Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SEJARAH PENDIDIKAN PADA MASA UMAYYAH

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu :

Dr.Usman,M.Pd.I

Oleh :

Shinta Natasya

Della

Vella

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah “sejarah pendidkan islam” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Makalah ini saya susun untuk melengkapi tugas matakuliah sejarah pendidikan islam.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Dan Saya juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet
yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan
serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-
baiknya. Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Pontianak, 05 April 2022

penulis

SHINTA NATASYA

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..ii

BAB I……………………………………………………………………………………………1

PENDAHULUAN………………………………………………………………………………1

LATAR BELAKANG…………………………………………………………………………1

RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………………2

BAB II………………………………………………………………………………………….3

PEMBAHASAN………………………………………………………………………………3

BAB III………………………………………………………………………………………12

PENUTUP……………………………………………………………………………………..12

KESIMPULAN………………………………………………………………………………..12

SARAN…………………………………………………………………………………………12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….13

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.latar belakang

Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah
masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan
sekitarnya (beribu kota di Damaskus); serta dari 756 sampai 1031 di Cordoba, Spanyol
sebagai Kekhalifahan Cordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd asy-
Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan
atau kadang kala disebut juga dengan Muawiyah I.

Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasaan
yang berpola dinasti atau kerajaan. Pola kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali) yang
masih menerapkan pola keteladanan Nabi Muhammad, yaitu pemilihan khalifah dengan
proses musyawarah akan terasa berbeda ketika memasuki pola kepemimpinan dinasti-dinasti
yang berkembang sesudahnya.

Dinasti Bani Umayyah merupakan dinasti yang berkuasa selama lebih kurang 90 tahun
(41-132 H / 661-750 M). Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang
didirikan oleh Muawiyah Ibnu Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara
menolak pembantaian terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang
dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat
menguntungkan baginya.

Jatuhnya Ali dan naiknya Muawiyah juga disebabkan keberhasilan pihak khawarij
(kelompok yang membangkang dari Ali) membunuh khalifah Ali, meskipun kemudian
tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya Hasan, namun tanpa dukungan yang kuat dan
kondisi politik yang kacau akhirnya kepemimpinannya pun hanya bertahan sampai beberapa
bulan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, namun dengan
perjanjian bahwa pemilihan kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada umat
Islam. Perjanjian tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan am jama’ah

1
karena perjanjian ini mempersatukan umat Islam menjadi satu kepemimpinan, namun secara
tidak langsung mengubah pola pemerintahan menjadi kerajaan.
Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru dalam kemajuan
peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan sumbangan-sumbangannya dalam perluasan
wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya.

B. RUMUSAN MASALAH

A. sejarah berdirinya bani ummayah

B. Bagaimana Sistem Pendidikan yang Diterapkan pada Umayyah

C.Masa Kemajuan Dinasti Ummayah

D.Kemunduran dan Runtuhnya Umayyah

2
BAB II

PEMAHASAN

A.Pengertian bani ummayah

Sejarah berdirinya Daulah Umayyah berasal dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn
‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin kabilah Quraisy pada zaman jahiliah. Bani
Umayyah baru masuk agama Islam setelah mereka tidak menemukan jalan lain selain
memasukinya, yaitu ketika Nabi Muhammad berserta beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar
percaya terhadap kerasulan dan kepemimpinan yang menyerbu masuk ke dalam kota Makkah.
Memasuki tahun ke 40 H/660 M, banyak sekali pertikaian politik di kalangan umat Islam,
puncaknya adalah ketika terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu Muljam. Setelah
khalifah terbunuh, kaum muslimin diwilayah Irak mengangkat al-Hasan putra tertua Ali sebagai
khalifah yang sah. Sementara itu Muawiyah sebagai gubernur provinsi Suriah (Damaskus) juga
menobatkan dirinya sebagai Khalifah.

