang mempunyai meja kerja. Berdasarkan Noerbambang
dan Morimura, 2005 kebutuhan area untuk 1 orang adalah 5 m 2 sehingga
luas kantor administrasi yang direncanakan adalah 10 m2.
- Toilet
Untuk fasilitas toilet berdasarkan SNI tahun 2015 tentang Sistem Plambing
pada Gedung, kebutuhan alat plambing jenis toilet untuk setiap 50 pria
dibutuhkan 1 alat plambing berupa toilet begitupula dengan wanita. Sehingga
toilet direncanakan berjumlah 2 toilet, 1 toilet wanita dan 1 toilet pria. Untuk
luas 1 toilet adalah 3 m2 dengan dimensi 2 x 1,5 m. Berikut perhitungan luas
bangunan toilet:
Luas untuk 1 toilet = 3 m2
Luas untuk 2 toilet = 6 m2
Faktor keamanan 50% = 3 m2
Luas total = Luas toilet + faktor keamanan 50%
= 6 m2 + 3 m2
= 9 m2
Sehingga luas lahan untuk toilet yang dibutuhkan adalah 9 m2.
- Pos jaga
Untuk fasilitas pos jaga direncanakan berkapasitas 2 orang, dengan asumsi
area yang dibutuhkan untuk 1 orang pekerja adalah 3 m 2. Maka luas pos jaga
sebagai berikut:
Tenaga kerja = 2 orang
Area untuk 1 orang = 3 m2
Area untuk 2 orang = 6 m2
Faktor keamanan 50% = 3 m2
Luas total pos jaga = 9 m2
Sehingga luas total pos jaga yang dibutuhkan adalah 9 m2
- Gudang peralatan
Untuk fasilitas penyimpanan alat-alat seperti garpu sampah, alat
kebersihan, dll direncanakan seluas 4 m2.
Setelah dilakukan perhitungan untuk semua fasilitas TPS 3R, maka luas
total lahan untuk TPS 3R seperti pada Tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4 Luas Total TPS 3R yang direncanakan
Fasilitas/Lahan Luas m2
lahan penerimaan sampah 46
tempat pemilahan 184
lahan pencacahan 52
tempat penyimpanan sampah terpilah dan kompaksi 28
luas lahan komposting 753
lahan pengemasan dan penyimpanan kompos 106
lahan kontainer B3 dan residu 37.5
musholla 24
kantor administrasi 10
toilet 9
pos jaga 9
gudang alat 4
luas bangunan TPS 3R 1262.5
Gambar 3.1 Denah Desain TPS 3R
Berdasarkan Gambar 3.1 luas lahan TPS 3R jika ditambah lahan untuk jalur keluar
masuk untuk truk pengangkut dan gerobak sampah selebar 4 meter, maka luas lahan
yang dibutuhkan untuk merancang desain TPS 3R dengan pelayanan sebanyak 150.000
orang menjadi 2 kali lipat atau 53,06 x 53,06 m. Jumlah pelayanan TPS 3R akan sangat
berdampak pada lahan yang dibutuhkan untuk mengolah sampah.
Untuk semua bangunan dan fasilitas pada TPS 3R dipasang atap serta TPS 3R
direncanakan dalam bentuk semi terbuka atau seperti hanggar yang tidak sepenuhnya
tertutup. Zona penyangga yang digunakan pada perencanaan TPS 3R hanya berupa
dinding pembatas dan pagar dengan pintu geser.
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, E. dan Padmi, T., 2016. Pengelolaan Sampah Terpadu. Bandung: Penerbit
ITB.
Noerbambang, S. M. & Morimura, T., 2005. Perancangan dan Pemeliharan Sistem
Plambing. 5 penyunt. Bandung: PT Pradnya Paramita.
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga tahun 2017
Kementrian PUPR, Petunjuk Teknis TPS 3R 2017
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengolahan Bahan Berbahaya dan
Beracun
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3 Tahun 2013 tentang Tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Sahwan, F. L., Wahyono, S. & Suryanto, F., 2011. Kualitas Kompos Sampah Rumah
Tangga yang Dibuat dengan Menggunakan Komposter Aerobik. Jurnal Teknik
Lingkungan, 12(3), pp. 233-240.
Standar Negara Indonesia No. 19-2454 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sampah
Perkotaan.
Standar Negara Indonesia No. 3242 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Pemukiman.
Standar Negara Indonesia No. 8132 Tahun 2015 tentang Sistem Plambing pada Gedung
Wardiha, M. W., Putri, P. S., Setyawati, L. M. & Muhajirin, 2013. Timbulan dan
Komposisi Sampah di Kawasan Perkantoran dan Wisma. Jurnal Presipitasi,
10(1), pp. 7-17.
Warjoto, R. E., Canti, M. & Hartani, A. T., 2018. Metode Komposting Takakura untuk
Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga di Cisauk, Tangerang. Jurnal
Perkotaan, 10(2), pp. 76-90.
Widiarti, I. W., 2012. Pengelolaan Sampah Berbasis “Zero Waste” Skala Rumah Tangga
Secara Mandiri. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, 4(2), pp. 101-113.

Anda mungkin juga menyukai