Namun karena Hasan ternyata lemah sementara Muawiyah bin Abi Sufyan bertambah
kuat, maka Hasan bin Ali menyerahkan pemerintahannya kepada Muawiyah bin Abi Sufyan.
Muawiyah sebagai pendiri dinasti Umayyah adalah putra Abu Sufyan, seorang pemuka Quraisy
yang menjadi musuh Nabi Muhammad saw. Muawiyah dan keluarga keturunan Bani Umayyah
memeluk Islam pada saat terjadi penaklukan kota Makkah. Nabi pernah mengangkatnya sebagai
sekretaris pribadi dan Nabi berkenan menikahi saudaranya yang perempuan yang bernama Umi
Habibah. Karier politik Muawiyah mulai meningkat pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab.
Setelah kematian Yazid Ibn Abu Sufyan pada peperangan Yarmuk, Muawiyah diangkat. menjadi
kepala di sebuah kota di Syria. Karena keberhasilan kepemimpinannya, tidak lama kemudian dia
diangkat menjadi gubernur Syria oleh khalifah Umar. Muawiyah selama menjabat sebagai
gubernur Syria, giat melancarkan perluasan wilayah kekuasaan Islam sampai perbatasan wilayah
kekuasaan Bizantine. Pada masa pemerintahan khalifah Ali Ibn Abu Thalib, Muawiyah terlibat
konflik dengan khalifah Ali untuk mempertahankan kedudukannya sebagai gubernur Syria.
Sejak saat itu Muawiyah mulai berambisi untuk menjadi khalifah dengan mendirikan dinasti
Umayyah. Setelah menurunkan Hasan Ibn Ali, Muawiyah menjadi penguasa seluruh imperium
Islam, dan menaklukkan Afrika Utara merupakan peristiwa penting dan bersejarah selama masa
kekuasaannya.

3
B.SISTEM PENDIDIKAN PADA MASA DINASTI UMMATAH

Secara essensial pendidikan Islam pada masa dinasti umayyah kurang begitu
diperhatikan, sehingga sistem pendidikan berjalan secara alamiyah.walaupun sistemnya masih
sama seperti pada masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin. Pada masa ini pola pendidikan telah
berkembang, sehingga peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga Benua,
yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu di
persatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. Dengan kata lain Periode Dinasti
Umayyah ini merupakan masa inkubasi. Dimana dasar-dasar dari kemajuan pendidikan
dimunculkan, sehingga intelektual muslim berkembang.

Pada masa Dinasti Umayyah pola pendidikannya bersifat desentralisasi dan belum
memiliki tingkatan dan standar umum. Kajian pendidikan pada masa itu berpusat di Damaskus,
Kufah, Mekah, Madinah, Mesir, Kardoba dan beberapa kota lainnya, seperti Basyarah, Kuffah
(Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-imu yang dikembangkan
yaitu, Kedokteran, Filsafat, Astronomi, Ilmu Pasti, Sastra, Seni Bagunanan, Seni rupa, maupun
seni suara. Dengan demikian pendidikan tidak hanya berpusat di Madinah seperi pada zaman
nabi dan Khulaur Rasyidin melainkan ilmu itu telah mengalami ekspansi seiring dengan ekspansi
teritorial. Lebih lanjut Menurut H. Soekarno dan ahmad Supardi. Memaparkan bahwa Pada
periode Dinasti Umayah terdapat dua jenis pendidikan, yaitu;

1. Pendidikan khusus yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukan bagi


anakanak khalifah dan anak-anak para pembesarnya, Tempat Proses pembelajaran berada
dalam lingkungan istana, Materi yang diajarkan diarahkan untuk kecakapan memegang
kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan dengan keperluan
dan kebutuhan pemerintahan, sehingga dalam penentuan dan penetapan kurikulumnya
bukan hanya oleh guru melainkan orang tua pun turun menentukannya. Adapun Materi
yang diberikan yaitu materi membaca dan menulis al-Quran, al-Hadits, bahasa arab dan
syair-syair yang baik, sejarah bangsa Arab dan peperangannya, adab kesopanan,
pelajaran-pelajaran keterampilan, seperti menunggang kuda, belajar kepemimpinan
berperang. Pendidik atau guru-gurunya dipilih langsung oleh khalifah dengan mendapat
jaminan hidup yang lebih baik. Peserta didik atau Anak-anak khalifah dan anak-anak
pembesar.

4
2. Pendidikan yang di peruntukan bagi rakyat biasa. Proses pendidikan ini merupakan
kelanjutan dari pendidikan yang telah diterapkan dan dilaksanakan sejak zaman Nabi
Muhammad SAW masih hidup. Sehingga kelancaran proses pendidikan ini
ditanggungjawabi oleh para ulama, merekalah yang memikul tugas mengajar dan
memberikan bimbingan serta pimpinan kepada rakyat. Mereka bekerja atas dasar
kesadaran moral serta tanggung jawab agama bukan dasar pengangkatan dan penunjukan
pemerintah, sehingga mereka tidak memperoleh jaminan hidup (gaji) dari pemerintah.
Jaminan hidup mereka tanggungjawabi sendiri dengan pekerjaan lain diluar waktu
mengajar, atau ada juga yang menerima sumbangan dari murid-muridnya

Adapun tempat dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada masa Bani Umayyah adalah
sebagai berikut:

a. Pendidikan Kuttab, yaitu tempat belajar menulis. Pada masa awal Islam sampai pada era
Khulafaur Rasyidin dalam pendidikan di Kuttab secara umum tidak dipungut bayaran alias
gratis, akan tetapi pada masa dinasti umayyah ada di antara pejabat yang sengaja menggaji guru
dan menyediakan tempat untuk proses belajar mengajar. Adapun materi yang diajarkan adalah
baca tulis yang pada umumnya diambil dari syair-syair dan pepatah arab.

b. Pendidikan Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang bersifat
keagamaan. Pada pendidikan masjid ini terdapat dua tingkatan yaitu menegah dan tinggi. Materi
pelajaran yang ada seperti Alquran dan Tafsirnya, Hadis dan Fiqh serta syariat Islam.

c. Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi
ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan memprogramkan arabisasi maka muncul istilah badiah,
yaitu dusun badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa
arab tersebut. Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah untuk belajar
bahasa arab bahkan ulama juga pergi kesana di antaranya adalah Al Khalil ibn Ahmad.

d. Pendidikan Perpustakaan, pemerintah Dinasti Umayyah mendirikan perpustakaan yang besar


di Cordova pada masa khalifah Al Hakam ibn Nasir.

e. Majlis Sastra/Saloon Kesusasteraan, yaitu suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah
untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan. Majelis ini sudah ada sejak era Khulafaur Rasyidin

5
yang diadakan di masjid. Namun pada masa Dinasti Umayyah pelaksanaannya dipindahkan ke
istana dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja.

f. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta tempat studi
kedokteran.Cucu Muawiyah Khalid ibn Yazid sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia
menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana Yunani yang ada di Mesir untuk
menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa Arab. Hal ini menjadi terjemahan
pertama dalam sejarah sehingga al Walid ibn Abdul Malik memberikan perhatian terhadap
Bamaristan.

g. Madrasah Makkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah
takluk, ialah Mu’az bin Jabal yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram
dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke
Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan Tafsir, Fiqh dan Sastra.
Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam

h. Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di
sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat Nabi Muhmmad. Berarti disana banyak terdapat ulama-
ulama terkemuka.

i. Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan
Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli Fiqih dan ahli Hadist, serta ahli Al Qur’an.
Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu Hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli Fiqh,
juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli Tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu
agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-
kisah di masjid Basrah.

j. Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu:
‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka
itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja
belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah bahkan mereka pergi ke Madinah.

k. Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan
penduduknya banyak memeluk agama Islam.

6
C.Masa kemajuaan dinasti ummayah

Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa
kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan
kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan
jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum
muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya
Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal, terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, serta
penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah.

Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan
Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke
sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul,. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai
melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke
timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan.
Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil
menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan
sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul-Malik.
Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat
Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh
tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua
Eropa, yaitu pada tahun 71 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad,
pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara
Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal
dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian,
Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya
dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang
dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh
kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama
menderita akibat kekejaman penguasa.

7
Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan
Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan
menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam
peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali
ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah
(mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah
kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi
Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia,
Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di
Asia Tengah.

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-
tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.
Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya,
jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi
adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium
dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang
tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik
bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M)
meningkatkan pembangunan, di antaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan
pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun jalan-jalan raya yang
menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung
pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

8
Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam
negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan
bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, di mana
ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid
bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di Persia
dan Bizantium, istilah khalifah tetap digunakan, namun Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan
interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut di mana khalifah Allah dalam pengertian penguasa
yang diangkat oleh Allah padahal tidak ada satu dalil pun dari al-Qur'an dan hadits nabi yang
mendukung pendapatnya.

Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan
Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian
kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid
bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di
kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau
menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur
Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan
cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan Abdullah
bin Zubair Ibnul Awwam.

Husain bin Ali sendiri juga dibait sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin
Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun
terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran
Karbala[7], Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang
tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah.

Kelompok Syi'ah sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin mereka Husain bin
Ali, terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan di antaranya adalah yang dipimpin oleh
Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan
kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang
pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-
Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka

9
sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil
menghentikan gerakan Syi'ah secara keseluruhan.

Abdullah bin Zubair membina kekuatannya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia
terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara Yazid bin Muawiyah kembali mengepung Madinah dan
Mekkah secara biadab seperti yang diriwayatkan dalam sejarah. Dua pasukan bertemu dan
pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena taklama kemudian
Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.

Perlawanan Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul
Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan pasukan Bani Umayyah yang
dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada
tahun 73 H/692 M.

Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi'ah juga
dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai dapat
diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di
sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk
menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi
membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), di mana
sewaktu diangkat sebagai khalifah, menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-
negeri yang berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada menambah
perluasannya, di mana pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan
zakat, kedudukan mawali disejajarkan dengan Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat
singkat, namun berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada
penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya

D.masa kemunduran dan runtuhnya dinasti ummayah

Dinasti Umayyah mengalami kemajuan yang pesat hanya pada dasawarsa pertama
kekuasaannya, sedangkan pada tahun berikutnya sudah mengalami kemunduran. Kemajuan yang
terjadi pasa masa pemerintahan Muawiyah sampai kepada Hisyam. Adapun beberapa faktor
penyebab kemunduran dinasti umayyah adalah:

10
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan. Pengaturannya tidak jelas sehingga
menyebabkan persaingan yang tidak sehat di lingkungan keluarga kerajaan

2. Adanya gerakan oposisi dari pendukung Ali dan Khawarij baik yang dilakukan secara terbuka
maupun secara tertutup. Hal ini banyak menyedot perhatian pemerintah ketika itu

3. Timbulnya permasalahan sosial yang menyebabkan orang non Arab dan suku Arabia Utara
sehingga Dinasti Umayyah kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan

4. Sikap hidup mewah di kalangan keluarga istana dan perhatian terhadap masalah keagamaan
sudah berkurang

5. Adanya kekuatan baru yang digalang oleh keturunan al Abbas ibn Abd al Muthalib sehingga
menyebabkan keruntuhan kekuasaan Dinasti Umayyah.

Gerakan ini didukung penuh Bani Hasyim dan golongan Syiah serta kaum Mawali yang di
nomor duakan ketika pemerintahan Bani Umayyah.83 Dengan demikian dapat menjadi
pengalaman bagi setiap pemerintahan yang tidak baik lambat atau cepat tetap akan runtuh.
Sebuah sistem yang telah dibangun dengan tidak baik akan menghasilkan produk yang tidak baik
juga.

11
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Dinasti Umayyah berasal dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu
salah seorang dari pemimpin kabilah Quraisy pada zaman jahiliah. Bani Umayyah baru masuk
agama Islam setelah mereka tidak menemukan jalan lain selain memasukinya, yaitu ketika Nabi
Muhammad berserta beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar percaya terhadap kerasulan dan
kepemimpinan yang menyerbu masuk ke dalam kota Makkah/

Pada masa Dinasti Umayyah pola pendidikannya bersifat desentralisasi dan belum
memiliki tingkatan dan standar umum. Diantara ilmu-imu yang dikembangkan yaitu,
Kedokteran, Filsafat, Astronomi, Ilmu Pasti, Sastra, Seni Bagunanan, Seni rupa, maupun seni
suara.

Pada masa Bani Umayyah ini merupakan peletak dasar pembangunan peradaban Islam yang
nanti pada masa Bani Abas merupakan puncak dari peradaban Islam. Pada masa Bani Umayyah
Ilmu Naqliyah mulai berkembang. Perkembangan yang lebih menonjol adalah ilmu tafsir dan
ilmu hadist.

Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa
kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan
kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan
jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum
muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya
Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal, terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, serta
penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah.

12
B.SARAN

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk kemajuan dan kesempurnaan di masa mendatang. Sehingga
makalah ini dapat memberikan ilmu yang bermamfaat secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.

Sunanto, Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik. Jakarta Timur: Fajar Interpratama Offset

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992).

13

Anda mungkin juga menyukai